Friday, 25 August 2023

Iri Hati, Penyebab Ketidakbahagian Lansia

       Iri hati (envy) adalah perasaan tidak senang atau ketidakpuasan terhadap keberhasilan, kebahagiaan, atau pencapaian orang lain, dan dapat terjadi pada siapa pun dalam berbagai tingkat. Iri hati bukanlah penyakit mental secara langsung, tetapi dapat menjadi bagian dari spektrum emosi manusia yang normal. 

Aristoteles mendefinisikan iri hati sebagai rasa sakit saat melihat nasib baik orang lain, yang dipicu oleh "mereka yang memiliki apa yang seharusnya kita miliki". 

Bertrand Russell mengatakan bahwa rasa iri adalah salah satu penyebab ketidakbahagiaan yang paling ampuh.

Bila iri hati berlebihan, terus-menerus mengganggu kehidupan sehari-hari, atau menyebabkan dampak negatif yang signifikan pada kesejahteraan mental seseorang, itu bisa menjadi bagian dari masalah lebih besar yang berkaitan dengan kesehatan mental.

Rasa iri adalah salah satu penyebab ketidakbahagiaan
yang paling ampuh. (Sumber: foto PLC- Lansia)

Beberapa poin penting tentang iri hati:

Emosi Manusia: Iri hati adalah emosi manusia yang umum dan sering kali muncul sebagai respons alami terhadap perbandingan sosial dan perasaan kurang percaya diri.

Spektrum Emosi: Semua orang mungkin merasa iri hati sesekali, tetapi tingkat dan dampaknya berbeda-beda. Beberapa orang dapat mengendalikan perasaan ini dengan lebih baik daripada yang lain.

Dapat Menjadi Masalah: Jika perasaan iri hati sangat kuat dan tidak dikelola dengan baik, dapat menyebabkan konflik dalam hubungan, kecemasan, perasaan rendah diri, atau merasa tidak bahagia secara berkelanjutan.

Kaitan dengan Penyakit Mental Lain: Pada beberapa kasus, perasaan iri hati yang berlebihan atau kronis dapat berkontribusi pada masalah kesehatan mental seperti depresi atau kecemasan.

Perbedaan dengan Gangguan Mental: Sementara iri hati bukanlah penyakit mental, ada gangguan mental seperti gangguan kepribadian borderline yang dapat memiliki ciri-ciri seperti perasaan iri hati yang intens dan tidak stabil.

       Iri hati adalah perasaan emosional yang muncul ketika seseorang merasa tidak senang atau ingin memiliki sesuatu yang dimiliki oleh orang lain. Ini bisa berupa prestasi, harta, keahlian, atau atribut lainnya. Iri hati melibatkan perbandingan sosial dengan orang lain dan dapat muncul sebagai reaksi terhadap kesuksesan atau keberuntungan orang lain.  

Mencoba menyamakan kedudukan adalah salah satu cara mencoba meredakan rasa iri. Tapi itu hanya solusi jangka pendek, dan rasa iri muncul lagi. Akhirnya rasa iri bisa meresap ke dalam suatu hubungan.  

Pada umumnya iri hati dianggap sebagai emosi yang negatif karena dapat menimbulkan perasaan ketidakpuasan, kecemburuan, dan frustrasi terhadap orang lain. Pandangan lain yang lebih nuansa terkait iri hati, di mana beberapa ahli berpendapat bahwa dalam beberapa situasi tertentu, iri hati bisa memiliki aspek positif, meskipun jarang terjadi.

Iri hati dianggap sebagai emosi yang negatif karena dapat menimbulkan
perasaan 
ketidakpuasan, kecemburuan, frustrasi terhadap orang lain.
(Sumber: foto canva.com)

Konsep yang dibicarakan adalah "benign envy" atau iri hati yang "berkah" dalam beberapa kasus. Beberapa pandangan ini menyatakan bahwa iri hati yang lebih ringan atau sehat dapat berfungsi sebagai dorongan untuk meningkatkan diri sendiri atau mencapai tujuan yang lebih tinggi. 

Namun, "benign envy" atau dampak positif dari iri hati jarang terjadi, dan lebih sering gagal, iri hati dapat berdampak negatif pada kesejahteraan mental dan emosional seseorang. Iri hati yang berlebihan atau tidak sehat dapat mengganggu hubungan sosial, memicu stres, depresi, atau kecemasan, dan mengganggu perasaan bahagia dan puas dengan diri sendiri.

Perasaan iri hati adalah emosi manusia yang normal dan dapat dirasakan oleh siapa pun, termasuk lansia. Namun, ada perbedaan antara iri hati yang normal dan iri hati yang tidak normal atau berlebihan pada lansia. 

Beberapa perbedaan antara keduanya:

Iri Hati yang Normal:

πŸ’’ Gejala Ringan dan Sesekali: 

Iri hati yang normal biasanya muncul dalam tingkat yang lebih ringan dan tidak terjadi terus-menerus. Ini bisa terjadi sesekali saat ada perbandingan sosial atau keberhasilan orang lain.

πŸ’’ Tidak Mengganggu Kesejahteraan Umum: 

Iri hati yang normal tidak mengganggu kesejahteraan mental atau fisik secara signifikan. Orang yang mengalaminya masih dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan normal.

πŸ’’ Kontrol Emosi yang Baik: 

Orang dengan iri hati yang normal cenderung memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosi mereka dan mengatasi perasaan tersebut dengan cepat.

πŸ’’ Pemahaman Tentang Emosi: 

Mereka memiliki pemahaman yang sehat tentang emosi dan menyadari bahwa perasaan iri hati adalah bagian dari pengalaman manusia yang normal.

Orang dengan iri hati normal cenderung mampu mengendalikan emosi
(Sumber: foto canva.com)

Iri Hati yang Tidak Normal atau Berlebihan:

πŸ’¨ Intensitas yang Tinggi dan Kronis:

Iri hati yang tidak normal cenderung terjadi dalam intensitas yang lebih tinggi dan bisa menjadi kronis, mengganggu kesejahteraan sehari-hari.

πŸ’¨ Gangguan terhadap Kesejahteraan Mental: 

Iri hati yang berlebihan dapat mempengaruhi kesejahteraan mental, seperti menyebabkan depresi, kecemasan, atau isolasi sosial.

πŸ’¨ Gangguan terhadap Hubungan: 

Orang dengan iri hati yang tidak normal mungkin merasa kesulitan dalam memelihara hubungan sosial karena sulit merasa bahagia atau senang atas keberhasilan orang lain.

πŸ’¨ Kehilangan Kontrol Emosi: 

Mereka mungkin merasa kesulitan mengendalikan emosi mereka, yang dapat menyebabkan reaksi yang berlebihan atau merugikan dalam situasi tertentu.

πŸ’¨ Ketidakpuasan Berlebihan: 

Orang dengan iri hati yang tidak normal cenderung merasa tidak puas dengan diri sendiri dan hidup mereka secara umum, karena terus-menerus membandingkan diri mereka dengan orang lain.

πŸ’¨ Dampak Terhadap Kesehatan Fisik: 

Iri hati yang berlebihan dapat mempengaruhi kesehatan fisik, seperti tidur yang terganggu, peningkatan tekanan darah, atau masalah pencernaan.

       Seiring bertambahnya usia, seseorang mulai menerima status sosialnya. Meski demikian, perasaan iri akan hadir sepanjang hidup seseorang. Terserah pada individu apakah mereka akan membiarkan perasaan iri ini memotivasi atau menghancurkannya.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi bagaimana perasaan iri hati mungkin muncul pada lansia :

πŸ’« Perubahan Hidup: 

Lansia sering mengalami perubahan signifikan dalam kehidupan, seperti pensiun, kematian pasangan, atau perubahan dalam kesehatan. Perubahan ini bisa menjadi sumber stres dan perasaan kurang puas, yang pada gilirannya bisa memicu perasaan iri hati terhadap orang lain yang tampaknya memiliki situasi yang lebih baik.

Lansia sering mengalami perubahan signifikan dalam hidup
seperti pensiun dan kesehatan.(Sumber: foto canva.com)

πŸ’« Komparasi Sosial: 

Meskipun bukan eksklusif bagi lansia, perbandingan sosial dapat memicu perasaan iri hati. Lansia mungkin merasa kurang berharga atau kurang sukses dibandingkan dengan orang lain, terutama jika mereka merasa kurang diperhatikan atau dihormati dalam masyarakat.

πŸ’« Kesehatan dan Kemampuan Fisik:

Perubahan dalam kesehatan dan kemampuan fisik sering terjadi seiring bertambahnya usia. Lansia yang mungkin mengalami keterbatasan fisik atau kesehatan mungkin merasa iri hati terhadap mereka yang tampak lebih sehat atau lebih mampu secara fisik.

πŸ’« Perasaan Isolasi: 

Lansia yang merasa terisolasi atau kurang terlibat dalam aktivitas sosial dapat merasa iri hati terhadap orang lain yang tampaknya memiliki banyak interaksi sosial dan dukungan.

πŸ’« Keuangan: 

Isu keuangan juga bisa memainkan peran. Lansia dengan masalah keuangan atau penghasilan terbatas mungkin merasa iri hati terhadap mereka yang memiliki stabilitas keuangan yang lebih baik.

πŸ’« Kehilangan Peran:

Dalam beberapa kasus, lansia yang telah pensiun atau mengalami kehilangan peran profesional mungkin merasa kehilangan identitas atau status. Ini dapat memicu perasaan iri hati terhadap mereka yang masih aktif dalam karier atau memiliki pengaruh yang lebih besar.

Ciri-ciri perasaan iri hati  pada lansia yang dapat mengganggu kesehatan bisa bervariasi tergantung pada individu dan situasi tertentu. 

Beberapa ciri umum yang mungkin muncul dan dapat mengindikasikan bahwa perasaan iri hati sedang mempengaruhi kesejahteraan lansia:

πŸ™ Perasaan yang Intens dan Terus-Menerus:

Jika perasaan iri hati sangat kuat dan terus-menerus menghantui pikiran lansia, hal ini bisa menjadi tanda bahwa perasaan tersebut mengganggu kesejahteraan mental mereka.

πŸ™ Perbandingan Sosial yang Terus-Menerus: 

Lansia yang terus-menerus membandingkan diri mereka dengan orang lain dan merasa tidak puas dengan diri sendiri karena merasa kurang sukses atau kurang beruntung, dapat mengalami perasaan iri hati yang merugikan.

πŸ™ Stres dan Kecemasan yang Meningkat:

Perasaan iri hati yang intens dapat menyebabkan peningkatan stres dan kecemasan. Lansia mungkin merasa tertekan oleh perasaan tersebut dan kesulitan dalam mengatasi stres tersebut.

πŸ™ Kurangnya Kesejahteraan Emosional: 

Perasaan iri hati yang berlebihan dapat mengganggu kesejahteraan emosional secara umum. Lansia mungkin merasa cemas, sedih, atau marah secara terus-menerus.

πŸ™ Perubahan Dalam Pola Pikir dan Perilaku:

Lansia yang merasakan perasaan iri hati yang mengganggu kesejahteraan mereka mungkin mengalami perubahan dalam pola pikir dan perilaku mereka. Ini bisa mencakup isolasi sosial, perilaku curiga terhadap orang lain, atau penurunan minat terhadap aktivitas yang biasanya mereka nikmati.

πŸ™ Gangguan Terhadap Hubungan Sosial: 

Perasaan iri hati yang kuat dapat mengganggu hubungan sosial lansia dengan orang lain. Mereka mungkin merasa sulit untuk merasa senang atau bahagia atas keberhasilan orang lain dan menghindari situasi-situasi yang melibatkan perbandingan.

πŸ™ Pengaruh Terhadap Kesehatan Fisik: 

Stres yang diakibatkan oleh perasaan iri hati yang berlebihan dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan fisik lansia, termasuk tidur yang terganggu, peningkatan tekanan darah, dan masalah kesehatan lainnya.

       Meskipun perasaan iri hati (envy) mungkin tidak sepenuhnya dapat "disembuhkan" dalam arti tradisional, ada beberapa strategi dan pendekatan yang dapat membantu lansia mengatasi perasaan ini dan meningkatkan kesejahteraan mereka. 

Beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengelola perasaan iri hati pada lansia:

😭 Pengakuan dan Penerimaan: 

Pertama-tama, penting untuk mengenali dan mengakui perasaan iri hati. Tidak ada yang salah dengan merasakannya, tetapi mengakui perasaan ini adalah langkah pertama dalam mengatasi mereka.

😭 Introspeksi: 

Lansia dapat merenung tentang akar perasaan iri hati dan mencoba memahami mengapa mereka merasa seperti itu. Ini bisa membantu dalam mengidentifikasi faktor pemicu dan mengatasi penyebabnya.

Lansia merenung tentang akar perasaan iri hati.
(Sumber: foto canva.com)

😭 Pusatkan Perhatian pada Diri Sendiri:

 Alihkan perhatian dari perbandingan dengan orang lain ke diri sendiri. Fokus pada pencapaian, kebahagiaan, dan tujuan pribadi dapat membantu mengurangi perasaan iri hati.

😭 Praktik Rasa Syukur: 

Berlatih menghargai hal-hal yang dimiliki dan merasa bersyukur atas pencapaian dan pengalaman pribadi dapat membantu mengurangi perasaan iri hati.

😭 Jaga Diri Sendiri:

 Lansia harus merawat diri mereka sendiri dengan baik. Ini termasuk menjaga kesehatan fisik dan mental, beristirahat yang cukup, dan berpartisipasi dalam aktivitas yang memberikan rasa pencapaian dan kebahagiaan.

😭 Hindari Perbandingan yang Merugikan:

Hindari terlalu banyak membandingkan diri dengan orang lain, terutama jika hal itu hanya meningkatkan perasaan iri hati. Fokus pada perjalanan dan pencapaian pribadi.

😭 Terlibat dalam Aktivitas Sosial:

Mengikuti kegiatan sosial atau bergabung dalam kelompok yang memiliki minat yang sama dapat membantu mengurangi perasaan isolasi dan meningkatkan rasa koneksi sosial.

😭 Berbicara dengan Seseorang:

Berbicara dengan teman, anggota keluarga, atau profesional kesehatan mental dapat memberikan wadah untuk berbicara tentang perasaan iri hati dan mendapatkan perspektif yang lebih luas.

😭 Mengembangkan Rasa Penerimaan Diri: 

Lansia bisa bekerja pada meningkatkan harga diri dan menerima diri mereka apa adanya. Ini dapat membantu mengurangi kebutuhan untuk membandingkan diri dengan orang lain.

😭 Berkembang dalam Hal-Hal yang Disukai: 

Lansia dapat mengidentifikasi hobi, minat, atau aktivitas yang mereka nikmati dan fokus pada pengembangan diri dalam bidang ini.

😭 Terapi atau Konseling:

 Jika perasaan iri hati sangat kuat dan mengganggu kesejahteraan lansia, pertimbangkan untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental. Terapis atau konselor dapat memberikan dukungan, alat, dan strategi yang lebih efektif dalam mengatasi perasaan ini.

       πŸ’¬Setiap orang memiliki perjalanan yang unik dalam mengatasi perasaan iri hati, dan tidak ada solusi tunggal yang cocok untuk semua orang. Penting untuk menemukan pendekatan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan situasi masing-masing individu.

Religiusitas, atau keterlibatan dalam praktik agama dan spiritualitas, dapat memiliki dampak yang signifikan pada kesejahteraan mental dan emosional individu, termasuk lansia. Bagi beberapa orang, aspek religiusitas dapat membantu mengatasi perasaan iri hati atau envy. 

Beberapa cara di mana religiusitas dapat berkontribusi dalam mengatasi perasaan iri hati pada lansia:

πŸ‘³ Pemberian Makna:

Religiusitas sering kali memberikan kerangka kerja makna dan tujuan dalam hidup. Ini dapat membantu lansia merasa lebih puas dengan pencapaian mereka dan lebih sedikit membandingkan diri dengan orang lain.

πŸ‘³ Mengembangkan Empati dan Kemurahan Hati:

Prinsip-prinsip religiusitas sering mendorong kemurahan hati, empati, dan perdamaian dalam hubungan dengan orang lain. Ini dapat membantu lansia merasa lebih baik tentang kesuksesan atau kebahagiaan orang lain, daripada merasa iri.

πŸ‘³ Mengurangi Fokus pada Materialisme: 

Religiusitas sering mengajarkan bahwa nilai-nilai material tidak selalu merupakan fokus utama dalam hidup. Ini dapat membantu mengurangi dorongan untuk membandingkan diri dengan orang lain berdasarkan materi atau pencapaian material.

πŸ‘³ Memberikan Dukungan Sosial: 

Lingkungan agama dapat memberikan dukungan sosial yang positif dan hubungan yang membangun, yang dapat membantu mengurangi perasaan isolasi dan kesepian yang dapat memicu perasaan iri hati.

πŸ‘³ Menemukan Ketenangan dan Penerimaan:

Praktik meditasi, doa, atau refleksi spiritual dapat membantu lansia menemukan kedamaian dalam diri mereka dan menerima diri mereka apa adanya, mengurangi kebutuhan untuk membandingkan diri dengan orang lain.

       πŸ’­Tidak semua individu memiliki koneksi yang kuat antara religiusitas dan pengelolaan perasaan iri hati. Beberapa orang mungkin masih mengalami perasaan iri hati meskipun memiliki keyakinan agama yang kuat. Selain itu, dampak religiusitas pada perasaan iri hati juga dapat bervariasi dalam konteks budaya dan keyakinan agama yang berbeda.

Jika seseorang merasa bahwa perasaan iri hati sangat mengganggu kesejahteraan mereka, terlepas dari tingkat religiusitas mereka, penting untuk mencari dukungan dari berbagai sumber, termasuk mungkin terapis atau konselor yang dapat membantu mengatasi perasaan ini dengan berbagai pendekatan.





Sumber:

https://www.minnpost.com/second-opinion/2015/12/how-much-we-envy-others-and-what-we-envy-changes-age-study-finds/

https://www.medicaldaily.com/young-people-more-envious-older-people-perk-aging-or-generational-difference-360578

https://www.theatlantic.com/family/archive/2022/10/envy-happiness-social-media/671786/

https://en.wikipedia.org/wiki/Envy

Wednesday, 23 August 2023

Meningkatkan Energi dan Stamina Lansia, Ini Caranya

       Semakin bertambah umur, semakin renta pula tubuh lansia. Kondisi ini bisa mengakibatkan badan lemas. Badan lemas sering kali menjadi keluhan pada mereka yang juga berusia lanjut. Pada mereka yang berusia lanjut di atas 60 tahun bahkan dianggap wajar dan normal jika mengidap sebuah penyakit tertentu atau sering mengalami badan lemas karena stamina pun menurun.  

Namun perlu dibedakan lemas yang terjadi karena adanya penyakit dengan lemas karena melemahnya kekuatan. Lemas sendiri merupakan kondisi di mana perasaan lelah dan membutuhkan istirahat karena kekurangan energi akibat kurangnya olahraga, kurang tidur, cemas, bosan dan sebagainya.

Energi dan stamina adalah dua konsep yang berhubungan tetapi memiliki perbedaan penting, terutama dalam konteks lansia.

πŸ‘‰Energi:

Energi mengacu pada kapasitas tubuh untuk melakukan aktivitas fisik atau mental. Ini bisa berarti memiliki cukup daya untuk bangun tidur, menjalani aktivitas sehari-hari, dan tetap aktif sepanjang hari. Pada lansia, penurunan energi sering kali disebabkan oleh perubahan fisik, penurunan metabolisme, dan faktor-faktor lain seperti gangguan tidur, pola makan yang buruk, atau kondisi kesehatan yang mendasarinya.

πŸ‘‰Stamina:

Stamina merujuk pada daya tahan fisik yang memungkinkan seseorang untuk melanjutkan aktivitas fisik dalam jangka waktu yang lebih lama tanpa merasa terlalu lelah. Ini berkaitan dengan kemampuan otot dan sistem kardiovaskular untuk bekerja secara efisien selama periode waktu yang lebih panjang. Pada lansia, stamina dapat menurun karena perubahan dalam massa otot, penurunan kapasitas kardiorespiratori, dan penurunan tingkat aktivitas fisik. 

Energi dan stamina saling berhubungan dan penting untuk lansia
(Sumber: foto LPC- Lansia)

Perbedaan utama antara energi dan stamina pada lansia adalah bahwa energi mengacu pada kemampuan umum tubuh untuk melakukan aktivitas, sementara stamina berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga aktivitas fisik dalam jangka waktu yang lebih lama. Keduanya saling terkait dan memainkan peran penting dalam menjaga kualitas hidup dan kesejahteraan lansia.

Lansia (orang tua) sering mengalami penurunan energi karena berbagai faktor fisik, psikologis, dan sosial yang dapat mempengaruhi kesejahteraan mereka. 

Beberapa alasan mengapa lansia mungkin memiliki kurang energi antara lain:

πŸ’₯ Perubahan Fisiologis: 

Seiring bertambahnya usia, terjadi penurunan fungsi organ tubuh termasuk jantung, paru-paru, dan otot. Ini dapat mengakibatkan penurunan kapasitas fisik dan metabolisme, yang pada gilirannya dapat berdampak pada energi yang dirasakan.

πŸ’₯ Penurunan Aktivitas Hormonal: 

Hormon seperti hormon tiroid dan hormon seks seperti estrogen dan testosteron dapat mengalami penurunan produksi seiring bertambahnya usia. Hormon ini berperan dalam mengatur metabolisme dan energi tubuh, sehingga penurunan produksinya dapat berdampak pada tingkat energi.

πŸ’₯ Penurunan Massa Otot: 

Massa otot cenderung menurun seiring bertambahnya usia, suatu kondisi yang disebut sarcopenia. Otot memiliki peran penting dalam membakar energi, jadi penurunan massa otot dapat mengurangi kemampuan tubuh untuk mempertahankan tingkat energi yang tinggi

Massa otot lansia cenderung menurun seiring bertambah usia
(Sumber: foto canva.com)

πŸ’₯ Gangguan Tidur: 

Lansia sering mengalami perubahan dalam pola tidur, seperti sulit tidur, bangun lebih sering di malam hari, atau tidur yang lebih pendek. Gangguan tidur dapat menyebabkan kelelahan dan kurangnya energi selama aktivitas sehari-hari.

πŸ’₯ Gangguan Nutrisi:

 Asupan nutrisi yang tidak memadai atau gangguan dalam penyerapan nutrisi dari makanan dapat menyebabkan penurunan energi. Beberapa lansia mungkin mengalami kesulitan dalam mengunyah atau menelan, yang dapat mempengaruhi asupan makanan mereka.

πŸ’₯ Penyakit Kronis:

Penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan arthritis dapat menyebabkan penurunan energi karena mengganggu fungsi fisik dan metabolisme.

πŸ’₯ Faktor Psikologis: 

Depresi, kecemasan, dan perasaan kesepian adalah masalah psikologis umum di kalangan lansia. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi tingkat energi dan motivasi mereka untuk berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari.

πŸ’₯ Kurangnya Aktivitas Fisik: 

Semakin sedikit aktivitas fisik yang dilakukan, semakin berkurang pula energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan penurunan kebugaran fisik dan stamina.

πŸ’₯ Isolasi Sosial:

Kehilangan teman, pasangan, atau koneksi sosial lainnya dapat mengakibatkan perasaan kesepian dan isolasi. Ini dapat mempengaruhi motivasi untuk beraktivitas dan berkontribusi pada penurunan energi.

πŸ’₯ Penggunaan Obat-obatan:

Beberapa obat-obatan yang umum dikonsumsi oleh lansia memiliki efek samping seperti kelelahan dan kelemahan.

Meningkatkan energi pada lansia melibatkan pendekatan yang holistik, yang mencakup perubahan dalam pola makan, gaya hidup, aktivitas fisik, kesehatan mental, dan perawatan medis. 

Beberapa kiat yang dapat membantu meningkatkan energi pada lansia:

πŸ’ Pola Makan Seimbang:

Konsumsi makanan yang kaya akan nutrisi seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, protein rendah lemak, dan produk susu rendah lemak. Hindari makanan olahan yang tinggi gula, lemak jenuh, dan garam berlebih.

πŸ’ Hidrasi yang Cukup: 

Pastikan untuk minum cukup air sepanjang hari. Dehidrasi dapat menyebabkan kelelahan dan penurunan energi.

πŸ’ Porsi Makan yang Terkendali:

Hindari makan berlebihan, karena ini dapat menyebabkan rasa kenyang berlebihan dan penurunan energi.

Lansia menghindari makan berlebihan (Sumber: foto canva.com)

πŸ’ Makan Lebih Sering dan Kecil:

Pilih untuk makan lebih sering dalam porsi lebih kecil. Ini dapat membantu menjaga kadar gula darah tetap stabil dan mencegah energi yang merosot.

πŸ’ Olahraga Teratur: 

Meskipun tidak perlu melakukan aktivitas fisik yang intens, olahraga ringan seperti berjalan kaki, senam, atau berenang dapat membantu meningkatkan stamina, kekuatan otot, dan energi.

πŸ’ Tidur yang Cukup: 

Pastikan Anda mendapatkan tidur yang cukup. Tidur yang baik diperlukan untuk pemulihan tubuh dan menjaga tingkat energi yang sehat.

πŸ’ Atasi Stres: 

Stres dapat menguras energi. Cobalah teknik relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga untuk mengurangi tingkat stres.

πŸ’ Jaga Kesehatan Mental: 

Pertahankan interaksi sosial, hobi yang disukai, dan aktivitas yang menyenangkan untuk menjaga kesehatan mental. Depresi dan kecemasan dapat mempengaruhi tingkat energi.

πŸ’ Hindari Merokok dan Alkohol Berlebih: 

Merokok dan alkohol dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan dan energi.

πŸ’ Konsultasi dengan Profesional Medis:

Jika Anda merasa energi Anda terus menurun meskipun telah mencoba langkah-langkah di atas, sebaiknya konsultasikan dengan dokter atau profesional medis. Mereka dapat melakukan evaluasi kesehatan menyeluruh dan memberikan saran yang lebih khusus sesuai kondisi Anda.

πŸ’ Suplemen: 

Pada beberapa kasus, suplemen tertentu seperti vitamin B12, vitamin D, atau zat besi mungkin diperlukan untuk mengatasi defisiensi nutrisi yang dapat menyebabkan kelelahan.

Beberapa langkah yang dapat membantu meningkatkan stamina pada lansia:

πŸ‘³ Konsultasi dengan Profesional Medis:

Sebelum memulai program latihan atau perubahan gaya hidup apa pun, penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli medis. Mereka dapat menilai kondisi kesehatan Anda dan memberikan panduan yang sesuai dengan kondisi Anda.

πŸ‘³ Aktivitas Fisik Teratur: 

Melakukan latihan fisik secara teratur adalah kunci untuk meningkatkan stamina. Latihan aerobik ringan seperti berjalan kaki, berenang, atau bersepeda dapat membantu meningkatkan kapasitas kardiorespiratori dan daya tahan otot.

Berjalan kaki secara teratur merupakan kunci meningkatkan stamina
(Sumber: foto canva.com)

πŸ‘³ Latihan Kekuatan: 

Latihan kekuatan seperti angkat beban ringan atau latihan menggunakan berat tubuh dapat membantu membangun massa otot dan meningkatkan kekuatan fisik. Ini juga membantu dalam menjaga fungsi tubuh yang lebih baik seiring bertambahnya usia.

πŸ‘³ Latihan Keseimbangan:

Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan stabilitas sangat penting pada lansia. Ini membantu mencegah jatuh yang dapat mengakibatkan cedera serius.

πŸ‘³ Pemanasan dan Pendinginan yang Baik:

Sebelum dan setelah latihan, pastikan Anda melakukan pemanasan dan pendinginan yang cukup untuk menghindari cedera otot atau cedera lainnya.

πŸ‘³  dan Konsisten:

Mulailah dengan tingkat intensitas yang sesuai dengan kemampuan Anda dan secara perlahan tingkatkan seiring waktu. Konsistensi dalam latihan lebih penting daripada intensitas yang tinggi dalam jangka pendek.

πŸ‘³ Pijat dan Peregangan: 

Pijatan ringan dan peregangan dapat membantu meredakan ketegangan otot dan meningkatkan sirkulasi darah, yang pada gilirannya dapat membantu dalam memulihkan stamina.

πŸ‘³ Pola Makan Seimbang:

Asupan nutrisi yang baik penting untuk memberikan bahan bakar yang diperlukan untuk aktivitas fisik. Pastikan Anda mengonsumsi makanan seimbang yang mengandung karbohidrat kompleks, protein, lemak sehat, serta vitamin dan mineral penting.

πŸ‘³ Tidur yang Cukup:

Pemulihan tubuh terjadi selama tidur. Pastikan Anda mendapatkan tidur yang cukup agar tubuh bisa memulihkan energi dan stamina Anda.

πŸ‘³ Atasi Stres: 

Stres dapat menguras stamina. Praktikkan teknik relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga untuk mengurangi stres.

πŸ‘³ Minum Cukup Air: 

Dehidrasi dapat mempengaruhi stamina. Pastikan Anda minum cukup air sepanjang hari.

πŸ‘³ Hindari Overtraining:

Sementara latihan penting, jangan terlalu berlebihan. Dengan bertambahnya usia, tubuh mungkin membutuhkan lebih banyak waktu untuk pulih.

       Selalu perhatikan batasan fisik Anda dan jangan ragu untuk berbicara dengan profesional medis atau pelatih kebugaran sebelum memulai program latihan yang baru.

Makanan yang baik untuk meningkatkan energi dan stamina pada lansia adalah makanan yang kaya akan nutrisi dan memberikan sumber energi yang berkelanjutan. 

Beberapa jenis makanan yang sebaiknya dipertimbangkan:

🍏 Buah-buahan: 

Buah-buahan seperti apel, pisang, jeruk, dan buah beri mengandung serat dan gula alami yang dapat memberikan energi secara bertahap.

Buah-buahan memberikan energi secara bertahap
(Sumber: foto canva.com) 

🍏 Sayuran Berwarna-warni: 

Sayuran seperti brokoli, bayam, wortel, dan kentang manis kaya akan vitamin, mineral, dan serat yang penting untuk menjaga tingkat energi.

🍏 Biji-bijian Utuh: 

Biji-bijian seperti oatmeal, beras merah, dan quinoa mengandung karbohidrat kompleks yang memberikan energi bertahap dan serat yang membantu menjaga kadar gula darah stabil.

🍏 Protein Rendah Lemak: 

Protein membantu membangun dan memperbaiki jaringan tubuh. Pilih sumber protein rendah lemak seperti daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, ikan, kacang-kacangan, dan produk susu rendah lemak.

🍏 Produk Susu Rendah Lemak: 

Produk susu rendah lemak seperti yogurt dan susu skim mengandung kalsium dan vitamin D yang penting untuk kesehatan tulang.

🍏 Kacang-kacangan: 

Kacang-kacangan seperti almond, kenari, dan kacang merah mengandung protein, serat, dan lemak sehat yang dapat memberikan energi tahan lama.

🍏 Telur:

Telur mengandung protein berkualitas tinggi dan nutrisi penting seperti vitamin B12 dan zat besi.

🍏 Minyak Zaitun dan Lemak Sehat Lainnya:

Lemak sehat seperti minyak zaitun, alpukat, dan kacang-kacangan membantu memberikan energi dan mendukung kesehatan jantung.

🍏 Air Putih:

Hindari dehidrasi dengan minum cukup air putih sepanjang hari. Dehidrasi dapat menyebabkan penurunan energi.

🍏 Makanan Tinggi Serat: 

Serat membantu menjaga pencernaan dan membantu menjaga tingkat energi stabil. Sumber serat yang baik meliputi biji-bijian utuh, sayuran, buah-buahan, dan kacang-kacangan.

🍏 Makanan Kaya Vitamin B:

Vitamin B kompleks, seperti B12 dan folat, penting untuk metabolisme energi. Sumbernya termasuk daging tanpa lemak, ikan, telur, dan produk susu rendah lemak.

🍏 Camilan Sehat:

Pilih camilan sehat seperti kacang-kacangan, buah-buahan segar, yogurt rendah lemak, atau biskuit gandum utuh.

       Meningkatkan stamina pada lansia memerlukan pendekatan yang hati-hati dan terkoordinasi, terutama mengingat perubahan fisik yang terjadi seiring bertambahnya usia. 

Energi dan stamina tetap penting bagi lansia. Meskipun ada perubahan alami dalam tubuh seiring bertambahnya usia, menjaga tingkat energi dan stamina yang sehat dapat memiliki dampak positif pada kualitas hidup lansia. 

Berikut alasan mengapa energi dan stamina tetap penting:

πŸ’ͺ Kemandirian:

Memiliki cukup energi dan stamina memungkinkan lansia untuk tetap mandiri dalam menjalani aktivitas sehari-hari, seperti berpakaian, mandi, memasak, berbelanja, dan membersihkan rumah.

πŸ’ͺ Aktivitas Sosial: 

Tingkat energi yang baik memungkinkan lansia untuk tetap aktif secara sosial, berinteraksi dengan teman dan keluarga, dan berpartisipasi dalam acara-acara sosial yang dapat meningkatkan kesejahteraan mental.

πŸ’ͺ Kesehatan Fisik:

Mempertahankan stamina dan energi dapat membantu dalam menjaga kesehatan fisik secara umum. Aktivitas fisik yang cukup dan rutin dapat membantu menjaga berat badan yang sehat, menjaga kesehatan jantung, dan mengurangi risiko penyakit kronis.

πŸ’ͺ Kesehatan Mental:

Energi yang cukup juga berkontribusi pada kesehatan mental. Ketika tubuh merasa segar, pikiran juga cenderung lebih jernih dan suasana hati lebih baik.

πŸ’ͺ Pertahankan Hobi dan Interes: 

Dengan cukup energi dan stamina, lansia dapat tetap menikmati hobi, minat, dan aktivitas yang mereka sukai, yang membantu menjaga semangat hidup.

πŸ’ͺ Mencegah Risiko Jatuh: 

Mempertahankan stamina membantu mencegah kelelahan berlebihan saat melakukan aktivitas fisik. Ini bisa membantu mengurangi risiko jatuh dan cedera.

πŸ’ͺ Kualitas Hidup yang Lebih Baik: 

Tingkat energi dan stamina yang baik dapat berkontribusi pada kualitas hidup yang lebih baik secara keseluruhan. Lansia dapat terlibat dalam berbagai aktivitas dengan lebih banyak kenyamanan dan kemerdekaan.

       Setiap individu adalah unik, dan tingkat energi serta stamina dapat bervariasi tergantung pada kesehatan masing-masing. Adapun lansia, sambil berusaha mempertahankan dan meningkatkan energi serta stamina, juga penting untuk menghormati dan mendukung perubahan fisik dan mental yang terjadi seiring proses penuaan.



Sumber:

https://www.vistaspringsliving.com/blog/10-foods-that-boost-energy-and-build-endurance-in-seniors

https://www.sunhealthcommunities.org/helpful-tools/articles/9-unexpected-energy-boosters-for-older-adults

https://www.webmd.com/healthy-aging/best-energy-foods-older-adults

https://www.hopkinsmedicine.org/health/wellness-and-prevention/age-defying-energy-levels

https://www.riverroadretirement.com/boost-energy-levels-seniors/

Perasaan Kehilangan Akibat Kematian, Berdampak Krisis Emosional

       Kehilangan orang yang dicintai adalah peristiwa yang paling menegangkan dalam hidup dan dapat menyebabkan krisis emosional yang besar. Setelah kematian seseorang yang dicintai, Ada perasaan  kehilangan yang luar biasa.

Berdukacita adalah ekspresi lahiriah dari kehilangan. Kesedihan cenderung diungkapkan secara fisik, emosional, dan psikologis. Misalnya, menangis adalah ekspresi fisik, sedangkan depresi adalah ekspresi psikologis. Sangat penting untuk membiarkan diri mengekspresikan perasaan ini. Sering kali, kematian adalah subjek yang dihindari, diabaikan atau ditolak. Pada awalnya mungkin terlihat membantu untuk memisahkan diri dari rasa sakit, tetapi Anda tidak dapat menghindari kesedihan selamanya. Suatu hari perasaan itu perlu diselesaikan atau dapat menyebabkan penyakit fisik atau emosional.

Berdukacita ekspresi lahiriah dari kehilangan
(Sumber: paguyuban pensiun 209)

Orang lanjut usia mungkin sangat rentan ketika mereka kehilangan pasangan karena itu berarti kehilangan pengalaman bersama seumur hidup. Perasaan kehilangan dapat diperparah dengan kematian teman dekat.

⛳Pemahaman kesedihan setelah kehilangan: 

  1. Kesedihan bukanlah suatu keadaan, melainkan suatu proses. 
  2. Proses berduka biasanya berlangsung secara tiba-tiba, dengan perhatian beralih ke dan dari realitas kematian yang menyakitkan. 
  3. Spektrum gangguan kesedihan emosional, kognitif, sosial, dan perilaku sangat luas, mulai dari perubahan yang hampir tidak terlihat hingga penderitaan dan disfungsi yang mendalam.
  4. Bagi kebanyakan orang kesedihan tidak pernah selesai sepenuhnya. 
  5. Kesedihan bukan hanya tentang perpisahan dari orang yang meninggal, tetapi tentang menemukan cara baru dan bermakna untuk melanjutkan hubungan dengan almarhum.
Lansia berdukacita ekspresi lahiriah dari kehilangan
(Sumber: foto canva.com)

Dalam bidang medis dan psikologis, istilah-istilah yang sering digunakan untuk mengacu pada kehilangan dan dukacita adalah sebagai berikut:

πŸ‘‰ Bereavement: 

Mengacu pada situasi di mana seseorang mengalami kehilangan seseorang yang dicintai, seperti pasangan, sahabat, atau anggota keluarga, yang biasanya disebabkan oleh kematian.

πŸ‘‰ Grief: 

Merujuk pada reaksi emosional, mental, dan fisik yang timbul sebagai akibat dari bereavement. Ini melibatkan berbagai perasaan seperti kesedihan, kehilangan minat, kebingungan, amarah, dan mungkin juga perubahan fisik dan kesehatan.

Pada lansia, proses bereavement dan grief bisa dipengaruhi oleh faktor-faktor khusus, seperti dukungan sosial yang lebih terbatas, riwayat kehidupan yang lebih panjang, dan tantangan kesehatan yang mungkin ada. Dukungan dan pengertian dari keluarga, teman, serta dukungan kesehatan mental menjadi sangat penting dalam membantu lansia mengatasi bereavement dan grief dengan cara yang sehat.

Beberapa hal yang perlu dipahami tentang bereavement dan grief pada lansia: 

🎌 Dukungan Sosial Penting: 

Lansia sering memiliki jaringan sosial yang lebih kecil dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Oleh karena itu, dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas sangat penting dalam membantu mereka menghadapi kehilangan. Kehadiran dan perhatian dari orang-orang terdekat dapat membantu mengurangi rasa kesepian dan isolasi.

🎌 Respons yang Beragam: 

Respon terhadap kehilangan dapat bervariasi di antara individu lansia. Beberapa orang mungkin mengalami kesedihan yang mendalam dan kehilangan minat pada aktivitas sehari-hari, sementara yang lain dapat menunjukkan ketahanan yang lebih besar. Faktor-faktor seperti kesehatan fisik dan mental sebelumnya, dukungan sosial, dan jenis hubungan dengan orang yang meninggal dapat mempengaruhi bagaimana lansia merasakan grief.

🎌 Dampak Fisik dan Kesehatan:

Grief pada lansia dapat memiliki dampak fisik yang nyata, termasuk penurunan energi, gangguan tidur, penurunan nafsu makan, dan masalah kesehatan lainnya. Proses ini juga bisa memicu atau memperburuk kondisi medis yang sudah ada sebelumnya.

Grief pada lansia dapat menjadi gangguan tidur
(Sumber: foto canva.com)

🎌 Kemungkinan Depresi dan Kecemasan: 

Grief yang berkepanjangan atau parah pada lansia dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi dan kecemasan. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengamati perubahan perilaku atau suasana hati yang ekstrem dan mendapatkan bantuan profesional jika diperlukan.

🎌 Pentingnya Mendukung Proses Trauma: 

Lansia mungkin telah mengalami banyak peristiwa dan kehilangan dalam hidup mereka. Kehilangan yang terjadi pada tahap lanjut kehidupan mereka bisa memicu ingatan dan emosi terhadap kehilangan sebelumnya. Dalam beberapa kasus, ini bisa menjadi tantangan ekstra dalam menghadapi grief.

🎌 Upaya Penanganan yang Sehat: 

Lansia perlu diarahkan untuk menghadapi grief secara sehat. Ini mungkin melibatkan berbicara dengan ahli terapi atau konselor yang berpengalaman dalam membantu orang tua. Terkadang, kelompok dukungan juga dapat memberikan ruang bagi lansia untuk berbagi pengalaman dan emosi mereka dengan orang lain yang mengalami hal serupa.

🎌 Proses Penerimaan dan Penyesuaian: 

Seperti pada semua usia, lansia juga akan melewati tahap-tahap grief yang umum, seperti penolakan, kemarahan, tawar-menawar, depresi, dan akhirnya penerimaan. Penting untuk memberi mereka waktu untuk melalui setiap tahap ini dengan dukungan dan pengertian.

       Ingatlah bahwa setiap individu memiliki pengalaman bereavement dan grief yang unik. Ketika membantu lansia mengatasi kehilangan, kepekaan, kesabaran, dan pengertian sangat penting.

Lansia yang mengalami bereavement dan grief dapat menunjukkan berbagai ciri-ciri atau gejala yang mengindikasikan adanya perasaan kehilangan dan proses berduka, antara lain :

πŸ˜₯ Ekspresi Emosional:

  • Kesedihan mendalam dan terus-menerus.
  • Kegelisahan, cemas, dan perasaan tidak aman.
  • Mood yang fluktuatif, seperti merasa senang dan tiba-tiba beralih menjadi sedih.
  • Perasaan kehilangan minat pada aktivitas yang sebelumnya dinikmati.

πŸ˜₯ Fisik dan Kesehatan:

  • Gangguan tidur, seperti kesulitan tidur atau tidur berlebihan.
  • Gangguan nafsu makan, seperti kehilangan selera makan atau makan berlebihan.
  • Penurunan energi dan kelelahan yang berlebihan.
  • Gejala fisik seperti sakit kepala, nyeri tubuh, dan masalah pencernaan.

πŸ˜₯ Pikiran dan Perilaku:

  • Pikiran mengenai orang yang meninggal secara berlebihan.
  • Pencarian makna atas kehilangan dan kematian.
  • Kesulitan berkonsentrasi dan mengingat hal-hal.
  • Isolasi sosial atau penarikan diri dari aktivitas dan hubungan sosial.

πŸ˜₯ Reaksi Spiritual dan Filosofis:

  • Pertanyaan tentang arti hidup dan kematian.
  • Pencarian dukungan dari keyakinan spiritual atau agama.

πŸ˜₯ Fase Berduka:

Lansia yang mengalami grief akan mengalami berbagai fase berduka seperti penyangkalan, kemarahan, tawar-menawar, depresi, dan akhirnya penerimaan.

Lansia mengalami berbagai fase berduka
(Sumber: foto canva.com)

πŸ˜₯ Kesehatan Mental:

Kemungkinan adanya gejala depresi, kecemasan, atau stres pascatrauma yang lebih berat.

Potensi untuk mengalami komplikasi kesehatan mental yang memerlukan perhatian profesional.

πŸ˜₯ Perubahan Fisik dan Kesehatan yang Ada:

  • Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya dapat memburuk atau memicu oleh grief.
  • Tantangan dalam Penyesuaian:
  • Mungkin ada kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan dalam rutinitas sehari-hari akibat kehilangan.

  πŸ˜₯ Respons terhadap Peristiwa yang Lebih Awal:

Lansia mungkin merasakan keterkaitan emosional dengan kehilangan sebelumnya dalam hidup mereka, yang dapat mempengaruhi cara mereka merespons bereavement dan grief saat ini.

       Ternyata, bereavement (kehilangan) adalah bagian alami dari hidup, dan pada akhirnya, semua orang akan menghadapinya, termasuk lansia. 

Beberapa langkah untuk membantu lansia menghadapi bereavement dan grief dengan lebih baik, serta meringankan dampaknya:

πŸ‘ͺ Membangun Jaringan Sosial: 

Membantu lansia membangun dan mempertahankan hubungan sosial yang kuat dengan keluarga, teman, dan komunitas dapat memberikan dukungan yang lebih baik saat mereka menghadapi kehilangan. Jaringan sosial yang kuat dapat memberikan rasa keterhubungan dan mengurangi isolasi.

πŸ‘ͺ Promosikan Kesehatan Mental dan Fisik: 

Menggalakkan gaya hidup sehat, termasuk olahraga rutin, nutrisi yang tepat, tidur yang cukup, dan aktivitas yang bermanfaat secara mental, dapat membantu lansia dalam menjaga kesehatan fisik dan mental mereka. Kesehatan yang baik bisa membantu mereka lebih tangguh dalam menghadapi stres dan tantangan, termasuk bereavement.

πŸ‘ͺ Ajarkan Strategi Mengatasi Stres: 

Memberikan lansia alat-alat untuk mengatasi stres sehari-hari, seperti teknik pernapasan, meditasi, yoga, atau hobi yang bermanfaat, dapat membantu mereka mengembangkan ketahanan terhadap situasi yang sulit, termasuk bereavement.

πŸ‘ͺ Berbicara Terbuka tentang Kematian: 

Membuka dialog terbuka tentang kematian sebagai bagian normal dari hidup dapat membantu lansia memahami dan menghadapi realitas ini. Ini juga bisa membantu mereka merencanakan kehendak terakhir mereka dan membicarakan keinginan mereka terkait perawatan medis dan akhir hidup.

πŸ‘ͺ Mengajak untuk Bersosialisasi: 

Mendorong lansia untuk tetap aktif secara sosial dan terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang mereka nikmati dapat membantu mengalihkan perhatian mereka dari perasaan kesedihan. Hal ini juga membantu mereka menjaga hubungan dan keterlibatan dengan dunia di sekitar mereka.

πŸ‘ͺ Menciptakan Kenangan Positif: 

Bantu lansia menciptakan kenangan positif bersama orang-orang yang mereka cintai. Ini bisa meliputi menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita, dan merayakan momen penting bersama.

πŸ‘ͺ Dukungan Profesional: 

Jika Anda melihat tanda-tanda lansia mengalami kesulitan dalam mengatasi grief atau memiliki sejarah kesehatan mental yang kompleks, pertimbangkan untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental. Terapis atau konselor berpengalaman dapat membantu mereka mengatasi emosi yang kompleks.

πŸ‘ͺ Rencanakan Dukungan Pascakehilangan: 

Setelah kehilangan terjadi, pastikan ada dukungan yang tersedia untuk lansia. Ini bisa termasuk dukungan keluarga, teman, atau kelompok berduka yang sesuai.

πŸ‘ͺ Jaga Komunikasi: 

Pertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur dengan lansia mengenai perasaan mereka terkait kehilangan dan bagaimana mereka menghadapinya. Jangan ragu untuk bertanya bagaimana Anda dapat membantu.

πŸ‘ͺ Tetap Fleksibel: 

Setiap orang mengatasi grief dengan cara yang berbeda. Ingatlah bahwa lansia juga memiliki cara unik untuk mengatasi bereavement, dan bisa jadi mereka hanya perlu ruang untuk merasakannya.

       Penting untuk diingat bahwa mencegah bereavement dan grief sepenuhnya tidak mungkin, karena itu adalah bagian dari kehidupan manusia. Namun, dengan dukungan dan persiapan yang tepat, lansia bisa belajar menghadapi kehilangan dengan lebih baik dan lebih kuat.








Sumber:

https://www.mhanational.org/bereavement-and-grief

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2691160/

https://www.nhs.uk/mental-health/feelings-symptoms-behaviours/feelings-and-symptoms/grief-bereavement-loss/

https://en.wikipedia.org/wiki/Grief