Saturday, 24 May 2025

Mengenal Demensia pada Lansia: Penyebab, Pengobatan, dan Cara Mencegahnya

        Demensia adalah kondisi yang sering dikaitkan dengan proses penuaan, tetapi sebenarnya bukan bagian normal dari menjadi tua. Demensia terjadi ketika sel-sel otak mengalami kerusakan sehingga memengaruhi kemampuan seseorang untuk berpikir, mengingat, berkomunikasi, hingga mengatur emosi dan perilaku.

Gejala Umum Demensia

  • Mudah lupa, terutama hal-hal yang baru terjadi

  • Sulit berbicara atau menemukan kata yang tepat

  • Bingung terhadap waktu dan tempat

  • Perubahan suasana hati atau kepribadian

  • Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari

 


Penyebab Demensia

Demensia disebabkan oleh berbagai kondisi yang merusak sel otak. Berikut jenis-jenis demensia yang paling umum:

1. Penyakit Alzheimer

Penyebab demensia paling sering. Terjadi akibat penumpukan protein abnormal di otak, yang mengganggu komunikasi antar sel otak.

2. Demensia Vaskular

Disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak, biasanya akibat stroke atau tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol.

3. Demensia Lewy Body

Ditandai dengan halusinasi, gerakan lambat, dan perubahan tidur. Disebabkan oleh penumpukan protein bernama Lewy di otak.

4. Demensia Frontotemporal

Menyerang bagian otak yang mengatur kepribadian, perilaku, dan bahasa. Sering muncul pada usia lebih muda dibanding jenis lainnya.

5. Penyebab Lain (Demensia Sekunder)

Beberapa kondisi seperti cedera kepala, infeksi otak, kekurangan vitamin B12, atau gangguan tiroid juga bisa menyebabkan demensia.

Apakah Demensia Bisa Disembuhkan?

Hingga saat ini, tidak ada obat yang benar-benar menyembuhkan demensia, tetapi pengobatan dapat membantu memperlambat gejala dan meningkatkan kualitas hidup.

💊 Pengobatan Medis

  • Obat seperti Donepezil atau Memantine dapat membantu memperbaiki fungsi otak sementara.

  • Untuk demensia vaskular, pengendalian tekanan darah, gula, dan kolesterol sangat penting.

🧠 Terapi Non-Obat

  • Terapi kognitif: latihan memori dan konsentrasi

  • Terapi okupasi: membantu lansia tetap mandiri

  • Pendampingan emosional: peran keluarga dan lingkungan sangat membantu

🏠 Perawatan Sehari-hari

  • Menjaga rutinitas harian agar tidak mudah bingung

  • Memberi lingkungan yang aman dan nyaman

  • Menjaga pola makan sehat dan hidrasi cukup

Bisakah Demensia Dicegah?

Meskipun tidak semua kasus bisa dicegah, risikonya bisa dikurangi dengan gaya hidup sehat. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan, terutama sejak usia paruh baya:

Langkah-Langkah Pencegahan

  1. Aktif secara mental

    • Membaca, bermain teka-teki, belajar hal baru

  2. Sosialisasi

    • Berinteraksi dengan keluarga, tetangga, atau komunitas

  3. Olahraga teratur

    • Jalan kaki, senam lansia, atau bersepeda ringan

  4. Pola makan sehat

    • Perbanyak konsumsi sayur, buah, ikan, dan kacang-kacangan

  5. Tidur yang cukup dan berkualitas

  6. Hindari rokok dan alkohol berlebihan

  7. Kontrol penyakit kronis

    • Seperti tekanan darah tinggi, diabetes, dan kolesterol

  8. Cek kesehatan rutin

    • Termasuk vitamin B12 dan fungsi tiroid

Penutup

Demensia adalah tantangan besar, baik bagi lansia maupun orang-orang di sekitarnya. Dengan mengenali gejalanya sejak awal, memberikan perawatan yang tepat, dan menjalani gaya hidup sehat, risiko dan dampaknya bisa diminimalkan.

🌿 Peran keluarga dan lingkungan sangat penting untuk menjaga kualitas hidup lansia dengan demensia. Mari kita saling mendukung dan peduli.



Sumber:

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/dementia

https://www.alz.org/

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/search-results?q=Dementia


Friday, 23 May 2025

Mengapa Kita Sering Ingin Memberi Nasihat atau Mengarahkan Orang Lain?

        Saat usia bertambah, banyak di antara kita merasa ingin berbagi nasihat, memberi arahan, atau mengingatkan orang-orang di sekitar. Entah itu anak, cucu, tetangga, atau bahkan orang yang baru kita kenal.

Ini adalah hal yang lumrah dan manusiawi. Tapi pernahkah kita bertanya: Apa yang membuat kita merasa perlu melakukan itu?

Mengapa lansia sering memberi nasehat ?
(Sumber: foto bodreker)
Mari kita renungkan bersama.

🧓🏼 1. Karena Kita Pernah Melalui Banyak Hal

Kita adalah saksi hidup — telah melewati masa susah dan senang, melihat perubahan zaman, membesarkan anak, membangun rumah tangga, dan menghadapi tantangan hidup. Wajar kalau kita merasa memiliki banyak pelajaran hidup yang berharga.

Nasihat kita muncul dari rasa ingin melindungi mereka yang lebih muda. Kita tidak ingin mereka jatuh ke lubang yang sama seperti yang pernah kita alami.

❤️ 2. Karena Kita Sayang

Kadang kita ingin ikut campur atau mengatur bukan karena ingin menguasai, tapi karena kita peduli. Saat melihat anak atau cucu melakukan sesuatu yang menurut kita "kurang tepat", ada dorongan kuat untuk mengarahkan. Itu bentuk cinta — meskipun cara menyampaikannya kadang bisa terasa keras di telinga mereka.

🧠 3. Karena Kita Ingin Tetap Dihargai

Setelah pensiun, anak-anak mandiri, dan rutinitas berubah, tidak sedikit dari kita merasa seperti "kehilangan panggung". Dulu, kita sibuk, banyak orang bergantung pada kita. Sekarang, banyak hal bisa berjalan tanpa kita.

Memberi nasihat atau arahan sering kali menjadi cara untuk tetap merasa berguna, dihormati, dan didengar. Itu sangat wajar, karena setiap orang ingin merasa masih punya peran.

🧘‍♂️ 4. Tapi… Apakah Semua Nasihat Harus Disampaikan?

Terkadang, niat baik perlu disampaikan dengan cara yang tepat dan pada waktu yang tepat.

  • Bisa jadi orang yang kita nasihati belum siap mendengar.

  • Bisa jadi mereka ingin mencoba dengan cara mereka sendiri dulu.

  • Atau bisa jadi mereka hanya butuh didengarkan, bukan diberi solusi.

Kalau kita memberi ruang bagi mereka untuk belajar, mereka akan lebih mudah menerima nasihat ketika waktunya tepat.

🌱 Apa yang Bisa Kita Lakukan?

  • Berbagi bila diminta, atau saat memang dibutuhkan.

  • Bercerita, bukan menggurui — kisah hidup kita bisa jadi pelajaran yang menyentuh tanpa perlu menasihati langsung.

  • Mendengarkan lebih banyak — kadang orang hanya butuh didengar.

  • Menjaga hati tetap lapang, bahwa kita tak selalu harus “benar”, dan orang lain punya caranya sendiri untuk belajar.

🌟 Penutup

Memberi nasihat adalah tanda kepedulian. Tapi dalam usia bijak ini, kita juga belajar bahwa kebijaksanaan tidak selalu harus bicara — kadang cukup hadir, mendampingi, dan memberi ruang bagi orang lain untuk bertumbuh.

Semoga kita semua bisa menjadi pribadi yang dihormati karena kasih sayang, bukan karena kekuasaan kata.


Sumber:

https://en.wikipedia.org/wiki/Big_Five_personality_traits

https://www.helpguide.org/aging/healthy-aging/staying-healthy-as-you-age

https://www.longtermplan.nhs.uk/areas-of-work/ageing-well/


Monday, 19 May 2025

Emosi di Usia Senja: Ketika Otak Mulai Berubah, Bukan Lemah

        Pernahkah Anda melihat orang tua atau kakek-nenek di sekitar Anda menjadi lebih sensitif? Lebih mudah menangis, marah, atau gelisah? Mungkin Anda sempat berpikir: “Mengapa jadi begini, ya?”

Jangan buru-buru menilai. Perubahan emosi pada lansia bukan tanda lemah atau manja. Ada penjelasan ilmiah di baliknya — dan semuanya bermula dari otak.


Perubahan terjadi pada lansia, cepat maupun lambat.
(Sumber: foto P3)

🧠 Otak yang Tak Lagi Sama

Seiring usia bertambah, otak kita mengalami penyusutan volume secara perlahan. Ini bukan berarti kehilangan fungsi sepenuhnya, tapi memang ada perubahan nyata yang berdampak pada cara berpikir dan merasakan.

Beberapa bagian otak yang paling terdampak antara lain:

1. Lobus Frontal (Pengatur Emosi)

Bagian ini membantu kita berpikir jernih, menahan marah, dan mengambil keputusan dengan bijak. Saat volumenya menurun, kontrol emosi pun bisa goyah. Maka jangan heran jika lansia lebih mudah tersinggung atau merasa tersakiti oleh hal-hal kecil.

2. Amygdala (Pusat Rasa Takut dan Cemas)

Amygdala memproses emosi kuat seperti rasa takut, khawatir, dan panik. Saat koneksinya ke bagian otak lain melemah, lansia bisa merasa cemas berlebihan — bahkan tanpa alasan yang jelas.

3. Hippocampus (Memori dan Perasaan)

Hippocampus menyimpan ingatan emosional. Ketika fungsinya menurun, bisa timbul rasa bingung, sedih yang mendalam, atau sulit membedakan kenangan masa lalu dan kondisi saat ini.

😥 Apa yang Sering Terjadi?

Berikut ini beberapa perubahan emosi yang umum dialami lansia karena perubahan otak:

  • Mudah menangis meskipun bukan hal besar

  • Mudah cemas jika ditinggal sendiri atau keluar dari rutinitas

  • Mudah tersinggung pada komentar yang dulu dianggap biasa

  • Cepat marah, bahkan kadang tanpa penyebab jelas

  • Merasa kesepian meskipun berada di tengah keluarga

Ini semua bukan drama. Ini adalah perubahan nyata yang perlu kita pahami — bukan disalahkan.

🌱 Kabar Baiknya: Otak Masih Bisa Dilatih

Meski volume otak menurun, kemampuan merasa bahagia dan tenang masih bisa dipelihara. Bahkan, riset menunjukkan bahwa emosi positif justru bisa semakin kuat jika lansia:

  • Terlibat dalam kegiatan sosial

  • Menjaga hubungan hangat dengan keluarga

  • Melakukan aktivitas yang bermakna dan rutin

  • Mendekatkan diri pada spiritualitas dan rasa syukur

  • Menulis, berbagi cerita, dan mengenang masa indah

Dukungan emosional adalah kunci. Kadang cukup dengan mendengarkan mereka berbicara, atau memeluk mereka saat sedih, sudah membantu otak mereka merasa aman kembali.

🤲 Penutup: Mari Mengerti, Bukan Menghakimi

Saat emosi orang tua kita berubah, yuk kita jangan buru-buru menyuruh "sabar" atau "berpikir positif". Sebaliknya, pahamilah bahwa otak mereka sedang menyesuaikan diri dengan waktu.



Sumber:

https://www.nia.nih.gov/health/brain-health/how-aging-brain-affects-thinking

https://www.publichealth.columbia.edu/news/changes-occur-aging-brain-what-happens-when-we-get-older

https://www.medicalnewstoday.com/articles/319185