Tuesday, 19 August 2025

Mimpi pada Lansia: Antara Bunga Tidur dan Makna Kehidupan

 Apa Itu Mimpi?

Secara ilmiah, mimpi adalah pengalaman batin yang muncul ketika kita tidur, berupa rangkaian gambar, suara, atau perasaan yang terasa nyata. Mimpi paling sering terjadi pada fase tidur REM (Rapid Eye Movement), saat otak kita aktif bekerja walau tubuh dalam keadaan istirahat.

Penelitian neurosains menyebutkan bahwa mimpi berkaitan erat dengan aktivitas memori dan emosi di otak. Hipokampus berperan dalam mengakses ingatan, sementara sistem limbik (amigdala dan hipotalamus) mengatur emosi. Itulah sebabnya mimpi bisa terasa begitu emosional, penuh kegembiraan, atau justru menakutkan.

Gambar dapat menjadi kenangan atau mimpi buruk pada lansia.
(Sumber: photo E. Raswa)

Hubungan Psikologis Mimpi dengan Kesejahteraan Lansia

Mimpi ternyata berhubungan dengan kesehatan mental dan kualitas hidup.

  • Mengolah ingatan: menurut Harvard Medical School, tidur REM yang cukup membantu menyusun memori, sehingga daya ingat lansia tetap terjaga.

  • Regulasi emosi: penelitian di Journal of Neuroscience (2019) menunjukkan bahwa mimpi dapat mengurangi stres emosional dengan menyalurkan perasaan yang tertahan.

  • Penghiburan batin: mimpi menghadirkan wajah orang yang dirindukan, bahkan yang telah tiada, sehingga memberi rasa dekat dan nyaman.

  • Membangkitkan motivasi: mimpi indah dapat membuat lansia bangun dengan hati lebih ringan dan bersemangat menjalani hari.

Sebaliknya, mimpi buruk berulang bisa menjadi tanda adanya stres, kecemasan, atau gangguan kesehatan tertentu.

Bagaimana Mendapatkan Mimpi yang Menyenangkan?

Mimpi indah dapat diupayakan dengan langkah-langkah sederhana:

  1. Tidur dengan tenang

    • Tidur dan bangun di jam yang sama.

    • Ciptakan kamar yang nyaman: cahaya redup, udara sejuk, suasana bersih.

  2. Ritual sebelum tidur

    • Membaca doa. Dalam Islam, Nabi ﷺ mengajarkan membaca Ayat Kursi, surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Naas sebelum tidur agar terlindung dari gangguan mimpi buruk.

    • Mendengarkan murottal atau musik lembut.

    • Menuliskan rasa syukur atas hal-hal kecil yang membuat hari bermakna.

  3. Pikiran positif

    • Hindari menonton berita atau cerita yang menegangkan sebelum tidur.

    • Bayangkan hal-hal menyenangkan, seperti perjalanan, cucu, atau suasana indah.

  4. Kebiasaan sehat

    • Hindari makan berat dan kafein menjelang malam.

    • Lakukan relaksasi atau pernapasan dalam.

Menjauhkan Diri dari Mimpi Buruk

Mimpi buruk sering muncul akibat stres, rasa cemas, atau gangguan tidur. Lansia dapat menghindarinya dengan:

  • Menjaga kesehatan fisik → olahraga ringan, pola makan sehat.

  • Mengurangi stres → melalui ibadah, berkebun, berjalan pagi, atau bercengkerama dengan keluarga.

  • Tidur dalam keadaan tenang → berwudhu sebelum tidur, membaca doa, dan menjaga hati tetap damai.

  • Cerita ringan sebelum tidur → membaca kisah inspiratif atau mendengarkan dongeng dari cucu, yang dapat membuat pikiran lebih rileks.

Penutup

Mimpi bagi lansia adalah bagian penting dari kesejahteraan hidup. Dari sisi ilmiah, mimpi berperan dalam menjaga memori dan menyeimbangkan emosi. Dari sisi psikologis, mimpi dapat memberi hiburan, rasa syukur, dan semangat baru. Dari sisi religius, mimpi yang baik adalah kabar gembira, sementara mimpi buruk dapat dihindari dengan doa dan pikiran positif.

Mimpi bukan hanya bunga tidur—ia adalah jendela batin yang membuat masa tua tetap indah, hangat, dan penuh makna.

Referensi

  • Stickgold, R. (2001). Sleep-dependent memory consolidation. Nature.

  • Nielsen, T. & Levin, R. (2007). Nightmares: a new neurocognitive model. Sleep Medicine Reviews.

  • Harvard Medical School. (2020). The science of sleep and dreams.

  • Hadis Nabi ﷺ riwayat Bukhari dan Muslim tentang mimpi baik sebagai kabar gembira dan doa sebelum tidur.

Thursday, 26 June 2025

Mengapa Larangan Dokter Sering Dilanggar Lansia?

        Setiap keluarga pasti pernah mengalami situasi ini: seorang anggota keluarga lansia mendapat larangan makan dari dokter – misalnya untuk menghindari makanan manis, asin, atau berlemak – tetapi tak lama kemudian, larangan itu dilanggar. Bahkan dengan alasan sederhana seperti,

“Dari dulu saya makan ini, tidak ada masalah.”
Atau,
“Saya sudah tua, biar saja makan enak.”

Fenomena ini bukanlah hal sepele. Banyak kasus penyakit kronis pada lansia, seperti diabetes, tekanan darah tinggi, atau kolesterol tinggi, menjadi sulit dikendalikan karena pola makan yang tidak sesuai anjuran medis. Namun, menyalahkan lansia sebagai "bandel" justru kontraproduktif. Dibutuhkan pemahaman yang lebih dalam tentang mengapa larangan dokter sering diabaikan.


1. Kebiasaan yang Telah Mengakar

Kebiasaan makan adalah hasil dari proses panjang yang terbentuk selama puluhan tahun. Banyak lansia memiliki pola konsumsi tertentu yang sudah menjadi bagian dari identitas mereka. Misalnya, makan gorengan sebagai camilan sore, nasi dengan lauk asin, atau teh manis setiap pagi.

Mengubah kebiasaan ini pada usia lanjut bukan perkara mudah. Bahkan, bagi sebagian lansia, perubahan pola makan terasa seperti "kehilangan bagian dari diri sendiri". Di sinilah pentingnya pendekatan bertahap dan persuasif, bukan sekadar larangan mendadak.

2. Penurunan Daya Ingat dan Fungsi Kognitif

Tidak sedikit lansia yang mengalami gangguan memori ringan atau gejala awal demensia. Mereka mungkin lupa dengan larangan yang telah disampaikan dokter, atau tidak mengingat bahwa makanan tertentu bisa memperburuk kondisi kesehatannya.

Kadang, mereka memang masih terlihat sehat dan aktif secara fisik, tetapi kemampuan mereka dalam memahami dan mengingat informasi medis bisa mulai menurun. Oleh karena itu, pengawasan dan pengulangan informasi oleh keluarga menjadi sangat penting.

3. Kebutuhan Emosional dan Rasa Ingin Merdeka

Saat usia bertambah, banyak hal dalam hidup lansia mulai dibatasi: aktivitas fisik berkurang, penglihatan menurun, pendengaran melemah, dan tubuh tidak lagi sekuat dulu. Dalam kondisi seperti ini, makanan bisa menjadi satu-satunya sumber kebahagiaan yang masih bisa mereka nikmati sepenuhnya.

Sebagian lansia menganggap pembatasan makan sebagai bentuk kehilangan kendali atas hidupnya. Maka ketika dilarang, muncul perasaan tidak nyaman, bahkan bisa menjadi bentuk perlawanan pasif. Kalimat seperti "Saya sudah tua, saya ingin menikmati hidup" sering kali bukan sekadar alasan, tapi ungkapan batin yang membutuhkan empati.

4. Kurangnya Pendampingan dan Pengawasan

Tidak semua lansia tinggal bersama keluarga. Banyak yang hidup sendiri, atau hanya ditemani pengasuh yang belum tentu memahami kebutuhan gizinya. Dalam kondisi seperti ini, lansia akan lebih cenderung memilih makanan yang mudah diolah, murah, dan familiar – walaupun tidak sehat.

Bahkan, dalam keluarga pun, jika tidak ada anggota yang secara aktif mendampingi dan memahami kondisi kesehatannya, maka risiko pelanggaran larangan makan tetap tinggi.

5. Budaya, Lingkungan Sosial, dan Tekanan Moral

Dalam budaya masyarakat kita, makanan punya peran sosial yang sangat kuat. Berkumpul tanpa makanan serasa tidak lengkap. Makanan juga menjadi bentuk kasih sayang, penghormatan, dan ungkapan syukur.

Banyak lansia merasa sungkan menolak makanan yang disuguhkan keluarga atau tetangga, meskipun mereka tahu itu tidak baik untuk kesehatannya. Menolak dianggap tidak sopan, bahkan bisa memicu konflik kecil. Maka, demi menjaga suasana, mereka memilih diam dan memakan apa yang tersedia.

6. Takut Merepotkan atau Merasa Tidak Enak Hati

Lansia sering kali memiliki keinginan untuk tidak merepotkan anak atau cucu. Mereka khawatir jika terlalu banyak meminta makanan khusus, maka akan dianggap rewel atau menyusahkan. Maka walau makanan yang dihidangkan tidak sesuai dengan anjuran dokter, mereka tetap memakannya demi menjaga keharmonisan dan tidak menjadi beban keluarga.

Pendekatan yang Lebih Manusiawi dan Efektif

Menghadapi situasi ini, larangan dokter saja tidak cukup. Perlu pendekatan yang lebih manusiawi, empatik, dan melibatkan keluarga secara aktif. Berikut beberapa saran praktis:

  1. Jelaskan dengan bahasa sederhana. Hindari istilah medis yang rumit. Gunakan contoh konkret, seperti: “Kalau makan ini terlalu sering, nanti kaki jadi makin susah jalan karena bengkak.”

  2. Sediakan alternatif yang menarik. Ganti makanan yang dilarang dengan versi yang lebih sehat tapi tetap lezat. Misalnya, kukus atau panggang sebagai ganti gorengan.

  3. Libatkan lansia dalam pengambilan keputusan. Ajak berdiskusi dan dengarkan keinginan mereka. Berikan mereka pilihan, bukan hanya perintah.

  4. Berikan kelonggaran yang terukur. Tidak semua larangan harus kaku. Jika dokter mengizinkan, beri “hari istimewa” di mana lansia bisa menikmati makanan favorit dalam porsi kecil.

  5. Libatkan lingkungan sekitar. Edukasi juga perlu diberikan pada pengasuh, tetangga, dan komunitas tempat lansia biasa berkumpul agar mereka tidak ikut “menggoda” lansia melanggar aturan.

Penutup: Antara Kesehatan dan Kualitas Hidup

Menjaga pola makan lansia bukan sekadar soal gizi dan larangan. Ini tentang menjaga kualitas hidup mereka secara menyeluruh – fisik, emosional, dan sosial. Larangan dokter memang penting, tapi lebih penting lagi adalah cara kita menyampaikannya, mendampingi, dan menciptakan suasana yang membuat lansia merasa dihargai dan tetap bahagia.

Kesehatan bukan hanya angka di hasil laboratorium, tapi juga rasa damai dalam hati. Maka mari kita bantu lansia menjalani hari tuanya dengan sehat, bermakna, dan penuh cinta.


Sumber:

https://www.who.int/publications/i/item/924120916X

https://www.nia.nih.gov/health/healthy-eating-nutrition-and-diet

https://www.alz.org/alzheimers-dementia/what-is-dementia/related_conditions/mild-cognitive-impairment


Saturday, 24 May 2025

Mengenal Demensia pada Lansia: Penyebab, Pengobatan, dan Cara Mencegahnya

        Demensia adalah kondisi yang sering dikaitkan dengan proses penuaan, tetapi sebenarnya bukan bagian normal dari menjadi tua. Demensia terjadi ketika sel-sel otak mengalami kerusakan sehingga memengaruhi kemampuan seseorang untuk berpikir, mengingat, berkomunikasi, hingga mengatur emosi dan perilaku.

Gejala Umum Demensia

  • Mudah lupa, terutama hal-hal yang baru terjadi

  • Sulit berbicara atau menemukan kata yang tepat

  • Bingung terhadap waktu dan tempat

  • Perubahan suasana hati atau kepribadian

  • Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari

 


Penyebab Demensia

Demensia disebabkan oleh berbagai kondisi yang merusak sel otak. Berikut jenis-jenis demensia yang paling umum:

1. Penyakit Alzheimer

Penyebab demensia paling sering. Terjadi akibat penumpukan protein abnormal di otak, yang mengganggu komunikasi antar sel otak.

2. Demensia Vaskular

Disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak, biasanya akibat stroke atau tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol.

3. Demensia Lewy Body

Ditandai dengan halusinasi, gerakan lambat, dan perubahan tidur. Disebabkan oleh penumpukan protein bernama Lewy di otak.

4. Demensia Frontotemporal

Menyerang bagian otak yang mengatur kepribadian, perilaku, dan bahasa. Sering muncul pada usia lebih muda dibanding jenis lainnya.

5. Penyebab Lain (Demensia Sekunder)

Beberapa kondisi seperti cedera kepala, infeksi otak, kekurangan vitamin B12, atau gangguan tiroid juga bisa menyebabkan demensia.

Apakah Demensia Bisa Disembuhkan?

Hingga saat ini, tidak ada obat yang benar-benar menyembuhkan demensia, tetapi pengobatan dapat membantu memperlambat gejala dan meningkatkan kualitas hidup.

💊 Pengobatan Medis

  • Obat seperti Donepezil atau Memantine dapat membantu memperbaiki fungsi otak sementara.

  • Untuk demensia vaskular, pengendalian tekanan darah, gula, dan kolesterol sangat penting.

🧠 Terapi Non-Obat

  • Terapi kognitif: latihan memori dan konsentrasi

  • Terapi okupasi: membantu lansia tetap mandiri

  • Pendampingan emosional: peran keluarga dan lingkungan sangat membantu

🏠 Perawatan Sehari-hari

  • Menjaga rutinitas harian agar tidak mudah bingung

  • Memberi lingkungan yang aman dan nyaman

  • Menjaga pola makan sehat dan hidrasi cukup

Bisakah Demensia Dicegah?

Meskipun tidak semua kasus bisa dicegah, risikonya bisa dikurangi dengan gaya hidup sehat. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan, terutama sejak usia paruh baya:

Langkah-Langkah Pencegahan

  1. Aktif secara mental

    • Membaca, bermain teka-teki, belajar hal baru

  2. Sosialisasi

    • Berinteraksi dengan keluarga, tetangga, atau komunitas

  3. Olahraga teratur

    • Jalan kaki, senam lansia, atau bersepeda ringan

  4. Pola makan sehat

    • Perbanyak konsumsi sayur, buah, ikan, dan kacang-kacangan

  5. Tidur yang cukup dan berkualitas

  6. Hindari rokok dan alkohol berlebihan

  7. Kontrol penyakit kronis

    • Seperti tekanan darah tinggi, diabetes, dan kolesterol

  8. Cek kesehatan rutin

    • Termasuk vitamin B12 dan fungsi tiroid

Penutup

Demensia adalah tantangan besar, baik bagi lansia maupun orang-orang di sekitarnya. Dengan mengenali gejalanya sejak awal, memberikan perawatan yang tepat, dan menjalani gaya hidup sehat, risiko dan dampaknya bisa diminimalkan.

🌿 Peran keluarga dan lingkungan sangat penting untuk menjaga kualitas hidup lansia dengan demensia. Mari kita saling mendukung dan peduli.



Sumber:

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/dementia

https://www.alz.org/

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/search-results?q=Dementia