Saturday, 12 August 2023

Hati-hati Bipolar Kena Lansia, Gembira- Sedih Silih Berganti

       Bipolar merupakan sebuah istilah yang belakangan ini populer di masyarakat. Sesuai dengan namanya, bi artinya dua dan polar artinya kutub, orang dengan bipolar akan mengalami situasi emosi yang sangat ekstrem, pada kutub mania dan depresi.

Bipolar dikenal sebagai sebuah gangguan psikologis yang berkaitan dengan perubahan suasana hati. Perubahan suasana hati (mood) adalah suatu kondisi di mana seseorang bisa merasa gembira yang ekstrem dan rasa sedih yang ekstrem dalam durasi waktu yang tidak terlalu lama.

Rasa gembira yang ekstrem ini dikenal dengan istilah mania dan rasa sedih yang ekstrem dikenal dengan istilah depresi.   

Gejala gangguan bipolar orang yang lebih muda berbeda dengan
orang yang lebih tua, lansia mengalami sedikit di episode mania
(Sumber: foto paguyuban pensiun 209) 

Gangguan bipolar adalah gangguan kejiwaan yang parah dan kronis yang meliputi keadaan suasana hati yang tinggi dan rendah. Mereka yang menderita gangguan tersebut sering mengalami kecacatan fungsional yang serius, masalah keuangan, meningkatnya pikiran untuk bunuh diri dan penurunan kualitas hidup secara keseluruhan.   

Orang dengan gangguan bipolar memiliki episode:  

✅  Depresi, kondisi merasa sangat rendah dan lesu   

✅  Mania, kondisi merasa sangat tinggi dan terlalu aktif

Bipolar gangguan psikologis berkaitan perubahan mood
(Sumber: foto canva.com)

Istilah medis untuk bipolar pada lansia adalah "Gangguan Bipolar pada Usia Lanjut" atau "Late-Onset Bipolar Disorder". Ini merujuk pada kondisi gangguan bipolar yang muncul pada usia lanjut, penelitian menunjukkan bahwa 10% kasus didiagnosis setelah usia 50 tahun, dan 5% didiagnosis setelah usia 60 . Gangguan bipolar pada usia lanjut memiliki karakteristik dan gejala yang mungkin berbeda dari gangguan bipolar yang muncul pada usia yang lebih muda. 

Kondisi mental di mana seseorang mengalami perubahan suasana hati yang ekstrem, yang meliputi episode mania (periode euforia, peningkatan energi) dan episode depresi (periode kesedihan, kehilangan minat). Gangguan bipolar dapat mempengaruhi orang dari berbagai kelompok usia, termasuk lansia. 

Beberapa karakteristik khusus terkait gangguan bipolar pada lansia:

😇 Gejala yang Berbeda: 

Gejala gangguan bipolar pada lansia dapat berbeda dari gejala yang muncul pada orang yang lebih muda. Lansia mungkin cenderung mengalami lebih sedikit episode mania yang ekstrem, tetapi episode depresi dapat lebih umum. Mereka mungkin juga mengalami gejala campuran, di mana ciri khas episode mania dan depresi terjadi bersamaan.

😇 Diagnosis yang Sulit: 

Diagnosa gangguan bipolar pada lansia bisa menjadi lebih sulit karena beberapa alasan. Gejala-gejala bipolar mungkin disalahartikan sebagai bagian dari proses penuaan atau kondisi medis lainnya. Selain itu, lansia mungkin kurang cenderung untuk melaporkan gejala mania karena perasaan malu atau ketidaktahuan tentang gangguan bipolar.

😇 Komorbiditas: 

Lansia dengan gangguan bipolar memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan kondisi medis dan mental lainnya, seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, dan gangguan kecemasan. Komorbiditas ini dapat mempersulit manajemen gangguan bipolar dan merespons pengobatan.

😇 Respons terhadap Pengobatan: 

Tanggapan lansia terhadap pengobatan bipolar dapat bervariasi. Beberapa obat mungkin memiliki efek samping yang lebih kuat pada tubuh yang lebih tua atau dapat berinteraksi dengan obat-obatan lain yang mungkin sedang dikonsumsi oleh lansia.

😇 Pentingnya Dukungan Sosial: 

Dukungan sosial dari keluarga, teman, dan profesional kesehatan sangat penting dalam manajemen gangguan bipolar pada lansia. Dukungan ini dapat membantu dalam memantau perubahan suasana hati, memastikan pengobatan rutin, dan memberikan pemahaman tentang kondisi tersebut.

       Gejala gangguan bipolar pada lansia dapat bervariasi, tetapi umumnya melibatkan perubahan suasana hati yang ekstrem, yaitu episode mania dan episode depresi. 

Beberapa gejala yang mungkin muncul pada lansia yang mengalami gangguan bipolar:

Episode Mania:

😖 Perasaan Euforia atau Gelisah Berlebihan: 

Lansia dengan gangguan bipolar mungkin mengalami perasaan berlebihan dari kebahagiaan, kepercayaan diri yang berlebihan, atau kegelisahan yang intens.

Perasaan euforia atau berlebihan (Sumber: foto canva.com)

😖 Peningkatan Energi:

Pada episode mania, seseorang mungkin memiliki tingkat energi yang sangat tinggi, bahkan tanpa perlu tidur banyak.

😖 Berbicara Cepat dan Berlebihan:

Orang dengan episode mania mungkin berbicara sangat cepat, melompat-lompat dari satu topik ke topik lain, dan sulit untuk diikuti.

😖 Pengambilan Risiko yang Tidak Biasa: 

Selama episode mania, lansia dapat mengambil keputusan yang berisiko tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang, seperti pengeluaran uang berlebihan atau perilaku seksual yang tidak pantas.

😖 Gangguan Konsentrasi:

Kesulitan memusatkan perhatian dan mempertahankan fokus adalah gejala umum selama episode mania.

Episode Depresi:

😭 Perasaan Sedih yang Mendalam:

Lansia dengan episode depresi mungkin merasa sangat sedih, kosong, atau tidak berdaya. Perasaan ini dapat berlangsung selama periode yang cukup lama.

😭 Kehilangan Minat atau Kenikmatan: 

Gangguan bipolar pada lansia juga dapat menunjukkan kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya dinikmati, bahkan pada hal-hal yang dulu membuat mereka senang.

😭 Perubahan Pola Tidur: 

Gangguan tidur, seperti insomnia (kesulitan tidur) atau hipersomnia (tidur berlebihan), sering terjadi selama episode depresi.

😭 Perubahan Berat Badan: 

Lansia dengan episode depresi mungkin mengalami penurunan berat badan yang tidak disengaja atau peningkatan berat badan signifikan.

Peningkatan berat badan signifikan (Sumber: foto canva.com)

😭 Pengurangan Energi: 

Merasa lelah terus-menerus atau memiliki energi yang rendah adalah gejala umum selama episode depresi.

😭 Pikiran Negatif:

Lansia dengan episode depresi mungkin memiliki pikiran yang sangat negatif tentang diri sendiri, merasa bersalah, atau merasa tidak berharga.

     ðŸ’¬  Penting untuk diingat bahwa gejala gangguan bipolar pada lansia dapat bervariasi dan tidak semua orang akan mengalami semua gejala ini

Penyebab pasti dari gangguan bipolar pada lansia atau pada siapa pun tidak sepenuhnya dipahami. Gangguan bipolar melibatkan interaksi kompleks antara faktor genetik, lingkungan, dan biologis. 

Beberapa faktor yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan gangguan bipolar pada lansia:

💧 Faktor Genetik: 

Riwayat keluarga memiliki peran penting dalam perkembangan gangguan bipolar. Jika ada anggota keluarga yang menderita gangguan bipolar, risiko seseorang untuk mengalami gangguan ini dapat meningkat.

💧 Perubahan Biologis:

 Ada bukti bahwa perubahan biologis dalam otak, seperti ketidakseimbangan kimia otak (neurotransmitter), dapat berperan dalam gangguan bipolar. Perubahan ini dapat memengaruhi regulasi suasana hati dan emosi.

💧 Faktor Lingkungan: 

Lingkungan juga dapat berkontribusi pada perkembangan gangguan bipolar. Trauma masa kecil, stres kronis, dan peristiwa hidup signifikan dapat memicu atau memperburuk gejala gangguan bipolar.

💧 Perubahan Fisiologis terkait Usia: 

Proses penuaan dapat memengaruhi fungsi otak dan kimia otak, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi perkembangan gangguan bipolar pada lansia. Perubahan hormonal dan neurologis yang terjadi seiring bertambahnya usia juga dapat memainkan peran.

💧 Penyakit atau Kondisi Medis:

Beberapa kondisi medis, seperti gangguan tiroid, penyakit kardiovaskular, dan kondisi neurologis, dapat memengaruhi keseimbangan kimia otak dan memicu atau memperburuk gejala gangguan bipolar pada lansia.

💧 Penggunaan Obat-obatan atau Zat Tambahan:

Penggunaan obat-obatan tertentu atau penyalahgunaan zat tambahan juga dapat memicu atau memperburuk gejala gangguan bipolar.

💧 Stres dan Perubahan Hidup: 

Perubahan besar dalam hidup, seperti pensiun, kehilangan orang yang dicintai, atau perubahan status sosial, dapat menyebabkan stres yang berkontribusi pada timbulnya atau memperburuk gejala gangguan bipolar pada lansia.

       ðŸ’­ Penting untuk diingat bahwa gangguan bipolar adalah kondisi yang kompleks dan multi faktorial. Kombinasi dari beberapa faktor tersebut di atas dapat berinteraksi dan memengaruhi perkembangan gangguan bipolar pada lansia.

Pengobatan gangguan bipolar pada lansia melibatkan pendekatan yang komprehensif dan dapat mencakup terapi obat, terapi psikososial, dukungan keluarga, dan manajemen gaya hidup. Penting untuk bekerja sama dengan profesional kesehatan yang berpengalaman dalam merawat lansia dengan gangguan bipolar untuk memastikan rencana perawatan yang efektif dan aman. 

Beberapa komponen umum dalam pengobatan gangguan bipolar pada lansia:

💡 Terapi Obat:

Obat-obatan adalah bagian penting dalam pengobatan gangguan bipolar. Beberapa jenis obat yang mungkin diresepkan termasuk stabilizer suasana hati (seperti litium), obat antipsikotik, dan obat antidepresan. Penting untuk mengawasi efek samping potensial dari obat-obatan ini pada lansia, karena mereka mungkin memiliki sensitivitas yang lebih besar terhadap efek samping tertentu.

💡 Terapi Psikososial: 

Terapi kognitif perilaku (CBT), terapi interpersonal, dan terapi dukungan sosial dapat membantu lansia untuk mengembangkan strategi untuk mengatasi gejala dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Terapi ini dapat membantu dalam mengatasi stres, memahami perubahan dalam suasana hati, dan meningkatkan keterampilan dalam mengelola gejala gangguan bipolar.

💡 Pantauan Medis Rutin:

Lansia dengan gangguan bipolar perlu menjalani pantauan medis secara teratur untuk memantau respons terhadap pengobatan dan memeriksa adanya efek samping. Dokter dapat melakukan penyesuaian dosis atau penggantian obat jika diperlukan.

Lansia dalam pantauan medis dengan rutin
(Sumber: foto canva.com)

💡 Manajemen Gaya Hidup: 

Menjaga gaya hidup yang sehat dapat mendukung pengobatan gangguan bipolar. Ini termasuk tidur yang cukup, pola makan yang seimbang, berolahraga secara teratur, dan menghindari alkohol atau obat-obatan terlarang.

💡 Dukungan Keluarga dan Sosial:

Dukungan dari keluarga, teman, dan kelompok dukungan dapat membantu lansia mengatasi tantangan yang terkait dengan gangguan bipolar. Mereka dapat membantu memantau perubahan suasana hati, mengingatkan untuk minum obat, dan memberikan dukungan emosional.

💡 Edukasi tentang Kondisi: 

Edukasi tentang gangguan bipolar dan pengelolaannya penting untuk lansia dan keluarga mereka. Memahami gejala, pengobatan, dan strategi pencegahan kambuh dapat membantu dalam menghadapi kondisi ini dengan lebih baik.

💡 Penghindaran Stres: 

Mengelola stres dan menghindari situasi atau faktor yang dapat memicu episode mania atau depresi sangat penting. Ini dapat mencakup penghindaran situasi yang memicu, penggunaan teknik relaksasi, dan strategi koping yang positif.

       Penting untuk dicatat bahwa rencana perawatan dapat bervariasi berdasarkan kebutuhan individu. Konsultasikan dengan dokter dan profesional kesehatan mental untuk merancang rencana perawatan yang sesuai dengan kondisi dan keadaan kesehatan lansia tersebut.






Sumber:

https://www.choosingtherapy.com/late-onset-bipolar-disorder/ 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2848458/

https://www.medicalnewstoday.com/articles/late-onset-bipolar-disorder

https://ajp.psychiatryonline.org/doi/10.1176/appi.ajp.163.2.198

https://www.nhs.uk/mental-health/conditions/bipolar-disorder/overview/


Friday, 11 August 2023

Lansia Pindah Rumah, Kesepian Dapat Membunuh

        Kesepian bukan masalah yang dapat disepelekan. Kesepian membuat seseorang merasa tertekan karena seolah memikul seluruh bebannya seorang diri. Hal tersebut meningkatkan risiko depresi, dan tidak jarang mendorong pada tindakan-tindakan berbahaya seperti perilaku maladaptasi (penyesuaian diri yang buruk) sampai bunuh diri.

Orang lanjut usia sangat rentan terhadap kesepian dan isolasi sosial yang dapat berdampak serius pada kesehatan. Perasaan terisolasi tersebut muncul karena tidak adanya teman atau relasi sosial yang berkualitas di sisi mereka. Akibatnya, individu dengan kesepian tidak mampu memenuhi kebutuhan cinta dan rasa memiliki. 

Berdasarkan data WHO, isolasi sosial dan kesepian tersebar luas, dengan beberapa negara melaporkan bahwa satu dari tiga orang lanjut usia merasa kesepian. Sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa isolasi sosial dan kesepian berdampak serius pada umur panjang, kesehatan fisik dan mental, serta kualitas hidup lansia.

Interaksi sosial dengan lingkungan menjauhkan lansia
dari perasaan kesepian (Sumber: foto pens 49 ceria)

"Kesepian bertindak sebagai pupuk bagi penyakit lain,”  menurut Steve Cole, Ph.D., direktur Laboratorium Inti Genomik Sosial di Universitas California, Los Angeles.  

Perasaan kesepian pada lansia dalam istilah medis disebut geriatric loneliness atau elderly loneliness. Istilah ini digunakan untuk merujuk pada kesepian yang dialami oleh orang lanjut usia.

Banyak yang menjadi  pemicu munculnya perasaan kesepian, adanya perubahan lingkungan, seperti pindah rumah, dirawat di rumah sakit atau masuk ke panti jompo.

Lansia yang pindah rumah karena mencari tempat yang tenang dan jauh dari kebisingan, ikut anak-menantu, atau tinggal di panti jompo. Sering kali muncul perasaan kesepian dan isolasi karena kurang mampu beradaptasi.

Kesepian sering kali, mempengaruhi kesehatan fisik dan mental lansia, dan merupakan masalah kesehatan yang penting untuk diperhatikan dalam perawatan dan memberikan dukungan bagi orang lanjut usia. 

Risiko Kesehatan yang Timbul dari Kesepian.

Ada bukti kuat bahwa banyak orang dewasa berusia 50 tahun ke atas terisolasi secara sosial atau kesepian yang dapat membahayakan kesehatan mereka, studi terbaru menemukan bahwa:

  1. Isolasi sosial secara signifikan meningkatkan risiko kematian dini seseorang dari semua penyebab, risiko yang dapat menyaingi risiko merokok, obesitas, dan kurangnya aktivitas fisik.
  2. Isolasi sosial dikaitkan dengan sekitar 50% peningkatan risiko demensia. 
  3. Hubungan sosial yang buruk (ditandai dengan isolasi sosial atau kesepian) dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung sebesar 29% dan peningkatan risiko stroke sebesar 32%. 
  4. Kesepian dikaitkan dengan tingkat depresi, kecemasan, dan bunuh diri yang lebih tinggi.
  5. Kesepian di antara pasien gagal jantung dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian hampir 4 kali lipat, peningkatan risiko rawat inap sebesar 68%, dan peningkatan risiko kunjungan unit gawat darurat sebesar 57%. 

Oleh karena itu, penting untuk memahami dan mendukung lansia dalam mengatasi kesepian dengan memberikan dukungan sosial, kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan menjaga hubungan yang erat dengan keluarga dan teman-teman mereka.

Perasaan kesepian pada lansia (orang tua lanjut usia) sangat kompleks dan bervariasi tergantung pada individu dan situasi mereka. 

Lansia sering kali mengalami perasaan kesepian karena beberapa alasan berikut:

😭 Kehilangan Pasangan: 

Banyak lansia mengalami kesepian karena kehilangan pasangan hidup mereka. Setelah hidup bersama selama bertahun-tahun, kematian pasangan bisa menyebabkan perasaan kekosongan dan kesepian yang mendalam.

Lansia sangat rentan terhadap kesepian dan isolasi sosial
(Sumber: foto canva.com)

😭 Kurangnya Interaksi Sosial: 

Lansia mungkin mengalami kesulitan dalam menjaga interaksi sosial karena keterbatasan fisik atau mobilitas, yang menyebabkan rasa terisolasi dan kesepian.

😭 Jarak dengan Keluarga dan Teman:

Beberapa lansia tinggal jauh dari keluarga dan teman-teman terdekat mereka, menyebabkan kurangnya dukungan emosional dan interaksi sosial. Banyak pensiunan yang menjual rumah tempat asalnya hidup bertahun-tahun, dan membuat rumah yang jauh atau di kampung halamannya. Namun merasa kesepian dengan tempat yang baru, dan kembali lagi ke tempat semula.

Lansia tinggal jauh dari keluarga dan teman-teman
kurang dukungan emosional dan interaksi sosial.
(Sumber: foto canva.com)

😭 Penurunan Aktivitas: 

Ketika aktivitas fisik dan mental berkurang karena proses penuaan atau kondisi kesehatan, lansia mungkin merasa kesepian karena kurangnya keterlibatan dalam kegiatan sehari-hari.

😭 Hilangnya Peran Sosial:

Pensiun atau kehilangan peran sosial yang sebelumnya mereka miliki, seperti sebagai pekerja, orangtua, atau anggota masyarakat yang aktif, dapat menyebabkan perasaan kesepian dan kurangnya identitas.

😭 Perubahan Lingkungan: 

Pindah ke tempat tinggal baru, seperti panti jompo atau rumah perawatan, dapat menyebabkan perasaan kesepian karena beradaptasi dengan lingkungan yang tidak familier.

😭 Kondisi Kesehatan: 

Beberapa kondisi kesehatan tertentu, seperti demensia atau gangguan kognitif lainnya, dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, meningkatkan risiko kesepian.

          💬 Perasaan kesepian pada lansia tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan mental mereka tetapi juga dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik mereka.

Lansia yang mengalami perasaan kesepian biasanya menunjukkan beberapa ciri-ciri atau tanda-tanda tertentu. Namun, perlu diingat bahwa ciri-ciri ini tidak selalu berlaku untuk setiap individu, dan mungkin bervariasi tergantung pada situasi dan kepribadian masing-masing. 

Beberapa ciri lansia yang mengalami perasaan kesepian antara lain:

😕 Menarik Diri dari Interaksi Sosial:

Lansia yang kesepian cenderung menarik diri dari interaksi sosial. Mereka mungkin menghindari pertemuan sosial, acara keluarga, atau aktivitas komunitas yang sebelumnya mereka nikmati.

😕 Ekspresi Rasa Kehilangan:

Lansia yang kesepian sering kali menyampaikan perasaan kehilangan, kesepian, atau terisolasi ketika berbicara dengan orang lain.

Lansia kesepian sering menyampaikan perasaan kehilangan
(Sumber: foto canva.com)

😕 Rendahnya Semangat dan Energi:

Perasaan kesepian dapat menyebabkan perubahan suasana hati dan rendahnya energi. Lansia yang kesepian mungkin terlihat lebih sedih atau kurang bersemangat.

😕 Kesulitan Tidur: 

Lansia yang merasa kesepian mungkin mengalami kesulitan tidur, seperti sulit tertidur, terbangun di tengah malam, atau tidur terlalu banyak.

😕 Menunjukkan Tanda-tanda Keterasingan:

Mereka mungkin menunjukkan tanda-tanda keterasingan, seperti menghabiskan banyak waktu sendirian, mengisolasi diri di rumah, atau menghindari kontak dengan orang lain.

😕 Penurunan Minat dan Aktivitas:

Perasaan kesepian dapat menyebabkan penurunan minat dalam kegiatan yang sebelumnya dinikmati. Mereka mungkin kehilangan minat dalam hobi, olahraga, atau acara sosial.

😕 Kondisi Fisik dan Kesehatan yang Memperburuk:

Lansia yang kesepian mungkin mengalami penurunan kesehatan fisik dan mental. Perasaan kesepian dapat berdampak negatif pada sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko penyakit fisik dan mental.

😕 Merasa Terlupakan atau Tidak Diinginkan: 

Lansia yang kesepian dapat merasa terlupakan atau tidak diinginkan oleh keluarga atau masyarakat sekitar. Memiliki karakter yang tidak disukai, misal: pemarah, galak, cerewet dan sebagainya.

Perasaan kesepian pada lansia dapat berhubungan dengan berbagai penyakit dan masalah kesehatan yang mendasari. 

Beberapa di antaranya adalah:

😱 Depresi: 

Depresi adalah gangguan suasana hati yang serius dan dapat menyebabkan perasaan kesepian yang mendalam. Lansia yang mengalami depresi cenderung merasa sedih, putus asa, kehilangan minat pada kegiatan sehari-hari, dan mengisolasi diri dari interaksi sosial.

😱 Gangguan Kognitif: 

Lansia dengan gangguan kognitif seperti demensia atau penyakit Alzheimer mungkin merasa kesepian karena kesulitan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.

Lansia merasa kesepian karena kesulitan berkomunikasi
dan berinteraksi (Sumber: foto canva.com)

😱 Kondisi Medis Kronis: 

Lansia dengan kondisi medis kronis seperti penyakit jantung, diabetes, atau arthritis mungkin menghadapi kesulitan dalam berpartisipasi dalam kegiatan sosial karena keterbatasan fisik atau kelelahan.

😱 Kehilangan Pasangan: 

Kehilangan pasangan hidup bisa menyebabkan perasaan kesepian yang mendalam pada lansia. Setelah hidup bersama selama bertahun-tahun, kehilangan pasangan bisa menyebabkan perasaan kekosongan dan isolasi sosial.

😱 Penurunan Mobilitas: 

Lansia yang mengalami penurunan mobilitas, misalnya karena masalah pada kaki atau punggung, mungkin mengalami kesulitan dalam bergerak dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial, yang dapat menyebabkan perasaan kesepian.

😱 Kurangnya Dukungan Sosial: 

Kurangnya dukungan sosial dari keluarga, teman, atau masyarakat sekitar dapat meningkatkan risiko perasaan kesepian pada lansia.

😱 Isolasi Sosial: 

Lansia yang mengalami isolasi sosial, baik karena tinggal jauh dari keluarga dan teman-teman atau karena faktor lain, lebih mungkin merasa kesepian.

😱 Perubahan Lingkungan:  

Pindah ke tempat tinggal baru, seperti panti jompo atau rumah perawatan, dapat menyebabkan perasaan kesepian karena beradaptasi dengan lingkungan yang tidak familier.

            Perasaan kesepian dapat memiliki dampak buruk yang signifikan, terutama pada kesejahteraan fisik, mental, dan sosial individu yang mengalaminya. 

Beberapa dampak buruk perasaan kesepian:

💢 Masalah Kesehatan Mental:

Perasaan kesepian dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan mental, termasuk depresi, kecemasan, dan stres kronis. Lansia yang kesepian berisiko lebih tinggi mengalami depresi dan memiliki kualitas hidup yang lebih rendah.

💢 Penurunan Kognitif: 

Studi telah menunjukkan bahwa perasaan kesepian dapat berhubungan dengan penurunan kognitif pada lansia. Kondisi seperti demensia atau penyakit Alzheimer juga dapat memperburuk akibat perasaan kesepian.

💢 Penyakit Fisik:

Perasaan kesepian dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan meningkatkan risiko terkena berbagai penyakit, termasuk penyakit jantung, hipertensi, diabetes, dan gangguan kekebalan tubuh.

💢 Isolasi Sosial: 

Lansia yang merasa kesepian cenderung menarik diri dari interaksi sosial. Isolasi sosial dapat menyebabkan penurunan dukungan emosional dan sosial, meningkatkan risiko kesepian lebih lanjut, dan memperburuk masalah kesehatan mental.

💢 Kurangnya Motivasi dan Energi: 

Perasaan kesepian dapat mengurangi motivasi dan energi seseorang untuk berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari atau mengejar minat dan hobi.

💢 Kualitas Hidup yang Buruk: 

Lansia yang kesepian mungkin mengalami penurunan kualitas hidup karena merasa terasing dan tidak dihargai.

💢 Ketergantungan pada Narkotika atau Alkohol:

Beberapa lansia yang kesepian mungkin mencoba untuk mengatasi perasaan mereka dengan mengandalkan obat-obatan atau alkohol, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan tambahan.

💢 Kematian Dini: 

Beberapa penelitian telah menemukan korelasi antara perasaan kesepian yang kronis dengan risiko kematian dini pada lansia.

               Mengobati perasaan kesepian pada lansia melibatkan pendekatan yang komprehensif untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, emosional, dan mental mereka. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi perasaan kesepian pada lansia:

✌ Dukungan Sosial: 

Dukungan dari keluarga, teman, atau anggota masyarakat lainnya sangat penting dalam mengatasi perasaan kesepian. Melibatkan lansia dalam interaksi sosial yang positif dapat membantu mereka merasa lebih terhubung dengan orang lain.

✌ Aktivitas Sosial dan Komunitas: 

Mendorong lansia untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan komunitas dapat membantu mereka merasa lebih terlibat dan terhubung dengan orang lain. Misalnya, bergabung dengan klub sosial, program kegiatan lansia di daerah setempat, atau kelompok dukungan.

✌ Berbicara dan Mendengarkan: 

Mendengarkan perasaan dan pengalaman lansia dengan penuh perhatian dapat membantu mereka merasa didengar dan dihargai. Mengobrol dan berbagi cerita dengan orang lain juga dapat meningkatkan perasaan koneksi.

✌ Teknologi dan Media Sosial: 

Mengajari lansia untuk menggunakan teknologi dan media sosial dapat membantu mereka tetap terhubung dengan keluarga dan teman-teman, terutama jika jarak geografis menjadi kendala.

✌ Aktivitas Kreatif: 

Mendorong lansia untuk terlibat dalam aktivitas kreatif seperti seni, musik, atau menulis dapat memberikan rasa pencapaian dan kepuasan, serta menciptakan kesempatan untuk berinteraksi dengan orang lain yang memiliki minat serupa.

✌ Pendampingan dan Perawatan:

Jika lansia mengalami masalah kesehatan mental yang serius atau kondisi medis yang mempengaruhi perasaan kesepian, penting untuk mencari dukungan profesional dari tenaga medis atau profesional kesehatan mental.

✌ Perawatan Diri:

Mendorong lansia untuk menjaga pola makan yang sehat, berolahraga secara teratur, tidur cukup, dan melakukan kegiatan yang memberikan rasa kepuasan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan.

✌ Membantu dengan Mobilitas: 

Jika lansia mengalami keterbatasan mobilitas, memberikan bantuan dengan perawatan diri atau membantu mereka berpartisipasi dalam aktivitas sosial dapat membantu mengurangi perasaan kesepian.

               ðŸ’­ Penting untuk diingat bahwa perasaan kesepian pada lansia adalah isu serius yang memerlukan perhatian dan dukungan. 

Memberikan dukungan sosial, menggalakkan partisipasi dalam kegiatan sosial, dan menjaga hubungan yang erat dengan keluarga dan teman-teman dapat membantu mengurangi perasaan kesepian dan meningkatkan kesejahteraan lansia. 

Jika perasaan kesepian dan masalah kesehatan mental menjadi signifikan, disarankan untuk mencari bantuan dari tenaga medis atau profesional kesehatan mental.

                                                       ðŸŽ† 🎆 🎆



Sumber:

https://www.nhs.uk/mental-health/feelings-symptoms-behaviours/feelings-and-symptoms/feeling-lonely/

https://www.cdc.gov/aging/publications/features/lonely-older-adults.html

https://www.nia.nih.gov/news/social-isolation-loneliness-older-people-pose-health-risks

https://www.who.int/activities/reducing-social-isolation-and-loneliness-among-older-people

Thursday, 10 August 2023

Waspada Lansia Berkhayal, Penyakit Mental Delusi

 Delusi adalah keyakinan yang kuat dan tidak akurat tentang suatu hal atau situasi, bahkan ketika ada bukti yang jelas dan meyakinkan bahwa keyakinan tersebut salah. Delusi umumnya tidak dapat diubah oleh argumen logis atau bukti yang disajikan. Keyakinan ini bisa sangat tidak masuk akal atau tidak mungkin terjadi dalam kenyataan.

Khayalan aneh, meskipun sesuatu yang tidak akan pernah terjadi dalam kehidupan nyata, seperti kloning oleh makhluk angkasa luar. Seseorang yang memiliki pemikiran seperti itu mungkin dianggap delusi dengan delusi tipe aneh.

Bahasa medis untuk gangguan delusi pada lansia adalah Late-Life Delusional Disorder atau Delusional Disorder, Late-Onset.  Ini merujuk pada kondisi di mana lansia mengalami delusi yang merupakan keyakinan yang salah dan tidak dapat diubah tentang suatu hal atau situasi, yang bertahan untuk jangka waktu yang signifikan.

Lansia sedang berkostum era kemerdekaan dengan khayalannya
ini bukan delusi, mereka merayakan kemerdekaan RI ke- 78
(Sumber: foto pens 49 ceria)
Gejala awal gangguan delusi dapat meliputi:

  • Perasaan dieksploitasi.
  • Preokupasi (isi pikiran yang tertuju pada sebuah ide, biasanya berkaitan dengan emosi yang sangat kuat) dengan kesetiaan atau kepercayaan teman.
  • Kecenderungan untuk membaca makna yang mengancam menjadi ucapan atau peristiwa yang tidak berbahaya.
  • Terus-menerus menyimpan dendam.
  • Kesiapan untuk menanggapi dan bereaksi terhadap penghinaan yang dirasakan.
Lansia berkhayal dikloning oleh makhluk angkasa luar
(Sumber: foto canva.com)

Gejala delusi pada lansia dapat bervariasi tergantung pada jenis delusi yang dialami. Berikut beberapa contoh gejala delusi yang mungkin muncul pada lansia:

👹 Delusi Paranoid: 

Lansia dengan delusi paranoid mungkin merasa bahwa orang lain sedang merencanakan sesuatu yang buruk terhadap mereka, seperti mengintai atau merugikan mereka. Mereka bisa merasa dikhianati atau diawasi.

👹 Delusi Kehormatan atau Keagungan (megalomania): 

Lansia mungkin memiliki keyakinan yang tidak realistis tentang kemampuan atau kebesaran mereka. Mereka bisa merasa memiliki kekuatan istimewa, hubungan dengan tokoh terkenal, atau memiliki peran penting dalam peristiwa dunia.

Lansia mungkin memiliki keyakinan yang tidak realistis
tentang kemampuan (Sumber: foto canva.com)

👹 Delusi Jejak: 

Ini melibatkan keyakinan bahwa orang-orang atau tanda-tanda tertentu memberikan pesan rahasia atau kode kepada individu yang mengalami delusi. Mereka mungkin merasa bahwa acara atau kata-kata tertentu memiliki makna khusus yang hanya mereka yang memahami.

👹 Delusi Somatik: 

Lansia dengan delusi somatik mungkin yakin bahwa mereka memiliki masalah kesehatan serius, meskipun bukti medis menyatakan sebaliknya. Mereka mungkin merasa sakit atau merasa ada masalah dalam tubuh mereka yang sebenarnya tidak ada.

👹 Delusi Bersalah atau Delusi Kejahatan:

Ini melibatkan keyakinan yang tidak benar bahwa individu telah melakukan tindakan kejahatan atau dosa yang berat. Mereka mungkin merasa sangat bersalah atau takut mendapat hukuman karena tindakan yang mereka klaim lakukan.

👹 Delusi Percintaan (erotomania): 

Lansia bisa memiliki keyakinan yang tidak realistis tentang hubungan romantis dengan seseorang yang tidak mungkin atau tidak realistis. Mereka mungkin merasa yakin bahwa seseorang yang jauh lebih muda atau tidak tertarik pada mereka, memiliki perasaan romantis terhadap mereka.

👹 Delusi Pencemburu :

Khayalan bahwa pasangannya,  seseorang  yang tidak setia padahal itu tidak benar. Pasien dapat mengikuti pasangan, memeriksa pesan teks, email, panggilan telepon, dll. Dalam upaya untuk menemukan "bukti" perselingkuhan.

👹 Delusi Referensial:

Ini melibatkan keyakinan bahwa peristiwa atau objek yang sebenarnya tidak berhubungan dengan individu, memiliki makna pribadi khusus untuk mereka. Mereka mungkin merasa bahwa tanda-tanda atau peristiwa tertentu ditujukan kepada mereka secara khusus.

👹 Delusi Kontrol: 

Lansia dengan delusi kontrol mungkin merasa bahwa pikiran atau tindakan mereka dikendalikan oleh kekuatan eksternal atau pikiran dari orang lain.

           ðŸ’¬ Penting untuk diingat bahwa gejala delusi pada lansia bisa sangat mengganggu dan mempengaruhi kualitas hidup mereka.

Penyebab penyakit delusi pada lansia tidak selalu dapat diidentifikasi dengan pasti, tetapi ada beberapa faktor yang bisa memainkan peran dalam perkembangan delusi pada populasi lansia.

Beberapa faktor yang dapat berkontribusi terhadap terjadinya penyakit delusi pada lansia meliputi:

👺 Perubahan Neuropatologis:

Perubahan dalam struktur dan fungsi otak yang terkait dengan penuaan dan penyakit neurodegeneratif seperti demensia dan penyakit Alzheimer dapat berkontribusi pada munculnya gejala delusi pada lansia.

👺 Gangguan Neurologis: 

Beberapa gangguan neurologis yang lebih umum pada usia lanjut, seperti penyakit Parkinson atau penyakit vaskular otak, dapat menyebabkan perubahan dalam fungsi otak dan berkontribusi pada gejala delusi.

👺 Gangguan Kesehatan Mental Sebelumnya: 

Riwayat gangguan mental sebelumnya atau kecenderungan genetik terhadap gangguan mental dapat meningkatkan risiko munculnya delusi pada lansia.

Lansia memiliki riwayat gamgguan mental sebelumnya
(Sumber: foto canva.com)

👺 Perubahan Fisiologis:

Perubahan hormonal dan neurokimia yang terjadi seiring penuaan dapat mempengaruhi keseimbangan kimia otak dan berkontribusi pada terjadinya gejala delusi.

👺 Isolasi Sosial: 

Lansia yang merasa terisolasi sosial atau memiliki sedikit interaksi dengan orang lain dapat memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan delusi.

👺 Kehilangan Pasangan atau Kerabat Dekat:

Kehilangan pasangan hidup atau kerabat dekat dapat memicu perasaan kesepian dan perubahan emosional yang berkontribusi pada gejala delusi.

👺 Gangguan Sensorik: 

Gangguan penglihatan atau pendengaran yang sering terjadi pada lansia dapat menyebabkan persepsi yang salah tentang lingkungan dan orang-orang di sekitarnya.

👺 Stres dan Trauma: 

Peristiwa traumatis atau stres yang signifikan dalam hidup dapat berkontribusi pada munculnya delusi pada lansia.

👺 Efek Samping Obat: 

Beberapa obat yang digunakan oleh lansia untuk mengatasi masalah kesehatan fisik tertentu dapat memiliki efek samping yang memengaruhi fungsi otak dan berkontribusi pada gejala delusi.

          Mencegah terjadinya delusi pada lansia melibatkan perhatian terhadap berbagai faktor yang dapat memengaruhi kesejahteraan mental dan kognitif mereka. Meskipun tidak mungkin mencegah sepenuhnya munculnya delusi.

Beberapa langkah yang dapat membantu mengurangi risiko dan mengelola gejala delusi pada lansia:

⚽ Pertahankan Kesehatan Fisik:

Rajinlah menjalani pola makan sehat, berolahraga secara teratur, dan ikuti perawatan medis yang dianjurkan. Kesehatan fisik yang baik dapat berkontribusi pada kesejahteraan mental.

Lansia rajin berolahraga berdampak pada
 kesejahteraan mental (Sumber: foto canva.com)

⚽ Aktivitas Mental dan Sosial: 

Pertahankan keterlibatan dalam aktivitas yang merangsang pikiran, seperti membaca, menulis, atau bermain permainan teka-teki. Terlibat dalam kegiatan sosial dan rekreasi juga dapat membantu menjaga kognisi dan kesejahteraan mental.

⚽ Latihan Otak: 

Lakukan latihan otak seperti teka-teki silang, sudoku, atau permainan lain yang memerlukan pemikiran kognitif.

⚽ Pertahankan Rutinitas: 

Menjaga rutinitas sehari-hari yang teratur dapat membantu menjaga stabilitas emosional dan mental.

⚽ Pentingkan Interaksi Sosial:

Jaga hubungan sosial dengan keluarga, teman, dan tetangga. Interaksi sosial yang positif dapat mengurangi risiko isolasi sosial.

⚽ Kelola Stres: 

Pelajari teknik manajemen stres seperti meditasi, yoga, atau pernapasan dalam untuk mengatasi stres dan kecemasan.

⚽ Hindari Penggunaan Alkohol dan Narkoba:

Hindari penggunaan obat-obatan terlarang atau alkohol yang dapat memengaruhi fungsi kognitif dan emosional.

⚽ Monitor Efek Samping Obat: 

Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal menggunakan obat-obatan tertentu, perhatikan efek samping yang mungkin memengaruhi kognisi atau keadaan mental.

⚽ Pertahankan Keamanan Lingkungan: 

Pastikan lingkungan fisik di sekitar lansia aman dan tidak memicu kecemasan atau tidak aman.

⚽ Konsultasi dengan Profesional Kesehatan: 

Jika ada perubahan signifikan dalam perilaku, mood, atau fungsi kognitif, segera konsultasikan dengan dokter atau ahli kesehatan mental. Penanganan dini dapat membantu mengelola gejala dan mencegah perkembangan lebih lanjut.

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengobati delusi pada lansia:

🚑 Konsultasi dengan Profesional Kesehatan: 

Langkah pertama adalah berkonsultasi dengan dokter atau ahli kesehatan mental yang berpengalaman. Mereka akan melakukan evaluasi menyeluruh untuk memahami jenis delusi yang dialami, sejauh mana dampaknya, dan penyebabnya.

🚑 Terapi Kognitif-Perilaku (CBT): 

Terapi ini dapat membantu lansia mengidentifikasi pola pikir yang tidak realistis dan mengubahnya menjadi pola pikir yang lebih sehat dan rasional. Terapis akan bekerja sama dengan pasien untuk mengatasi delusi dan memahami pemikiran mereka.

🚑 Terapi Dukungan Psikososial: 

Terapi ini fokus pada memberikan dukungan emosional dan praktis kepada lansia dalam mengatasi gejala delusi. Ahli terapi dapat membantu mereka belajar cara mengelola stres, meningkatkan interaksi sosial, dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.

🚑 Obat-obatan: 

Dalam beberapa kasus, obat-obatan mungkin diresepkan untuk membantu mengurangi gejala delusi. Anti psikotik dapat digunakan dalam situasi tertentu, tetapi penggunaan obat harus diawasi secara ketat oleh dokter, terutama karena lansia mungkin lebih rentan terhadap efek samping.

🚑 Terapi Aktivitas: 

Melibatkan lansia dalam kegiatan yang merangsang pikiran dan tubuh juga dapat membantu mengalihkan perhatian dari delusi dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan.

🚑 Dukungan Keluarga dan Sosial:

Dukungan keluarga, teman, dan kelompok dukungan dapat membantu lansia merasa didukung dan kurang terisolasi.

🚑 Perawatan Fisik: 

Memastikan kesehatan fisik yang baik melalui pola makan sehat, olahraga, dan perawatan medis dapat membantu dalam pengobatan delusi.

🚑 Pendidikan dan Informasi:

Memberikan informasi kepada lansia tentang delusi dan kondisi kesehatan mental mereka dapat membantu mereka memahami gejala dan memperoleh dukungan yang diperlukan.

               Penting untuk diingat bahwa pengobatan delusi pada lansia harus disesuaikan dengan kebutuhan individu. Setiap lansia memiliki pengalaman dan tantangan yang berbeda, dan pendekatan yang tepat dan bervariasi. Konsultasikan dengan profesional kesehatan yang berpengalaman untuk mendapatkan penilaian yang akurat dan rekomendasi perawatan yang sesuai.




Sumber:

https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/9599-delusional-disorder#:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8950304/

https://www.webmd.com/schizophrenia/delusional-disorder

https://en.wikipedia.org/wiki/Delusional_disorder

https://www.health.harvard.edu/a_to_z/delusional-disorder-a-to-z