Sunday, 7 January 2024

Halusinasi Lansia, Efek Obat-obatan Umum

        Halusinasi adalah pengalaman sensorik yang terjadi tanpa adanya stimulus yang sesungguhnya di lingkungan sekitar. Artinya, seseorang yang mengalami halusinasi akan merasakan indra seperti melihat, mendengar, meraba, mencium, atau merasakan sesuatu, meskipun stimulus fisik atau nyata yang dapat menyebabkan pengalaman tersebut tidak hadir. 

Halusinasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, melihat cahaya berkilauan di sekitar seseorang atau suatu benda, merasakan serangga merayap di kulit, atau mendengar suara-suara di kepala adalah berbagai jenis halusinasi. Namun yang paling umum adalah halusinasi pendengaran dan penglihatan.

Halusinasi pada lansia terjadi karena efek obat-obatan.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Obat-obatan umum yang digunakan oleh lansia dapat menyebabkan efek samping berupa halusinasi. 

Beberapa jenis obat yang terkait dengan risiko halusinasi pada lansia meliputi:

Obat-obatan untuk gangguan tidur: 

Beberapa obat tidur atau obat penenang, terutama golongan benzodiazepin, dapat menyebabkan halusinasi pada sebagian orang, terutama pada dosis yang tinggi atau jika digunakan secara tidak benar.

Antidepresan: 

Beberapa jenis antidepresan, terutama golongan trisiklik, dapat menyebabkan halusinasi pada lansia. Efek samping ini mungkin lebih umum pada dosis tinggi.

Obat-obatan antikolinergik: 

Beberapa obat yang memiliki efek antikolinergik, seperti obat untuk alergi, mual, atau penyakit Parkinson, dapat memicu halusinasi pada lansia. Ini karena efek samping antikolinergik dapat memengaruhi sistem saraf pusat.

Obat untuk penyakit Parkinson: 

Beberapa obat yang digunakan untuk mengobati penyakit Parkinson, seperti levodopa, bisa menyebabkan gangguan persepsi sensorik atau halusinasi.

Obat untuk tekanan darah tinggi: 

Beberapa obat golongan beta-blocker atau digoksin yang digunakan untuk mengatasi tekanan darah tinggi atau masalah jantung dapat menyebabkan halusinasi sebagai efek samping.

Obat golongan beta-blocker menyebabkan halusinasi.
(Sumber: foto canva.com)

Jika seseorang mengalami halusinasi setelah mengonsumsi obat-obatan, penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter atau profesional kesehatan. Penting untuk mengikuti petunjuk dokter dan memberi tahu mereka tentang setiap efek samping yang dialami.

       Meskipun tidak ada obat tertentu yang secara khusus "dirancang" untuk menimbulkan halusinasi pada lansia. Namun, beberapa jenis obat yang umumnya digunakan oleh lansia dapat menyebabkan efek samping berupa halusinasi. Efek samping ini tidak dialami oleh semua orang dan dapat bervariasi dari satu individu ke individu lainnya. 

Beberapa kelas obat yang berpotensi menyebabkan halusinasi pada lansia meliputi:

Benzodiazepin: 

Obat-obatan ini biasanya digunakan untuk mengatasi kecemasan, insomnia, atau masalah tidur. Contohnya termasuk diazepam, lorazepam, dan alprazolam.

Antidepresan trisiklik: 

Beberapa antidepresan golongan trisiklik dapat memiliki efek samping halusinasi pada dosis tinggi. Contoh obat termasuk amitriptyline, nortriptyline, dan imipramine.

Antikolinergik: 

Obat-obatan yang memiliki efek antikolinergik, seperti obat antihistamin untuk alergi atau obat untuk mual, dapat menyebabkan halusinasi pada beberapa individu.

Obat untuk penyakit Parkinson: 

Beberapa obat yang digunakan untuk mengobati penyakit Parkinson, seperti levodopa atau pramipexole, dapat menyebabkan efek samping berupa halusinasi pada beberapa orang.

Obat untuk tekanan darah tinggi: 

Beberapa obat golongan beta-blocker atau digoksin yang digunakan untuk mengatasi tekanan darah tinggi atau masalah jantung juga dapat berkontribusi pada timbulnya halusinasi pada sebagian orang.

Konsultasi dengan dokter bila halusinasi setelah konsumsi obat. 
(Sumber: foto canva.com)

Jika seorang lansia mengalami halusinasi setelah mengonsumsi obat, sangat penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter atau profesional kesehatan untuk mengevaluasi kondisi dan menyesuaikan rencana pengobatan jika diperlukan.

        Mencegah halusinasi akibat efek obat pada lansia memerlukan pendekatan yang hati-hati dan berkoordinasi dengan dokter atau profesional kesehatan yang meresepkan obat. 

Beberapa langkah yang dapat membantu mencegah atau mengurangi risiko halusinasi pada lansia:

Konsultasikan dengan dokter:

  • Penting untuk berbicara dengan dokter atau profesional kesehatan sebelum memulai atau mengubah dosis obat.
  • Informasikan dokter tentang riwayat medis, termasuk riwayat gangguan tidur, kecemasan, depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya.

Informasikan tentang obat dan suplemen lainnya:

Beri tahu dokter tentang semua obat, suplemen, atau obat-obatan bebas yang sedang atau pernah digunakan, termasuk obat tradisional atau herbal.

Jangan ubah dosis atau berhenti tanpa berkonsultasi:

Tidak pernah mengubah dosis atau berhenti mengonsumsi obat tanpa persetujuan dokter, karena hal ini dapat meningkatkan risiko efek samping.

Pantau gejala dan efek samping:

Perhatikan perubahan gejala atau efek samping setelah memulai atau mengubah penggunaan obat. Laporkan segera kepada dokter jika terjadi halusinasi atau gejala lain yang tidak diinginkan.

Perhatikan perubahan gejala dan efek samping setelah minum obat.
(Sumber: foto canva.com)

Pilih obat dengan hati-hati:

Dokter dapat memilih obat dengan risiko efek samping yang lebih rendah, terutama jika lansia memiliki riwayat sensitivitas terhadap obat tertentu.

Evaluasi dan sesuaikan rencana pengobatan:

Lakukan evaluasi rutin dengan dokter untuk menilai efektivitas dan toleransi obat. Dokter mungkin perlu menyesuaikan dosis atau mengganti obat jika diperlukan.

Hindari obat-obatan tertentu jika memungkinkan:

Hindari penggunaan obat-obatan dengan risiko tinggi efek samping pada lansia, terutama jika alternatif yang lebih aman tersedia.

Rencanakan jadwal berkonsultasi:

Tetapkan jadwal berkonsultasi rutin dengan dokter untuk memastikan bahwa rencana pengobatan tetap sesuai dengan kebutuhan kesehatan lansia.

Fokus pada gaya hidup sehat:

Gaya hidup yang sehat, termasuk pola makan seimbang, aktivitas fisik teratur, dan tidur yang cukup, dapat mendukung kesehatan lansia dan mengurangi risiko efek samping obat.

Komunikasi dengan dokter atau profesional kesehatan sebelum membuat perubahan apa pun dalam rencana pengobatan lansia. Dengan komunikasi terbuka dan kerja sama yang baik, risiko efek samping obat, termasuk halusinasi, dapat diminimalkan.


Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9936323/

https://www.hmpgloballearningnetwork.com/site/altc/articles/visual-hallucinations-long-term-care 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3181655/

https://brainxchange.ca/Public/Files/Hallucinations/Hallucination_in_the_elderly_slides.aspx

https://www.msdmanuals.com/professional/geriatrics/drug-therapy-in-older-adults/drug-related-problems-in-older-adults

Friday, 5 January 2024

Ageisme, Bentuk Ancaman dan Diskriminasi Lansia

        Konsep ageisme sebagai istilah resmi muncul pada tahun 1969 melalui tulisan Robert N. Butler, seorang dokter dan gerontologis Amerika Serikat, diskriminasi berdasarkan usia sudah ada jauh sebelumnya. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, masyarakat telah mengalami perubahan pandangan terhadap orang-orang yang lebih tua.

Ageisme merugikan lansia secara umum.
(Sumber: Foto LPC- Lansia)

Ageisme dapat terjadi melalui berbagai cara, termasuk dalam kalimat-kalimat yang mungkin mengandung stereotip atau prasangka terhadap lansia. 

Contoh kalimat yang mengandung ageisme:

"Ah, dia terlalu tua untuk mengerti teknologi modern."

"Lansia tidak bisa diandalkan untuk tugas-tugas yang rumit."

"Orang tua tidak bisa diajak untuk beradaptasi dengan perubahan zaman."

"Lansia pasti lebih sering sakit dan membutuhkan lebih banyak perawatan medis."

"Mengapa kita harus mendengarkan saran dari seseorang yang sudah sepuh?"

"Lansia seharusnya duduk-duduk saja di rumah, bukan ikut campur dalam urusan publik."

"Mereka sudah tua, jadi tidak ada gunanya melibatkan mereka dalam proyek-proyek inovatif."

Penekanan pada keberhasilan fisik dan produktivitas dalam beberapa budaya telah menyebabkan munculnya stereotip negatif terhadap orang tua atau lansia. 

Beberapa faktor yang mungkin berkontribusi terhadap perkembangan ageisme meliputi:

Perubahan Demografis:

Ketika populasi manusia tumbuh dan struktur usia berubah, muncul pergeseran pandangan terhadap kelompok usia tertentu. Proses ini dapat menciptakan ketegangan antar-generasi.

Pentingnya Produktivitas: 

Dalam masyarakat yang sangat menekankan produktivitas dan kontribusi ekonomi, orang-orang yang dianggap tidak lagi produktif dapat menjadi sasaran diskriminasi.

Perubahan Ekonomi dan Teknologi: 

Perkembangan ekonomi dan teknologi sering kali menyebabkan perubahan dalam kebutuhan pekerjaan. Orang-orang yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan ini mungkin dianggap tidak berguna atau tidak berdaya.

Lansia dianggap tidak berdaya dengan perubahan teknologi.
(Sumber: foto canva.com)

Pengaruh Budaya dan Media: 

Representasi lansia dalam budaya populer dan media dapat memainkan peran penting dalam membentuk persepsi masyarakat. Jika gambaran ini cenderung negatif, itu dapat memperkuat stereotip dan prasangka.

Ketidakpastian Akan Masa Depan: 

Kecemasan akan usia tua dan ketidakpastian akan masa depan dapat menciptakan kekhawatiran dan rasa takut yang mendorong terjadinya ageisme.

       Meskipun ageisme sudah lama ada, pengakuan terhadap dampak negatifnya dan upaya untuk mengatasinya secara aktif baru-baru ini menjadi lebih menonjol. Gerakan gerontologi, advokasi lansia, dan penelitian mengenai isu-isu usia telah membantu meningkatkan kesadaran dan mempromosikan pemikiran yang lebih positif terhadap lansia.

Ageisme mengacu pada stereotip (cara kita berpikir), prasangka (cara kita merasa) dan diskriminasi (cara kita bertindak) terhadap orang lain atau diri sendiri berdasarkan usia. Bertambah tua berarti memperoleh kedewasaan dan menjadi orang dewasa yang lebih bertanggung jawab dan penuh hormat.

Proses penuaan mungkin dipandang buruk oleh sebagian orang, yang memandangnya secara pesimis, dan hal ini mengurangi kesenangan yang mungkin mereka peroleh dari pertumbuhan mereka sendiri. Penuaan sering dianggap sebagai proses yang menantang, di mana individu kehilangan kepercayaan diri dan kehilangan produktivitas. 

       Tanda-tanda ageisme dalam suatu lingkungan dapat bervariasi dan dapat muncul dalam berbagai konteks. 

Beberapa tanda umum ageisme dalam suatu lingkungan:

Diskriminasi Pekerjaan: 

Penolakan atau pemutusan hubungan kerja berdasarkan usia tanpa mempertimbangkan keterampilan atau kinerja sebenarnya.

Stereotip dan Prasangka: 

Adanya pandangan umum atau stereotip negatif terhadap orang berdasarkan usia, seperti asumsi bahwa orang yang lebih tua tidak dapat beradaptasi dengan teknologi atau bahwa orang yang lebih muda kurang berpengalaman dan tidak dapat diandalkan.

Kebijakan Organisasi yang Diskriminatif: 

Kebijakan yang secara eksplisit atau implisit mendiskriminasi berdasarkan usia, seperti batasan usia untuk mendapatkan manfaat tertentu.

Kebijakan organisasi yang diskriminatif terhadap lansia.
(Sumber: foto canva.com)

Kesenjangan Gaji Berdasarkan Usia: 

Adanya perbedaan gaji yang tidak adil berdasarkan usia, di mana orang yang lebih tua mungkin diberikan kompensasi yang lebih rendah meskipun memiliki keterampilan dan pengalaman yang lebih banyak.

Media dan Periklanan Stereotip Usia: 

Representasi yang stereotip atau negatif terhadap berbagai kelompok usia dalam media atau periklanan.

Pengabaian atau Penolakan Ide dan Kontribusi dari Kelompok Usia Tertentu: 

Tidak menghargai atau menolak ide, saran, atau kontribusi dari individu berdasarkan usia tertentu.

Ketidaksetaraan Akses dan Pelayanan Kesehatan: 

Adanya ketidaksetaraan dalam akses atau pelayanan kesehatan berdasarkan usia, di mana orang yang lebih tua mungkin tidak mendapatkan perhatian atau perawatan yang sama dengan orang yang lebih muda.

Eksklusi Sosial: 

Mengabaikan atau mengisolasi kelompok usia tertentu dari kegiatan sosial atau masyarakat, seperti menganggap bahwa aktivitas tertentu hanya cocok untuk orang muda.

       Ageisme adalah diskriminasi atau prasangka terhadap seseorang berdasarkan usianya. Dalam konteks lansia, ageisme dapat memiliki dampak buruk yang signifikan. 

Beberapa dampak buruk ageisme pada lansia:

Kesehatan Mental dan Emosional yang Buruk:

Ageisme dapat menyebabkan stres psikologis pada lansia karena merasa diabaikan atau tidak dihargai. Ini dapat mengakibatkan penurunan kesehatan mental dan emosional, seperti depresi, kecemasan, dan isolasi sosial.

Kurangnya Akses ke Layanan Kesehatan:

Pemikiran bahwa lansia tidak layak atau tidak membutuhkan perawatan kesehatan yang adekuat dapat mengakibatkan kurangnya akses mereka ke layanan kesehatan yang diperlukan. Ini dapat memperburuk kondisi kesehatan dan menyebabkan penundaan dalam diagnosis dan perawatan.

Diskriminasi dalam Pekerjaan:

Lansia sering mengalami diskriminasi di tempat kerja, seperti pemecatan atau kurangnya peluang karier, yang dapat merugikan secara finansial dan emosional. Ini juga dapat memberikan dampak negatif pada rasa harga diri dan identitas mereka.

Persepsi Negatif terhadap Kemampuan:

Ageisme sering kali diiringi oleh asumsi bahwa lansia tidak mampu atau tidak memiliki kontribusi yang berarti dalam masyarakat. Padahal, banyak lansia yang tetap aktif dan berkompeten dalam berbagai bidang.

Ageisme sering diasumsikan lansia tidak memiliki kemampuan.
(Sumber: foto canva.com)

Isolasi Sosial:

Ageisme dapat menyebabkan isolasi sosial karena lansia mungkin merasa diabaikan oleh masyarakat atau bahkan oleh keluarga mereka sendiri. Ini dapat meningkatkan risiko penyakit mental dan menyebabkan penurunan kualitas hidup.

Penghinaan dan Stereotip:

Lansia sering kali menjadi sasaran penghinaan dan stereotip negatif, seperti dianggap tidak berguna, pelupa, atau tidak produktif. Stereotip ini dapat merugikan mereka secara psikologis dan mempengaruhi cara orang lain berinteraksi dengan mereka.

Pembatasan Hak dan Keterlibatan Sosial:

Ageisme dapat menyebabkan pembatasan hak-hak lansia, termasuk hak untuk terlibat dalam kegiatan sosial, politik, dan budaya. Ini dapat merugikan perkembangan pribadi dan kualitas hidup mereka.

       Mencegah ageisme pada lansia memerlukan upaya bersama dari individu, masyarakat, dan lembaga. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah ageisme:

Pendidikan dan Kesadaran:

Tingkatkan kesadaran masyarakat tentang mitos dan stereotip terkait usia. Kampanye pendidikan dapat membantu mengubah persepsi masyarakat terhadap lansia dan mengajak orang untuk melihat mereka sebagai individu yang berharga dan memiliki kontribusi positif.

Promosi Diversitas dan Inklusi:

Dorong kebijakan yang mendorong diversitas dan inklusi di semua lapisan masyarakat, termasuk di tempat kerja, media, dan kehidupan sehari-hari. Memperlihatkan lansia dalam berbagai peran yang positif dapat membantu mengubah pandangan masyarakat.

Penekanan pada Kemampuan dan Pengalaman:

Fokus pada kemampuan dan pengalaman lansia, bukan hanya pada keterbatasan yang mungkin dimilikinya. Mengakui kontribusi yang berharga yang dapat diberikan oleh lansia di berbagai bidang dapat membantu merombak stereotip negatif.

Pelibatan Lansia dalam Keputusan:

Melibatkan lansia dalam proses pengambilan keputusan yang memengaruhi mereka secara langsung, seperti kebijakan pemerintah, perencanaan kota, dan kebijakan kesehatan. Ini dapat memberikan rasa memiliki dan mengakui kepentingan mereka.

Program Interaksi Antar Generasi:

Mendorong program dan kegiatan yang menghubungkan berbagai kelompok usia. Interaksi antar generasi dapat membantu meredam stereotip dan membangun pemahaman yang lebih baik antara kelompok-kelompok usia.

Program interaksi antar generasi meredam stereotip.
(Sumber: foto canva.com)

Kampanye Media yang Positif:

Mendukung kampanye media yang menyajikan gambaran lansia secara positif dan realistis. Media memiliki peran penting dalam membentuk persepsi masyarakat, dan konten yang menghormati lansia dapat membantu mengatasi stereotip negatif.

Pelatihan Anti-Ageisme:

Menyelenggarakan pelatihan anti-ageisme untuk tenaga kerja di berbagai sektor. Pelatihan ini dapat membantu meningkatkan kesadaran dan mengubah sikap yang mungkin menyebabkan diskriminasi usia.

Pembangunan Komunitas yang Ramah Lansia:

Mendorong pembangunan komunitas yang mendukung kebutuhan lansia, seperti aksesibilitas, keamanan, dan layanan kesehatan yang baik. Komunitas yang ramah lansia dapat menciptakan lingkungan inklusif dan mendukung bagi semua anggotanya.

Mencegah ageisme melibatkan kerjasama dari seluruh masyarakat untuk menciptakan budaya yang menghargai dan menghormati semua anggota masyarakat, tanpa memandang usia mereka.


Sumber:

https://ageing-better.org.uk/news/impact-ageism-people-economy-and-society-revealed# .

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9008869 

https://www.verywellmind.com/what-is-ageism-2794817

https://www.who.int/news-room/questions-and-answers/item/ageing-ageism

https://en.wikipedia.org/wiki/Ageism

Efek Obat-obatan, Gangguan Keseimbangan Lansia.

        Pengobatan dapat menyembuhkan penyakit, seperti menjaga gula darah pada tingkat yang aman, jantung berdebar berirama, dan suasana hati tetap terjaga. Namun efek samping dan interaksi antar obat (baik obat resep maupun non resep) dapat meningkatkan risiko jatuh dalam berbagai cara.

Contoh utama, penglihatan kabur, pusing atau sakit kepala ringan yang disebabkan oleh tekanan darah rendah, kantuk, delirium, dan gangguan kewaspadaan atau penilaian. Beberapa obat mungkin mempengaruhi telinga bagian dalam, menyebabkan gangguan keseimbangan sementara atau permanen.

Lansia dapat terganggu keseimbangannya karena efek obat.
(Sumber: foto Sandrejo)

Lansia sangat rentan terhadap efek samping pengobatan karena beberapa alasan. Pertama, kebutuhan akan pengobatan dan jumlah obat yang diminum cenderung meningkat seiring bertambahnya usia . Kedua, usia menyebabkan obat diserap dan dimetabolisme secara berbeda.

Faktor-faktor ini membuat orang lanjut usia lebih rentan terhadap efek samping baik dari pengobatan tunggal maupun kombinasi obat. Dan karena banyak lansia yang menghadapi masalah keseimbangan, hal ini meningkatkan risiko kecelakaan. 

Lansia yang jatuh karena efek samping obat mengalami kejadian jatuh sebagai akibat dari pengaruh negatif yang timbul setelah mengonsumsi obat tertentu. Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat memengaruhi keseimbangan, koordinasi, kejelian, atau kesadaran, yang semuanya dapat meningkatkan risiko jatuh pada populasi lansia.

Beberapa contoh efek samping obat yang dapat berkontribusi pada risiko jatuh pada lansia melibatkan:

Pusing atau Pingsan: 

Beberapa obat, terutama yang mempengaruhi tekanan darah, sistem kardiovaskular, atau sistem saraf pusat, dapat menyebabkan pusing atau pingsan. Ini dapat mengakibatkan kehilangan kesadaran dan, pada gilirannya, meningkatkan risiko jatuh.

Beberapa obat dapat membuat pusing dan pingsan lansia.
(Sumber: foto canva.com)

Kelemahan Otot: 

Beberapa jenis obat, termasuk obat-obatan tertentu untuk penanganan penyakit tertentu, dapat menyebabkan kelemahan otot. Kelemahan ini dapat menyulitkan lansia untuk menjaga keseimbangan dan melakukan aktivitas fisik tanpa risiko jatuh.

Gangguan Penglihatan: 

Beberapa obat dapat menyebabkan masalah penglihatan, seperti kabur atau perubahan visual. Gangguan penglihatan ini dapat mempengaruhi kemampuan lansia untuk melihat dan menghindari hambatan di sekitarnya.

Gangguan Keseimbangan dan Koordinasi: 

Beberapa obat dapat memengaruhi sistem saraf pusat atau koordinasi motorik, menyebabkan penurunan keseimbangan atau koordinasi gerakan. Ini dapat meningkatkan risiko jatuh pada lansia.

Beberapa cara mengurangi risiko jatuh karena efek samping obat, yaitu:

Berbicara dengan Dokter: 

Lansia sebaiknya secara teratur berkomunikasi dengan dokter atau profesional kesehatan mereka tentang semua obat yang mereka konsumsi. Dokter dapat menilai potensi efek samping dan memodifikasi rencana perawatan jika diperlukan.

Pantau Efek Samping: 

Jika seseorang mengalami efek samping tertentu yang dapat meningkatkan risiko jatuh, penting untuk memberi tahu dokter segera. Dokter dapat mengevaluasi apakah penyesuaian dosis, penggantian obat, atau tindakan lainnya diperlukan.

Hindari Penghentian Obat Secara Tiba-tiba: 

Lansia tidak boleh menghentikan obat mereka tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Penghentian obat secara tiba-tiba dapat memiliki konsekuensi kesehatan serius.

       Beberapa jenis obat dapat memiliki efek samping yang memengaruhi keseimbangan lansia, meningkatkan risiko jatuh. 

Beberapa kategori obat yang sering dikaitkan dengan gangguan keseimbangan pada lansia:

Obat-Obat Penenang (Benzodiazepin):

  • Contoh: diazepam, lorazepam, alprazolam.
  • Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi kecemasan atau gangguan tidur, tetapi mereka dapat menyebabkan efek samping seperti kelelahan, pusing, atau penurunan keseimbangan.

Obat penenang dapat menyebabkan efek penurunan keseimbangan.
(Sumber: foto canva.com)

Obat Penahan Rasa Sakit Narcotic:

  • Contoh: oksikodon, morfin, kodein.
  • Obat-obat ini dapat menyebabkan efek samping seperti pusing atau pingsan, yang dapat meningkatkan risiko jatuh.

Obat Penurun Tekanan Darah:

  • Contoh: amlodipin, lisinopril, metoprolol.
  • Beberapa obat anti hipertensi dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang drastis, terutama saat berdiri, yang dapat menyebabkan pusing atau kehilangan keseimbangan.

Antidepresan:

  • Contoh: fluoxetine, sertraline, amitriptyline.
  • Beberapa antidepresan dapat memengaruhi keseimbangan dan koordinasi motorik, terutama pada dosis awal penggunaan.

Obat untuk Gangguan Neurologis:

  • Contoh: obat antiepilepsi, antipsikotik.
  • Obat-obat ini dapat memengaruhi sistem saraf pusat dan keseimbangan, meningkatkan risiko kejadian jatuh.

Antihistamin:

  • Contoh: diphenhydramine, cetirizine.
  • Beberapa antihistamin dapat menyebabkan kantuk atau kelelahan, yang dapat mempengaruhi keseimbangan.

Obat diuretik :

  • Contoh: furosemide, hydrochlorothiazide.
  • Obat-obat ini dapat menyebabkan dehidrasi atau ketidakseimbangan elektrolit, yang dapat memengaruhi keseimbangan.

Obat untuk Diabetes:

  • Contoh: insulin, glibenclamide.
  • Beberapa obat diabetes dapat menyebabkan hipoglikemia (rendahnya kadar gula darah), yang dapat memengaruhi kesadaran dan keseimbangan.

Respons terhadap obat dapat bervariasi antar individu, dan efek samping tertentu mungkin tidak dialami oleh semua orang. Jika seseorang mengalami gejala yang memengaruhi keseimbangan atau merasa bahwa obat yang mereka konsumsi dapat menyebabkan risiko jatuh, penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter. Dokter dapat mengevaluasi kebutuhan obat, mengatur dosis, atau meresepkan alternatif yang lebih aman untuk mengurangi risiko jatuh pada lansia.

       Tidak ada obat yang secara khusus dirancang untuk meningkatkan keseimbangan tubuh. Keseimbangan tubuh lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kekuatan otot, koordinasi, sistem saraf, dan indra keseimbangan. Oleh karena itu, pendekatan untuk meningkatkan keseimbangan sering kali melibatkan langkah-langkah non-obat yang mencakup berbagai aspek kesehatan.

Beberapa cara untuk membantu meningkatkan keseimbangan tubuh tanpa menggunakan obat-obatan tertentu:

Latihan Fisik Teratur:

Melibatkan diri dalam program latihan fisik yang mencakup latihan keseimbangan, kekuatan otot, dan koordinasi motorik dapat membantu meningkatkan keseimbangan. Latihan-latihan seperti berdiri dengan satu kaki, latihan yoga, atau latihan keseimbangan khusus lainnya dapat bermanfaat.

Pertahankan Kesehatan Otot dan Fleksibilitas:

Melakukan latihan yang meningkatkan kekuatan otot dan fleksibilitas dapat membantu menjaga stabilitas dan keseimbangan tubuh.

Konsumsi Nutrisi yang Seimbang:

Menerapkan pola makan yang seimbang dan memastikan asupan nutrisi yang cukup dapat mendukung kesehatan otot dan sistem saraf.

Perhatikan Kesehatan Mata dan Pendengaran:

Pemeriksaan rutin untuk memastikan kesehatan mata dan pendengaran dapat membantu menjaga koordinasi dan respon tubuh terhadap lingkungan sekitar.

Hindari Konsumsi Alkohol Berlebihan:

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat memengaruhi keseimbangan. Penting untuk membatasi konsumsi alkohol dan konsultasi dengan dokter jika ada kekhawatiran.

Lansia menghentikan konsumsi alkohol.
(Sumber: foto canva.com)

Pertimbangkan Penilaian Keseimbangan:

Jika ada kekhawatiran tentang keseimbangan tubuh, dokter atau fisioterapis dapat melakukan penilaian keseimbangan untuk menilai faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi keseimbangan dan memberikan saran atau latihan yang sesuai.

Diskusikan setiap langkah atau perubahan dalam rutinitas kesehatan dengan dokter untuk memastikan bahwa pendekatan yang diambil sesuai dengan kebutuhan individu dan kondisi kesehatan yang mendasarinya.




Sumber:

https://www.progresslifeline.org.uk/news/three-types-of-falls-in-older-adults-and-how-to-manage-them

https://www.health.harvard.edu/staying-healthy/how-medications-can-affect-your-balance

https://www.mymdnow.com/blog/medication-side-effects-can-cause-your-balance-to-hang-in-the-balance/

https://balanceanddizziness.org/what-medications-can-contribute-to-dizziness-or-lack-of-balance/

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23648607/