Friday, 8 March 2024

Kelelahan Ekstrim pada Lansia, Penurunan Kualitas Hidup.

        Kelelahan adalah perasaan lelah atau kurang energi. Terkadang rasa lelah bisa datang dan pergi, seperti saat beraktivitas fisik atau kurang tidur, yang membuat orang merasa lebih baik setelah istirahat atau tidur. 

Merasa lelah dan kekurangan energi secara terus-menerus dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi orang yang semakin lanjut usia, sebagai akibat dari kelelahan yang terus-menerus , banyak lansia mengalami depresi, perubahan suasana hati, dan kemarahan. 

Kelelahan dapat menurunkan kualitas hidup lansia.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Kelelahan pada lansia pada dasarnya sulit untuk dipahami, beberapa orang menganggap kelelahan hanyalah bagian alami dari bertambahnya usia, namun sering kali ada penyebab spesifik yang diabaikan.

Namun di lain waktu, hal ini dapat berlanjut hingga berminggu-minggu, menunjukkan adanya sesuatu yang lebih serius atau mendasar. 

Ada 2 jenis utama kelelahan :

Kelelahan fisik : 
Ketika orang merasa sulit menyelesaikan aktivitas yang biasa Anda lakukan, seperti menaiki tangga, dan mungkin disertai kelemahan otot. 

Kelelahan mental :
Ketika orang merasa sulit berkonsentrasi dan tetap fokus.  

💬Kelelahan pada lansia bisa didefinisikan sebagai perasaan fisik atau mental yang berlebihan, penurunan energi, atau ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang biasanya dilakukan dengan mudah. 

        Kelelahan pada lansia bisa bersifat sementara atau kronis dan bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kondisi medis, kurangnya istirahat atau tidur yang memadai, efek samping obat-obatan, gangguan tidur, gangguan nutrisi, atau penyakit kronis lainnya. 

Beberapa ciri kelelahan pada lansia dapat bervariasi, tetapi beberapa yang umum termasuk:

Penurunan energi: 
Lansia yang mengalami kelelahan mungkin merasa lemah dan kurang bertenaga secara umum. Mereka mungkin merasa sulit untuk melakukan aktivitas fisik atau bahkan aktivitas sehari-hari yang sederhana.

Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi:
Kelelahan bisa memengaruhi kemampuan kognitif, sehingga lansia yang kelelahan mungkin sulit untuk berkonsentrasi, memproses informasi, atau mempertahankan perhatian.

Kelelahan dapat memengaruhi konsentrasi lansia.
(Sumber: foto canva.com)
Kurangnya motivasi: 
Lansia yang mengalami kelelahan mungkin kehilangan minat atau motivasi untuk melakukan aktivitas yang biasanya mereka nikmati.

Gangguan tidur:
Kelelahan dapat menyebabkan gangguan tidur, seperti sulit tidur, bangun tidur terlalu sering di malam hari, atau merasa tidak puas dengan tidur yang diperoleh.

Perubahan suasana hati: 
Kelelahan dapat berkontribusi pada perubahan suasana hati, seperti iritabilitas, kecemasan, atau depresi pada lansia.

Penurunan fisik: 
Lansia yang mengalami kelelahan mungkin mengalami penurunan kemampuan fisik, seperti kelemahan otot, penurunan daya tahan, atau kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Penurunan kualitas hidup: 
Kelelahan yang kronis dapat memengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan, karena bisa membuat lansia merasa tidak mampu menjalani kehidupan sehari-hari dengan nyaman dan bahagia.

💬Ciri kelelahan ini bisa bervariasi dari satu individu ke individu lainnya, dan bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang berbeda. 

Beberapa faktor penyebab kelelahan pada lansia :

Kondisi Medis:
Lansia sering mengalami berbagai kondisi medis kronis seperti penyakit jantung, diabetes, penyakit paru-paru, arthritis, atau penyakit tiroid yang dapat menyebabkan kelelahan.

Gangguan Tidur: 
Gangguan tidur seperti insomnia, sleep apnea, atau sindrom kaki gelisah bisa mengganggu pola tidur lansia, menyebabkan kelelahan.

Kurangnya Aktivitas Fisik: 
Kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan penurunan kebugaran fisik dan energi, yang pada gilirannya menyebabkan kelelahan.

Kurang aktivitas fisik menurunkan kebugaran fisik.
(Sumber: foto canva.com)

Nutrisi yang Tidak Cukup:
Kurangnya asupan nutrisi yang seimbang dan cukup dapat menyebabkan kekurangan energi dan kelelahan pada lansia.

Efek Samping Obat-obatan:
Banyak obat-obatan yang sering diresepkan untuk kondisi medis tertentu memiliki efek samping seperti kelelahan atau lemah.

Gangguan Emosional:
Depresi, kecemasan, atau stres yang tidak teratasi dapat menyebabkan kelelahan pada lansia.

Perubahan Hormonal:
Perubahan hormonal yang terkait dengan proses penuaan, seperti penurunan kadar hormon tiroid atau hormon seks, dapat berkontribusi pada kelelahan.

Perubahan Fisiologis:
Penurunan kebugaran kardiorespirasi, kehilangan massa otot, atau penurunan kualitas tidur yang terkait dengan penuaan alami juga dapat menjadi faktor penyebab kelelahan pada lansia.

Kehilangan Sensasi Rasa: 
Lansia yang mengalami kehilangan kemampuan untuk merasakan rasa lapar, haus, atau kelelahan karena gangguan neurologis atau kondisi medis lainnya mungkin tidak menyadari kapan mereka membutuhkan istirahat atau asupan energi tambahan.

💬 Faktor-faktor penyebab kelelahan pada lansia, dapat membantu dalam pengelolaan dan pencegahan kelelahan yang lebih baik melalui intervensi yang sesuai seperti pengobatan medis, perubahan gaya hidup, atau terapi yang ditargetkan.

        Pada saat yang sama, ada banyak penyebab kelelahan yang terabaikan dan kurang diketahui pada orang lanjut usia. Masalah kesehatan fisik seperti anemia, dehidrasi, hiperkalsemia, tiroid, serta tekanan mental dan emosional, mungkin berperan dalam kelelahan lansia. 

Beberapa penyebab kelelahan yang kurang diketahui pada lansia :

Gangguan hiperkalsemia: 
Ketika orang lanjut usia memiliki kalsium darah tinggi, hal ini dapat menyebabkan perubahan suasana hati, dan kelelahan. Kadar kalsium darah tinggi biasanya disebabkan oleh masalah pada kelenjar paratiroid. Hal ini dapat dengan mudah diuji dan diobati. Penyebab yang kurang umum termasuk tingginya asupan vitamin D dan obat-obatan tertentu.

Sindrom Kelelahan Kronis: 
Chronic fatigue syndrome, CFS masih sulit didiagnosis oleh dokter, terutama karena kurangnya informasi mengenai penyakit misterius ini. Meskipun tidak ada tes laboratorium resmi untuk hal ini, orang yang mungkin mengidapnya jika mereka mengalami kelelahan yang tidak dapat dijelaskan selama minimal 4 bulan, selain beberapa tanda lainnya .

CFS mengalami kelelahan selama minimal 4 bulan.
(Sumber: foto canva.com)

Depresi dan stres emosional: 
Kelelahan juga dapat menyerang lansia saat mengalami peristiwa sulit dalam hidup mereka, seperti kematian atau stres keluarga. Untuk  lansia yang sedang menghadapi kehilangan pasangannya, mengalami proses berduka, atau bergumul dengan konflik keluarga, stres emosional dapat berdampak besar pada tingkat kelelahannya. Dalam kasus-kasus ini, pendekatan holistik seperti terapi dan praktik mindfulness bisa sangat membantu.

Anemia: 
Disebabkan oleh kekurangan sel darah merah dalam tubuh, anemia dapat membuat orang  terkuras dan lelah 24 jam dalam seminggu. Anemia mungkin dipicu oleh kekurangan zat besi dalam makanan, kekurangan vitamin B12, atau penyakit kronis yang menghentikan produksi sel darah merah. Penyakit ini umumnya dapat diuji dan diobati dengan perubahan pola makan, vitamin, dan obat-obatan.

Masalah tiroid: 
Jika orang yang Anda sayangi mengalami penambahan berat badan dan rambut rontok selain kelelahan yang terus-menerus, tiroidnya mungkin penyebabnya. Penilaian geriatri atau perjalanan singkat ke klinik dapat menguji dan mengobati masalah tiroid apa pun.

Nyeri jangka panjang: 
Penderita nyeri jangka panjang, kelelahan adalah salah satu efek sampingnya. Mengalami nyeri kronis bisa sangat melelahkan. Terapi, kelompok pendukung, dan alat manajemen nyeri dapat membantu orang mengatasi masalah sulit ini.

Dehidrasi: 
Ini adalah penyebab klasik kelelahan yang sering kali juga menyebabkan kemarahan dan perubahan suasana hati. Beberapa lansia mungkin mengalami penurunan respons haus, masalah ginjal, atau pengobatan yang memengaruhi jumlah air yang mereka simpan. Sebagai aturan umum, dorong lansia untuk minum bahkan saat dia tidak haus dan makan makanan kaya air seperti buah dan sup. Menyimpan botol air di dekat tempat tidur dan di sampingnya sepanjang hari juga dapat membantu.

        Mencegah kelelahan pada lansia melibatkan pendekatan yang holistik untuk memastikan bahwa mereka menjaga kesehatan fisik, mental, dan emosional mereka dengan baik. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah kelelahan pada lansia:

Polanya hidup sehat:
Mendorong gaya hidup sehat yang mencakup pola makan seimbang, aktivitas fisik teratur, istirahat yang cukup, dan menghindari kebiasaan merokok atau minum alkohol secara berlebihan.

Aktivitas fisik: 
Mendorong lansia untuk tetap aktif secara fisik sesuai kemampuan mereka, seperti berjalan, berenang, atau melakukan latihan ringan lainnya secara teratur. Aktivitas fisik membantu meningkatkan kebugaran fisik dan memperbaiki kualitas tidur.

Nutrisi yang seimbang: 
Pastikan lansia mendapatkan asupan nutrisi yang seimbang, termasuk protein, vitamin, mineral, dan serat yang cukup untuk menjaga energi dan kesehatan mereka.

Manajemen stres: 
Bantu lansia dalam mengelola stres dengan cara seperti meditasi, yoga, atau teknik relaksasi lainnya. Mengatasi stres dapat membantu mencegah kelelahan mental dan emosional.

Istirahat yang cukup:
Pastikan lansia mendapatkan istirahat yang cukup setiap hari dengan tidur berkualitas yang memadai. Bantu mereka untuk menciptakan lingkungan tidur yang nyaman dan tenang.

Evaluasi kesehatan secara berkala: 
Lansia harus menjalani pemeriksaan kesehatan secara rutin dan berkala untuk mendeteksi dan mengelola kondisi medis yang mungkin menyebabkan kelelahan.

Pengelolaan obat-obatan: 
Jika lansia mengonsumsi obat-obatan tertentu yang memiliki efek samping kelelahan, bicarakan dengan dokter untuk mempertimbangkan pengaturan dosis atau alternatif lainnya.

Jaringan sosial dan dukungan:
Dorong lansia untuk tetap terlibat dalam kegiatan sosial dan mempertahankan hubungan yang positif dengan keluarga, teman, atau komunitas. Dukungan sosial dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional.

Pengaturan aktivitas: 
Bantu lansia untuk mengatur aktivitas mereka sehingga tidak terlalu melelahkan secara fisik atau mental. Mereka mungkin perlu memprioritaskan kegiatan, istirahat secara teratur, dan menghindari overcommitment.

Pemeriksaan kesehatan mental: 
Penting untuk memantau kesehatan mental lansia dan mendapatkan bantuan profesional jika diperlukan untuk mencegah atau mengatasi masalah seperti depresi atau kecemasan yang dapat menyebabkan kelelahan.

💬Menerapkan langkah-langkah ini secara konsisten dapat membantu mencegah kelelahan pada lansia dan meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan.

       Mengobati kelelahan pada lansia melibatkan berbagai pendekatan tergantung pada penyebabnya. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengobati kelelahan pada lansia:

Konsultasi dengan Profesional Medis: 
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah berkonsultasi dengan dokter atau profesional medis untuk menentukan penyebab kelelahan. Dokter akan melakukan evaluasi menyeluruh dan mungkin melakukan tes untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mendasari kelelahan.

Manajemen Kondisi Medis: 
Jika kelelahan disebabkan oleh kondisi medis tertentu seperti penyakit jantung, diabetes, atau gangguan tiroid, langkah pertama adalah mengelola kondisi medis tersebut. Ini mungkin melibatkan perubahan dalam pengobatan atau gaya hidup, seperti diet yang tepat, pengaturan dosis obat yang sesuai, atau terapi fisik.

Penyesuaian Obat-obatan:
Jika kelelahan disebabkan oleh efek samping obat-obatan, dokter mungkin akan menyesuaikan dosis, mengganti obat dengan yang memiliki efek samping yang lebih sedikit, atau mencari alternatif lain.

Terapi Psikologis: 
Jika kelelahan terkait dengan masalah psikologis seperti depresi, kecemasan, atau stres, terapi psikologis seperti konseling atau terapi perilaku kognitif dapat membantu mengatasi masalah tersebut.

Terapi psikologis membantu mengatasi kelelahan mental.
(Sumber: foto canva.com)

Terapi Fisik: 
Terapi fisik atau rehabilitasi dapat membantu lansia meningkatkan kebugaran fisik mereka, mengurangi kelelahan, dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Manajemen Stres: 
Menggunakan teknik-teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, atau pernapasan dalam dapat membantu mengelola stres dan meningkatkan energi.

Pengaturan Gaya Hidup:
Mengadopsi gaya hidup yang sehat termasuk diet seimbang, tidur yang cukup, dan aktivitas fisik teratur dapat membantu mengurangi kelelahan dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan.

Terapi Hormon: 
Jika kelelahan disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon, terapi hormon mungkin diperlukan untuk mengembalikan tingkat hormon ke level yang sehat.

Pengobatan Tidur:
Jika kelelahan disebabkan oleh gangguan tidur seperti insomnia atau sleep apnea, pengobatan yang sesuai untuk gangguan tidur tersebut mungkin diperlukan.

Penting untuk mengidentifikasi penyebab kelelahan pada lansia dan mendapatkan bantuan profesional yang sesuai untuk merencanakan pengobatan yang tepat. Pendekatan yang holistik, yang melibatkan manajemen kondisi medis, perubahan gaya hidup, dan dukungan psikologis, seringkali diperlukan untuk mengatasi kelelahan pada lansia dengan efektif.


Sumber:

https://bentleyatlynchburg.com/what-causes-extreme-weakness-in-the-elderly/

https://www.verywellhealth.com/causes-of-generalized-weakness-1298948

https://www.ioaging.org/medical-concerns/overlooked-causes-fatigue-older-adults 

https://www.nia.nih.gov/health/fatigue/fatigue-older-adults

https://www.washingtonpost.com/health/2023/03/31/fatigue-older-adults-causes/

https://www.everydayhealth.com/senior-health/experiencing-a-higher-level-of-fatigue-may-predict-death-in-older-adults/


Thursday, 7 March 2024

Glasgow Coma Scale (GCS), Menilai Tingkat Kesadaran.

        Glasgow Coma Scale (GCS) umumnya digunakan untuk menentukan tingkat keparahan cedera neurologis pada korban trauma. GCS memberikan skor dari 3 hingga 15 berdasarkan pembukaan mata pasien, ucapan, dan gerakan. Hal ini sering digunakan oleh penyedia pra-rumah sakit sebagai bagian dari pedoman dan algoritma triase trauma untuk menentukan tujuan yang paling tepat untuk pasien cedera.

Skala kesadaran, seperti skala Glasgow Coma Scale (GCS), adalah alat yang digunakan dalam bidang kedokteran untuk menilai tingkat kesadaran seseorang yang mengalami cedera kepala atau gangguan neurologis lainnya. Skala ini membantu tenaga medis dalam mengevaluasi respons motorik, respons verbal, dan respons mata terhadap rangsangan eksternal.

GCS sering digunakan dalam bidang kedokteran untuk menilai tingkat kesadaran seseorang.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Skala Glasgow Coma Scale (GCS) biasanya terdiri dari tiga komponen:

Respons Mata (Eye Response): Mengukur respons mata terhadap rangsangan. Skor yang mungkin diberikan adalah:

4: Membuka mata spontan
3: Membuka mata terhadap rangsangan verbal
2: Membuka mata terhadap nyeri
1: Tidak ada respons mata

Respons Verbal (Verbal Response): Mengukur respons verbal terhadap rangsangan. Skor yang mungkin diberikan adalah:

5: Respons orientasi dan percakapan yang benar
4: Respons yang membingungkan atau tidak tepat
3: Respons verbal tidak konsisten atau tidak sesuai
2: Respons verbal terbatas atau hanya isirahat
1: Tidak ada respons verbal

Respons Motorik (Motor Response): Mengukur respons motorik terhadap rangsangan. Skor yang mungkin diberikan adalah:

6: Menjalankan perintah motorik
5: Respons lokal nyeri
4: Respons umum nyeri
3: Flexion (gesit) ekstensi tidak beraturan
2: Ekstensi pada rangsangan nyeri
1: Tidak ada respons motorik

Skor maksimal yang dapat diberikan dalam Glasgow Coma Scale (GCS) adalah 15, yang menunjukkan tingkat kesadaran yang paling baik. Skor yang lebih rendah menunjukkan tingkat kesadaran yang lebih buruk, dengan skor 3 atau kurang sering menandakan keadaan koma.

Skala kesadaran seperti GCS penting dalam penilaian awal pasien dengan cedera kepala atau kondisi neurologis lainnya, karena membantu dalam menentukan tingkat keparahan dan memberikan panduan dalam penanganan pasien.

       Skala kesadaran, seperti skala Glasgow Coma Scale (GCS), memiliki manfaat penting bagi lansia dalam berbagai situasi, terutama dalam mengidentifikasi dan menilai tingkat keparahan cedera kepala atau gangguan neurologis. 

Beberapa manfaat utama dari penggunaan GCS untuk lansia meliputi:

Penilaian Keparahan Cedera Kepala: 
Lansia rentan terhadap cedera kepala karena risiko jatuh yang lebih tinggi atau kondisi kesehatan yang mendasari. Dengan menggunakan GCS, tenaga medis dapat mengevaluasi seberapa serius cedera kepala tersebut dengan memperhatikan respon mata, respon verbal, dan respon motorik pasien.

Pemantauan Perubahan Kondisi Neurologis:
Lansia sering mengalami perubahan status mental atau kondisi neurologis akibat penyakit seperti stroke atau penyakit neurodegeneratif. Dengan menggunakan GCS secara berkala, perubahan dalam tingkat kesadaran atau respons neurologis dapat dideteksi dengan cepat, memungkinkan intervensi medis yang tepat waktu.

Lansia sering mengalami perubahan kondisi neurologis.
(Sumber: foto canva.com)
Penilaian Kualitas Hidup dan Prognosis:
Pemantauan GCS dapat memberikan indikasi tentang kualitas hidup dan prognosis pasien lansia, terutama bagi mereka yang menderita kondisi neurologis kronis. Perubahan yang signifikan dalam skor GCS dapat memberikan informasi penting kepada tim medis dan keluarga tentang perkembangan penyakit dan kemungkinan hasilnya.

Penentuan Rencana Perawatan: 
Skor GCS dapat membantu dalam menentukan rencana perawatan yang tepat untuk pasien lansia, terutama dalam situasi darurat atau keadaan kritis. Informasi dari GCS dapat membantu dokter dalam membuat keputusan tentang pengelolaan cedera kepala, pengawasan pasien dengan gangguan neurologis, atau pengaturan perawatan paliatif.

Komunikasi Antar Tim Medis: 
GCS juga merupakan alat komunikasi yang standar di antara tim medis, memungkinkan pertukaran informasi yang jelas dan konsisten tentang tingkat kesadaran dan respons neurologis pasien lansia antara dokter, perawat, dan profesional kesehatan lainnya.

Dengan demikian, penggunaan GCS memberikan manfaat penting dalam penilaian dan manajemen pasien lansia, terutama dalam situasi darurat atau saat menghadapi gangguan neurologis yang mempengaruhi tingkat kesadaran.

       Skala kesadaran, seperti skala Glasgow Coma Scale (GCS), dapat digunakan pada lansia dalam berbagai situasi, terutama ketika ada kecurigaan akan gangguan neurologis atau cedera kepala. 

Beberapa situasi di mana penggunaan GCS pada lansia sangat penting:

Cedera Kepala: 
Saat seorang lansia mengalami cedera kepala akibat jatuh, kecelakaan, atau insiden lainnya, penting untuk segera menilai tingkat kesadaran mereka menggunakan GCS. Ini membantu menentukan keparahan cedera kepala dan menentukan langkah-langkah pengelolaan yang tepat.

Pasca-Operasi: 
Setelah operasi, terutama jika melibatkan sistem saraf pusat atau jika lansia mengalami komplikasi pasca-operasi, penggunaan GCS dapat membantu dalam memantau respons neurologis mereka dan memastikan tidak terjadi komplikasi serius.

Penilaian Stroke: 
Lansia memiliki risiko yang lebih tinggi untuk stroke. Saat seorang lansia diduga mengalami stroke, GCS dapat digunakan untuk menilai tingkat kesadaran mereka dan membantu dalam penentuan jenis stroke serta rencana pengelolaan yang sesuai.

Gangguan Neurologis Lainnya:
Ketika lansia mengalami gangguan neurologis lainnya seperti serangan epilepsi, ensefalitis, atau kondisi neurologis degeneratif, penggunaan GCS dapat membantu dalam memantau respons neurologis mereka seiring waktu dan menentukan tingkat keparahan kondisi.

Pemantauan Kesehatan Umum: 
Selain itu, dalam situasi-situasi darurat medis atau saat lansia dalam keadaan kritis, penggunaan GCS dapat membantu dalam pemantauan kesehatan umum mereka dan membantu dalam pengambilan keputusan tentang manajemen perawatan yang tepat.

Penggunaan GCS dapat membantu dalam pemantauan kesehatan umum.
(Sumber: foto canva.com)

Dalam semua situasi di atas, penggunaan GCS pada lansia membantu dalam mengevaluasi tingkat kesadaran dan respons neurologis mereka, yang penting untuk menentukan diagnosis, rencana perawatan, dan prognosis. Penting untuk dilakukan dengan hati-hati dan secara berkala untuk memantau perubahan status neurologis yang mungkin terjadi.

Beberapa langkah penggunaan Skala kesadaran, seperti Glasgow Coma Scale (GCS) :

Pertimbangkan Faktor Kontekstual: 
Sebelum menggunakan GCS pada lansia, penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor kontekstual seperti kondisi fisik dan mental pasien, riwayat medis mereka, serta faktor-faktor lain yang mungkin memengaruhi respons kesadaran mereka.

Persiapan Alat dan Lingkungan:
Pastikan lingkungan tempat pasien berada aman dan tenang. Siapkan alat yang diperlukan untuk mengukur respons mata, respons verbal, dan respons motorik sesuai dengan skala GCS.

Evaluasi Respons Mata: 
Ajukan rangsangan dengan cara membuka mata pasien dan perhatikan respons mereka. Catat skor sesuai dengan respons yang diamati, apakah pasien membuka mata spontan, terhadap rangsangan verbal, atau terhadap nyeri.

Evaluasi Respons Verbal: 
Ajukan pertanyaan sederhana atau perintah verbal kepada pasien dan perhatikan respons mereka. Catat skor sesuai dengan respons verbal yang diamati, apakah respons mereka sesuai dan orientasi, bingung, atau tidak ada respons.

Evaluasi Respons Motorik: 
Ajukan rangsangan nyeri ringan, seperti menekan kuku jari atau meremas bahu dengan lembut, dan perhatikan respons motorik pasien. Catat skor sesuai dengan respons motorik yang diamati, apakah responsnya kooperatif, lokal terhadap nyeri, atau umum terhadap nyeri.

Hitung Total Skor: 
Jumlahkan skor untuk respons mata, respons verbal, dan respons motorik untuk mendapatkan skor total GCS pasien. Skor maksimal yang dapat diberikan adalah 15, yang menunjukkan tingkat kesadaran yang paling baik.

Interpretasi Hasil: Hasil skor GCS memberikan indikasi tentang tingkat kesadaran pasien. Skor yang lebih tinggi menunjukkan tingkat kesadaran yang lebih baik, sedangkan skor yang lebih rendah menunjukkan tingkat kesadaran yang lebih buruk.

Monitoring dan Catatan: 
Lakukan pemantauan teratur menggunakan GCS untuk memantau perubahan respons kesadaran dan respons neurologis pasien seiring waktu. Catat skor GCS pada catatan medis pasien.

GCS adalah alat evaluasi yang penting, tetapi tidaklah sempurna. Penilaian kesadaran pasien harus selalu dilakukan secara komprehensif dan menggunakan alat evaluasi tambahan jika diperlukan, terutama dalam situasi medis yang kompleks atau ambigu.





Sumber:







Wednesday, 6 March 2024

Tanda-tanda Masa Kritis pada Lansia, Penting dan Butuh Medis Segera.

            Masa kritis pada pasien lansia merujuk pada periode di mana mereka rentan mengalami penurunan kesehatan yang signifikan atau bahkan keadaan darurat medis yang mengancam jiwa. Pasien lansia memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami berbagai kondisi medis serius karena faktor-faktor seperti penurunan fungsi organ, penurunan daya tahan tubuh, dan adanya penyakit kronis. Masa kritis pada pasien lansia dapat berkaitan dengan berbagai kondisi, mulai dari penyakit jantung, stroke, infeksi, hingga kecelakaan dan cedera.

Tanda-tanda kritis pada lansia penurunan kesehatan yang signifikan.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan masa kritis pada pasien lansia adalah "geriatric emergency" atau "geriatric crisis." Istilah ini mengacu pada situasi darurat medis yang timbul pada orang lanjut usia dan memerlukan penanganan segera. Dalam konteks perawatan medis geriatrik, penggunaan istilah ini membantu memfokuskan perhatian pada kebutuhan khusus dan risiko yang dimiliki oleh populasi lansia dalam menghadapi kondisi darurat medis.

Keadaan darurat yang menimpa pasien lanjut usia biasanya dibagi menjadi dua kategori: medis dan bedah. Kondisi seperti serangan jantung koroner, stroke, masalah pernafasan, dan sepsis adalah contoh dari apa yang dianggap sebagai keadaan darurat medis. 

Fraktur, dislokasi, dan kejadian traumatis lainnya adalah contoh kejadian yang termasuk dalam kategori darurat bedah. Karena perubahan fisik yang terjadi seiring bertambahnya usia, orang yang berusia di atas 65 tahun memiliki risiko jatuh yang lebih besar dibandingkan orang yang lebih muda. 

Penting bagi tenaga medis dan keluarga pasien lansia untuk mengenali tanda-tanda masa kritis dan segera mencari bantuan medis jika diperlukan. Pencegahan dengan mengelola kondisi kesehatan secara menyeluruh, memantau gejala, serta memperhatikan perubahan kondisi fisik dan mental juga penting dalam upaya mengurangi risiko masa kritis pada pasien lansia.

Tanda-tanda masa kritis pada pasien lansia dapat bervariasi tergantung pada kondisi kesehatan yang mendasarinya. 

Tanda-tanda kritis lansia dapat bervariasi sesuai dengan penyakit yang mendasari.
(Sumber: foto canva.com)

Beberapa tanda umum yang mungkin menandakan situasi kritis pada pasien lansia meliputi:

Perubahan status mental: 
Ini bisa mencakup kebingungan, kesulitan berkonsentrasi, perubahan perilaku yang tiba-tiba, atau kelelahan yang tidak biasa.

Gangguan pernapasan: 
Kesulitan bernapas, sesak napas, atau napas pendek yang tidak biasa bisa menjadi tanda-tanda masalah pernapasan serius.

Nyeri dada: 
Nyeri dada yang tiba-tiba atau berat bisa menjadi tanda serangan jantung atau masalah kardiovaskular lainnya.

Tekanan darah tinggi atau rendah:
Perubahan tiba-tiba dalam tekanan darah dapat menunjukkan masalah kesehatan yang serius.

Demam tinggi: 
Demam yang tinggi bisa menandakan infeksi serius atau kondisi kesehatan lainnya.
Nyeri atau ketidaknyamanan yang signifikan: Nyeri yang hebat atau ketidaknyamanan yang tidak biasa bisa menandakan keadaan darurat medis.

Perubahan warna kulit: 
Kulit pucat, biru, atau kemerahan secara tiba-tiba bisa menandakan masalah sirkulasi atau pernapasan yang serius.

Mual atau muntah yang berulang:
Mual atau muntah yang berkepanjangan atau parah bisa menjadi tanda gangguan pencernaan atau masalah kesehatan lainnya.

Mual atau muntah pada lansia
(Sumber: foto canva.com)

✅ Tanda-tanda ini tidak selalu berarti terjadi situasi kritis, tetapi jika salah satu dari tanda-tanda ini muncul, segera cari bantuan medis untuk penilaian dan penanganan yang tepat.

       Tanda-tanda vital yang menjadi perhatian khusus pada lansia selama masa kritis mencakup parameter-parameter standar seperti tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh, dan laju pernapasan. Perubahan dramatis dalam tanda-tanda vital ini dapat mengindikasikan kondisi kritis yang memerlukan perhatian medis segera. 

Beberapa tanda vital yang dapat menjadi perhatian khusus pada lansia selama masa kritis:

Tekanan Darah:
Penurunan atau peningkatan tekanan darah yang signifikan dari nilai baseline dapat menunjukkan masalah sirkulasi atau tekanan darah tinggi atau rendah yang memerlukan penanganan cepat.

Denyut Nadi:
Detak jantung yang sangat cepat, lambat, atau tidak teratur dapat menjadi tanda masalah kardiovaskular serius.

Suhu Tubuh:
Suhu tubuh yang tinggi atau rendah di luar rentang normal dapat menunjukkan infeksi atau masalah termoregulasi.

Laju Pernapasan:
Peningkatan laju pernapasan atau kesulitan bernapas dapat mengindikasikan masalah pernapasan seperti pneumonia atau kegagalan pernapasan.

Oksigenasi:
Pengukuran tingkat oksigen dalam darah (SpO2) penting untuk menilai tingkat oksigenasi tubuh. Penurunan kadar oksigen dapat menandakan masalah pernapasan atau sirkulasi.

Gula Darah:
Monitoring gula darah menjadi penting, terutama pada lansia dengan diabetes. Kadar gula darah yang tidak terkendali dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan.

Kesadaran:
Skala kesadaran, seperti skala Glasgow Coma Scale (GCS), digunakan untuk menilai tingkat kesadaran. Perubahan tiba-tiba dalam tingkat kesadaran dapat mengindikasikan masalah neurologis atau kegawatan lainnya.

Perubahan signifikan dalam tanda-tanda vital ini pada lansia selama masa kritis memerlukan penilaian dan intervensi medis segera untuk memahami penyebab dan memberikan perawatan yang sesuai. Penting untuk selalu memperhatikan nilai-nilai tanda vital dan meresponsnya sesuai dengan protokol medis yang berlaku.

       Beberapa penyakit yang umum pada lansia memiliki potensi untuk memasuki masa kritis, yang jika tidak ditangani dengan cepat dapat mengancam jiwa. 

Beberapa di antaranya meliputi:

Penyakit Jantung:
Lansia memiliki risiko lebih tinggi untuk penyakit jantung seperti serangan jantung atau gagal jantung. Masa kritis pada penyakit jantung bisa terjadi saat timbulnya serangan jantung akut atau kegagalan jantung yang membutuhkan penanganan medis segera.

Stroke:
Stroke adalah kondisi darurat medis yang dapat terjadi pada lansia dan membutuhkan penanganan segera untuk mencegah kerusakan otak permanen atau kematian.

Stroke adalah kondisi darurat medis yang terjadi pada lansia.
(Sumber: foto canva.com)

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK):
Lansia yang menderita PPOK memiliki risiko lebih tinggi untuk kegagalan pernapasan akut atau eksaserbasi yang dapat mengarah pada situasi kritis.

Infeksi Paru-paru:
Infeksi paru-paru seperti pneumonia dapat menyebabkan komplikasi serius pada lansia dan memasuki masa kritis jika tidak diobati dengan cepat.

Penyakit Ginjal Kronis:
Lansia dengan penyakit ginjal kronis memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kegagalan ginjal akut yang memasuki masa kritis dan membutuhkan penanganan segera seperti dialisis.

Penyakit Diabetes: 
Komplikasi akut dari diabetes seperti ketoasidosis diabetik atau hipoglikemia yang parah dapat memasuki masa kritis pada lansia yang menderita penyakit ini.

Kanker:
Lansia dengan kanker yang mengalami komplikasi seperti perdarahan internal atau obstruksi usus dapat memasuki masa kritis dan memerlukan intervensi medis segera.

Penyakit-penyakit ini tidak eksklusif untuk lansia, tetapi lansia memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami komplikasi serius yang memasuki masa kritis karena faktor-faktor seperti penurunan daya tahan tubuh dan penurunan fungsi organ. Oleh karena itu, pemantauan teratur oleh profesional medis dan pengelolaan kondisi kesehatan secara menyeluruh penting untuk mencegah masuknya masa kritis pada lansia.

Mengetahui masa kritis pada lansia memiliki beberapa manfaat penting:

Deteksi Dini dan Tindakan Cepat: 
Mengetahui tanda-tanda masa kritis pada lansia memungkinkan deteksi dini kondisi medis yang serius. Dengan deteksi dini, tindakan medis dapat diambil lebih cepat, yang dapat meningkatkan peluang pemulihan atau mengurangi risiko komplikasi yang serius.

Pencegahan Komplikasi Serius:
Mengetahui kapan lansia memasuki masa kritis memungkinkan untuk mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi serius. Tindakan pencegahan seperti pengaturan obat, pengelolaan diet, dan perubahan gaya hidup dapat membantu mengurangi risiko kondisi kritis.

Pemantauan Kesehatan yang Lebih Efektif:
Mengetahui masa kritis memungkinkan bagi tenaga medis dan keluarga untuk melakukan pemantauan kesehatan yang lebih efektif pada lansia. Pemantauan yang rutin dapat membantu mendeteksi perubahan yang mungkin menandakan masalah kesehatan yang memasuki masa kritis.

Penyusunan Rencana Perawatan yang Lebih Efektif: 
Mengetahui masa kritis memungkinkan untuk menyusun rencana perawatan yang lebih efektif dan tepat waktu. Rencana perawatan yang disesuaikan dengan kebutuhan individu lansia dapat membantu memastikan bahwa mereka mendapatkan perawatan medis yang sesuai dengan kondisi kesehatan mereka.

Pengurangan Beban Emosional:
Mengetahui masa kritis pada lansia juga membantu mengurangi beban emosional bagi keluarga dan orang-orang yang peduli terhadap mereka. Dengan mengetahui tanda-tanda masa kritis dan tindakan yang diperlukan, keluarga dapat merasa lebih siap secara emosional untuk menghadapi situasi yang mungkin timbul.

Dengan demikian, mengetahui masa kritis pada lansia sangat penting untuk memastikan perawatan kesehatan yang tepat waktu dan efektif, serta untuk memaksimalkan kualitas hidup mereka.




Sumber:


https://www.stjosephshealth.org/clinical-focuses/emergency-trauma-services/item/1660-geriatric

https://www.icliniq.com/articles/geriatric-health/geriatric-emergency-care