Thursday, 25 April 2024

Bedakan Lupa Normal dan lupa Gangguan Ingatan pada Lansia.

        Lupa atau kehilangan ingatan dalam beberapa situasi tertentu adalah pengalaman yang umum bagi semua orang, tidak hanya lansia. Namun, penting untuk memahami perbedaan antara lupa yang normal dan gangguan ingatan yang lebih serius yang mungkin terjadi pada lansia.

Lupa yang Normal:
  • Lupa sementara, terutama terhadap hal-hal yang tidak penting atau kurang penting.
  • Biasanya terjadi pada saat stres, kurang tidur, atau kelelahan.
  • Kemampuan untuk mengingat kembali informasi secara spontan saat situasinya memungkinkan.
  • Tidak mengganggu fungsi sehari-hari atau aktivitas rutin.
Lansia yang mengalami lupa normal merupakan hal yang wajar.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
lupa Gangguan Ingatan pada Lansia:

  • Gangguan ingatan yang lebih serius dan berkelanjutan.
  • Kesulitan yang signifikan dalam mengingat informasi penting atau peristiwa-peristiwa baru-baru ini.
  • Gangguan dalam fungsi sehari-hari, seperti kesulitan dalam mengingat janji, nama orang-orang terdekat, atau kesulitan dalam melakukan tugas-tugas rutin.
  • Dapat disertai dengan gejala lain, seperti kebingungan, kesulitan berbicara atau menulis, perubahan perilaku, atau penurunan kemampuan untuk merencanakan dan menyelesaikan tugas.
Gangguan ingatan yang parah dapat mempengaruhi kualitas hidup dan kemampuan seseorang untuk merawat diri sendiri. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan perbedaan antara lupa yang normal dan gangguan ingatan yang memerlukan perhatian medis serius.

Penting untuk membedakan lupa normal dan gangguan ingatan.
(Sumber: foto canva.com)
Istilah medis untuk ingatan jangka pendek adalah "ingatan kerja" atau "memori kerja". Ingatan kerja merujuk pada sistem ingatan yang terlibat dalam penyimpanan dan pemrosesan informasi dalam jangka waktu yang singkat, biasanya beberapa detik hingga beberapa menit. Ingatan kerja memungkinkan kita untuk sementara menyimpan informasi yang baru dipelajari atau dihadapi dalam kesadaran kita.

Sementara itu, istilah medis untuk ingatan jangka panjang adalah "memori deklaratif". Memori deklaratif adalah jenis memori yang menyimpan informasi tentang fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa yang dapat diungkapkan dalam bentuk verbal. 

Ini Mencakup Dua Sub Jenis Utama:

Memori episodik: Memori episodik adalah jenis memori deklaratif yang terkait dengan penyimpanan dan pengingatan peristiwa-peristiwa spesifik yang telah dialami oleh individu, seperti pengalaman pribadi dan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.

Memori semantik: Memori semantik adalah jenis memori deklaratif yang mencakup pengetahuan umum tentang dunia, termasuk fakta-fakta, konsep-konsep, dan aturan-aturan yang tidak terkait langsung dengan pengalaman pribadi individu.

Kedua jenis memori ini adalah bagian dari memori jangka panjang dan berperan dalam menyimpan informasi yang lebih stabil dan tahan lama dibandingkan dengan ingatan jangka pendek.

       Pada lansia, baik ingatan jangka pendek maupun jangka panjang dapat mengalami perubahan. Beberapa perubahan umum yang terkait dengan ingatan pada lansia termasuk:

Ingatan Jangka Pendek (Memori Kerja):

  • Lansia mungkin mengalami penurunan dalam kemampuan mereka untuk menyimpan dan mengingat informasi baru dalam waktu singkat.
  • Kesulitan dalam mempertahankan perhatian terhadap informasi baru.
  • Gangguan pada kemampuan untuk memproses informasi dengan cepat, yang dapat mempengaruhi penghapalan informasi baru.
  • Sementara beberapa aspek ingatan jangka pendek mungkin terpengaruh, yang lain masih dapat dipertahankan dengan latihan dan stimulasi yang tepat.

Pada lansia mengalami perubahan ingatan jangka pendek.
(Sumber: gambar canva.com)

Ingatan Jangka Panjang (Memori Deklaratif):

  • Meskipun beberapa lansia mungkin mengalami penurunan ingatan jangka panjang, terutama untuk peristiwa baru-baru ini, banyak aspek ingatan jangka panjang, seperti pengalaman hidup dan keterampilan yang dikuasai, tetap relatif stabil.
  • Ingatan semantik, yang merupakan pengetahuan umum tentang dunia, cenderung lebih terjaga dibandingkan dengan memori episodik, yang melibatkan ingatan akan peristiwa-peristiwa tertentu dalam hidup seseorang.
  • Meskipun demikian, beberapa lansia dapat mengalami gangguan pada ingatan jangka panjang yang signifikan, seperti demensia, yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengingat informasi masa lalu dan bahkan mengenal orang-orang terdekat.

Beberapa gangguan ingatan jangka pendek dan jangka panjang pada lansia, antara lain:

Proses Penuaan Alami: 
Proses penuaan alami dapat menyebabkan penurunan performa pada ingatan jangka pendek dan panjang. Ini bisa disebabkan oleh perubahan struktural dan fungsional dalam otak seiring bertambahnya usia.

Penyakit Vaskular: 
Penyakit vaskular, seperti penyakit jantung koroner atau stroke, dapat mengganggu aliran darah ke otak. Hal ini bisa mengakibatkan kerusakan pada area otak yang penting untuk fungsi ingatan, baik jangka pendek maupun panjang.

Penyakit Neurodegeneratif: 
Penyakit-penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer, Parkinson, atau Lewy body dementia sering kali menyebabkan gangguan ingatan yang signifikan pada lansia. Penyakit-penyakit ini cenderung mempengaruhi ingatan jangka panjang terutama, tetapi juga dapat memengaruhi ingatan jangka pendek.

Gangguan Kesehatan Mental: 
Kondisi kesehatan mental seperti depresi atau kecemasan bisa memengaruhi fungsi kognitif, termasuk ingatan. Lansia dengan gangguan kesehatan mental ini mungkin mengalami kesulitan dalam mempertahankan ingatan baik jangka pendek maupun panjang.

Efek Samping Obat: 
Beberapa obat yang umumnya diresepkan untuk kondisi-kondisi medis pada lansia dapat memiliki efek samping yang memengaruhi fungsi kognitif, termasuk ingatan. Misalnya, beberapa jenis obat antihipertensi, obat tidur, atau antidepresan dapat memengaruhi ingatan.

Gangguan Sensorik: 
Penurunan indra, seperti gangguan pendengaran atau penglihatan, juga dapat berkontribusi pada gangguan ingatan pada lansia. Gangguan sensorik ini dapat menghalangi seseorang dalam menerima atau memproses informasi secara efektif, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi ingatan.

Gangguan sensorik  mempengaruhi ingatan.
(Sumber: foto canva.com)
Gaya Hidup Tidak Sehat: 
Gaya hidup yang tidak sehat, seperti kurangnya aktivitas fisik, pola makan yang buruk, kurangnya tidur yang cukup, dan kurangnya stimulasi kognitif, juga dapat memperburuk gangguan ingatan pada lansia.

       Mengobati gangguan ingatan pada lansia tergantung pada penyebabnya. Dalam beberapa kasus, seperti pada penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer atau demensia vaskular, tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkan kondisi tersebut secara menyeluruh, tetapi perawatan dapat membantu dalam mengelola gejalanya. 

Di sisi lain, jika gangguan ingatan disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat diubah, seperti kondisi medis lainnya atau pola hidup yang tidak sehat, tindakan tertentu dapat membantu memperbaiki atau mengurangi gejala gangguan ingatan. 

Berikut beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan:

Perawatan Medis: Konsultasi dengan dokter atau spesialis kesehatan yang berkaitan untuk menilai kondisi lansia dan mencari penyebab gangguan ingatan. Dokter dapat meresepkan pengobatan atau terapi yang sesuai, tergantung pada kondisi yang mendasari.

Pengobatan untuk Kondisi Kesehatan Terkait: Jika gangguan ingatan disebabkan oleh kondisi medis seperti penyakit vaskular atau gangguan kesehatan mental, pengobatan yang tepat untuk kondisi tersebut dapat membantu mengurangi gejala gangguan ingatan.

Perawatan untuk Penyakit Neurodegeneratif: Untuk kondisi-kondisi seperti Alzheimer atau demensia, terapi obat-obatan tertentu, seperti inhibitor kolinesterase atau memantau glutamat, mungkin diresepkan untuk mengelola gejalanya. Terapi non-obat, seperti terapi perilaku kognitif atau dukungan psikososial, juga dapat membantu.

Pengelolaan Obat: Jika gangguan ingatan disebabkan oleh efek samping obat-obatan, dokter dapat meninjau rejimen obat pasien dan membuat penyesuaian jika diperlukan.

Gaya Hidup Sehat: Mendorong gaya hidup sehat, termasuk diet seimbang, olahraga teratur, tidur yang cukup, stimulasi kognitif, dan interaksi sosial yang aktif, dapat membantu menjaga kesehatan otak dan mengurangi risiko gangguan ingatan.

Latihan Kognitif: Program-program latihan kognitif, seperti teka-teki, permainan memori, atau kursus pendidikan, dapat membantu merangsang otak dan memperbaiki fungsi ingatan pada lansia.

Dukungan Sosial: Menjaga hubungan yang kuat dengan keluarga, teman, atau kelompok dukungan dapat memberikan dukungan emosional dan praktis yang penting dalam mengelola gangguan ingatan pada lansia.

Dukungan sosial mampu mengelola gangguan ingatan.
(Sumber: foto canva.com)

Memahami setiap kasus gangguan ingatan pada lansia mungkin memiliki penyebab dan penanganan yang berbeda. Konsultasikan dengan profesional medis untuk penilaian dan rekomendasi yang tepat.


Sumber:

https://www.nia.nih.gov/health/memory-loss-and-forgetfulness/memory-problems-forgetfulness-and-aging

https://alzheimer.ca/en/about-dementia/do-i-have-dementia/differences-between-normal-aging-dementia

https://www.helpguide.org/articles/alzheimers-dementia-aging/age-related-memory-loss.htm

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/alzheimers-disease/in-depth/memory-loss/art-20046326

https://www.cdc.gov/aging/publications/features/worsening-memory-loss/index.html


Sunday, 21 April 2024

Klonus, Lutut Diketuk Palu Karet Menendang Cepat dan Jauh.

         Klonus adalah gerakan yang berulang-ulang dan ritmis yang terjadi karena kontraksi otot yang cepat secara bergantian. Ini sering terjadi sebagai respons terhadap rangsangan yang kuat pada tendon tertentu di tubuh, terutama pada daerah-daerah seperti pergelangan kaki atau lengan. 

Kontraksi otot yang cepat dan bergantian menimbulkan klonus.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Klonus sering kali dianggap sebagai tanda dari masalah neurologis, seperti cedera otak atau penyakit saraf tertentu. Kondisi ini dapat diobservasi oleh dokter sebagai bagian dari pemeriksaan fisik dan seringkali memerlukan penilaian lebih lanjut untuk menentukan penyebab yang mendasarinya.

Klonus merupakan manifestasi dari hiperrefleksia , yaitu saat otot Anda mengalami respons refleks yang terlalu aktif. Misalnya, penyedia layanan kesehatan sering menguji refleks otot Anda dengan mengetuk lutut Anda dengan palu karet. Jika Anda menderita hiperrefleksia, kaki Anda akan menendang lebih jauh dan lebih cepat dari biasanya.

Klonus pada lansia bisa menjadi tanda dari berbagai masalah kesehatan, terutama yang terkait dengan gangguan neurologis atau perubahan dalam sistem saraf. 

Beberapa ciri yang mungkin muncul pada lansia yang mengalami klonus meliputi:

Ketidakstabilan Motorik:
Lansia yang mengalami klonus mungkin mengalami kesulitan dalam menjaga keseimbangan atau melakukan gerakan yang halus.

Kelemahan Otot: 
Klonus dapat menjadi tanda kelemahan otot, terutama jika klonus terjadi setelah rangsangan tertentu.

Koordinasi yang Buruk: 
Gangguan koordinasi gerakan, seperti kesulitan dalam berjalan atau melakukan tugas-tugas sehari-hari yang membutuhkan keterampilan motorik, dapat menjadi tanda terkait dengan klonus pada lansia.

Gangguan koordinasi gerakan yang buruk sehingga sulit berjalan.
(Sumber: foto canva.com)
Refleks yang Berlebihan: 
Klonus sering kali terjadi sebagai respons terhadap rangsangan atau tekanan pada tendon tertentu. Peningkatan refleks ini dapat menjadi ciri khas pada lansia yang mengalami klonus.

Gangguan Neurologis Lainnya: 
Klonus pada lansia juga seringkali terkait dengan gangguan neurologis lainnya, seperti tremor, kejang, atau masalah sensorik.

Beberapa faktor penyebab klonus pada lansia meliputi:
Penyakit Neurologis: 
Klonus dapat menjadi gejala dari berbagai penyakit neurologis yang sering terjadi pada lansia, seperti penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer, atau penyakit serebrovaskular.

Cedera Otak: 
Cedera otak traumatis atau cedera otak lainnya dapat menyebabkan gangguan pada sistem saraf yang mengontrol gerakan otot, yang dapat menghasilkan klonus.

Degenerasi Saraf: 
Proses degeneratif yang terjadi pada sistem saraf, seperti degenerasi saraf perifer atau degenerasi medula spinalis, dapat menyebabkan klonus pada lansia.

Efek Samping Obat: 
Beberapa obat yang sering digunakan oleh lansia untuk mengobati berbagai kondisi kesehatan, seperti obat-obatan untuk tekanan darah tinggi, depresi, atau gangguan tidur, dapat memiliki efek samping yang termasuk klonus.

Gangguan Metabolik: 
Kondisi medis yang mengganggu metabolisme tubuh, seperti gangguan elektrolit, gangguan hormonal, atau diabetes, juga dapat menyebabkan klonus pada lansia.

Kerusakan Pembuluh Darah: 
Penyumbatan atau perdarahan dalam pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak (penyakit serebrovaskular) dapat menyebabkan kerusakan pada area otak yang mengatur gerakan otot dan menyebabkan klonus.

Stres dan Kondisi Emosional: 
Faktor psikologis seperti stres atau kecemasan juga dapat mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan klonus pada lansia.

Faktor penyebab klonus pada lansia bisa sangat bervariasi, dan seringkali kondisi ini merupakan hasil dari interaksi antara beberapa faktor yang berbeda. Pengobatan klonus pada lansia tergantung pada penyebab yang mendasarinya. 

Beberapa metode pengobatan yang mungkin digunakan:

Penanganan Penyakit Penyebab:
Jika klonus disebabkan oleh penyakit tertentu, seperti penyakit Parkinson atau penyakit Alzheimer, pengobatan akan difokuskan pada pengelolaan penyakit yang mendasarinya. Ini mungkin melibatkan obat-obatan tertentu, terapi fisik, atau intervensi bedah tergantung pada kondisi spesifik.

Pengelolaan Obat: 
Jika klonus disebabkan oleh efek samping obat, dokter mungkin akan merekomendasikan untuk mengubah dosis, mengganti obat, atau menghentikan obat yang menyebabkan masalah.

Terapi Fisik:
Terapi fisik dapat membantu memperbaiki kelemahan otot, meningkatkan keseimbangan, dan meningkatkan koordinasi gerakan. Ini dapat membantu mengurangi keparahan klonus dan meningkatkan kualitas hidup.

Terapi fisik dapat membantu kelemahan otot.
(Sumber: foto canva.com)
Terapi Okupasi:
Terapis okupasi dapat membantu lansia mengembangkan strategi untuk melakukan tugas-tugas sehari-hari dengan lebih efisien dan aman, serta membantu dalam penyesuaian lingkungan rumah agar lebih sesuai dengan kebutuhan mereka.

Pengelolaan Faktor Risiko: 
Penting untuk mengelola faktor-faktor risiko kesehatan lainnya yang dapat memperburuk klonus, seperti menjaga tekanan darah yang sehat, mengelola kadar gula darah bagi penderita diabetes, dan menjaga gaya hidup sehat secara umum.

Konseling dan Dukungan Psikologis: 
Klonus dan kondisi kesehatan lainnya dapat menyebabkan stres dan kecemasan. Konseling atau dukungan psikologis dapat membantu lansia dan keluarga mereka dalam menghadapi tantangan emosional yang terkait dengan kondisi kesehatan.

Penggunaan Alat Bantu:
Dalam beberapa kasus, penggunaan alat bantu seperti tongkat atau kursi roda dapat membantu dalam mobilitas dan mengurangi risiko cedera akibat klonus.

Jika seseorang mengalami klonus atau gejala lain yang mencurigakan, penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter untuk evaluasi dan diagnosis yang tepat. Dokter dapat melakukan pemeriksaan fisik dan tes tambahan untuk menentukan penyebab klonus dan merencanakan penanganan yang sesuai.



Sumber:

https://my.clevelandclinic.org/health/symptoms/24822-clonus

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534862/

https://www.webmd.com/a-to-z-guides/what-is-clonus-reflex#1-3

https://www.verywellhealth.com/clonus-causes-diagnosis-and-treatment-5213409

Saturday, 20 April 2024

Obati Sakit Pinggang pada Lansia dengan Gerakan Ini.

       Sakit pinggang, atau nyeri pinggang, merujuk pada ketidaknyamanan atau rasa sakit yang terjadi di daerah pinggang atau sekitarnya. Ini adalah masalah umum yang dapat mempengaruhi siapa saja, mulai dari remaja hingga lansia. Nyeri pinggang bisa bersifat akut, berlangsung hanya beberapa hari atau beberapa minggu, atau kronis, berlangsung lebih dari 12 minggu.

Lansia kurang melakukan aktivitas atau berdiam diri.
(Sumber: foto LPC- Lansia)

Penyebab nyeri pinggang bisa bervariasi, termasuk:

Cedera otot atau ligamen: Cedera pada otot atau ligamen di daerah pinggang bisa menyebabkan nyeri akut. Ini bisa terjadi karena mengangkat benda berat secara salah, melakukan gerakan tiba-tiba, atau trauma fisik lainnya.

Penyakit degeneratif: Kondisi seperti osteoartritis, hernia diskus, atau stenosis spinal dapat menyebabkan perubahan degeneratif pada tulang belakang dan jaringan sekitarnya, yang dapat menyebabkan nyeri pinggang.

Postur tubuh yang buruk: Duduk atau berdiri dalam posisi yang tidak tepat untuk jangka waktu yang lama dapat menyebabkan tegangan berlebih pada otot dan ligamen di daerah pinggang, yang pada gilirannya dapat menyebabkan nyeri.

Kondisi medis lainnya: Beberapa kondisi medis seperti infeksi, batu ginjal, endometriosis (pada wanita), atau kanker tulang belakang juga dapat menyebabkan nyeri pinggang.

Faktor gaya hidup: Kurangnya aktivitas fisik, kelebihan berat badan, merokok, atau stres emosional dapat meningkatkan risiko nyeri pinggang.

       Postur tubuh buruk dapat menyebabkan sakit pinggang karena menempatkan tekanan berlebih pada struktur tulang belakang, otot, dan ligamen di daerah pinggang. 

Beberapa cara di mana postur tubuh buruk dapat menyebabkan sakit pinggang meliputi:

Peregangan otot: 
Postur tubuh yang buruk, seperti duduk atau berdiri dengan bahu tertekuk atau punggung melengkung, dapat menyebabkan peregangan berlebih pada otot-otot di sekitar pinggang. Peregangan yang berlebihan ini dapat menyebabkan kelelahan otot dan nyeri.

Stres pada tulang belakang:
Postur tubuh yang buruk dapat menyebabkan tulang belakang tidak terletak dalam posisi yang alami dan seimbang. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada cakram intervertebralis (diskus) dan sendi-sendi tulang belakang, yang pada gilirannya dapat menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan.

Pemampatan saraf:
Postur tubuh yang buruk dapat menyebabkan pemampatan pada saraf tulang belakang di daerah pinggang. Pemampatan saraf ini dapat menyebabkan nyeri yang menjalar ke bokong, paha, atau kaki.

Ketidakseimbangan otot: 
Postur tubuh yang buruk dapat menyebabkan ketidakseimbangan otot di sekitar pinggang. Misalnya, otot-otot punggung yang lemah atau otot-otot perut yang kurang fleksibel dapat menyebabkan postur yang tidak stabil, meningkatkan risiko cedera dan nyeri pinggang.

Pengurangan ruang sendi:
Postur tubuh yang buruk dapat mengurangi ruang sendi di antara vertebrae tulang belakang, meningkatkan risiko gesekan dan keausan yang berlebihan pada sendi-sendi tersebut. Hal ini dapat menyebabkan peradangan dan nyeri.

Oleh karena itu, mempertahankan postur tubuh yang baik dan ergonomis saat duduk, berdiri, dan melakukan aktivitas sehari-hari dapat membantu mencegah sakit pinggang yang disebabkan oleh postur tubuh yang buruk. Hal ini melibatkan kesadaran akan postur tubuh Anda, mengatur posisi duduk atau berdiri yang baik, dan melakukan latihan untuk memperkuat otot-otot inti dan punggung.

       Mengobati sakit pinggang yang disebabkan oleh postur tubuh yang buruk melibatkan kombinasi perubahan gaya hidup, perawatan sendiri, dan mungkin intervensi medis dalam kasus yang lebih parah. 

Beberapa langkah yang dapat Anda ambil untuk mengatasi sakit pinggang yang disebabkan oleh postur tubuh yang buruk:

Perbaiki Postur Tubuh:
Mulailah dengan memperbaiki postur tubuh Anda saat duduk, berdiri, dan beraktivitas. Pastikan punggung Anda tetap lurus dan dukung bagian belakang kepala dengan leher yang tegak. Ketika duduk, pastikan lutut Anda sejajar dengan pinggul dan kaki rata di lantai. Gunakan bantalan tambahan di kursi jika diperlukan untuk mendukung area pinggang Anda.

Berolahraga: 
Lakukan latihan yang dapat memperkuat otot-otot inti, punggung, dan panggul Anda. Latihan-latihan ini dapat membantu memperbaiki postur tubuh dan mengurangi ketegangan pada otot-otot di sekitar pinggang. Contoh latihan yang baik termasuk plank, bird dog, dan bridge.

Streching: 
Rutin melakukan peregangan otot-otot punggung, pinggul, dan hamstring dapat membantu meningkatkan fleksibilitas dan mengurangi tegangan pada otot-otot yang tegang. Peregangan dapat dilakukan secara teratur, terutama sebelum dan setelah aktivitas fisik.

Perawatan Dingin dan Panas: 
Gunakan kompres dingin untuk mengurangi peradangan dan nyeri pada area pinggang yang bengkak atau meradang. Setelah itu, aplikasikan kompres panas untuk membantu mengurangi kekakuan otot dan meningkatkan aliran darah ke area yang terpengaruh.

Perawatan Sendiri: 
Gunakan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) seperti ibuprofen atau naproxen untuk meredakan nyeri dan peradangan. Hindari aktivitas yang menyebabkan sakit lebih lanjut dan istirahat yang cukup untuk membiarkan tubuh Anda pulih.

Pijatan atau Terapi Tubuh:
Terapi pijat atau manipulasi tubuh lainnya dapat membantu mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan fleksibilitas. Terapis yang berpengalaman dapat membantu menemukan titik-titik yang tegang dan meredakan ketegangan.

Konsultasi dengan Profesional Medis: 
Jika sakit pinggang Anda tidak membaik setelah beberapa minggu atau jika disertai dengan gejala lain seperti nyeri menjalar ke kaki, kesemutan, atau kelemahan, penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli terapi fisik untuk evaluasi lebih lanjut. Mereka dapat memberikan rekomendasi pengobatan yang lebih spesifik, seperti terapi fisik, manipulasi tulang belakang, atau intervensi medis lainnya sesuai dengan kebutuhan Anda.

Berikut adalah instruksi untuk melakukan latihan plank, bird dog, dan bridge:

Plank:

  • Mulailah dengan berbaring telungkup di lantai dengan tangan Anda di bawah bahu dan lutut ditekuk dengan kaki rata di lantai.
  • Angkat tubuh Anda dari lantai dengan menekuk siku sehingga tubuh Anda membentuk garis lurus dari kepala hingga tumit.
  • Pastikan bahu Anda sejajar dengan siku Anda dan tubuh Anda tetap lurus.
  • Tahan posisi ini selama beberapa detik hingga satu menit, sesuai kemampuan Anda.
  • Tarik napas dalam-dalam dan tahan selama Anda menjaga posisi ini.
  • Kembali ke posisi awal dengan lembut menurunkan tubuh Anda ke lantai.

Bird Dog:

  • Mulailah dengan posisi tangan dan lutut seperti pada posisi plank, dengan tangan di bawah bahu dan lutut di bawah panggul.
  • Perlahan-lahan angkat tangan kanan Anda di depan Anda dan kaki kiri Anda ke belakang Anda sejajar dengan tubuh Anda.
  • Pastikan untuk menjaga pinggul Anda tetap sejajar dengan lantai dan punggung Anda tetap lurus.
  • Tahan posisi ini selama beberapa detik untuk merasakan kontraksi otot inti.
  • Kembali ke posisi awal dengan lembut mengembalikan tangan dan kaki Anda ke lantai.
  • Ulangi gerakan dengan sisi yang berlawanan, mengangkat tangan kiri dan kaki kanan.

Bridge:

  • Berbaringlah telentang di lantai dengan lutut ditekuk dan kaki rata di lantai, dan tangan di samping tubuh Anda dengan telapak tangan menghadap ke bawah.
  • Tekuk lutut Anda dan dorong tumit Anda ke lantai saat Anda mengangkat panggul Anda ke atas.
  • Pastikan untuk menjaga bahu Anda tetap rata dengan lantai dan punggung Anda tetap lurus.
  • Tahan posisi ini selama beberapa detik hingga satu menit, sesuai kemampuan Anda.
  • Tarik napas dalam-dalam dan tahan posisi ini.
  • Kembali ke posisi awal dengan lembut menurunkan panggul Anda kembali ke lantai.

Untuk semua latihan ini, penting untuk menjaga pernapasan yang teratur dan fokus pada kontraksi otot inti Anda. Mulailah dengan waktu dan repetisi yang sesuai dengan tingkat kebugaran Anda, dan tingkatkan secara bertahap seiring waktu. Jika Anda memiliki masalah kesehatan yang mendasari atau cedera, konsultasikan dengan profesional kesehatan sebelum memulai program latihan baru.



Sumber:

https://www.spine-health.com/conditions/lower-back-pain/general-remedies-low-back-pain-older-adults

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5395891/

https://health.clevelandclinic.org/back-pain-your-spine-and-father-time

https://www.spine-health.com/conditions/lower-back-pain/low-back-pain-older-adults

https://www.curavi.com/blogs/all/4-easy-back-pain-remedies-for-seniors