Pikiran berulang telah didefinisikan sebagai “proses berpikir dengan penuh perhatian, berulang-ulang atau sering tentang diri sendiri dan dunianya”. Sifat konstruktifnya dibahas dalam kaitannya dengan peningkatan persiapan adaptif, perencanaan antisipatif, dan lain-lain. Di antara pemikiran yang berulang-ulang, gaya merenung yang bercirikan isi depresi (depressive rumination) dipandang sangat tidak konstruktif dan maladaptif.
Ruminasi adalah proses berpikir yang berulang dan tidak produktif tentang peristiwa negatif, kesalahan, atau kekhawatiran. Pada lansia, ruminasi dapat menjadi masalah serius karena sering kali terkait dengan perasaan penyesalan, kesedihan, dan kecemasan mengenai masa lalu atau masa depan.
|
Ruminasi pada lansia dapat menganggu kesehatan mental. (Sumber: foto LPC-Lansia) |
Ruminasi merupakan faktor risiko terjadinya depresi baik pada populasi umum maupun pada orang dewasa yang lebih tua. Hal ini terkait dengan mengalami keadaan suasana hati negatif yang lebih sering, lebih intens, dan lebih lama. Selain itu, ruminasi lebih mungkin terjadi dalam konteks masalah medis dan kognitif.
Pengertian Ruminasi pada Lansia
Proses Berpikir Berulang: Lansia yang mengalami ruminasi cenderung terus-menerus memikirkan hal-hal negatif atau stres yang telah terjadi, tanpa menemukan solusi atau penyelesaian. Pikiran ini berputar-putar dalam benak mereka dan sulit untuk dihilangkan.
Fokus pada Masa Lalu: Ruminasi pada lansia sering kali berkaitan dengan refleksi masa lalu, termasuk penyesalan atas keputusan-keputusan yang diambil, kesempatan yang terlewatkan, atau kesalahan yang dibuat.
Dampak Emosional: Proses berpikir yang berulang ini dapat memperburuk kondisi emosional, menyebabkan perasaan sedih, putus asa, dan tidak berdaya. Ini juga dapat memperparah gejala depresi dan kecemasan.
Pengaruh terhadap Kesehatan Mental: Ruminasi yang berlebihan dapat mengganggu fungsi kognitif, tidur, dan kesejahteraan umum. Lansia yang terus-menerus merenungkan hal-hal negatif mungkin mengalami penurunan kualitas hidup secara keseluruhan.
Faktor Penyebab Ruminasi pada Lansia
Perubahan Hidup: Peristiwa besar seperti pensiun, kehilangan pasangan, atau perubahan kesehatan dapat memicu ruminasi.
Kesepian dan Isolasi: Lansia yang merasa kesepian atau terisolasi mungkin lebih cenderung merenungkan hal-hal negatif.
Depresi dan Kecemasan: Kondisi kesehatan mental ini seringkali terkait dengan ruminasi.
Kehilangan dan Duka: Mengalami kehilangan orang yang dicintai atau teman dekat dapat menyebabkan ruminasi yang mendalam tentang masa lalu dan perasaan bersalah.
Beberapa Ciri Ruminasi pada Lansia:
Berpikir Berulang-ulang: Lansia yang mengalami ruminasi cenderung merenungkan peristiwa masa lalu secara berulang-ulang, sering kali tanpa hasil yang positif.
Fokus pada Negatif: Pikiran-pikiran ini biasanya negatif, seperti penyesalan, kesalahan, atau kekhawatiran yang tidak terselesaikan.
Kesulitan Mengalihkan Pikiran: Mereka mungkin merasa sulit untuk mengalihkan perhatian dari pikiran-pikiran ini dan terus-menerus kembali kepada mereka.
Pengaruh Emosional: Ruminasi dapat menyebabkan perasaan sedih, cemas, atau marah yang mendalam dan berkepanjangan.
Penurunan Kualitas Hidup: Terus-menerus merenungkan pikiran negatif dapat mengganggu tidur, menurunkan energi, dan mengurangi keterlibatan dalam aktivitas yang menyenangkan.
Dampak Ruminasi pada Lansia:
Depresi: Ruminasi dapat memperburuk gejala depresi atau bahkan menjadi faktor yang memicu depresi pada lansia.
Kecemasan: Lansia yang sering meruminasi mungkin mengalami peningkatan tingkat kecemasan, terutama jika mereka terus-menerus memikirkan skenario buruk atau kekhawatiran masa depan.
Penurunan Kesehatan Fisik: Stres emosional yang dihasilkan dari ruminasi dapat mempengaruhi kesehatan fisik, seperti meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
Isolasi Sosial: Lansia yang terlalu fokus pada pikiran negatif mungkin menarik diri dari interaksi sosial, yang dapat menyebabkan isolasi sosial dan memperburuk kondisi mental mereka.
Beberapa Penanganan Ruminasi pada Lansia:
Terapi Kognitif-Perilaku (CBT): CBT adalah pendekatan efektif yang membantu individu mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif, menggantinya dengan pola pikir yang lebih positif dan konstruktif.
Terapi Berbasis Penerimaan dan Komitmen (ACT): ACT membantu individu menerima pikiran dan perasaan mereka tanpa berusaha mengubahnya, dan kemudian berkomitmen pada tindakan yang selaras dengan nilai-nilai mereka.
Mindfulness dan Meditasi: Teknik mindfulness membantu lansia menjadi lebih sadar akan pikiran mereka tanpa terpaku pada mereka, yang dapat mengurangi ruminasi.
Aktivitas Fisik: Olahraga dan aktivitas fisik dapat membantu mengalihkan perhatian dari pikiran negatif dan meningkatkan suasana hati.
|
Aktivitas fisik dan olahraga dapat mengeliminasi ruminasi. (Sumber: foto paguyuban pengawas purna)
|
Dukungan Sosial: Mendapatkan dukungan dari keluarga, teman, atau kelompok dukungan dapat membantu mengurangi perasaan isolasi dan memberikan perspektif yang berbeda.
Hobi dan Kegiatan Positif: Mengikuti hobi atau kegiatan yang menyenangkan dapat membantu mengalihkan perhatian dari pikiran negatif dan meningkatkan kesejahteraan emosional.
Dengan pendekatan yang tepat, lansia dapat belajar mengelola ruminasi mereka, mengurangi dampak negatifnya, dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Sumber:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5549128/
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3303571/
https://academic.oup.com/innovateage/article/5/4/igab034/6363823
https://link.springer.com/referenceworkentry/10.1007/978-981-287-082-7_255
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/psyg.12965