Tuesday, 30 July 2024

Menunda-nunda Pekerjaan: Memahami dan Mengatasi Prokrastinasi Lansia

      Biasanya, para lansia menunda tugas-tugas seperti memperbarui surat wasiat, menghadiri janji temu medis, atau mengatur bantuan hidup sehari-hari . Setiap tugas ini sangat penting. Mengabaikannya dapat menyebabkan permasalahan di kemudian hari.

Prokrastinasi pada lansia adalah perilaku menunda-nunda pekerjaan atau tugas yang seharusnya dilakukan oleh individu yang sudah berusia lanjut. Meskipun prokrastinasi bisa terjadi pada siapa saja, termasuk pada lansia, ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi perilaku ini pada kelompok usia tersebut.
Menunda-nunda pekerjaan  dapat terjadi pada siapa saja.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
Penyebab Prokrastinasi pada Lansia:

Penurunan Kognitif: Lansia mungkin mengalami penurunan kognitif yang membuat mereka lebih sulit untuk memfokuskan perhatian, merencanakan, atau menyelesaikan tugas.

Kesehatan Fisik: Masalah kesehatan fisik seperti nyeri kronis, kelelahan, atau penyakit lainnya dapat membuat mereka enggan atau menunda-nunda aktivitas tertentu.

Depresi dan Kecemasan: Lansia yang mengalami depresi atau kecemasan mungkin merasa kurang termotivasi untuk menyelesaikan tugas atau merasa cemas tentang kemampuan mereka untuk melakukannya dengan baik.

Kurangnya Rasa Urgensi: Lansia yang sudah pensiun mungkin merasa bahwa mereka memiliki lebih banyak waktu untuk menyelesaikan tugas dan kurang merasakan tekanan untuk segera menyelesaikannya.

Ketergantungan pada Orang Lain: Lansia yang bergantung pada bantuan orang lain untuk menyelesaikan tugas sehari-hari mungkin menunda-nunda karena merasa bahwa tugas tersebut akan dilakukan oleh orang lain.

Dampak Prokrastinasi pada Lansia:

Penurunan Kualitas Hidup: Menunda-nunda tugas penting seperti pengobatan, pemeriksaan kesehatan, atau perawatan diri dapat mengurangi kualitas hidup dan memperburuk kondisi kesehatan.

Stres dan Kecemasan: Prokrastinasi dapat menyebabkan stres dan kecemasan karena tugas yang belum selesai terus membayangi pikiran.

Hubungan Sosial: Menunda-nunda tugas atau janji dapat mempengaruhi hubungan dengan keluarga, teman, atau penyedia layanan kesehatan.

Penurunan Produktivitas: Lansia yang sering menunda-nunda mungkin merasa kurang produktif dan tidak puas dengan pencapaian mereka sehari-hari.

Mengatasi Prokrastinasi pada Lansia:

Buat Jadwal Rutin: Membuat jadwal harian atau mingguan dapat membantu lansia mengatur waktu mereka dengan lebih baik.

Tetapkan Tujuan yang Realistis: Membagi tugas besar menjadi tugas-tugas kecil yang lebih mudah dicapai dapat membantu mengurangi rasa kewalahan.

Bantuan dan Dukungan: Mencari bantuan dari keluarga, teman, atau penyedia layanan kesehatan dapat membantu lansia menyelesaikan tugas yang menantang.

Terapi dan Konseling: Jika prokrastinasi terkait dengan masalah kesehatan mental seperti depresi atau kecemasan, terapi atau konseling dapat sangat bermanfaat.

Aktivitas Fisik dan Mental: Mengikuti aktivitas fisik dan mental yang teratur dapat membantu meningkatkan energi dan motivasi.

       Dengan pendekatan yang tepat, lansia dapat mengurangi perilaku prokrastinasi dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Setiap tugas yang diselesaikan merupakan langkah menuju ketenangan pikiran. Ini bukan hanya tentang tugas itu sendiri, tetapi tentang kualitas hidup dan kemandirian. Jadi, ambillah langkah pertama itu. Jangkau, cari bantuan, dan mulailah mengubah penundaan menjadi tindakan.



Sumber:

https://withalittlehelp.com/overcoming-procrastination-for-seniors 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6039828/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10049005/

https://mural.maynoothuniversity.ie/18495 

https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/13607863.2024.2345781#abstract

Wednesday, 24 July 2024

Penderitaan Tak Berujung: Dampak Penyakit Kronis pada Lansia

        Lansia dengan penyakit kronis sering mengungkapkan perasaan mereka melalui berbagai ucapan yang mencerminkan tantangan fisik dan emosional yang mereka hadapi. 

Beberapa contoh ucapan yang sering diucapkan oleh lansia dengan penyakit kronis:
  • "Setiap hari rasanya sakit."
  • "Sekarang, berjalan sedikit saja membuat saya lelah."
  • "Kegiatan sehari-hari terasa sangat berat sekarang."
  • "Saya sering kali merasa menjadi beban bagi keluarga saya."
  • "Sulit untuk tetap optimis ketika setiap hari rasanya sulit."
Penyakit kronis pada lansia berdampak penderitaan.
(Sumber: foto Dwipatri club)
Beberapa penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan namun dapat bertahan lama pada lansia meliputi:

Diabetes Mellitus Tipe 2: Penyakit ini ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi dan membutuhkan pengelolaan seumur hidup melalui diet, olahraga, dan pengobatan.

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi): Kondisi ini memerlukan pengendalian dengan obat-obatan dan perubahan gaya hidup.

Arthritis (Radang Sendi): Terutama osteoarthritis, penyakit ini menyebabkan nyeri dan kekakuan pada sendi dan tidak dapat disembuhkan, tetapi gejalanya dapat dikelola.

Penyakit Jantung: Termasuk penyakit arteri koroner, yang membutuhkan manajemen seumur hidup melalui obat-obatan, diet, dan olahraga.

Alzheimer dan Demensia: Penyakit neurodegeneratif ini menyebabkan penurunan fungsi kognitif dan tidak ada obatnya, tetapi ada pengobatan yang dapat membantu memperlambat perkembangannya.

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK): Penyakit paru-paru ini menyebabkan kesulitan bernapas dan memerlukan pengelolaan jangka panjang dengan obat-obatan dan terapi oksigen.

Penyakit-penyakit ini memerlukan perawatan dan pengelolaan yang berkelanjutan untuk menjaga kualitas hidup pasien.
       
Harapan Hidup dengan Penyakit Kronis.
       Lama harapan hidup lansia dengan penyakit kronis dapat bervariasi tergantung pada beberapa faktor seperti jenis penyakit, tingkat keparahan, pengelolaan penyakit, gaya hidup, dan kesehatan umum. 

Gambaran umum rata-rata harapan hidup lansia dengan beberapa penyakit kronis tersebut:

1. Diabetes Mellitus Tipe 2
Rata-rata Harapan Hidup: Lansia dengan diabetes tipe 2 bisa hidup bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, dengan pengelolaan yang baik. Namun, diabetes yang tidak terkontrol dapat memperpendek harapan hidup akibat komplikasi seperti penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal.

2. Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)
Rata-rata Harapan Hidup: Lansia dengan hipertensi yang dikelola dengan baik dapat memiliki harapan hidup yang hampir sama dengan mereka yang tanpa hipertensi. Tanpa pengelolaan yang baik, hipertensi dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal yang dapat mempengaruhi harapan hidup.


3. Arthritis (Radang Sendi)
Rata-rata Harapan Hidup: Meskipun arthritis dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan menurunkan kualitas hidup, itu tidak secara langsung mempengaruhi harapan hidup. Namun, penyakit ini dapat menyebabkan keterbatasan mobilitas yang dapat berkontribusi pada masalah kesehatan lainnya.

4. Penyakit Jantung
Rata-rata Harapan Hidup: Harapan hidup bervariasi tergantung pada jenis dan keparahan penyakit jantung. Dengan manajemen yang baik, banyak lansia dapat hidup bertahun-tahun setelah diagnosis. Penyakit jantung yang tidak terkontrol dapat memperpendek harapan hidup.

5. Alzheimer dan Demensia
Rata-rata Harapan Hidup: Harapan hidup setelah diagnosis Alzheimer atau demensia rata-rata sekitar 4-8 tahun, namun beberapa pasien dapat hidup hingga 20 tahun, tergantung pada usia saat diagnosis, tingkat keparahan, dan pengelolaan penyakit.

6. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Rata-rata Harapan Hidup: Harapan hidup bervariasi tergantung pada tingkat keparahan PPOK. Pada tahap ringan, lansia dapat hidup selama bertahun-tahun dengan pengelolaan yang baik. Pada tahap lanjut, harapan hidup bisa lebih pendek, sering kali berkisar antara 5-10 tahun setelah diagnosis.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harapan Hidup

Pengelolaan Penyakit: Kepatuhan terhadap pengobatan, diet, dan rutinitas olahraga sangat penting.
Gaya Hidup: Menghindari merokok, mengonsumsi makanan sehat, dan menjaga berat badan yang sehat.

Dukungan Keluarga dan Sosial: Dukungan dari keluarga dan teman dapat membantu dalam pengelolaan penyakit dan kesejahteraan emosional.

Akses ke Perawatan Kesehatan: Akses ke perawatan medis yang berkualitas dan pemeriksaan rutin dapat mempengaruhi hasil kesehatan.
Setiap individu berbeda, dan beberapa mungkin hidup lebih lama atau lebih pendek dari rata-rata tergantung pada berbagai faktor ini.

Penderitaan Fisik dan Emosional.
       Penyakit kronis pada lansia sering kali menyebabkan penderitaan fisik dan emosional yang signifikan. 

Beberapa penderitaan yang biasanya dialami oleh lansia dengan penyakit-penyakit tersebut:

Diabetes Mellitus Tipe 2:
  • Fisik: Kelelahan, infeksi yang lambat sembuh, neuropati (kerusakan saraf), masalah penglihatan, dan komplikasi seperti penyakit jantung dan gagal ginjal.
  • Emosional: Stres terkait pengelolaan penyakit, kecemasan tentang komplikasi, dan depresi.
Hipertensi:
  • Fisik: Sakit kepala, pusing, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital seperti jantung, otak, dan ginjal.
  • Emosional: Kecemasan tentang tekanan darah tinggi yang bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung.
Arthritis (Radang Sendi):
  • Fisik: Nyeri kronis, kekakuan, dan keterbatasan gerak yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
  • Emosional: Frustrasi, depresi akibat keterbatasan fisik, dan isolasi sosial karena kesulitan beraktivitas.
Penyakit Jantung:
  • Fisik: Nyeri dada (angina), kelelahan, sesak napas, dan risiko serangan jantung atau gagal jantung.
  • Emosional: Ketakutan akan serangan jantung, kecemasan, dan stres.
Alzheimer dan Demensia:
  • Fisik: Penurunan kemampuan fisik seiring perkembangan penyakit.
  • Emosional: Kebingungan, kehilangan ingatan, perubahan perilaku, serta stres dan depresi pada pasien dan keluarganya.
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK):
  • Fisik: Sesak napas, batuk kronis, kelelahan, dan penurunan kapasitas fisik.
  • Emosional: Kecemasan tentang kesulitan bernapas, depresi, dan perasaan tidak berdaya.
Selain penderitaan fisik dan emosional, penyakit-penyakit ini juga dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia secara keseluruhan, termasuk mengurangi kemandirian dan meningkatkan ketergantungan pada orang lain untuk perawatan dan dukungan.

       Mengelola penyakit kronis pada lansia memerlukan pendekatan multidisiplin yang melibatkan perubahan gaya hidup, pengobatan, serta dukungan emosional dan sosial.

Beberapa langkah umum dalam mengelola penyakit-penyakit tersebut:

1. Diabetes Mellitus Tipe 2
  • Diet dan Nutrisi: Mengkonsumsi makanan sehat dengan rendah gula dan karbohidrat, serta meningkatkan asupan serat.
  • Olahraga: Aktivitas fisik yang teratur seperti berjalan kaki atau senam ringan.
  • Obat-obatan: Menggunakan insulin atau obat penurun gula darah sesuai anjuran dokter.
  • Pemeriksaan Rutin: Memantau kadar gula darah secara teratur dan melakukan pemeriksaan kesehatan rutin.
2. Hipertensi
  • Diet dan Nutrisi: Mengurangi asupan garam, lemak jenuh, dan meningkatkan konsumsi buah, sayur, dan biji-bijian.
  • Olahraga: Aktivitas fisik yang teratur seperti berjalan, berenang, atau yoga.
  • Obat-obatan: Mengkonsumsi obat antihipertensi sesuai resep dokter.
  • Pengelolaan Stres: Menggunakan teknik relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, atau terapi.
3. Arthritis
  • Olahraga: Latihan yang tidak memberatkan sendi seperti berenang atau yoga.
  • Terapi Fisik: Terapi untuk meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas.
  • Obat-obatan: Penggunaan obat antiinflamasi dan analgesik untuk mengurangi nyeri dan peradangan.
  • Perangkat Bantuan: Menggunakan alat bantu seperti tongkat atau penyangga lutut.
4. Penyakit Jantung
  • Diet dan Nutrisi: Mengkonsumsi makanan rendah lemak jenuh, kolesterol, dan natrium.
  • Olahraga: Aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi kesehatan, seperti berjalan atau bersepeda.
  • Obat-obatan: Mengkonsumsi obat-obatan yang diresepkan untuk mengelola tekanan darah, kolesterol, dan fungsi jantung.
  • Pengawasan Kesehatan: Pemeriksaan kesehatan secara rutin untuk memantau kondisi jantung.
5. Alzheimer dan Demensia
  • Lingkungan Aman: Menciptakan lingkungan yang aman dan mudah diakses untuk mengurangi risiko cedera.
  • Stimulasi Mental: Melibatkan pasien dalam aktivitas yang merangsang kognitif seperti teka-teki atau permainan memori.
  • Obat-obatan: Menggunakan obat-obatan yang dapat memperlambat perkembangan gejala.
  • Dukungan Emosional: Memberikan dukungan emosional dan menjaga keterlibatan sosial.
6. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
  • Penghindaran Asap Rokok: Menghindari asap rokok dan polutan udara.
  • Terapi Oksigen: Menggunakan terapi oksigen jika diperlukan.
  • Olahraga: Latihan pernapasan dan aktivitas fisik yang sesuai.
  • Obat-obatan: Menggunakan bronkodilator dan obat-obatan lain sesuai resep dokter.
  • Rehabilitasi Paru: Program rehabilitasi untuk meningkatkan kapasitas pernapasan.
7. Dukungan Emosional dan Sosial
  • Konseling dan Terapi: Mendapatkan dukungan dari psikolog atau konselor.
  • Kelompok Dukungan: Bergabung dengan kelompok dukungan untuk berbagi pengalaman dan strategi.
  • Dukungan Keluarga: Keterlibatan keluarga dalam memberikan perawatan dan dukungan emosional.
Dengan pendekatan yang komprehensif, kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis dapat ditingkatkan, dan gejala serta komplikasi penyakit dapat dikelola dengan lebih baik.


Sumber:

https://www.ncoa.org/article/the-top-10-most-common-chronic-conditions-in-older-adults

https://www.qld.gov.au/health/support/end-of-life/care/conditions

https://www.canada.ca/en/public-health/services/publications/diseases-conditions/aging-chronic-diseases-profile-canadian-seniors-report.html

https://www.webmd.com/depression/chronic-illnesses-depression

https://my.clevelandclinic.org/health/articles/9288-chronic-illness-and-depression

https://www.cdc.gov/chronic-disease/living-with/index.html




Monday, 22 July 2024

Misteri Bad Mood pada Lansia: Apakah Itu Firasat?

        Bad mood atau suasana hati yang buruk bisa disebabkan oleh banyak faktor seperti stres, kurang tidur, atau masalah pribadi. Beberapa orang percaya bahwa suasana hati yang buruk bisa menjadi firasat atau pertanda sesuatu yang akan terjadi, meskipun ini lebih bersifat subjektif dan tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat.
Kepercayaan suasana hati yang buruk berhubungan dengan kejadian.
(Sumber: foto LPC- lansia)
Dalam psikologi, suasana hati dipengaruhi oleh berbagai faktor biologis, psikologis, dan lingkungan. Kadang-kadang, orang mungkin mengaitkan bad mood dengan firasat karena mereka mencari makna atau pola dalam peristiwa hidup mereka. Namun, penting untuk diingat bahwa ini adalah interpretasi pribadi dan bukan merupakan bukti ilmiah.

Jika suasana hati yang buruk sering terjadi atau berdampak negatif pada kehidupan sehari-hari, mungkin bermanfaat untuk mencari bantuan dari seorang profesional seperti psikolog atau konselor. Mereka dapat membantu mengidentifikasi penyebab suasana hati yang buruk dan memberikan strategi untuk mengelolanya.

       Ciri-ciri bad mood yang dikaitkan dengan firasat pada lansia bisa lebih kompleks karena melibatkan kombinasi perasaan emosional dan intuisi pribadi. 

Beberapa ciri yang mungkin muncul meliputi:

Perasaan Gelisah atau Tidak Nyaman: Lansia mungkin merasa gelisah atau tidak nyaman tanpa alasan yang jelas, seperti ada sesuatu yang tidak beres.

Kekhawatiran Berlebihan: Rasa khawatir yang tidak biasa tentang peristiwa atau orang tertentu, sering kali tanpa alasan konkret.

Mimpi atau Pengalaman Sensorik: Lansia mungkin melaporkan mimpi yang kuat atau pengalaman sensorik lainnya yang mereka anggap sebagai pertanda.

Perubahan dalam Perilaku Rutinitas: Perubahan mendadak dalam rutinitas sehari-hari atau kebiasaan yang disertai perasaan bahwa mereka harus melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda.

Intuisi yang Kuat: Mengalami intuisi yang kuat atau perasaan batin bahwa sesuatu akan terjadi, meskipun tidak ada bukti yang jelas.

Refleksi Mendalam: Lansia mungkin lebih sering merenung atau memikirkan tentang masa lalu dan masa depan dengan perasaan bahwa sesuatu akan terjadi.

Kehilangan Minat pada Aktivitas Favorit: Merasa tidak bersemangat tentang hal-hal yang biasanya mereka nikmati, dengan perasaan bahwa ada sesuatu yang mengganggu.

Ketegangan Fisik: Mengalami ketegangan fisik, seperti sakit kepala atau ketegangan otot, yang tidak dapat dijelaskan secara medis.

Perubahan Pola Tidur: Kesulitan tidur karena perasaan khawatir atau mimpi yang mengganggu.

Kebutuhan Mendadak untuk Berbicara atau Menulis: Perasaan mendesak untuk berbicara dengan seseorang atau menulis tentang perasaan mereka, seolah-olah mencoba mengekspresikan firasat yang mereka alami.

Jika firasat atau intuisi ini disertai dengan bad mood yang berkepanjangan dan mempengaruhi kualitas hidup lansia, penting untuk berkonsultasi dengan seorang profesional kesehatan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan dukungan yang diperlukan.

       Faktor-faktor yang menyebabkan bad mood dikaitkan dengan firasat pada lansia dapat berasal dari berbagai aspek, termasuk psikologis, biologis, dan lingkungan. 

Beberapa faktor yang mungkin berperan:

1. Perubahan Fisiologis dan Kesehatan
  • Perubahan Hormon: Perubahan hormon pada lansia, seperti penurunan hormon serotonin dan dopamin, dapat mempengaruhi suasana hati dan membuat mereka lebih rentan terhadap perasaan cemas atau khawatir.
  • Kesehatan Fisik: Penyakit kronis, rasa sakit, atau kondisi kesehatan lainnya dapat mempengaruhi suasana hati dan menyebabkan perasaan tidak nyaman yang mungkin diinterpretasikan sebagai firasat.
  • Penurunan Kognitif: Penurunan fungsi kognitif dapat mempengaruhi cara lansia menginterpretasikan perasaan mereka dan dapat meningkatkan perasaan cemas atau takut yang dikaitkan dengan firasat.
2. Pengalaman Hidup dan Pengaruh Psikologis
  • Pengalaman Hidup: Lansia mungkin memiliki lebih banyak pengalaman hidup yang membuat mereka lebih peka terhadap perubahan atau tanda-tanda yang mereka anggap sebagai firasat.
  • Trauma Masa Lalu: Pengalaman traumatis di masa lalu dapat mempengaruhi suasana hati dan menyebabkan mereka lebih peka terhadap perasaan cemas atau firasat.
  • Kesepian dan Isolasi: Kesepian atau isolasi sosial dapat memperburuk suasana hati dan membuat lansia lebih rentan terhadap perasaan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.
3. Pengaruh Lingkungan dan Sosial
  • Stres Lingkungan: Lingkungan yang tidak stabil atau adanya peristiwa kehidupan yang menegangkan dapat menyebabkan bad mood dan perasaan firasat.
  • Dukungan Sosial: Kurangnya dukungan sosial atau jaringan sosial yang lemah dapat memperburuk perasaan cemas dan firasat pada lansia.
4. Budaya dan Kepercayaan Pribadi
  • Kepercayaan Budaya: Beberapa budaya atau keyakinan pribadi lebih menekankan pentingnya firasat atau intuisi, yang dapat mempengaruhi cara lansia menafsirkan bad mood mereka.
  • Spiritualitas: Tingkat spiritualitas atau keagamaan seseorang dapat mempengaruhi keyakinan mereka tentang firasat dan tanda-tanda dari perasaan internal.
5. Perubahan dalam Kehidupan Sehari-hari
  • Rutinitas yang Berubah: Perubahan dalam rutinitas sehari-hari atau kehilangan rasa tujuan setelah pensiun dapat menyebabkan bad mood dan perasaan firasat.
  • Ketergantungan pada Orang Lain: Perasaan kehilangan kendali atau ketergantungan pada orang lain untuk perawatan sehari-hari dapat menyebabkan kecemasan dan bad mood yang dikaitkan dengan firasat.
Jika bad mood dan firasat ini mempengaruhi kualitas hidup lansia, penting untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental atau konselor untuk mengatasi masalah ini dan memberikan dukungan yang dibutuhkan.
Apakah ada hubungan antara bad mood dengan firasat.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
       Hubungan antara bad mood dan firasat lebih bersifat subjektif dan sering kali didasarkan pada pengalaman pribadi daripada didukung oleh bukti ilmiah yang kuat. Namun, ada beberapa konsep psikologis dan neurologis yang bisa memberikan wawasan tentang mengapa orang mungkin mengaitkan bad mood dengan firasat:

1. Intuisi dan Ketidaksadaran
  • Intuisi: Intuisi sering digambarkan sebagai proses berpikir yang cepat dan tanpa sadar yang dapat memberikan perasaan atau "firasat" tentang situasi tertentu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa intuisi dapat didasarkan pada pengalaman sebelumnya dan informasi yang diproses di bawah sadar.
  • Ketidaksadaran: Pikiran bawah sadar dapat memproses informasi yang tidak disadari oleh pikiran sadar, yang kadang-kadang dapat muncul sebagai firasat atau intuisi. Misalnya, jika seseorang merasa tidak nyaman tentang situasi tertentu, mungkin ada tanda-tanda halus yang telah diproses oleh otak mereka tanpa mereka sadari.
2. Emosi dan Kognisi
  • Interaksi Emosi dan Kognisi: Emosi dan kognisi saling mempengaruhi. Suasana hati yang buruk dapat mempengaruhi cara seseorang memproses informasi dan membuat keputusan. Ini bisa membuat mereka lebih peka terhadap potensi ancaman atau masalah, yang kemudian mereka interpretasikan sebagai firasat.
  • Bias Negatif: Ketika seseorang berada dalam suasana hati yang buruk, mereka cenderung lebih fokus pada informasi negatif dan mengabaikan informasi positif. Ini bisa membuat mereka merasa lebih waspada atau memiliki firasat tentang hal-hal buruk yang mungkin terjadi.
3. Faktor Biologis
  • Neurotransmiter: Ketidakseimbangan neurotransmiter seperti serotonin dan dopamin dapat mempengaruhi suasana hati dan persepsi. Suasana hati yang buruk mungkin meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman atau masalah yang diinterpretasikan sebagai firasat.
  • Respon Stres: Ketika seseorang mengalami stres atau kecemasan, tubuh mereka melepaskan hormon stres seperti kortisol. Ini dapat meningkatkan kewaspadaan dan membuat mereka lebih peka terhadap lingkungan mereka, yang mungkin diinterpretasikan sebagai firasat.
4. Pengalaman dan Belief Sistem
  • Pengalaman Hidup: Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi bagaimana seseorang menafsirkan suasana hati mereka saat ini. Jika seseorang pernah mengalami kejadian buruk setelah merasa bad mood, mereka mungkin menghubungkan kedua hal tersebut di masa depan.
  • Kepercayaan Pribadi dan Budaya: Keyakinan budaya dan pribadi tentang firasat dan intuisi dapat mempengaruhi bagaimana seseorang menafsirkan suasana hati mereka. Dalam beberapa budaya, firasat dianggap penting dan dapat mempengaruhi bagaimana seseorang memandang pengalaman emosional mereka.
5. Psikologi Evolusioner
  • Mekanisme Pertahanan: Dari perspektif evolusioner, perasaan cemas atau tidak nyaman mungkin berfungsi sebagai mekanisme pertahanan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi ancaman.
Secara keseluruhan, meskipun tidak ada bukti ilmiah langsung yang menghubungkan bad mood dengan firasat, ada beberapa mekanisme psikologis dan biologis yang dapat menjelaskan mengapa orang mungkin merasakan hubungan tersebut. Pendekatan yang holistik dan memahami konteks individu dapat membantu dalam mengelola perasaan ini.

       Mengatasi bad mood yang berkaitan dengan firasat pada lansia memerlukan pendekatan yang holistik, melibatkan aspek fisik, emosional, sosial, dan spiritual. 

Beberapa strategi yang dapat membantu:

1. Perawatan Kesehatan Fisik
  • Konsultasi Medis: Periksakan kesehatan secara rutin untuk memastikan tidak ada kondisi fisik yang mendasari bad mood.
  • Olahraga Teratur: Aktivitas fisik dapat meningkatkan suasana hati dan mengurangi stres.
  • Pola Makan Sehat: Diet seimbang dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik secara positif.
  • Tidur yang Cukup: Pastikan mendapat tidur yang berkualitas untuk mengurangi kelelahan dan memperbaiki suasana hati.
2. Pendekatan Psikologis
  • Terapi Bicara: Konseling atau terapi kognitif-behavioral (CBT) dapat membantu lansia memahami dan mengelola perasaan mereka.
  • Mindfulness dan Meditasi: Teknik ini dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan kesejahteraan emosional.
  • Pengelolaan Stres: Latihan relaksasi seperti yoga atau teknik pernapasan dalam dapat membantu mengatasi stres.
3. Dukungan Sosial
  • Jaringan Dukungan: Menjaga hubungan dengan keluarga dan teman dapat memberikan dukungan emosional yang penting.
  • Kelompok Dukungan: Bergabung dengan kelompok dukungan atau komunitas lansia dapat membantu berbagi pengalaman dan mengurangi rasa kesepian.
  • Aktivitas Sosial: Partisipasi dalam kegiatan sosial atau hobi dapat membantu menjaga kesejahteraan mental dan memberikan rasa tujuan.

4. Pendekatan Spiritual dan Kebudayaan
  • Kegiatan Spiritual: Partisipasi dalam kegiatan keagamaan atau spiritual dapat memberikan kenyamanan dan mengurangi kecemasan.
  • Ritual Budaya: Mengikuti ritual atau tradisi budaya yang memberikan rasa nyaman dan keakraban.
5. Perubahan Lingkungan dan Gaya Hidup
  • Lingkungan yang Mendukung: Ciptakan lingkungan yang nyaman dan mendukung di rumah.
  • Rutinitas yang Terstruktur: Menjaga rutinitas harian yang teratur dapat memberikan rasa stabilitas.
  • Pelibatan dalam Kegiatan Bermakna: Terlibat dalam kegiatan yang memberikan rasa tujuan dan makna dapat membantu meningkatkan suasana hati.
6. Konsultasi dengan Profesional
  • Psikolog atau Psikiater: Konsultasi dengan profesional kesehatan mental untuk evaluasi dan intervensi yang tepat.
  • Pelatihan Keterampilan Coping: Profesional dapat mengajarkan keterampilan coping untuk mengelola perasaan cemas dan firasat yang negatif.
7. Pendidikan dan Kesadaran
  • Pendidikan tentang Kesehatan Mental: Memahami tentang kesehatan mental dan bagaimana mengelola emosi dapat membantu mengatasi bad mood.
  • Penulisan Jurnal: Menulis perasaan dan pengalaman dapat membantu lansia memahami dan mengelola perasaan mereka.
Dengan pendekatan yang komprehensif dan dukungan dari keluarga serta profesional, lansia dapat lebih baik dalam mengelola bad mood yang berkaitan dengan firasat dan meningkatkan kualitas hidup mereka.






Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7484115/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5003566/

https://psychcentral.com/anxiety/feeling-of-impending-doom

https://www.researchgate.net/publication/40648156_Premonition_of_Death_in_Trauma_A_Survey_of_Healthcare_Providers

https://www.healthline.com/health/feeling-of-impending-doom

https://www.verywellmind.com/sense-of-impending-doom-symptom-4129656

Friday, 19 July 2024

Hati-Hati! Penipuan Menargetkan Pensiunan: Banyak yang Jadi Korban.

       Seiring bertambahnya usia penduduk, eksploitasi finansial terhadap lansia menjadi masalah yang terus berkembang dan dikaitkan dengan konsekuensi besar, seperti kelangsungan hidup yang lebih pendek, rawat inap, serta kesehatan fisik dan mental yang buruk. 

Secara umum, data menunjukkan bahwa lansia sering menjadi target penipuan dan mengalami kerugian finansial yang signifikan. Upaya pencegahan, edukasi, dan dukungan sangat penting untuk mengurangi risiko dan melindungi mereka dari penipuan.

Penipuan kepada lansia terkait dengan investasi.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)
Laporan Federal Trade Commission (FTC) di Amerika Serikat, menurut FTC, lansia sering menjadi target penipuan. Pada tahun 2022, FTC mencatat bahwa orang berusia 60 tahun ke atas melaporkan kehilangan sekitar $1,7 miliar akibat penipuan, dan jenis penipuan yang paling umum meliputi penipuan investasi dan penipuan telepon.

Badan Regulasi dan Pemerintah, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di Indonesia, sering kali melaporkan bahwa penipuan terhadap lansia, terutama terkait dengan investasi dan pinjaman, merupakan masalah yang signifikan. 

Menjelang pensiun, para penipu berkeliaran di sekitar pegawai. Mereka membujuk dengan investasi yang menjanjikan keuntungan besar. Dengan cara merekrut kawan dari calon pensiunan, kemudian menyebar keseluruh pegawai.

Penipuan menjelang pensiun sering kali menargetkan individu yang akan atau baru saja pensiun. Jenis penipuan ini memanfaatkan kerentanan dan kekhawatiran finansial yang sering dialami oleh para pensiunan. 

Beberapa jenis penipuan yang sering terjadi:

Penipuan Investasi: Penipu menawarkan investasi dengan hasil yang sangat tinggi dan risiko rendah. Mereka mungkin menawarkan produk investasi yang rumit atau palsu, seperti obligasi yang tidak ada, reksa dana palsu, atau skema Ponzi.

Penipuan Pensiun dan Anuitas: Penipu dapat menawarkan skema pensiun atau anuitas dengan janji pengembalian yang menggiurkan. Mereka mungkin meminta korban untuk mentransfer tabungan pensiun mereka ke dalam produk investasi yang tidak jelas atau tidak sah.

Penipuan Telepon: Penipu menelepon korban dan berpura-pura menjadi perwakilan dari lembaga keuangan, badan pemerintah, atau perusahaan asuransi. Mereka meminta informasi pribadi atau menawarkan bantuan dengan imbalan biaya yang tidak masuk akal.

Penipuan Asuransi Kesehatan: Penipu menjanjikan polis asuransi kesehatan yang murah tetapi ternyata tidak ada atau tidak mencakup apa yang dijanjikan. Mereka sering kali menargetkan pensiunan yang khawatir tentang biaya perawatan kesehatan.

Penipuan Perbaikan Rumah: Penipu menawarkan layanan perbaikan rumah dengan harga rendah tetapi kemudian menghilang setelah menerima pembayaran tanpa melakukan pekerjaan yang dijanjikan atau hanya melakukan pekerjaan yang tidak memadai.

Penipuan Warisan atau Hadiah: Penipu menghubungi korban dan mengklaim bahwa mereka telah menerima warisan besar atau memenangkan hadiah besar, tetapi mereka harus membayar biaya administrasi atau pajak terlebih dahulu untuk mendapatkannya.

Penipuan Email dan Phishing: Penipu mengirim email yang tampak sah dari lembaga keuangan atau organisasi resmi, meminta korban untuk mengklik tautan dan memasukkan informasi pribadi atau keuangan.

Penipuan Amal: Penipu meminta sumbangan untuk amal palsu atau yang tidak sah, sering kali dengan cerita yang menyentuh hati untuk memanipulasi emosi korban.

Untuk melindungi diri dari penipuan ini, penting untuk selalu berhati-hati, tidak memberikan informasi pribadi atau keuangan kepada orang yang tidak dikenal, dan selalu memverifikasi keabsahan penawaran atau permintaan yang diterima.

Lansia rentan terhadap penipuan.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)
      Lansia sering kali menjadi target utama penipuan karena beberapa faktor yang membuat mereka lebih rentan. 

Beberapa alasan mengapa lansia mudah terpedaya penipuan:

Kurangnya Pengetahuan Teknologi: Banyak lansia yang tidak terbiasa dengan teknologi modern, seperti internet dan komputer, sehingga mereka lebih mudah terjebak dalam penipuan online dan phishing.

Kepercayaan dan Keramahan: Lansia cenderung lebih percaya dan ramah, sehingga mereka lebih mudah mempercayai orang yang tampak meyakinkan, termasuk penipu.

Keterasingan dan Kesepian: Lansia yang merasa kesepian atau terasing mungkin lebih rentan terhadap penipuan karena mereka mencari interaksi sosial dan perhatian, yang dapat dimanfaatkan oleh penipu.

Keterbatasan Kognitif: Beberapa lansia mengalami penurunan kognitif, seperti masalah memori atau penurunan kemampuan pengambilan keputusan, yang membuat mereka lebih sulit mengenali tanda-tanda penipuan.

Ketergantungan pada Orang Lain: Lansia yang bergantung pada orang lain untuk bantuan sehari-hari mungkin menjadi target penipuan oleh orang-orang yang mereka percayai, termasuk anggota keluarga atau pengasuh.

Ketakutan Kehilangan Tabungan: Lansia sering kali khawatir tentang keamanan finansial mereka dan mungkin lebih mudah terpengaruh oleh penawaran investasi yang menjanjikan pengembalian tinggi atau penipuan asuransi.

Kurangnya Pengetahuan tentang Penipuan: Lansia mungkin tidak selalu mendapatkan informasi terkini tentang berbagai modus penipuan yang berkembang, sehingga mereka tidak siap untuk mengenali dan menghindarinya.

Target Mudah bagi Penipu: Penipu sering kali menganggap lansia sebagai target yang lebih mudah dibandingkan dengan kelompok usia lainnya karena kombinasi faktor-faktor di atas.

Untuk melindungi lansia dari penipuan, penting untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang berbagai jenis penipuan, memberikan pendidikan tentang penggunaan teknologi dengan aman, dan memastikan mereka memiliki jaringan dukungan yang dapat mereka andalkan untuk nasihat dan bantuan.

       Agar tidak mudah tertipu menjelang pensiun, Anda dapat mengambil langkah-langkah berikut untuk melindungi diri dan keuangan Anda:

Edukasi Diri Sendiri: Pelajari berbagai jenis penipuan yang sering menargetkan pensiunan dan bagaimana cara mengidentifikasinya. Pahami modus operandi penipu dan cara mereka beroperasi.

Verifikasi Informasi: Selalu verifikasi informasi dari sumber yang tidak dikenal. Jika menerima penawaran investasi atau bantuan finansial, pastikan untuk memeriksa keabsahannya melalui lembaga atau pihak resmi yang terpercaya.

Hati-hati dengan Penawaran Terlalu Bagus: Waspadai tawaran yang terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan, seperti investasi dengan imbal hasil yang sangat tinggi dan risiko rendah. Penawaran semacam ini sering kali merupakan penipuan.

Jangan Berikan Informasi Pribadi: Jangan memberikan informasi pribadi, seperti nomor KTP, nomor rekening bank, atau informasi kartu kredit kepada orang yang tidak dikenal atau melalui saluran yang tidak aman.

Gunakan Keamanan Teknologi: Pastikan perangkat digital Anda memiliki perangkat lunak keamanan terbaru dan gunakan kata sandi yang kuat. Hati-hati saat membuka email atau tautan dari sumber yang tidak dikenal.

Konsultasikan dengan Profesional: Jika Anda mendapatkan tawaran investasi atau keputusan finansial yang signifikan, konsultasikan terlebih dahulu dengan penasihat keuangan atau profesional terpercaya. Mereka dapat membantu Anda mengevaluasi keabsahan tawaran tersebut.

Bersikap Skeptis terhadap Penawaran Tak Terduga: Hati-hati terhadap penawaran atau hadiah yang tidak diminta atau yang datang dari sumber yang tidak dikenal. Penipu sering kali menggunakan taktik ini untuk mendapatkan perhatian dan informasi.

Pantau Rekening Keuangan: Secara rutin periksa rekening bank dan laporan keuangan Anda untuk mendeteksi aktivitas yang mencurigakan atau tidak dikenal. Segera laporkan jika Anda menemukan transaksi yang tidak sah.

Waspadai Telepon dan Email Palsu: Jangan cepat percaya pada telepon atau email yang meminta informasi pribadi atau pembayaran. Hubungi lembaga resmi atau perusahaan secara langsung melalui saluran komunikasi yang sudah dikenal untuk memverifikasi permintaan tersebut.

Jangan Terburu-buru: Jangan membuat keputusan finansial yang besar dengan terburu-buru. Penipu sering kali berusaha menciptakan rasa urgensi untuk memaksa Anda membuat keputusan cepat tanpa pertimbangan yang matang.

Tingkatkan Kesadaran Keluarga: Ajak anggota keluarga dan teman untuk berdiskusi tentang penipuan dan cara melindungi diri. Membagi informasi ini dapat membantu menciptakan sistem dukungan yang kuat.

Dengan melakukan langkah-langkah ini, Anda dapat membantu melindungi diri dari penipuan dan memastikan masa pensiun Anda lebih aman dan nyaman.




Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5508139/ 

https://www.ncoa.org/article/top-5-financial-scams-targeting-older-adults

https://nij.ojp.gov/topics/articles/examining-financial-fraud-against-older-adults

https://www.cnbc.com/2024/03/08/op-ed-financial-fraud-targets-older-adults-how-to-recognize-it.html

https://www.port.ac.uk/news-events-and-blogs/news/new-report-finds-scammers-are-repeatedly-targeting-older-people


Thursday, 18 July 2024

Ketika Lansia Terjebak: Bahaya Judi Online di Usia Senja

       Penelitian mengenai lansia yang terlibat dalam judi online menunjukkan beberapa dampak signifikan. Lansia, meskipun tidak sebanyak kelompok usia lainnya, tetap terpengaruh oleh perjudian online.  Menurut data, sekitar 34% dari pemain judi online di Indonesia berusia di atas 50 tahun (setara dengan 1,35 juta pelaku), menunjukkan bahwa lansia cukup rentan terhadap aktivitas ini.

Menkopolhukam Hadi Tjahjanto mengemukakan, nominal transaksi judi online di kelompok kelas menengah ke bawah mulai dari Rp10 ribu sampai Rp100 ribu. Kemudian di kelas menengah ke atas transaksinya mulai dari Rp100 ribu hingga Rp 40 miliar.

Seluruh lapisan masyarakat, tua-muda bahkan lansia harus terhindar dari judi online.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
Judi online adalah bentuk perjudian yang dilakukan melalui internet. Ini mencakup berbagai jenis permainan dan taruhan yang dapat diakses menggunakan komputer, smartphone, atau perangkat lain yang terhubung ke internet. 

Beberapa jenis judi online yang umum:

Kasino Online:
Menyediakan berbagai permainan kasino tradisional seperti poker, blackjack, roulette, dan mesin slot yang dapat dimainkan secara virtual.

Taruhan Olahraga:
Melibatkan taruhan pada hasil pertandingan olahraga seperti sepak bola, basket, tenis, dan balap kuda.
Poker Online:

Permainan kartu poker yang dimainkan melawan pemain lain secara online.

Bingo Online:
Versi digital dari permainan bingo tradisional.

Lotere Online:
Membeli tiket lotere dan berpartisipasi dalam undian lotere yang diadakan secara online.

Perdagangan Taruhan (Betting Exchange):
Platform di mana pemain dapat bertaruh melawan satu sama lain daripada melawan bandar.
Judi online menawarkan beberapa keunggulan seperti kemudahan akses, berbagai macam permainan, dan bonus atau promosi menarik. Namun, ada juga risiko yang terkait dengan judi online, seperti kecanduan, masalah keuangan, dan potensi penipuan. 

       Judi online dapat menjadi perangkap yang sangat efektif karena sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk terjebak dalam aktivitas ini. 

Beberapa perangkap utama yang membuat orang terjebak dalam judi online:

Kemudahan Akses:
Judi online dapat diakses kapan saja dan di mana saja dengan perangkat yang terhubung ke internet, membuatnya sangat mudah diakses.

Anonimitas:
Pemain dapat berjudi secara anonim tanpa harus bertemu langsung dengan orang lain, sehingga mengurangi rasa malu atau stigma sosial.

Promosi dan Bonus Menarik:
Banyak situs judi online menawarkan bonus pendaftaran, putaran gratis, dan promosi menarik yang dapat memikat pemain untuk mencoba dan terus bermain.

Ilusi Kendali:
Banyak pemain merasa mereka memiliki kendali atas permainan, terutama dalam permainan yang melibatkan keterampilan seperti poker, padahal hasilnya sering kali bergantung pada keberuntungan.

Kecepatan dan Intensitas Permainan:
Permainan judi online sering kali sangat cepat dan intens, memberikan sensasi dan adrenalin yang bisa membuat pemain terus kembali untuk bermain lebih banyak.

Fitur Interaktif dan Menarik:
Situs judi online sering kali dirancang dengan grafis yang menarik, suara yang menggugah, dan fitur interaktif yang membuat permainan lebih menyenangkan dan menghibur.

Kemudahan Pembayaran:
Kemudahan dalam melakukan deposit dan penarikan uang secara online membuat transaksi menjadi cepat dan mudah, sehingga memudahkan pemain untuk terus bermain tanpa hambatan.

Kurangnya Pemantauan dan Regulasi:
Beberapa situs judi online beroperasi di yurisdiksi dengan regulasi yang lemah, sehingga kurangnya pengawasan dapat membuat pemain rentan terhadap praktik tidak etis atau penipuan.

Tekanan Sosial dan Emosional:
Orang yang merasa kesepian, stres, atau mengalami masalah emosional mungkin mencari pelarian melalui judi online sebagai cara untuk mengatasi perasaan mereka.

Ketergantungan dan Kecanduan:
Judi online memiliki potensi untuk menyebabkan ketergantungan dan kecanduan, di mana pemain merasa sulit untuk berhenti meskipun menyadari dampak negatifnya.

Penting untuk mengambil langkah-langkah pencegahan untuk menghindari terjebak dalam judi online, seperti menetapkan batasan waktu dan uang, mencari dukungan dari teman dan keluarga, dan mencari bantuan profesional jika diperlukan.

Pejabat pemeritntah dan tokoh masyarakat dapat memberikan edukasi bahaya judi online.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

       Istilah medis untuk orang yang kecanduan judi, termasuk judi online, adalah Gambling Disorder atau Gangguan Perjudian. Ini adalah kondisi yang diakui oleh American Psychiatric Association dan termasuk dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5).

Beberapa karakteristik dari Gambling Disorder menurut DSM-5:
  • Kebutuhan untuk berjudi dengan jumlah uang yang semakin besar untuk mencapai kegembiraan yang diinginkan.
  • Gelisah atau mudah tersinggung ketika mencoba mengurangi atau menghentikan judi.
  • Berusaha berulang kali untuk mengontrol, mengurangi, atau menghentikan judi tanpa berhasil.
  • Sering memikirkan tentang judi (misalnya, mengingat pengalaman judi di masa lalu, merencanakan usaha judi berikutnya, memikirkan cara mendapatkan uang untuk berjudi).
  • Sering berjudi ketika merasa tertekan (misalnya, merasa tidak berdaya, bersalah, cemas, depresi).
  • Setelah kalah uang dalam berjudi, sering kembali keesokan harinya untuk membalas kekalahan ("chasing" losses).
  • Berbohong kepada anggota keluarga, terapis, atau orang lain untuk menyembunyikan sejauh mana keterlibatannya dalam judi.
  • Membahayakan atau kehilangan hubungan penting, pekerjaan, atau kesempatan pendidikan atau karier karena berjudi.
  • Mengandalkan orang lain untuk memberikan uang guna mengatasi situasi keuangan yang putus asa yang disebabkan oleh judi.
Gambling Disorder dapat memiliki dampak serius pada kehidupan individu, termasuk masalah keuangan, hubungan yang rusak, dan masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan. 

Beberapa alasan utama mengapa lansia bisa terjebak dalam judi online antara lain:

Kesepian dan Isolasi Sosial:
Lansia sering mengalami kesepian dan isolasi sosial, terutama jika mereka tinggal sendiri atau kehilangan pasangan hidup. Judi online dapat menjadi cara untuk mengisi waktu dan merasa terhubung dengan orang lain, meskipun hanya secara virtual.

Ketersediaan Waktu Luang:
Setelah pensiun, lansia memiliki lebih banyak waktu luang. Tanpa aktivitas yang berarti atau tujuan yang jelas, mereka mungkin mencari hiburan dan stimulasi melalui judi online.

Kesehatan Mental dan Emosional:
Masalah kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, atau demensia dapat membuat lansia lebih rentan terhadap kecanduan judi online. Judi dapat menjadi cara untuk melarikan diri dari perasaan negatif atau mengisi kekosongan emosional.

Kemudahan Akses:
Judi online mudah diakses dari rumah, yang sangat menarik bagi lansia yang mungkin memiliki mobilitas terbatas atau kesulitan mengunjungi kasino fisik.

Kurangnya Pengetahuan tentang Risiko:
Lansia mungkin kurang memahami risiko dan dampak negatif dari judi online. Mereka mungkin tidak menyadari betapa mudahnya kehilangan uang atau betapa cepatnya kecanduan bisa berkembang.

Promosi dan Bonus Menarik:
Situs judi online sering menawarkan promosi dan bonus menarik yang dapat memikat lansia untuk mencoba dan terus bermain. Penawaran ini bisa membuat mereka merasa mendapatkan keuntungan tambahan atau kesempatan untuk menang besar.

Tekanan Finansial:
Beberapa lansia menghadapi tekanan finansial atau merasa tidak memiliki cukup uang untuk hidup nyaman di masa pensiun. Judi online bisa terlihat sebagai cara cepat untuk mendapatkan uang tambahan, meskipun risiko kehilangan jauh lebih besar.

Kurangnya Dukungan Sosial:
Lansia yang tidak memiliki jaringan dukungan sosial yang kuat mungkin lebih rentan terhadap kecanduan judi. Mereka mungkin merasa tidak ada yang memperhatikan atau peduli dengan apa yang mereka lakukan.

Nostalgia dan Kenangan Masa Lalu:
Beberapa lansia mungkin memiliki kenangan positif dari berjudi di masa lalu dan mencari pengalaman serupa melalui judi online. Mereka mungkin berharap bisa mengulang momen-momen menyenangkan tersebut.

Ilusi Kendali dan Keberuntungan:
Lansia mungkin merasa bahwa mereka memiliki kendali atas hasil permainan atau percaya bahwa mereka bisa menang dengan keberuntungan. Ilusi ini bisa membuat mereka terus bermain meskipun mengalami kerugian.

       Menyadarkan lansia yang terjebak dalam judi online membutuhkan pendekatan yang hati-hati dan penuh empati. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk membantu lansia yang terjebak dalam judi online:

Membangun Komunikasi yang Terbuka:
  • Mulailah dengan percakapan yang terbuka dan tanpa penilaian. Dengarkan mereka dengan penuh perhatian dan empati.
  • Hindari menyalahkan atau menghakimi, karena ini bisa membuat mereka merasa defensif dan tidak terbuka untuk berdiskusi lebih lanjut.
Menyediakan Informasi yang Tepat:
  • Berikan informasi tentang risiko dan dampak negatif dari judi online, termasuk risiko keuangan, kesehatan mental, dan hubungan sosial.
  • Tunjukkan contoh nyata atau kisah orang lain yang mengalami masalah serupa dan berhasil keluar dari kecanduan judi online.
Mengidentifikasi Tanda-tanda Masalah:
  • Bantu mereka mengenali tanda-tanda bahwa judi online telah menjadi masalah, seperti perubahan dalam kebiasaan tidur, stres yang berlebihan, atau masalah keuangan.
  • Diskusikan bagaimana judi online mempengaruhi kehidupan mereka secara keseluruhan, termasuk hubungan dengan keluarga dan teman.
Menawarkan Dukungan dan Alternatif:
  • Tawarkan dukungan emosional dan bantuan praktis, seperti menemani mereka mencari kegiatan alternatif yang positif dan menghibur.
  • Ajak mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial, hobi, atau olahraga yang bisa mengalihkan perhatian mereka dari judi online.
Membantu Membuat Batasan:
  • Bantu mereka menetapkan batasan waktu dan uang untuk judi online. Gunakan alat bantu seperti pengingat waktu atau aplikasi yang dapat membantu mereka mengatur penggunaan internet.
  • Ajak mereka untuk menghapus akun judi online atau menggunakan perangkat lunak pemblokir situs judi.
Menyarankan Konseling atau Terapi:
  • Sarankan mereka untuk mencari bantuan profesional dari konselor atau terapis yang berpengalaman dalam masalah kecanduan.
  • Tawarkan untuk menemani mereka ke sesi konseling pertama atau membantu mencari layanan yang tersedia.
Menghubungkan dengan Kelompok Dukungan:
  • Ajak mereka untuk bergabung dengan kelompok dukungan bagi orang yang mengalami masalah kecanduan judi, seperti Gamblers Anonymous.
  • Berpartisipasi dalam kelompok dukungan dapat memberikan mereka rasa komunitas dan dorongan untuk pulih.
Mendukung Keuangan yang Sehat:
  • Bantu mereka mengelola keuangan dengan lebih baik, termasuk membuat anggaran dan memonitor pengeluaran.
  • Jika perlu, ajak mereka untuk berkonsultasi dengan penasihat keuangan yang dapat memberikan saran tentang bagaimana mengatasi masalah keuangan akibat judi online.
Menjaga Kesehatan Mental dan Fisik:
  • Dorong mereka untuk menjaga kesehatan mental dan fisik dengan cara berolahraga, makan sehat, dan tidur yang cukup.
  • Bantu mereka menemukan teknik relaksasi seperti meditasi atau yoga yang dapat membantu mengurangi stres dan kecemasan.
Memberikan Dukungan Berkelanjutan:
  • Terus berikan dukungan dan dorongan selama proses pemulihan. Pemulihan dari kecanduan bisa memakan waktu dan memerlukan komitmen jangka panjang.
  • Jangan ragu untuk mencari bantuan tambahan jika diperlukan, baik dari profesional kesehatan atau anggota keluarga lainnya.
Dengan pendekatan yang penuh empati dan dukungan, lansia yang terjebak dalam judi online dapat diberikan kesempatan untuk menyadari masalah mereka dan mengambil langkah-langkah untuk pulih.






Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4444736/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6886010/

https://responsiblegambling.vic.gov.au/documents/747/VRGF_RR_OlderAdults_0220_FA.pdf

https://www.communitycare.co.uk/2017/08/07/gambling-impact-vulnerable-adults/

https://www.apa.org/monitor/2023/07/how-gambling-affects-the-brain

https://www.webmd.com/healthy-aging/features/senior-gamblers-testing-odds

https://aifs.gov.au/research/research-snapshots/exposure-and-impact-sports-and-race-betting-advertising-australia

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2024/06/24/4-juta-orang-indonesia-judi-online-dari-anak-sampai-orang-tua









Monday, 15 July 2024

Awas ada Hiburan Berbahaya: Pilih Hiburan yang Cocok untuk Lansia

        Hiburan dan rekreasi adalah dua konsep yang sering kali saling terkait, tetapi memiliki perbedaan utama dalam tujuan dan bentuk aktivitasnya. 

Lansia memerlukan hiburan dan rekreasi.
(Sumber: foto J.Hanaris)

Perbedaan antara hiburan dan rekreasi:

Hiburan
Hiburan adalah segala bentuk aktivitas yang dirancang untuk memberikan kesenangan, kegembiraan, atau relaksasi kepada seseorang. Hiburan biasanya pasif dan berfokus pada konsumsi konten yang menyenangkan.

Contoh Aktivitas:

  • Menonton film atau acara TV
  • Mendengarkan musik
  • Membaca buku atau majalah
  • Bermain video game
  • Menghadiri konser atau pertunjukan teater

Tujuan hiburan untuk memberikan kesenangan dan mengalihkan pikiran dari rutinitas sehari-hari. Hiburan sering kali merupakan aktivitas yang dilakukan untuk bersantai dan mengisi waktu luang.

Rekreasi
Rekreasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyegarkan tubuh dan pikiran, biasanya melibatkan aktivitas fisik atau interaksi sosial yang aktif. Rekreasi sering kali lebih interaktif dan dapat melibatkan elemen edukatif atau kesehatan.

Contoh Aktivitas:

  • Berolahraga (seperti berlari, bersepeda, berenang)
  • Berkebun
  • Mendaki gunung atau berjalan-jalan di alam
  • Bermain olahraga tim (seperti sepak bola, basket)
  • Berkemah atau piknik

Tujuan rekreasi untuk meningkatkan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial. Aktivitas rekreasi sering kali dirancang untuk menjaga kesehatan, mengembangkan keterampilan, atau menikmati alam dan lingkungan sekitar.

Meskipun keduanya memiliki perbedaan, hiburan dan rekreasi sama-sama penting untuk keseimbangan hidup yang sehat dan bahagia. Kombinasi keduanya dapat membantu seseorang mengelola stres, menjaga kesehatan, dan meningkatkan kualitas hidup.

Beberapa manfaat hiburan bagi lansia, antara lain:

Meningkatkan Kesehatan Mental: Hiburan seperti permainan, musik, dan aktivitas sosial dapat membantu mengurangi stres, kecemasan, dan depresi. Ini penting untuk menjaga kesehatan mental mereka.

Meningkatkan Kualitas Hidup: Aktivitas hiburan memberikan kebahagiaan dan rasa puas, yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.

Menjaga Kesehatan Fisik: Beberapa bentuk hiburan, seperti olahraga ringan, berjalan-jalan, atau menari, dapat membantu lansia tetap aktif secara fisik dan menjaga kesehatan mereka.

Stimulasi Kognitif: Aktivitas seperti bermain teka-teki, membaca, atau bermain game edukatif dapat merangsang otak dan membantu menjaga fungsi kognitif.

Sosialisasi: Hiburan yang melibatkan interaksi sosial, seperti bergabung dalam klub atau kelompok hobi, dapat membantu lansia merasa lebih terhubung dan mengurangi perasaan kesepian.

Pemenuhan Hobi dan Minat: Memberikan lansia kesempatan untuk mengejar hobi dan minat mereka dapat memberikan perasaan tujuan dan pencapaian.

Beberapa lansia yang kurang hiburan mungkin menunjukkan, ciri berikut:

Perubahan Suasana Hati: Mereka mungkin tampak lebih murung, cemas, atau depresi. Kehilangan minat pada kegiatan yang sebelumnya mereka nikmati juga bisa menjadi tanda.

Kesepian dan Isolasi Sosial: Lansia yang kurang hiburan mungkin merasa lebih kesepian dan terisolasi dari orang lain. Mereka mungkin jarang berinteraksi dengan teman atau keluarga.

Penurunan Kesehatan Mental: Kurangnya hiburan dapat menyebabkan penurunan kognitif, seperti masalah dengan memori, kesulitan berkonsentrasi, dan penurunan kemampuan berpikir.

Penurunan Kesehatan Fisik: Lansia yang tidak aktif mungkin mengalami penurunan kesehatan fisik, seperti penurunan mobilitas, kekuatan, dan kebugaran umum.

Kurangnya Motivasi: Mereka mungkin tampak kurang termotivasi untuk melakukan kegiatan sehari-hari atau untuk mencoba hal-hal baru.

Perubahan Pola Tidur: Kurangnya hiburan dan aktivitas bisa mempengaruhi pola tidur, menyebabkan insomnia atau tidur berlebihan.

Penurunan Kualitas Hidup: Lansia yang kurang hiburan mungkin merasa hidup mereka kurang bermakna atau tidak memuaskan.

Kurangnya Kepuasan Hidup: Mereka mungkin sering mengeluh tentang kebosanan dan merasa tidak ada hal menarik dalam hidup mereka.

Menyediakan hiburan yang sesuai dan mendukung keterlibatan sosial dapat membantu mencegah atau mengatasi masalah-masalah ini, serta meningkatkan kesejahteraan lansia secara keseluruhan.

       Kurangnya hiburan pada lansia dapat berkontribusi pada berbagai masalah kesehatan fisik dan mental. 

Beberapa penyakit dan kondisi yang bisa berkembang atau diperburuk oleh kurangnya hiburan:

Depresi dan Kecemasan: Kurangnya hiburan dan aktivitas sosial dapat menyebabkan perasaan kesepian, yang sering kali berujung pada depresi dan kecemasan.

Penurunan Kognitif: Kurangnya stimulasi mental dapat mempercepat penurunan kognitif, termasuk demensia dan penyakit Alzheimer.

Penyakit Jantung: Stres dan kurangnya aktivitas fisik akibat kebosanan dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan kondisi kardiovaskular lainnya.

Insomnia dan Gangguan Tidur: Kebosanan dan kurangnya aktivitas bisa mengganggu pola tidur, menyebabkan insomnia atau gangguan tidur lainnya.

Obesitas dan Masalah Metabolik: Kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan peningkatan berat badan, obesitas, dan masalah metabolik seperti diabetes tipe 2.

Masalah Mobilitas dan Kesehatan Tulang: Tidak aktif secara fisik dapat menyebabkan penurunan kekuatan otot, masalah mobilitas, dan kesehatan tulang yang buruk, seperti osteoporosis.

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi): Stres kronis dan kurangnya aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko hipertensi.

Sakit Kronis: Kurangnya aktivitas dapat memperburuk kondisi sakit kronis seperti arthritis atau nyeri punggung.

Masalah Pencernaan: Kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan masalah pencernaan seperti sembelit.

Penurunan Imunitas: Kurangnya aktivitas dan stres dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat lansia lebih rentan terhadap infeksi.

       Berbagai jenis hiburan dapat bermanfaat bagi lansia, tergantung pada minat, kemampuan fisik, dan kondisi kesehatan mereka. 

Beberapa bentuk hiburan yang baik untuk lansia:

1. Aktivitas Sosial
  • Bergabung dengan Klub atau Komunitas: Klub buku, kelompok seni, klub jalan kaki, atau kelompok relawan dapat memberikan kesempatan untuk bersosialisasi dan bertemu teman baru.
  • Acara Keluarga: Menghadiri pertemuan keluarga, makan malam, atau perayaan dapat membantu menjaga hubungan keluarga yang kuat.
Contoh acara keluarga dengan bermain:

2. Aktivitas Fisik
  • Olahraga Ringan: Berjalan, yoga, tai chi, atau berenang adalah contoh olahraga yang aman dan bermanfaat.
  • Tarian: Menari dapat menjadi cara yang menyenangkan untuk tetap aktif dan berinteraksi sosial.
3. Aktivitas Mental
  • Bermain Teka-teki dan Permainan: Sudoku, teka-teki silang, permainan papan, dan permainan kartu dapat merangsang otak.
  • Membaca dan Menulis: Membaca buku, menulis jurnal, atau bahkan menulis surat dapat meningkatkan kesehatan mental.
4. Aktivitas Kreatif
  • Seni dan Kerajinan: Melukis, menggambar, merajut, menjahit, atau membuat kerajinan tangan lainnya dapat memberikan kepuasan dan ekspresi kreatif.
  • Musik: Mendengarkan musik, bermain alat musik, atau bernyanyi dapat meningkatkan suasana hati dan kesehatan mental.
5. Teknologi
  • Belajar Teknologi Baru: Menggunakan komputer, tablet, atau smartphone untuk menjelajahi internet, media sosial, atau video call dengan keluarga dan teman.
  • Menonton Film dan Program TV: Menonton film, acara TV, atau dokumenter yang menarik dapat menjadi hiburan yang menyenangkan.
6. Aktivitas Relaksasi
  • Meditasi dan Relaksasi: Meditasi, pernapasan dalam, atau terapi relaksasi lainnya dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan.
  • Berkebun: Berkebun dapat menjadi aktivitas fisik yang ringan dan memberikan kepuasan dari hasil kerja keras.
7. Aktivitas Relawan
  • Kegiatan Sosial: Menjadi sukarelawan dalam kegiatan sosial atau amal dapat memberikan perasaan berharga dan kontribusi pada komunitas.
8. Wisata dan Rekreasi
  • Perjalanan Singkat: Mengunjungi taman, museum, kebun binatang, atau tempat wisata lokal lainnya.
  • Piknik dan Berjalan-jalan di Alam: Menghabiskan waktu di alam dapat memberikan ketenangan dan kebahagiaan.
Contoh berjalan-jalan di alam:


Memilih jenis hiburan yang tepat untuk lansia sebaiknya mempertimbangkan minat dan kebutuhan individu. Dukungan dari keluarga dan teman juga penting untuk memastikan bahwa mereka terlibat dalam aktivitas yang bermanfaat dan memuaskan.

Beberapa contoh hiburan yang mungkin berisiko dan perlu diwaspadai:

1. Aktivitas Fisik Ekstrim
  • Olahraga Berat: Aktivitas seperti angkat beban berat, lari maraton, atau olahraga dengan kontak fisik (seperti sepak bola atau basket) dapat berisiko menyebabkan cedera.
  • Aktivitas Ekstrem: Bungee jumping, skydiving, atau kegiatan lain yang membutuhkan fisik yang prima dan keseimbangan yang baik bisa sangat berbahaya.
2. Hiburan dengan Paparan Suara Keras
  • Konser Musik Keras: Menghadiri konser dengan suara yang sangat keras dapat merusak pendengaran.
  • Acara dengan Kebisingan Tinggi: Pesta atau acara dengan tingkat kebisingan tinggi dapat menyebabkan stres dan gangguan pendengaran.
3. Hiburan yang Melibatkan Bahan Kimia
  • Penggunaan Alkohol Berlebihan: Mengonsumsi alkohol secara berlebihan dapat berdampak buruk pada kesehatan, termasuk risiko jatuh dan interaksi negatif dengan obat-obatan.
  • Merokok atau Penggunaan Narkoba: Kebiasaan ini sangat berbahaya bagi kesehatan dan dapat memperburuk kondisi medis yang sudah ada.
4. Aktivitas yang Membutuhkan Keterampilan Motorik dan Kognitif Tinggi
  • Bermain Game Video Intensif: Beberapa video game yang membutuhkan reaksi cepat dan keterampilan motorik halus mungkin sulit dan dapat menyebabkan frustrasi atau kelelahan mata.
  • Mengemudi di Malam Hari atau di Jalan Raya Sibuk: Aktivitas ini bisa berisiko jika lansia mengalami masalah penglihatan atau refleks yang melambat.
5. Paparan Prolonged Screen Time
  • Menonton TV atau Bermain Video Game Berlebihan: Terlalu banyak waktu di depan layar dapat menyebabkan masalah mata, gangguan tidur, dan gaya hidup yang tidak aktif.
6. Kegiatan yang Menyebabkan Keletihan Mental
  • Permainan dengan Kompleksitas Tinggi: Permainan yang membutuhkan konsentrasi tinggi dan berpikir keras dalam waktu lama dapat menyebabkan keletihan mental.
7. Hiburan yang Melibatkan Risiko Sosial atau Keamanan
  • Perjudian: Kegiatan perjudian dapat menyebabkan masalah finansial dan stres emosional.
  • Interaksi Online dengan Orang Tak Dikenal: Lansia mungkin rentan terhadap penipuan atau eksploitasi online.
Pencegahan dan Penyesuaian

Beberapa langkah pencegahan dapat diambil:
  • Konsultasi dengan Dokter: Sebelum memulai aktivitas fisik baru atau perubahan besar dalam rutinitas hiburan, konsultasikan dengan profesional kesehatan.
  • Modifikasi Aktivitas: Sesuaikan tingkat kesulitan dan intensitas aktivitas sesuai kemampuan fisik dan mental.
  • Pengawasan dan Pendampingan: Untuk aktivitas yang berisiko, pastikan ada pendamping atau pengawasan yang memadai.
  • Pilih Hiburan yang Aman: Fokus pada hiburan yang memberikan kesenangan dan manfaat tanpa menimbulkan risiko signifikan.
Dengan memperhatikan faktor-faktor ini, lansia dapat menikmati berbagai bentuk hiburan dengan aman dan tetap menjaga kesehatan serta kesejahteraan mereka.






Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9558104/

https://fairviewadc.com/recreation/elderly-entertainment-benefits-of-interaction/

https://openarmshc.org/is-watching-tv-good-for-seniors/

https://sukino.com/the-effects-of-social-media-on-the-elderly/






Saturday, 13 July 2024

Waspada Komunitas Lansia yang Toksik, Merusak Kesejahteraan Mental.

       Munculnya beberapa komunitas lansia antara lain bertujuan untuk menjalin kebersamaan, kesetaraan, kesejahteraan secara suka dan rela. Namun dibalik kemuliaan yang dimajukan untuk kesejahteraan lansia tersebut. Muncul beberapa orang yang sadar atau tidak, berpikir negatif dan pesimis yang dapat menular pada individu yang lain. Orang yang toksik cenderung mencari kawan dan merasa puas bila ada anggota lain yang tertekan dan dikucilkan. 

Komunitas lansia ini memiliki AD/ART sejak awal sehingga terhindar dari toksik.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Contoh pengesahan AD/ART komunitas lansia yang baik:


Komunitas lansia yang toksik adalah kelompok di mana interaksi sosial di antara anggotanya bersifat negatif dan merugikan, menyebabkan stres dan menurunnya kesejahteraan. 

Beberapa karakteristik dari komunitas lansia yang toksik antara lain:

Gosip dan Fitnah: 
Gosip yang berlebihan dapat menciptakan lingkungan yang penuh ketidakpercayaan dan ketidaknyamanan. Hal ini bisa membuat anggota komunitas merasa tidak aman dan terganggu​.

Diskriminasi dan Eksklusi: 
Lansia dalam komunitas yang toksik mungkin mengalami diskriminasi atau eksklusi berdasarkan kondisi fisik, kesehatan mental, status ekonomi, atau latar belakang sosial. Ini dapat menyebabkan isolasi sosial dan perasaan tidak berharga​.

Kontrol dan Manipulasi: 
Beberapa individu mungkin mencoba mengendalikan atau memanipulasi anggota komunitas lainnya untuk keuntungan pribadi, yang dapat merusak dinamika kelompok dan menyebabkan konflik​.

Sikap Negatif dan Pesimis: 
Lingkungan yang dipenuhi dengan sikap negatif dan pesimis dapat menular, membuat anggota komunitas merasa tertekan dan kehilangan motivasi untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial​.

Kurangnya Dukungan Emosional:
Di komunitas yang toksik, dukungan emosional mungkin kurang atau tidak ada sama sekali. Anggota komunitas tidak merasa didukung dalam menghadapi tantangan atau kesulitan yang mereka hadapi​.

Komunitas jamur ini bersifat racun.
(Sumber: foto canva.com)
Ada 4 Tanda Komunitas yang Toksik:
1. Ada orang yang merasa berkuasa:
Komunitas yang baik adalah komunitas yang egaliter atau memiliki kesetaraan. Memiliki hak dan kewajiban yang sama. Kesetaraan membuat anggota nyaman, karena memiliki aturan yang jelas sejak awal pendirian. Namun komunitas menjadi toksik bila dipimpin oleh orang yang merasa berkuasa dan main perintah. Komunitas toksik sebaiknya ditinggalkan saja karena tidak punya nilai dan buang waktu saja.

2. Tidak Memiliki Aturan yang Jelas:
Komunitas yang baik sejak awal memiliki aturan tertentu. Tanpa aturan menjadikan komunitas bertindak semaunya. Aturan dibuat berdasarkan pimpinannya dan kelompok toksik yang ada. Aturan berubah tanpa mekanisme yang jelas.

3. Saling Menikam:
Dalam komunikasi yang toksik, tidak jarang sesama anggota memiliki hubungan yang tidak baik, cemburu dan iri hati. Tanda yang jelas dari komunitas yang toksik, penggunaan bahasa yang kasar dan kotor, tidak membalas salam dari anggota yang lebih awal menyampaikan salam, saling sahut-menyahut sesama anggota toksik. Cenderung tidak peduli dengan pesan dari anggota tertentu. Tertutup dan tidak menerima perbedaan. 

4. Lebih Banyak Kegiatan tidak bermanfaat:
Komunitas sering kali melakukan kegiatan bersama. Mulai dari kegiatan bersenang-senang atau kegiatan lain yang bermanfaat. Bila kegiatan dilakukan tidak bermanfaat, hanya memenuhi ambisi pribadi dan kroninya maka dipastikan komunitas itu tidak baik dan toksik. Biasanya anggota yang penakut hanya tertekan dan tidak berdaya. Hindari komunitas toksik meskipun itu komunitas lansia karena usia tua dan muda tidak ada bedanya mengenai perilaku.

Beberapa Cara Mengatasi Komunitas Lansia yang Toksik:

Mendorong Komunikasi Terbuka: 
Mendorong anggota komunitas untuk berbicara secara terbuka dan jujur tentang perasaan mereka dapat membantu mengatasi masalah sebelum mereka berkembang menjadi lebih serius.

Penyuluhan dan Edukasi:
Mengadakan program penyuluhan tentang pentingnya hubungan yang sehat dan menghormati sesama dapat meningkatkan kesadaran dan mengurangi perilaku toksik.

Membangun Dukungan Sosial:
Mendorong kegiatan kelompok yang positif dan membangun dukungan sosial dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan mendukung.

Mediasi dan Resolusi Konflik: 
Menyediakan mekanisme untuk mediasi dan penyelesaian konflik dapat membantu mengatasi masalah antar anggota dengan cara yang konstruktif.

Pemantauan dan Evaluasi:
Secara teratur memantau dinamika kelompok dan mengevaluasi interaksi sosial dapat membantu mengidentifikasi masalah sejak dini dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki situasi.

Dengan mengambil langkah-langkah ini, diharapkan komunitas lansia dapat menjadi tempat yang lebih positif dan mendukung bagi semua anggotanya.





Sumber:

https://www.psychologytoday.com/us/blog/charm-harm/202004/when-elderly-parents-are-abusive

https://www.agingcare.com/articles/setting-boundaries-with-parents-who-are-abusive-142804.htm

https://www.agingcare.com/articles/setting-boundaries-with-parents-who-are-abusive-142804.htm

https://www.webmd.com/mental-health/features/handle-toxic-family

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/abuse-of-older-people

https://www.psychologytoday.com/intl/blog/boomers-30/201901/why-do-younger-people-dislike-older-people






Tuesday, 9 July 2024

Ketakutan Terbesar Lansia: Bukan Kematian, Tapi Kesehatan yang Memburuk.

         Dalam sejarah manusia, kita telah memasuki era di mana mencapai usia tua dianggap sebagai hal yang biasa. Tidak seperti di masa lalu, ketika hidup sampai usia tua merupakan kemewahan yang hanya diberikan kepada orang-orang kaya, secara global sekitar 79% wanita dan 70% pria dapat mencapai usia 65 tahun dan seterusnya.

Beberapa orang begitu takutnya terhadap penuaan sehingga hal itu menjadi kondisi patologis yang disebut gerascophobia , yang mengarah kepada pikiran dan perilaku yang tidak rasional, misalnya, terpaku pada kesehatan, penyakit, dan kematian serta asyik menyembunyikan tanda-tanda penuaan.

Lansia ternyata takut dengan kesehatan yang memburuk.
(Sumber: foto Dwi Pa Tri Club)
Ketakutan pada lansia mengacu pada berbagai kekhawatiran, kecemasan, dan rasa takut yang dialami oleh individu yang berusia lanjut. Ketakutan ini dapat berasal dari berbagai faktor, termasuk perubahan fisik, mental, sosial, dan lingkungan yang sering kali terjadi seiring bertambahnya usia. 

Berdasarkan survei dan penelitian di seluruh dunia, beberapa hal yang paling ditakuti oleh lansia meliputi: 

Kesehatan yang Memburuk: Ketakutan terhadap penyakit kronis, penurunan fungsi fisik, dan penurunan kemampuan kognitif adalah kekhawatiran utama. Penyakit seperti Alzheimer, kanker, dan penyakit jantung sering menjadi sumber ketakutan.

Kehilangan Kemandirian: Banyak lansia khawatir kehilangan kemampuan untuk hidup mandiri dan harus bergantung pada orang lain untuk perawatan dan bantuan sehari-hari.

Kesepian dan Isolasi Sosial: Kehilangan pasangan hidup, teman, dan anggota keluarga sering kali menyebabkan perasaan kesepian dan isolasi sosial yang mendalam.

Masalah Keuangan: Kekhawatiran tentang kehabisan uang selama masa pensiun dan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup adalah ketakutan yang umum. Ini termasuk kekhawatiran tentang biaya perawatan kesehatan yang tinggi.

Kehilangan Identitas dan Tujuan: Setelah pensiun, beberapa lansia merasa kehilangan identitas dan tujuan hidup. Mereka mungkin merasa tidak lagi memiliki peran yang berarti dalam masyarakat.

Ketergantungan pada Teknologi: Banyak lansia merasa kesulitan mengikuti perkembangan teknologi, yang dapat membuat mereka merasa tertinggal dan terisolasi.

Kehilangan Kendali atas Hidup: Ketakutan akan kehilangan kendali atas keputusan pribadi dan kehidupan sehari-hari, terutama jika harus masuk ke panti jompo atau fasilitas perawatan lainnya.

Ketakutan akan Kematian: Meskipun tidak selalu diungkapkan, ketakutan akan kematian dan proses kematian adalah sesuatu yang banyak dirasakan oleh lansia.

Ketakutan-ketakutan ini bisa bervariasi tergantung pada budaya, kondisi ekonomi, dan dukungan sosial yang tersedia di masing-masing negara.

       Kematian sering berada dalam urutan lebih rendah dalam daftar ketakutan lansia karena beberapa alasan:

Penerimaan Alamiah: Seiring bertambahnya usia, banyak lansia yang mulai menerima kematian sebagai bagian alami dari kehidupan. Pengalaman hidup dan refleksi sering kali membuat mereka lebih damai dengan kenyataan ini.

Pengalaman Hidup: Lansia telah menyaksikan dan mengalami banyak hal selama hidup mereka, termasuk kematian orang-orang yang mereka kenal dan cintai. Pengalaman ini dapat mengurangi ketakutan mereka terhadap kematian sendiri.

Persiapan Mental dan Spiritual: Banyak lansia yang mempersiapkan diri secara mental dan spiritual untuk kematian. Ini termasuk melalui praktik keagamaan, meditasi, atau diskusi terbuka tentang akhir hayat.

Prioritas Lain: Ketakutan terhadap masalah kesehatan, kehilangan kemandirian, kesepian, dan masalah keuangan sering kali lebih mendesak dan mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka secara langsung. Oleh karena itu, ketakutan-ketakutan ini lebih menonjol.

Dukungan Sosial: Dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas dapat membantu lansia merasa lebih aman dan diterima, mengurangi ketakutan terhadap kematian.

Penurunan Rasa Takut: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasa takut terhadap kematian cenderung menurun seiring bertambahnya usia, mungkin karena penurunan sensitivitas emosional atau peningkatan kebijaksanaan dan perspektif hidup.

Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa ketakutan terhadap kematian masih ada dan signifikan bagi banyak lansia, meskipun mungkin tidak selalu menjadi ketakutan utama yang mereka rasakan.

Ketakutan terhadap kematian masih ada dan signifikan.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
       Ketakutan dapat mempengaruhi kesehatan lansia secara signifikan. Ketakutan dan kecemasan yang terus-menerus dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental mereka. 

Beberapa cara bagaimana ketakutan dapat mempengaruhi kesehatan lansia:

Stres Kronis: Ketakutan yang berkelanjutan dapat menyebabkan stres kronis, yang dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, meningkatkan risiko penyakit kronis seperti penyakit jantung, diabetes, dan hipertensi.

Kesehatan Mental: Ketakutan dan kecemasan yang berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental seperti depresi dan gangguan kecemasan. Ini dapat mengurangi kualitas hidup dan menyebabkan isolasi sosial.

Masalah Tidur: Ketakutan dan kecemasan dapat mengganggu pola tidur, menyebabkan insomnia atau gangguan tidur lainnya. Kurang tidur dapat memperburuk masalah kesehatan fisik dan mental.

Perilaku Kesehatan Negatif: Ketakutan dapat menyebabkan perilaku kesehatan negatif seperti kurangnya aktivitas fisik, pola makan yang buruk, dan ketidakpatuhan terhadap pengobatan atau rencana perawatan.

Fungsi Kognitif: Stres dan kecemasan kronis dapat mempengaruhi fungsi kognitif, mempercepat penurunan kognitif, dan meningkatkan risiko gangguan seperti demensia.

Isolasi Sosial: Ketakutan akan kesepian atau kehilangan kemandirian dapat menyebabkan isolasi sosial, yang dapat memperburuk masalah kesehatan fisik dan mental.

Gangguan Sistem Kekebalan: Stres dan kecemasan dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat lansia lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit.

Untuk mengatasi dampak negatif ketakutan pada kesehatan lansia, penting untuk menyediakan dukungan sosial, akses ke perawatan kesehatan mental, dan menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung. Terapi, konseling, aktivitas fisik, dan keterlibatan sosial dapat membantu mengurangi ketakutan dan meningkatkan kualitas hidup lansia.

       Lansia dapat mengambil berbagai langkah untuk mengatasi ketakutan dan meningkatkan kualitas hidup mereka. 

Beberapa upaya yang dapat dilakukan:

Mencari Dukungan Sosial:
  • Keluarga dan Teman: Menghabiskan waktu dengan keluarga dan teman dapat mengurangi rasa kesepian dan isolasi.
  • Komunitas dan Kelompok Dukungan: Bergabung dengan kelompok dukungan atau komunitas lansia dapat memberikan rasa memiliki dan dukungan emosional.
Aktivitas Fisik:
  • Olahraga Teratur: Aktivitas fisik seperti berjalan, berenang, atau yoga dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental.
  • Kelas Kebugaran untuk Lansia: Bergabung dalam kelas kebugaran yang dirancang khusus untuk lansia dapat membantu menjaga kebugaran dan memberikan kesempatan untuk bersosialisasi.
Mengelola Stres dan Kecemasan:
  • Meditasi dan Relaksasi: Teknik meditasi, pernapasan dalam, dan relaksasi dapat membantu mengurangi stres.
  • Terapi: Terapi kognitif-behavioral atau konseling dapat membantu lansia mengatasi kecemasan dan depresi.
Kesehatan Mental:
  • Terapi dan Konseling: Mencari bantuan profesional melalui terapi atau konseling dapat membantu mengatasi ketakutan dan kecemasan.
  • Kegiatan Kreatif: Terlibat dalam kegiatan seperti melukis, menulis, atau berkebun dapat memberikan outlet emosional dan mengurangi stres.
Pendidikan dan Informasi:
  • Mendapatkan Informasi yang Akurat: Mengetahui lebih banyak tentang kesehatan, pengelolaan penyakit, dan perawatan dapat mengurangi ketakutan yang berasal dari ketidaktahuan.
  • Pelatihan Teknologi: Mengikuti pelatihan teknologi untuk tetap terhubung dengan dunia digital dan mengurangi ketakutan akan teknologi.
Menjaga Kesehatan Fisik:
  • Pemeriksaan Kesehatan Rutin: Melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur dapat membantu mendeteksi dan mengelola masalah kesehatan sejak dini.
  • Gizi yang Baik: Mengonsumsi makanan yang seimbang dan bergizi dapat mendukung kesehatan fisik dan mental.
Perencanaan Masa Depan:
  • Perencanaan Keuangan: Mengatur keuangan dengan baik dan merencanakan masa pensiun dapat mengurangi ketakutan akan masalah keuangan.
  • Perencanaan Perawatan: Merencanakan perawatan jangka panjang dan membuat keputusan perawatan kesehatan dapat memberikan rasa kontrol dan mengurangi ketakutan akan kehilangan kemandirian.
Keterlibatan dalam Komunitas:
  • Sukarelawan: Menjadi sukarelawan di komunitas dapat memberikan tujuan dan kepuasan, serta membantu mengurangi perasaan kesepian.
  • Kegiatan Sosial: Menghadiri acara sosial, bergabung dengan klub atau organisasi, dan berpartisipasi dalam kegiatan komunitas dapat meningkatkan keterlibatan sosial.

Dengan mengambil langkah-langkah ini, lansia dapat mengurangi ketakutan mereka, meningkatkan kesejahteraan mereka, dan menikmati kualitas hidup yang lebih baik.





Sumber:

https://www.seniorliving.org/finance/senior-fears-study/

https://theconversation.com/fear-of-ageing-is-really-a-fear-of-the-unknown-and-modern-society-is-making-things-worse-220925

https://www.forbes.com/health/medicare/fear-of-aging-survey/

https://en.wikipedia.org/wiki/Gerontophobia

https://en.wikipedia.org/wiki/Gerascophobia