Monday, 21 August 2023

Phasmophobia, Sudah Lansia Masih Takut Hantu, Kasihan

       Ketakutan akan hantu dalam banyak budaya manusia didasarkan pada kepercayaan bahwa beberapa hantu mungkin jahat terhadap manusia dan berbahaya, dengan semua kemungkinan sikap, antara lain nakal, jinak, acuh tak acuh, dan sebagainya. 

Termasuk terkait dengan takut akan kegelapan , ketakutan akan hantu adalah ketakutan yang sangat umum. Beberapa budaya memberikan nama-nama hantu sesuai dengan tampilan, bentuk, tempat atau lokasinya.

Lansia yang sangat takut hantu  disebut phasmophobia
(Sumber: pens 49 ceria)

Banyak orang merinding saat mendengarkan cerita hantu atau menonton film horor. Tetapi orang yang takut pada hal-hal mistis, secara serius dapat membatasi hidup mereka melalui perilaku menghindari   pertemuan sosial, merasa takut sendirian di rumah, atau menghindari paparan acara TV atau film karena ketakutannya.

Takut pada hal-hal mistis dan hantu sampai mereka takut hanya dengan menyebutkan cerita hantu, rumah berhantu, atau film menakutkan. Mereka mungkin merasa bahwa seseorang sedang "mengawasi" mereka atau rumah mereka dihantui.

Takut pada hal-hal mistis dan hantu.(Sumber: foto canva.com)

Syarat ketakutan sebagai fobia (bukan ketakutan sementara atau situasional), antara lain :

  1. Ketakutan mengarah pada perilaku menghindar atau bentuk lain dari kesusahan dan disfungsi, baik di tempat kerja atau dalam situasi sosial.
  2. Ketakutan tidak sebanding dengan bahaya yang sebenarnya, dan paparan gambar atau ide yang berkaitan dengan hantu atau hal mistis hampir selalu memicu ketakutan atau kecemasan langsung.
  3. Ketakutan akan hantu berlangsung selama enam bulan atau lebih.
  4. Ketakutan dapat dijelaskan oleh kondisi kesehatan lainnya, baik mental maupun fisik.

Istilah medis yang umumnya digunakan untuk menggambarkan ketakutan terhadap hantu pada lansia adalah "phasmophobia." Ini adalah istilah yang juga digunakan untuk menggambarkan ketakutan terhadap hantu pada berbagai kelompok usia. Phasmophobia adalah jenis fobia spesifik yang melibatkan ketakutan yang kuat terhadap hantu atau makhluk mistis.

Istilah medis ini mungkin tidak sering digunakan dalam praktik klinis, dan dalam praktik lain, biasanya fobia seperti ini dapat disebut sebagai "takut terhadap hantu" atau "takut terhadap hal-hal supranatural."  

Jadi phasmophobia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan ketakutan yang kuat atau fobia terhadap hantu, makhluk mistis, atau hal-hal yang dianggap berhubungan dengan dunia supranatural. Orang yang menderita phasmophobia merasa cemas atau takut saat berhadapan dengan gambar, cerita, atau situasi yang melibatkan hantu atau entitas supernatural.

Gejala phasmophobia antara lain: detak jantung yang cepat, keringat berlebihan, rasa mual, perasaan kehilangan kendali, dan bahkan serangan panik.

Gejala phasmopohobia detak jantung cepat dan berkeringat
(Sumber: foto canva.com)

Phasmophobia masuk dalam kategori fobia spesifik, yaitu gangguan kecemasan yang khusus terkait dengan objek atau situasi tertentu. Fobia semacam ini dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang dan mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Phasmophobia atau takut terhadap hantu pada lansia, seperti pada kelompok usia lainnya, dapat berkaitan dengan berbagai faktor. 

Beberapa faktor yang mungkin berkontribusi terhadap phasmophobia pada lansia meliputi:

👻 Pengalaman Masa Lalu: 

Pengalaman masa lalu, seperti kisah-kisah atau keyakinan tentang dunia supranatural, bisa mempengaruhi ketakutan terhadap hantu pada lansia. Jika seseorang memiliki pengalaman negatif atau mendengar cerita-cerita yang menakutkan tentang hantu dalam hidupnya, ini dapat memicu atau memperkuat phasmophobia.

Pengalaman masa lalu dengan cerita seram memperkuat
phasmophobia (Sumber: foto canva.com)

👻 Perubahan dalam Kesehatan Mental dan Emosional: 

Lansia mungkin mengalami perubahan dalam kesehatan mental dan emosional seiring penuaan. Faktor-faktor seperti stres, kecemasan, dan depresi dapat memengaruhi persepsi mereka terhadap lingkungan sekitar dan meningkatkan sensitivitas terhadap ketakutan.

👻 Keterbatasan Fisik dan Kesehatan: 

Lansia yang mengalami keterbatasan fisik atau masalah kesehatan tertentu mungkin merasa lebih rentan dan tidak mampu untuk menghadapi atau mengatasi situasi yang menimbulkan ketakutan. Ini dapat memperburuk phasmophobia.

👻 Pergantian Sosial: 

Pergantian sosial seperti kematian pasangan hidup atau teman dekat, serta isolasi sosial, dapat meningkatkan perasaan kesepian dan meningkatkan kecenderungan terhadap ketakutan atau fobia.

👻 Pengaruh Budaya dan Media: 

Gambaran hantu dalam budaya populer atau media massa dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap hantu. Lansia mungkin lebih terpengaruh oleh narasi-narasi ini, terutama jika mereka kurang akses atau terbiasa dengan teknologi modern.

Gambaran hantu dalam budaya mempengaruhi
persepsi seseorang. (Sumber: foto canva.com)

👻 Efek Penuaan pada Sistem Sensori dan Kognitif:

Perubahan dalam sistem sensori atau kognitif akibat penuaan dapat memengaruhi persepsi lansia terhadap lingkungannya. Hal ini mungkin membuat mereka lebih sensitif terhadap rangsangan tertentu, termasuk hal-hal yang terkait dengan hantu.

       💬 Penting untuk dicatat bahwa phasmophobia atau fobia lainnya adalah masalah yang kompleks dan dapat dipengaruhi oleh kombinasi berbagai faktor. Jika phasmophobia mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan seorang profesional kesehatan mental. 

Lansia yang mengalami phasmophobia atau takut terhadap hantu mungkin akan menunjukkan ciri-ciri yang mengindikasikan ketakutan dan kecemasan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan dunia supranatural.

Beberapa ciri yang mungkin terlihat pada lansia yang mengalami phasmophobia:

💀 Ketidaknyamanan atau Kecemasan Yang Jelas:

Lansia dengan phasmophobia mungkin merasa cemas, takut, atau tidak nyaman ketika berbicara tentang hantu, mendengar cerita tentang hantu, atau saat berada di tempat-tempat yang dikaitkan dengan aktivitas supranatural.

Lansia dengan phasmophobia merasa tidak nyaman
 berbicara tentang hantu. (Sumber: foto canva.com)

💀 Menghindari Situasi atau Tempat Terkait Hantu:

Lansia dengan phasmophobia mungkin cenderung menghindari situasi atau tempat yang berkaitan dengan hantu atau aktivitas supranatural. Ini bisa termasuk menghindari berbicara tentang hantu, menghindari melihat gambar hantu, atau menghindari tempat-tempat yang dianggap "berhantu."

💀 Reaksi Fisik Kecemasan:

Ketika berhadapan dengan situasi atau stimulus yang berkaitan dengan hantu, lansia dengan phasmophobia mungkin mengalami reaksi fisik seperti detak jantung cepat, napas pendek, keringat berlebihan, gemetar, atau bahkan serangan panik.

💀 Kerentanan Emosional yang Lebih Tinggi:

Lansia dengan phasmophobia mungkin cenderung merasa lebih terpengaruh oleh kisah-kisah seram, gambar hantu, atau penggambaran supranatural dalam media. Mereka dapat lebih sulit untuk mengatasi emosi terkait dengan ketakutan tersebut.

💀 Pengaruh terhadap Aktivitas Harian: 

Jika phasmophobia menjadi sangat parah, lansia mungkin mengalami hambatan dalam menjalani aktivitas sehari-hari atau bahkan menghindari berpartisipasi dalam kegiatan sosial karena ketakutan mereka terhadap hantu.

💀 Perasaan Kesepian atau Kecemasan Sosial: 

Lansia dengan phasmophobia mungkin merasa kesepian atau cemas dalam situasi sosial, terutama jika obrolan atau topik berkaitan dengan dunia supranatural atau hantu.

💀 Berbicara atau Mengkhayalkan Hantu: 

Lansia dengan phasmophobia mungkin sering membicarakan atau mengkhayalkan tentang hantu dengan perasaan cemas atau ketakutan.

Lansia dengan phasmophobia mengkhayalkan hantu
(Sumber: foto canva.com)

       💭 Penting untuk diingat bahwa masing-masing individu adalah unik, dan ciri-ciri phasmophobia dapat bervariasi.

Mengobati lansia yang mengalami phasmophobia atau takut terhadap hantu melibatkan pendekatan yang sensitif terhadap usia mereka serta penggunaan strategi terapi yang sesuai.

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk membantu mengobati lansia yang mengalami phasmophobia:

👳 Konsultasi dengan Profesional Kesehatan Mental: 

Langkah pertama adalah berkonsultasi dengan seorang profesional kesehatan mental yang memiliki pengalaman dalam merawat gangguan kecemasan pada lansia. Profesional ini dapat melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keadaan dan merancang rencana pengobatan yang sesuai.

👳 Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive-Behavioral Therapy/CBT): 

Terapi CBT dapat membantu lansia mengatasi phasmophobia dengan mengidentifikasi pikiran negatif atau irasional yang mendasari ketakutan mereka terhadap hantu. Terapis CBT akan membantu menggantikan pikiran-pikiran tersebut dengan pemahaman yang lebih realistis dan positif.

👳 Terapi Eksposur: 

Terapi eksposur melibatkan menghadapi ketakutan secara bertahap dan terkendali. Lansia akan diberi kesempatan untuk menghadapi gambar atau situasi yang terkait dengan hantu dengan dukungan dari terapis. Tujuannya adalah untuk mengurangi reaksi kecemasan seiring waktu.

👳 Teknik Relaksasi dan Pernapasan:

Teknik relaksasi, meditasi, pernapasan dalam, dan latihan tubuh dapat membantu mengurangi kecemasan dan membantu lansia merasa lebih tenang saat berhadapan dengan situasi yang menakutkan.

Latihan tubuh dapat mengurangi kecemasan dan ketakutan.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

👳 Edukasi tentang Hantu dan Supranatural:

Memberikan edukasi yang akurat tentang dunia supranatural, sains, dan fakta-fakta yang dapat membantu meredakan ketakutan yang tidak beralasan.

👳 Dukungan Sosial: 

Dukungan dari keluarga, teman, atau kelompok dukungan dapat membantu lansia merasa lebih aman dan didukung saat mereka bekerja untuk mengatasi phasmophobia.

👳 Gaya Hidup Sehat: 

Menjaga gaya hidup sehat, seperti tidur yang cukup, nutrisi yang baik, dan aktivitas fisik yang teratur, dapat membantu mengurangi tingkat kecemasan secara keseluruhan.

👳 Penggunaan Obat: 

Dalam beberapa kasus, obat antidepresan atau obat anti-kecemasan mungkin diresepkan oleh profesional kesehatan mental untuk membantu mengurangi gejala phasmophobia. Namun, penggunaan obat harus diawasi oleh dokter.

        Penting untuk memahami bahwa pemulihan dari phasmophobia adalah proses yang membutuhkan waktu dan upaya. Setiap individu bereaksi berbeda terhadap pengobatan, dan rencana perawatan harus disesuaikan dengan kebutuhan lansia tersebut. Konsistensi, dukungan, dan komunikasi dengan profesional kesehatan mental akan membantu lansia mengatasi phasmophobia dan meningkatkan kualitas hidup mereka. 

👻👻👻






Sumber:

https://www.verywellhealth.com/fear-of-ghosts-5211738

https://en.wikipedia.org/wiki/Fear_of_ghosts

https://practicalpie.com/fear-of-ghosts-phasmophobia/


Sunday, 20 August 2023

Menguap Bikin Celaka, Perlu Waspada

           Menguap sangat erat kaitannya dengan rasa kantuk dan lelah. Tetapi aktivitas ini tidak hanya disebabkan oleh kedua hal tersebut. Ada banyak hal yang bisa membuat seseorang menguap, termasuk penyakit atau kondisi yang perlu diwaspadai.

Saat mengantuk, tubuh kita cenderung melakukan beberapa tanda fisik yang menunjukkan kelelahan. Salah satu tanda tersebut adalah menguap ( yawning).  Belum sepenuhnya dipahami alasan pasti mengapa kita menguap saat mengantuk .

Beberapa teori yang mencoba menjelaskan fenomena ini.

📢 Teori pernapasan: 

Salah satu teori yang umum adalah bahwa menguap dapat membantu menghirup udara segar dan mengalirkannya ke dalam tubuh. Ketika kita menguap, ukuran mulut dan rongga tenggorokan kita membesar, memungkinkan lebih banyak udara masuk. Udara yang masuk ini bisa membantu mengoksidasi otak dan meningkatkan kewaspadaan sementara.

📢 Teori pendinginan otak:

Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa menguap dapat membantu menyejukkan otak. Ketika kita menguap, aliran darah meningkat ke kepala, dan ini bisa membantu mendinginkan otak yang telah bekerja keras. Penelitian juga menunjukkan bahwa suhu otak yang lebih rendah dapat berhubungan dengan tingkat kewaspadaan yang lebih tinggi.

📢 Teori peningkatan perhatian sosial: 

Menguap dapat menular, artinya ketika satu orang menguap, orang lain cenderung merasakan dorongan untuk menguap juga. Ini dapat menjadi mekanisme sosial yang memungkinkan kelompok tetap terjaga bersama-sama. Dalam situasi sosial, menguap dapat bertindak sebagai sinyal yang menunjukkan kelelahan, dan orang lain di sekitar kita dapat menangkap sinyal tersebut dan mengambil tindakan yang sesuai.

Dalam situasi sosial, menguap dapat bertindak sebagai
 sinyal yang menunjukkan kelelahan. (Sumber: foto forum warga 09/09)

📢 Tekanan Telinga: 

Jika Anda pernah berada di pesawat sebelumnya, Anda mungkin pernah mengalami tekanan telinga yang tidak nyaman karena perubahan ketinggian. Meski bukan tujuan utama menguap, menguap bisa meredakan tekanan di telinga Anda.

          💬 Meskipun beberapa teori tersebut telah diajukan, penelitian tentang mengapa kita menguap saat mengantuk masih terus berlangsung, dan alasan pasti masih belum sepenuhnya dipahami.

Rata-rata manusia menguap lima sampai 10 kali sehari, Namun, orang yang mengalami menguap berlebihan cenderung menguap lebih sering setiap harinya. Dalam beberapa studi kasus, orang yang menguap berlebihan dilaporkan menguap hingga 100 kali dalam sehari.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan lansia (orang tua) sering menguap:

😅 Penurunan energi:

Lansia cenderung mengalami penurunan energi dan kelelahan secara umum. Kondisi ini dapat membuat mereka lebih sering merasa mengantuk dan kemudian menguap.

😅 Perubahan pola tidur:

Lansia sering mengalami perubahan pola tidur, seperti kesulitan tidur malam atau tidur yang tidak nyenyak. Kurangnya tidur yang cukup dapat menyebabkan rasa mengantuk dan meningkatkan kecenderungan untuk menguap.

😅 Perubahan fisik:

Penurunan elastisitas otot-otot wajah dan mulut pada lansia dapat membuat mereka lebih cenderung menguap secara refleks. Selain itu, penurunan aliran udara ke otak juga dapat mempengaruhi tingkat kewaspadaan dan menyebabkan menguap yang lebih sering.

😅 Efek obat-obatan: 

Beberapa obat yang umumnya dikonsumsi oleh lansia, seperti obat penenang atau obat tidur, dapat menyebabkan rasa mengantuk yang lebih sering dan kemudian memicu menguap.

😅 Perubahan hormonal: 

Perubahan hormonal yang terjadi seiring dengan penuaan dapat mempengaruhi regulasi tidur dan kewaspadaan. Hal ini dapat menyebabkan lansia mengalami kantuk dan menguap lebih sering.

            💭 Meskipun menguap adalah fenomena yang umum terjadi pada lansia, penting untuk diingat bahwa setiap individu dapat memiliki faktor yang berbeda-beda. 

Sumber: https://lifestyle.solopos.com

Menguap secara umum tidak dianggap sebagai gejala penyakit yang serius. Namun, dalam beberapa kasus, menguap berlebihan atau persisten dapat menjadi tanda atau gejala dari kondisi medis tertentu.

Beberapa contoh penyakit yang mungkin terkait dengan menguap adalah:

💥 Gangguan tidur: 

Gangguan tidur seperti sleep apnea atau insomnia dapat menyebabkan kelelahan berlebihan dan kantuk yang berlebihan, yang dapat memicu menguap yang sering.

💥 Gangguan neurologis: 

Beberapa kondisi neurologis, seperti penyakit Parkinson, stroke, atau epilepsi, dapat mempengaruhi regulasi tidur dan tingkat kewaspadaan, yang dapat menyebabkan menguap yang lebih sering.

💥 Gangguan psikologis:

Kondisi seperti depresi, kecemasan, atau stres kronis dapat mempengaruhi pola tidur dan kelelahan, yang mungkin berhubungan dengan menguap berlebihan.

💥 Penyakit menular: 

Beberapa infeksi atau penyakit menular dapat menyebabkan kelelahan dan mengantuk, yang kemudian dapat memicu menguap.

💥 Gangguan metabolik: 

Beberapa gangguan metabolik, termasuk hipotiroidisme (kurangnya produksi hormon tiroid) atau diabetes, dapat menyebabkan kelelahan dan mengantuk yang berlebihan, yang dapat memicu menguap yang lebih sering.

💥 Efek obat-obatan: 

Beberapa obat tertentu, seperti antidepresan, antihistamin, atau obat penenang, dapat menyebabkan efek samping berupa mengantuk dan menguap.

                   Penting untuk diingat bahwa menguap biasanya tidak merupakan gejala tunggal yang dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit.

Sumber: https://bangka.tribunnews.com/

Menguap bukanlah gejala yang spesifik untuk suatu penyakit tertentu. Namun, ada beberapa kondisi medis yang dapat menyebabkan menguap sebagai salah satu gejalanya.  

Untuk membantu mencegah menguap yang berlebihan pada lansia, beberapa kiat dapat dicoba:

😛 Tidur yang cukup: 

Pastikan lansia mendapatkan waktu tidur yang cukup dan kualitas tidur yang baik. Ajarkan mereka rutinitas tidur yang teratur, ciptakan lingkungan tidur yang nyaman, dan bantu mereka mengatasi masalah tidur seperti insomnia atau sleep apnea jika diperlukan.

😛 Aktivitas fisik:

Dorong lansia untuk tetap aktif secara fisik dalam batas kemampuan mereka. Aktivitas fisik yang teratur dapat membantu menjaga energi dan mengurangi kelelahan berlebihan.

😛 Hindari stimulan: 

Batasi konsumsi kafein dan makanan atau minuman lain yang mengandung stimulan, terutama menjelang waktu tidur. Stimulan seperti kafein dapat mempengaruhi pola tidur dan menyebabkan kantuk yang lebih sering.

😛 Penuhi kebutuhan nutrisi:

Pastikan lansia mendapatkan nutrisi yang seimbang dan cukup. Asupan makanan yang baik dapat membantu menjaga energi dan mengurangi kelelahan.

😛 Hindari lingkungan yang membosankan: 

Upayakan untuk menciptakan lingkungan yang menarik dan menstimulasi bagi lansia. Aktivitas sosial, hobi, dan kegiatan yang menyenangkan dapat membantu menjaga kewaspadaan dan mengurangi kelelahan.

😛 Jaga kualitas udara:

Pastikan udara di sekitar lansia bersih dan segar. Udara yang kualitasnya buruk dapat mempengaruhi tingkat oksigen dalam tubuh dan menyebabkan kelelahan serta menguap.

😛 Perhatikan efek obat-obatan:

Jika lansia mengonsumsi obat-obatan tertentu yang dapat menyebabkan mengantuk atau menguap, bicarakan dengan dokter tentang opsi pengaturan dosis atau penggantian obat yang lebih cocok.

😛 Rutin memeriksakan kesehatan: 

Lansia sebaiknya menjalani pemeriksaan kesehatan secara teratur untuk memantau kondisi fisik dan memastikan tidak ada masalah kesehatan yang mendasarinya.

Selalu penting untuk berkonsultasi dengan tenaga medis atau dokter untuk mendapatkan nasihat yang sesuai berdasarkan kondisi kesehatan lansia masing-masing.

Secara khusus, tidak ada makanan yang dapat secara langsung mengobati atau mengurangi menguap pada lansia. Makanan yang sehat dan bergizi dapat membantu menjaga energi dan kesehatan secara umum, yang dapat mengurangi kelelahan dan mungkin berkontribusi pada menguap yang berlebihan.

Beberapa saran makanan sehat yang dapat dipertimbangkan dalam diet lansia, antara lain:

🍑 Buah dan sayuran: 

Konsumsi beragam buah dan sayuran segar yang kaya akan vitamin, mineral, serat, dan antioksidan. Buah-buahan seperti jeruk, apel, dan pisang, serta sayuran hijau dan berwarna-warni seperti brokoli, wortel, dan bayam, dapat memberikan energi dan nutrisi penting.

🍑 Protein sehat: 

Sertakan sumber protein sehat dalam diet, seperti ikan, ayam tanpa kulit, kacang-kacangan, tahu, atau telur. Protein membantu menjaga kekuatan otot dan memberikan energi yang berkelanjutan.

🍑 Karbohidrat kompleks: 

Pilih karbohidrat kompleks seperti roti gandum, nasi merah, dan oatmeal, yang memberikan energi yang stabil dan tahan lama.

🍑 Lemak sehat:

Konsumsi lemak sehat dalam jumlah yang tepat, seperti lemak dari alpukat, kacang-kacangan, ikan berlemak seperti salmon, dan minyak zaitun. Lemak sehat membantu menjaga kesehatan otak dan memberikan energi.

🍑 Minum cukup air: 

Pastikan lansia mengonsumsi cukup air setiap hari. Dehidrasi dapat menyebabkan kelelahan dan memperburuk gejala menguap.

         Meskipun tidak ada makanan ajaib yang secara langsung dapat mengobati menguap pada lansia, mengadopsi pola makan sehat secara umum dapat membantu menjaga kesehatan secara keseluruhan dan meningkatkan tingkat energi. Selalu penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi untuk saran yang sesuai sesuai dengan kebutuhan spesifik lansia.





Sumber:

https://www.sleepfoundation.org/sleep-faqs/why-do-you-yawn

https://www.webmd.com/sleep-disorders/what-to-know-about-yawning

https://www.webmd.com/sleep-disorders/what-to-know-about-yawning

Saturday, 19 August 2023

Skizofrenia Usia Lanjut, Timbulkan Halusinasi Lansia

        Skizofrenia di akhir kehidupan muncul sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama di seluruh dunia. Gejala skizofrenia juga bisa muncul pada lansia. Sebenarnya, secara umum gejala yang muncul pada lansia maupun orang kebanyakan tidak jauh berbeda. Pengidap gangguan ini bisa mengalami kondisi yang menyebabkan kesulitan membedakan kenyataan dengan pikiran sendiri.  

Late-Onset Skizofrenia (LOS) adalah bentuk skizofrenia yang muncul pada usia lanjut, biasanya setelah usia 45 tahun. Skizofrenia adalah penyakit mental serius yang mempengaruhi cara seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku. Gejalanya dapat bervariasi dari orang ke orang, tetapi ciri khasnya adalah pemikiran yang terdistorsi, persepsi yang salah, emosi yang datar atau tidak sesuai, dan perubahan perilaku yang signifikan.

Skizofrenia usia lanjut adalah penyakit mental serius
mempengaruhi cara berpikir, merasakan dan berperilaku.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Berdasarkan konvensi, populasi geriatri dianggap mencakup mereka yang berusia 65 tahun ke atas. Namun, istilah "kehidupan selanjutnya" atau "onset terlambat" telah mewakili kelompok usia yang berbeda ketika membahas skizofrenia. 

Skizofrenia usia lanjut terdiri dari dua kelompok yang berbeda: 

👉 Orang-orang yang didiagnosis dengan skizofrenia di awal kehidupan (remaja akhir atau dewasa muda) dan yang sekarang setengah baya; 

👉 Mereka yang didiagnosis saat mereka lanjut usia (45 tahun atau lebih). Orang-orang yang didiagnosis menderita skizofrenia pada usia 45 tahun atau lebih diklasifikasikan sebagai skizofrenia onset lambat.

Lansia yang didiagnosis menderita pada usia 45 tahun atau
lebih diklasifikasikan sebagai skizofrenia onset lambat.
(Sumber: foto canva.com)

Gejala late-onset skizofrenia pada lansia bisa mirip dengan skizofrenia pada usia muda, tetapi ada beberapa perbedaan yang perlu diperhatikan:

👾 Onset Tertunda: 

Late-Onset Skizofrenia memiliki onset yang terjadi pada usia yang lebih tua daripada bentuk skizofrenia yang biasa muncul pada usia muda (biasanya antara akhir remaja hingga usia 30-an).

👾 Gejala Awal Ringan: 

Pada beberapa kasus LOS, gejalanya bisa dimulai dengan cara yang lebih ringan dan tidak terlalu mencolok, membuat diagnosis awal lebih sulit.

👾 Kemungkinan Faktor Penyebab Berbeda: 

Penyebab LOS mungkin melibatkan kombinasi faktor genetik, lingkungan, dan biologis yang berbeda dari skizofrenia pada usia muda.

Lansia LOS memiliki pemikiran yang terdistorsi, persepsi yang salah,
 emosi yang datar atau tidak sesuai. (Sumber: foto canva.com)

👾 Kehilangan Fungsi Sosial dan Fungsionalitas:

Orang dengan LOS cenderung mengalami penurunan fungsi sosial dan kemampuan untuk menjalankan tugas sehari-hari.

👾 Gejala Negatif Lebih Menonjol: 

Gejala negatif skizofrenia, seperti perasaan hampa emosi, kesulitan berbicara, dan penarikan sosial, bisa lebih menonjol pada LOS.

👾 Respons Terhadap Pengobatan: 

Tanggapan terhadap pengobatan anti psikotik mungkin tidak sebaik pada skizofrenia pada usia muda. Pengobatan pada LOS perlu disesuaikan dengan kondisi usia lanjut, serta mempertimbangkan kesehatan fisik yang mungkin sudah lebih rapuh.

       💭 Penting untuk diingat bahwa gejala yang tampak pada lansia tidak selalu menunjukkan skizofrenia atau gangguan mental lainnya. Gejala tersebut bisa disebabkan oleh kondisi medis lainnya atau interaksi obat

Gejala-gejala skizofrenia pada lansia dapat serupa dengan gejala pada orang yang lebih muda, tetapi ada beberapa perbedaan yang perlu diperhatikan. 

Beberapa ciri yang mungkin terlihat pada lansia yang terkena late onset skizofrenia:

👻 Halusinasi dan Delusi: 

Seperti pada skizofrenia pada usia yang lebih muda, lansia dengan late onset skizofrenia juga dapat mengalami halusinasi (mendengar suara atau melihat hal yang tidak nyata) dan delusi (keyakinan yang salah dan tidak masuk akal).

Lansia yang memiliki LOS juga berhalusinasi
(Sumber: foto canva.com)

👻 Gangguan Pemikiran: 

Gangguan pemikiran mungkin terlihat dalam cara berbicara yang tidak koheren atau sulit untuk diikuti. Pemikiran mungkin terasa kacau atau melompat-lompat tanpa alur yang jelas.

👻 Gangguan Emosi: 

Lansia dengan late onset skizofrenia mungkin mengalami perubahan emosi yang tiba-tiba dan ekstrem. Mereka bisa merasa sangat cemas, bingung, atau tumpul secara emosional.

👻 Gangguan Perilaku:

Perubahan perilaku mungkin menjadi lebih terlihat. Ini bisa termasuk perilaku impulsif, sosial yang terbatas, atau interaksi sosial yang sulit.

👻 Penurunan Fungsi Kognitif: 

Lansia dengan late onset skizofrenia mungkin mengalami penurunan fungsi kognitif, termasuk masalah dengan ingatan, perhatian, dan konsentrasi.

👻 Gangguan Motorik: 

Beberapa lansia dengan late onset skizofrenia mungkin mengalami gangguan motorik seperti gerakan yang terulang-ulang atau aneh.

👻 Isolasi Sosial: 

Orang dengan late onset skizofrenia mungkin mengalami isolasi sosial, merasa enggan atau kesulitan berinteraksi dengan orang lain.

Penyebab pasti dari late onset skizofrenia masih belum sepenuhnya dipahami, tetapi seperti skizofrenia pada usia muda, kondisi ini kemungkinan disebabkan oleh kombinasi faktor genetik, biologis, lingkungan, dan neurokimia yang kompleks. 

Beberapa faktor yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan late onset skizofrenia meliputi:

👼 Faktor Genetik: 

Ada bukti kuat bahwa faktor genetik memainkan peran dalam risiko mengembangkan skizofrenia, termasuk late onset skizofrenia. Jika ada riwayat skizofrenia dalam keluarga, risiko mungkin meningkat.

👼 Perubahan Biologis dalam Otak: 

Gangguan dalam struktur dan fungsi otak telah dikaitkan dengan skizofrenia. Pada late onset skizofrenia, perubahan biologis dalam otak juga dapat memainkan peran dalam munculnya gejala pada usia yang lebih tua.

👼 Perubahan Hormonal: 

Perubahan hormonal yang terjadi seiring penuaan dapat memengaruhi fungsi otak dan sistem saraf, yang mungkin berkontribusi pada munculnya gejala skizofrenia pada usia yang lebih lanjut.

👼 Stres Lingkungan: 

Stres kronis atau peristiwa hidup yang signifikan dalam kehidupan seseorang dapat menjadi pemicu untuk munculnya gejala skizofrenia. Ini bisa termasuk perubahan sosial, kehilangan orang yang dicintai, atau perubahan dalam lingkungan hidup.

👼 Gangguan Kimia Otak:

Gangguan dalam sistem neurokimia otak, seperti ketidakseimbangan neurotransmiter (zat kimia yang mengirimkan sinyal di otak), seperti dopamin, serotonin, dan glutamat, telah dikaitkan dengan skizofrenia.

👼 Kesehatan Fisik Umum: 

Kondisi kesehatan fisik yang muncul seiring penuaan, seperti penyakit kardiovaskular atau diabetes, dapat berdampak pada keseimbangan kimia otak dan berkontribusi pada perkembangan late onset skizofrenia.

👼 Paparan Lingkungan Selama Kehidupan:

Paparan lingkungan yang berbeda selama hidup seseorang, termasuk pola tidur, pola makan, paparan racun, dan stres kronis, dapat memengaruhi risiko terjadinya late onset skizofrenia.

        💬 Sampai saat ini, tidak ada cara pasti untuk mencegah late onset skizofrenia atau skizofrenia pada umumnya karena penyebab pasti dan faktor risiko yang terlibat masih belum sepenuhnya dipahami. Namun, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mempromosikan kesehatan mental dan mengurangi risiko perkembangan gangguan mental, termasuk skizofrenia, pada usia yang lebih tua.

Beberapa langkah untuk mengurangi risiko :

👀 Perhatikan Kesehatan Fisik: 

Menjaga kesehatan fisik melalui pola makan seimbang, olahraga teratur, tidur yang cukup, dan menghindari penggunaan zat berbahaya seperti narkoba atau alkohol dapat mendukung kesehatan otak dan mental.

👀 Kelola Stres:

Belajar cara mengatasi stres dan menemukan cara untuk mengurangi tekanan emosional dapat membantu mengurangi risiko perkembangan gangguan mental. Teknik relaksasi, meditasi, yoga, atau terapi kognitif perilaku dapat membantu.

👀 Jaga Kesejahteraan Mental:

Menjaga kesejahteraan mental adalah langkah penting. Ini melibatkan menjaga hubungan sosial yang baik, mengejar minat dan hobi, serta mengembangkan keterampilan koping yang sehat.

👀 Pentingnya Deteksi Dini: 

Memahami tanda-tanda awal gangguan mental dan mencari bantuan profesional jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami gejala yang mencurigakan adalah langkah penting. Semakin cepat intervensi dimulai, semakin baik peluang untuk manajemen kondisi.

👀 Hindari Penggunaan Narkoba dan Alkohol: 

Penggunaan narkoba dan alkohol dapat meningkatkan risiko perkembangan gangguan mental. Menghindari atau membatasi penggunaan zat berbahaya ini dapat membantu melindungi kesehatan mental.

👀 Dukungan Keluarga dan Sosial: 

Mempertahankan hubungan yang mendukung dengan keluarga dan teman-teman dapat membantu mengurangi risiko isolasi sosial dan memberikan sumber dukungan penting.

👀 Konsultasi dengan Profesional Kesehatan Mental: 

Jika Anda memiliki riwayat keluarga dengan gangguan mental atau merasa cemas tentang risiko mengembangkan late onset skizofrenia, berkonsultasilah dengan profesional kesehatan mental. Mereka dapat memberikan informasi lebih lanjut tentang langkah-langkah yang dapat Anda ambil.

      💬 Pengobatan late onset skizofrenia melibatkan pendekatan yang komprehensif dan sering kali melibatkan kombinasi terapi farmakologis (pengobatan dengan obat-obatan) dan terapi psikososial (terapi yang melibatkan dukungan sosial dan kognitif). Penting untuk bekerja sama dengan profesional kesehatan mental yang berpengalaman untuk merancang rencana pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan individu.

Beberapa komponen umum dalam pengobatan late onset skizofrenia:

📌 Obat-obatan Anti psikotik: 

Obat anti psikotik adalah terapi utama untuk mengendalikan gejala skizofrenia. Ada dua jenis utama anti psikotik: konvensional (lama) dan atipikal (modern). Dokter akan meresepkan jenis obat yang sesuai dengan gejala dan respons individu.

📌 Terapi Psikososial: 

Terapi ini melibatkan dukungan kognitif dan sosial untuk membantu individu mengelola gejala dan mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Terapi ini bisa melibatkan konseling individual atau kelompok, pelatihan keterampilan sosial, dan dukungan keluarga.

📌 Terapi Kognitif: 

Terapi kognitif membantu individu mengidentifikasi dan mengatasi pikiran atau keyakinan yang tidak realistis atau negatif. Ini dapat membantu mengurangi gejala seperti delusi dan pikiran yang kacau.

📌 Terapi Pendukung:

Terapi pendukung melibatkan dukungan emosional dari terapis atau keluarga untuk membantu individu mengatasi tantangan sehari-hari dan mengembangkan cara-cara yang sehat untuk mengatasi stres.

Lansia perlu terapi pendukung dari ahli terapi
(Sumber: foto canva.com)

📌 Manajemen Obat yang Efektif:

Penting untuk mengikuti rencana pengobatan dan jadwal dosis yang telah ditentukan oleh dokter. Jika ada efek samping atau masalah lain dengan obat, komunikasikan dengan dokter Anda.

📌 Pemantauan dan Penyesuaian: 

Pengobatan mungkin memerlukan penyesuaian seiring waktu. Dokter akan melakukan pemantauan teratur untuk mengamati respons terhadap pengobatan dan melakukan penyesuaian jika diperlukan.

📌 Perawatan Kesehatan Fisik:

Penting untuk menjaga kesehatan fisik secara keseluruhan, termasuk rutin pemeriksaan medis dan mengelola kondisi kesehatan umum.

📌 Dukungan Keluarga dan Sosial:

Dukungan keluarga dan teman-teman sangat penting dalam pengobatan late onset skizofrenia. Melibatkan keluarga dalam proses pengobatan dan dukungan sosial dapat membantu individu merasa lebih terhubung dan didukung.

       Penting untuk diingat bahwa pengobatan adalah proses yang berkelanjutan, dan respons terhadap terapi bisa bervariasi antara individu. Konsultasi dengan tim medis yang kompeten dalam kesehatan mental sangat penting untuk mengembangkan rencana pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan individu.












Sumber:

https://www.webmd.com/schizophrenia/schizophrenia-onset-symptoms 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3181756/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4418466/

https://ajp.psychiatryonline.org/doi/10.1176/appi.ajp.157.2.172