Thursday, 4 January 2024

Fase Kehidupan dari lahir sampai Lansia dan Tahap Akhir.

         Tubuh manusia berubah secara signifikan seiring berjalannya waktu, dan makanan adalah bahan bakar perubahan tersebut. Orang-orang dari segala usia membutuhkan nutrisi dasar yang sama, asam amino esensial, karbohidrat, asam lemak esensial, dan dua puluh delapan vitamin dan mineral, untuk menopang kehidupan dan kesehatan. Namun, jumlah nutrisi yang dibutuhkan berbeda-beda. Sepanjang siklus hidup manusia , tubuh terus berubah dan melewati periode berbeda yang disebut tahapan. Fase-fase kehidupan manusia biasanya dibagi menjadi beberapa tahap, dan lansia memang sering dianggap sebagai tahap terakhir dalam siklus kehidupan. 

Secara alami manusia memiliki fase dan tahapan.
(Sumber: foto brodekers)

Daur hidup manusia adalah siklus yang terjadi pada diri manusia dan melibatkan jangka waktu untuk berbagai tahapan kehidupan. Nutrisi dan kesejahteraan fisik yang ideal menjamin kemakmuran di setiap tahap dan membantu manusia untuk hidup lebih lama.

Namun pada setiap fase dari lahir sampai lansia dibayangi oleh berbagai macam penyakit, yang bila terabaikan akan menjadi ancaman dam gangguan/

Beberapa tahap umum dalam siklus kehidupan manusia:

Bayi dan Balita: 

Fase awal kehidupan yang ditandai dengan ketergantungan penuh pada orang tua atau perawat. Perkembangan fisik dan kognitif terjadi pesat. 

Anak- Anak: 

Masa di mana anak-anak mulai menjalani pendidikan, mengembangkan keterampilan sosial, dan membentuk identitas mereka.

Anak-anak mulai menjalankan pendidikan pra sekolah.
(Sumber: foto bodrekers)

Remaja: 

Fase transisi dari anak-anak menuju dewasa. Pada tahap ini, individu mengalami pertumbuhan fisik, perubahan hormon, dan mencari identitas diri.

Remaja mulai perubahan hormon dan mencari identitas.
(Sumber: foto bodrekers)

Dewasa Muda: 

Masa di mana individu memasuki dunia pekerjaan, membentuk hubungan asmara, dan mengambil tanggung jawab penuh atas kehidupan mereka sendiri.

Dewasa Pertengahan:

Fase ketika individu biasanya telah menetap dalam karir dan kehidupan pribadi mereka. Ini dapat melibatkan perkembangan keluarga, tanggung jawab finansial, dan pemikiran tentang pencapaian hidup.

Lansia: 

Fase akhir kehidupan, biasanya diidentifikasi setelah usia pensiun. Pada tahap ini, kesehatan dan energi fisik cenderung mengalami penurunan. Individu mungkin mencari arti hidup, mengevaluasi pencapaian mereka, dan menikmati ketenangan.

Fase terakhir lansia kesehatan dan energi menurun/
(Sumber: foto bodrekers)

Penuaan atau Tahap Akhir: 

Ini adalah tahap akhir kehidupan, di mana kesehatan umumnya menurun lebih lanjut. Beberapa orang mungkin mengalami keterbatasan fisik atau kognitif yang signifikan.

💬Pengalaman hidup setiap individu unik, dan tidak semua orang akan mengalami fase-fase ini dengan cara yang sama. Beberapa orang mungkin mengalami tahapan kehidupan secara berbeda, dan aspek-aspek tertentu dari tahapan ini dapat tumpang tindih.

       Setiap fase kehidupan memiliki risiko tersendiri terhadap berbagai penyakit dan kondisi kesehatan. Namun, penting untuk diingat bahwa pengalaman kesehatan dapat sangat bervariasi antar individu dan faktor-faktor seperti genetika, gaya hidup, dan lingkungan juga memainkan peran penting. 

Beberapa penyakit yang cenderung menjadi perhatian atau dominan pada setiap fase kehidupan:

Bayi dan Balita:

  • Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).
  • Penyakit kulit seperti eksim atau ruam popok.
  • Penyakit bawaan atau genetik.

Anak-Anak:

  • Infeksi saluran pernapasan, seperti flu dan batuk.
  • Penyakit menular seperti campak, gondongan, dan cacar air.
  • Cedera dan fraktur akibat aktivitas fisik dan bermain.

Remaja:

  • Gangguan kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan.
  • Gangguan makan seperti anoreksia nervosa atau bulimia.
  • Penyakit menular seksual (PMS) saat mulai aktif secara seksual.

Dewasa Muda:

  • Gangguan mental seperti stres, depresi, atau gangguan kecemasan.
  • Penyakit kronis seperti diabetes tipe 2 atau hipertensi.
  • Kecelakaan dan cedera terkait pekerjaan atau kecelakaan kendaraan.

Dewasa Pertengahan:

  • Penyakit jantung dan penyakit vaskular.
  • Kanker, terutama jenis yang lebih umum pada usia pertengahan.
  • Diabetes dan masalah kesehatan terkait gaya hidup.

Lansia:

  • Penyakit jantung koroner dan masalah pembuluh darah.
  • Penyakit Alzheimer dan jenis demensia lainnya.
  • Osteoarthritis dan masalah muskuloskeletal lainnya.
  • Penyakit pernapasan kronis seperti PPOK (penyakit paru obstruktif kronis).

Penuaan atau Tahap Akhir:

  • Penyakit kronis dalam tahap lanjut.
  • Kelemahan sistem kekebalan tubuh dan rentan terhadap infeksi.
  • Penyakit degeneratif seperti penyakit Parkinson atau sklerosis lateral amiotrofik (ALS).

💬Ini hanya gambaran umum, dan setiap individu dapat mengalami berbagai masalah kesehatan pada setiap tahap kehidupan. Pemantauan kesehatan yang teratur dan gaya hidup sehat dapat membantu mengurangi risiko penyakit pada setiap fase kehidupan.

       Pada tahap penuaan dan tahap akhir kehidupan, individu dapat mengalami berbagai penyakit dan kondisi kesehatan. 

Beberapa contoh penyakit yang cenderung lebih umum pada tahap penuaan dan tahap akhir kehidupan:

Penyakit Jantung Koroner (PJK): Penyakit pembuluh darah jantung yang dapat menyebabkan serangan jantung.

Stroke: Gangguan peredaran darah ke otak.

Kanker: Risiko kanker meningkat seiring pertambahan usia.

Demensia (termasuk Alzheimer): Gangguan kognitif yang mempengaruhi daya ingat dan fungsi otak.

Osteoarthritis: Merusak sendi dan menyebabkan rasa sakit dan kekakuan.

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK): Gangguan pernapasan kronis.

Diabetes Tipe 2: Gangguan metabolisme gula yang umum pada lansia.

Hipertensi: Tekanan darah tinggi.

Osteoporosis: Penurunan kepadatan tulang dan risiko patah tulang.

Penyakit Ginjal Kronis: Penurunan fungsi ginjal seiring bertambahnya usia.

Artritis Reumatoid: Gangguan autoimun yang dapat merusak sendi.

Gangguan Mata Terkait Usia: Seperti degenerasi makula.

Penyakit Parkinson: Gangguan neurodegeneratif yang mempengaruhi gerakan.

Sklerosis Lateral Amiotrofik (ALS): Penyakit neurodegeneratif yang memengaruhi sel saraf motorik.

Kronis Gagal Jantung: Kondisi di mana jantung tidak dapat memompa darah secara efisien.

Kerusakan Pendengaran Terkait Usia: Menurunnya fungsi pendengaran.

Penyakit Obstruktif Saluran Pernapasan (SOPD): Gangguan pernapasan kronis.

Penyakit Vaskular Perifer: Gangguan aliran darah ke kaki dan tangan.

Kerusakan Hati Terkait Alkohol (Cirrhosis): Kerusakan hati kronis.

Kerusakan Hati Terkait Lemak (Non-Alcoholic Fatty Liver Disease): Penyakit hati terkait lemak.

Kerusakan Ginjal Terkait Usia: Penurunan fungsi ginjal seiring usia.

Kondisi Jantung Katup: Gangguan pada katup jantung.

Katarak: Kekeruhan lensa mata.

Infeksi Saluran Kemih (ISK): Infeksi pada sistem kemih.

Sindrom Metabolik: Kombinasi faktor risiko termasuk obesitas dan resistensi insulin.

Kerusakan Saraf Perifer: Gangguan pada saraf di luar otak dan sumsum tulang belakang.

Penyakit Autoimun: Sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan tubuh sendiri.

Kerusakan Gigi dan Gusi: Masalah gigi dan gusi terkait usia.

Kerusakan Kulit Terkait Usia: Penuaan kulit, keriput, dan bintik penuaan.

Pneumonia: Infeksi paru-paru yang dapat berisiko tinggi pada orang lanjut usia.

💬Setiap individu dapat mengalami kombinasi berbagai masalah kesehatan selama tahap penuaan dan tahap akhir kehidupan mereka. Pemantauan kesehatan yang teratur dan perawatan medis yang tepat dapat membantu mengelola dan merawat kondisi-kondisi ini.

       Pada fase penuaan dan tahap akhir kehidupan, individu juga dapat mengalami berbagai masalah kesehatan mental. 

Beberapa contoh gangguan mental yang dapat terjadi pada orang lanjut usia:

Depresi: Gangguan mood yang dapat menyebabkan perasaan sedih, kehilangan minat atau kebahagiaan, dan energi yang berkurang.

Gangguan Kecemasan: Termasuk gangguan kecemasan umum, gangguan panik, dan fobia.

Gangguan Kepribadian: Misalnya, gangguan kepribadian paranoid atau gangguan kepribadian obsesif-kompulsif.

Psikosis: Hilangnya kontak dengan realitas, mungkin termasuk halusinasi atau delusi.

Gangguan Bipolar: Perubahan antara episode depresi dan mania.

Gangguan Stres Pascatrauma (PTSD): Mungkin akibat dari pengalaman traumatis.

Gangguan Skizofrenia: Gangguan mental yang melibatkan perubahan pemikiran, emosi, dan perilaku.

Gangguan Kejiwaan: Gangguan yang mempengaruhi fungsi kognitif seperti ingatan dan kemampuan berpikir.

Gangguan Kecemasan Sosial: Kecemasan yang signifikan terkait interaksi sosial.

Gangguan Pendengaran Hallusinasi: Mendengar suara atau melihat hal yang tidak nyata.

Gangguan Kepribadian Narcissistic: Pernah menunjukkan perilaku grandios dan kurangnya empati.

Gangguan Kepribadian Anti-sosial: Keengganan untuk mengikuti norma sosial dengan perilaku antisosial.

Gangguan Stres Kronis: Kondisi yang melibatkan stres jangka panjang yang dapat memengaruhi kesehatan mental.

Kecemasan Kesehatan: Kecemasan yang berfokus pada kesehatan fisik dan kekhawatiran terus-menerus akan penyakit serius.

Gangguan Fobia Sosial: Kecemasan yang intens terkait dengan situasi sosial tertentu.

Gangguan Kepribadian Histrionik: Perhatian yang berlebihan dan emosi yang berlebihan.

Gangguan Kepribadian Borderline: Perubahan mood yang intens dan hubungan interpersonal yang sulit.

Gangguan Psikotik Parsial: Episode psikotik yang bersifat episodik dan mungkin terkait dengan penyakit fisik.

Gangguan Kepribadian Schizotypal: Pola pikir dan perilaku aneh yang mirip dengan skizofrenia.

Gangguan Kepribadian Paranoia: Ketidakpercayaan dan kecurigaan yang berlebihan terhadap orang lain.

Gangguan Kepribadian Depresif: Pola kepribadian yang ditandai oleh ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan.

Gangguan Kepribadian Anankastik: Keterlibatan yang berlebihan pada detail dan peraturan.

Gangguan Pemusatan Fikiran: Kesulitan berkonsentrasi dan menjaga perhatian.

Gangguan Kepribadian Dependence: Ketergantungan yang berlebihan pada orang lain.

Gangguan Kepribadian Avoidant: Rasa takut terhadap kritik atau penolakan.

Gangguan Kepribadian Terfokus pada Tugas: Fokus yang berlebihan pada tugas dan pekerjaan.

Kematian Duka (Bereavement): Kesedihan dan duka akibat kehilangan orang yang dicintai.

Gangguan Pemrosesan Informasi: Kesulitan dalam memproses informasi dan membuat keputusan.

Kecemasan di Malam Hari: Kecemasan yang meningkat selama malam hari.

Gangguan Seksual: Misalnya, disfungsi seksual atau ketidaknyamanan terkait seksual.

💬Tidak semua orang lanjut usia mengalami masalah kesehatan mental dan fisik, ada banyak yang dapat dilakukan untuk merawat dan mendukung kesehatan mental dan fisik  mereka. Jika ada kekhawatiran tentang kesehatan mental dan fisik seseorang, konsultasikan dengan profesional kesehatan yang berkualifikasi untuk evaluasi dan bantuan lebih lanjut.


Sumber:

https://www.betterup.com/blog/stages-of-life

https://www.institute4learning.com/resources/articles/the-12-stages-of-life/

https://en.wikipedia.org/wiki/Development_of_the_human_body




Tuesday, 2 January 2024

Memar pada Kulit lansia

        Orang lanjut usia lebih mungkin mengalami memar dibandingkan masyarakat umum. Hal ini karena kulit mereka menjadi lebih tipis seiring bertambahnya usia, dan jaringan pendukung pembuluh darah menjadi lebih rapuh.

Kebanyakan memar terjadi ketika pembuluh darah kecil (kapiler) di dekat permukaan kulit pecah akibat pukulan atau cedera, sering kali pada lengan atau kaki. Ketika ini terjadi, darah bocor keluar dari pembuluh darah dan awalnya muncul sebagai tanda gelap. Akhirnya tubuh menyerap kembali darah tersebut, dan bekasnya hilang.

Lansia sering mengalami memar karena kulit menjadi tipis.
(Sumber: foto forum warga 09/09)

Istilah medis untuk memar adalah "hematoma." Hematoma merujuk pada penumpukan darah di luar pembuluh darah yang terjadi akibat cedera atau trauma pada jaringan tubuh. Hematoma dapat terjadi di bawah kulit (hematoma subkutan), di dalam otot (hematoma intramuskular), atau di dalam organ tubuh. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan kondisi ketika darah mengalir ke ruang-ruang di luar pembuluh darah dan membentuk bekuan darah, menyebabkan perubahan warna pada kulit yang umumnya dikenal sebagai memar.

Memar juga menggambarkan perubahan warna pada kulit sebagai hasil dari cedera atau trauma. Biasanya, memar terjadi ketika kapiler (pembuluh darah kecil) di bawah kulit pecah dan darah keluar ke jaringan sekitarnya. Memar dapat muncul dalam berbagai warna, mulai dari merah muda atau merah kebiruan hingga ungu, dan akhirnya berubah menjadi kuning atau coklat seiring waktu.

Proses terjadinya memar melibatkan beberapa tahap, termasuk peradangan, pengumpulan darah di bawah kulit, dan pemecahan produk darah yang terperangkap. Warna-warna yang berbeda pada memar mencerminkan berbagai tahapan dalam penyembuhan cedera tersebut.

Memar biasanya tidak berbahaya dan sembuh dengan sendirinya seiring waktu. Beberapa cara untuk meredakan memar termasuk penerapan kompres dingin pada area yang terkena segera setelah cedera, mengangkat area yang terkena untuk mengurangi pembengkakan, dan memberi waktu bagi tubuh untuk menyembuhkan.

        Memar terjadi ketika kapiler darah di bawah kulit pecah dan menyebabkan darah keluar ke jaringan sekitarnya. 

Beberapa penyebab umum terjadinya memar melibatkan trauma atau cedera pada tubuh, seperti:

Tumbukan atau Pukulan: 

Pukulan atau tumbukan pada tubuh dapat merusak pembuluh darah kecil dan menyebabkan perdarahan di bawah kulit.

Jatuh: 

Jatuh atau tergelincir dapat menyebabkan tekanan pada pembuluh darah dan menyebabkan memar.

Lansia mudah tergelincir menyebabkan memar.
(Sumber: foto canva.com)

Benturan dengan Benda Tumpul: 

Benturan dengan benda tumpul, seperti meja atau pintu, juga dapat menjadi penyebab memar.

Aktivitas Olahraga: 

Cedera olahraga, terutama yang melibatkan kontak fisik atau benturan, dapat menyebabkan memar.

Tekanan Berlebih: 

Tekanan yang berlebihan pada kulit, misalnya saat menggenggam sesuatu dengan sangat kuat, dapat merusak pembuluh darah dan menyebabkan memar.

Operasi atau Prosedur Medis: 

Beberapa prosedur medis atau operasi dapat menyebabkan memar sebagai efek samping sementara.

Penyakit Darah atau Gangguan Pembekuan Darah: 

Beberapa kondisi kesehatan, seperti hemofilia atau trombositopenia (kurangnya trombosit), dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap memar karena gangguan pembekuan darah.

Penuaan: 

Kapiler darah dapat menjadi lebih rapuh seiring penuaan, membuat seseorang lebih rentan terhadap memar.

        Beberapa penyakit dan kondisi medis tertentu dapat meningkatkan risiko atau menyebabkan kemudahan terbentuknya memar. Beberapa di antaranya melibatkan gangguan pembekuan darah atau kelemahan pembuluh darah. 

Beberapa kondisi yang menyebabkan memar, meliputi:

Hemofilia: 

Hemofilia adalah gangguan pembekuan darah yang diturunkan secara genetik. Penderita hemofilia cenderung mengalami perdarahan yang sulit dihentikan setelah cedera, yang dapat mengakibatkan memar yang lebih sering dan lebih parah.

Purpura Trombositopenia Immune (ITP): 

ITP adalah kondisi yang menyebabkan jumlah trombosit dalam darah menjadi sangat rendah. Trombosit adalah sel darah yang penting untuk pembekuan darah. Jika jumlah trombosit rendah, seseorang dapat lebih rentan terhadap memar dan perdarahan.

Defisiensi Vitamin K: 

Vitamin K diperlukan untuk pembekuan darah yang normal. Kekurangan vitamin K dapat mengganggu proses pembekuan dan meningkatkan risiko terjadinya memar.

Kekurangan vitamin K dapat mengganggu proses pembekuan.
(Sumber: foto canva.com)

Penyakit Vaskulitis: 

Vaskulitis adalah peradangan pembuluh darah, yang dapat membuat pembuluh darah lebih rentan terhadap kerusakan dan pecah, menyebabkan memar.

Leukemia: 

Beberapa jenis leukemia, terutama leukemia akut, dapat menyebabkan penurunan jumlah trombosit dan memicu perdarahan dan memar.

Penyakit Liver: 

Gangguan pada hati, seperti sirosis atau penyakit hati lainnya, dapat mempengaruhi produksi faktor-faktor pembekuan darah dan meningkatkan risiko memar.

Penyakit Ginjal Kronis: 

Pada kasus penyakit ginjal kronis, pembekuan darah yang normal dapat terganggu, meningkatkan risiko terjadinya memar.

Penyakit Autoimun: 

Beberapa penyakit autoimun, seperti lupus, dapat menyebabkan peradangan dan mempengaruhi pembuluh darah, meningkatkan risiko terjadinya memar.

Sindrom Ehlers-Danlos: 

Ini adalah kelompok gangguan genetik yang mempengaruhi struktur dan kekuatan jaringan ikat dalam tubuh, termasuk pembuluh darah. Orang dengan sindrom ini mungkin lebih rentan terhadap memar dan lecet.

Anemia Aplastik: 

Kondisi ini ditandai dengan produksi sel darah yang sangat rendah, termasuk trombosit, yang dapat meningkatkan risiko memar dan perdarahan.

       Terdapat beberapa alasan mengapa lansia (orang tua) cenderung lebih mudah memar dibandingkan dengan orang yang lebih muda.

Beberapa faktor ini dapat menyebabkan pembuluh darah dan jaringan kulit menjadi lebih rentan terhadap kerusakan:

Kerusakan Kulit dan Jaringan: 

Seiring bertambahnya usia, kulit dan jaringan di bawahnya dapat mengalami kerusakan struktural. Kulit menjadi lebih tipis dan kehilangan sebagian elastisitasnya, yang membuatnya lebih rentan terhadap cedera dan memar.

Kulit lansia lebih tipis dan berkurang elastisitasnya.
(Sumber: foto canva.com)

Penurunan Produksi Kolagen: 

Kolagen adalah protein struktural yang memberikan kekuatan dan keelastisan pada kulit. Pada usia yang lebih lanjut, produksi kolagen dapat menurun, membuat kulit lebih tipis dan lebih mudah tergores atau memar.

Penurunan Lembutan Lemak Bawah Kulit: 

Lemak bawah kulit bertindak sebagai bantalan alami yang melindungi pembuluh darah dan jaringan di bawahnya. Pada usia yang lebih tua, lemak ini dapat berkurang, meninggalkan pembuluh darah lebih mudah terpapar dan rentan terhadap cedera.

Penurunan Kekuatan Pembuluh Darah:

Pembuluh darah juga mengalami perubahan seiring waktu. Mereka dapat menjadi lebih rapuh dan kehilangan elastisitas, yang meningkatkan risiko pecah dan perdarahan kecil yang menyebabkan memar.

Gangguan Pembekuan Darah: 

Beberapa lansia mungkin memiliki gangguan pembekuan darah atau mengonsumsi obat-obatan tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, yang dapat meningkatkan risiko memar.

Aktivitas Fisik yang Menurun: 

Lansia cenderung memiliki tingkat aktivitas fisik yang lebih rendah, yang dapat menyebabkan penurunan kekuatan otot dan keseimbangan. Kelemahan otot dan keseimbangan yang buruk dapat meningkatkan risiko jatuh dan cedera, yang pada gilirannya dapat menyebabkan memar.

Gangguan Kesehatan yang Mendasari: 

Beberapa kondisi kesehatan tertentu yang lebih umum pada lansia, seperti osteoporosis atau penyakit pembuluh darah, dapat membuat tulang dan pembuluh darah lebih rentan terhadap cedera dan memar.

Beberapa langkah membantu mencegah memar pada lansia :

Menghindari Jatuh:

  • Pasang pegangan atau tangan penyangga di area-area berbahaya di rumah, seperti kamar mandi.
  • Pastikan lantai rumah tidak licin dan bebas dari hambatan.
  • Gunakan alas kaki yang nyaman dan sesuai untuk mencegah tergelincir.

Aktivitas Fisik dan Latihan Keseimbangan:

  • Melibatkan lansia dalam program latihan keseimbangan dan kekuatan otot dapat membantu meningkatkan kestabilan dan mengurangi risiko jatuh.
  • Konsultasikan dengan profesional kesehatan untuk program latihan yang sesuai dengan kondisi fisik mereka.

Pemeliharaan Kulit:

  • Gunakan krim atau losion yang dapat melembapkan kulit untuk mencegah kekeringan dan menjaga elastisitas kulit.
  • Hindari garukan yang berlebihan karena dapat merusak kulit.

Konsumsi Nutrisi yang Tepat:

Pastikan asupan nutrisi yang cukup, terutama vitamin dan mineral seperti vitamin C dan K, yang penting untuk kesehatan kulit dan pembekuan darah.

Cek Penggunaan Obat-obatan:

  • Beberapa obat dapat mempengaruhi pembekuan darah atau keseimbangan, sehingga perlu dipantau oleh dokter.
  • Jangan menghentikan atau mengubah dosis obat tanpa berkonsultasi dengan profesional kesehatan.

Pemeriksaan Kesehatan Rutin:

Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dapat membantu mendeteksi kondisi medis yang mungkin meningkatkan risiko memar.

Pencegahan Osteoporosis:

  • Pastikan asupan kalsium dan vitamin D yang cukup untuk mendukung kesehatan tulang.
  • Melibatkan diri dalam aktivitas fisik yang membangun kekuatan tulang, seperti berjalan atau berenang.

Perbaikan Lingkungan Rumah:

  • Pastikan penerangan yang cukup di rumah untuk menghindari kecelakaan.
  • Gunakan karpet atau alas anti-selip di area yang berpotensi licin.

Konsultasi dengan Profesional Kesehatan:

Jika ada kekhawatiran tentang risiko memar yang tinggi, konsultasikan dengan dokter atau profesional kesehatan untuk saran lebih lanjut.

 💬Langkah-langkah ini dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung kesehatan lansia, sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya memar. 

       Mengobati memar pada lansia umumnya melibatkan tindakan perawatan dan manajemen gejala untuk membantu mempercepat proses penyembuhan dan mengurangi rasa sakit atau ketidaknyamanan.

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengobati memar pada lansia:

Pemberian Kompres Dingin:

  • Segera setelah terjadi cedera atau muncul memar, aplikasikan kompres dingin pada area yang terkena. Kompres dingin dapat membantu mengurangi pembengkakan dan meredakan rasa sakit.
  • Gunakan kantong es atau bungkus es dengan handuk tipis dan tempelkan pada area memar selama 15-20 menit. Jangan langsung mengaplikasikan es pada kulit untuk menghindari kerusakan kulit.

Pemberian Kompres Hangat:

  • Setelah 48 jam pertama, ketika pembengkakan sudah berkurang, kompres hangat dapat membantu meningkatkan sirkulasi darah di area memar.
  • Tempelkan kompres hangat pada area memar selama 15-20 menit.

Istirahat dan Pengangkatan Bagian yang Terkena:

  • Berikan waktu istirahat pada area yang memar dan hindari aktivitas yang dapat memperburuk cedera.
  • Jika memar terjadi pada kaki atau tungkai, angkat bagian yang terkena untuk mengurangi pembengkakan.

Konsumsi Obat Penghilang Nyeri:

Penggunaan obat penghilang nyeri non-preskripsi, seperti parasetamol atau ibuprofen (dengan pertimbangan dokter), dapat membantu mengurangi rasa sakit dan peradangan.

Penggunaan Krim atau Salep Arnika:

Krim atau salep arnika dapat digunakan untuk mengurangi peradangan dan mempercepat proses penyembuhan memar. Pastikan untuk mengikuti petunjuk penggunaan dengan hati-hati.

Perhatian pada Kesehatan Kulit:

  • Jaga agar kulit di sekitar memar tetap bersih dan hindari gosokan yang berlebihan.
  • Gunakan salep atau krim pelembap untuk membantu mengatasi kekeringan kulit.

Konsultasi dengan Dokter:

  • Jika memar disertai dengan gejala yang lebih serius, seperti nyeri hebat, pembengkakan yang parah, atau perubahan warna yang tidak normal, segera konsultasikan dengan dokter.
  • Lansia yang mengonsumsi obat-obatan tertentu atau memiliki kondisi kesehatan tertentu sebaiknya berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakan obat-obatan penghilang nyeri atau perawatan lainnya.

Proses penyembuhan memar pada setiap individu bisa berbeda-beda. Jika ada kekhawatiran atau kondisi memar tidak membaik, segera berkonsultasi dengan profesional kesehatan untuk penanganan yang lebih lanjut.



Sumber:

https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/healthy-aging/in-depth/easy-bruising/art-20045762

https://hhcseniorservices.org/health-wellness/health-resources/health-library/detail?id=bruse&lang=en-us

https://www.homewatchcaregivers.com/blog/prevention-safety-tips/elderly-skin-bruising-explained/

https://www.webmd.com/skin-problems-and-treatments/bruises-article


Hubungan Sosial dengan Paguyuban Pensiun, Mencegah Depresi Sedang.

        Merasa sedih sesekali adalah hal yang normal dalam hidup, tetapi jika perasaan ini berlangsung selama beberapa minggu atau bulan, Anda mungkin mengalami depresi. Depresi sedang pada lansia merujuk pada tingkat keparahan depresi yang dialami oleh seseorang yang berusia lanjut. 

Depresi sedang dapat meningkatkan keparahan pada lansia.
(Sumber: foto paguyuban 209)

Depresi adalah gangguan mental yang dapat mempengaruhi perasaan, pikiran, dan perilaku seseorang. Pada tingkat sedang, gejala depresi mungkin lebih berat dibandingkan dengan tingkat ringan tetapi belum mencapai tingkat berat.

Depresi adalah kondisi medis yang sebenarnya dan dapat disembuhkan, bukan merupakan bagian normal dari penuaan. Namun orang dewasa yang lebih tua mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami depresi.

Beberapa ciri depresi sedang pada lansia:

Perubahan suasana hati:

Lansia dengan depresi sedang mungkin mengalami perasaan sedih yang mendalam, kehilangan minat atau kegembiraan dalam aktivitas sehari-hari, dan kesulitan merasakan kenikmatan dari kegiatan yang sebelumnya dinikmati.

Gangguan tidur:

Mengatasi tidur (insomnia) atau tidur berlebihan (hipersomnia) bisa menjadi gejala depresi sedang pada lansia.

Perubahan berat badan:

Peningkatan atau penurunan berat badan yang signifikan tanpa alasan yang jelas dapat terjadi pada depresi sedang.

Gangguan energi:

Lansia mungkin mengalami penurunan energi, kelelahan yang berlebihan, atau merasa sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Lansia mulai penurunan energi, kelelahan yang berlebihan.
(Sumber: foto canva.com)

Perasaan tidak berharga atau menyesal:

Orang dengan depresi sedang pada lansia bisa mengalami perasaan rendah diri, merasa tidak berharga, atau bersalah secara berlebihan.

Gangguan kognitif:

Kurang konsentrasi, kebingungan, atau kesulitan membuat keputusan adalah gejala kognitif yang bisa muncul pada depresi sedang.

Gejala fisik:

Rasa sakit atau ketidaknyamanan fisik menyebabkan penyebab medis yang jelas, seperti sakit kepala, nyeri otot, atau masalah pencernaan.

Pikiran tentang kematian atau bunuh diri:

Pada tingkat depresi sedang, pikiran tentang kematian atau bunuh diri mungkin muncul , meskipun tidak selalu diikuti oleh rencana atau percobaan bunuh diri.       

         Ada banyak faktor yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan depresi pada lansia. Perlu diingat bahwa depresi adalah kondisi yang kompleks dan sering kali dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang berinteraksi. 

Beberapa faktor yang dapat berperan dalam menyebabkan depresi sedang pada lansia:

Faktor Biologis:

  • Perubahan neurokimia: Perubahan pada zat kimia otak seperti serotonin dan noradrenalin dapat mempengaruhi suasana hati dan memainkan peran dalam perkembangan depresi.
  • Genetik: Riwayat keluarga dengan depresi dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami depresi, menunjukkan adanya faktor genetik.

Faktor Psikologis:

  • Stres dan trauma: Kejadian hidup yang penuh stres, seperti kehilangan orang tercinta, masalah kesehatan, atau perubahan hidup, dapat memicu depresi pada lansia.
  • Riwayat trauma: Pengalaman traumatis, terutama pada masa muda, dapat meningkatkan risiko depresi di kemudian hari.

Riwayat traumatis masa muda dapat meningkatkan depresi.
(Sumber: foto canva.com)

Faktor Sosial:

  • Isolasi sosial: Keterbatasan fisik, mobilitas yang terbatas, atau kurangnya dukungan sosial dapat menyebabkan isolasi sosial, yang dapat menjadi faktor risiko untuk depresi pada lansia.
  • Kehilangan peran sosial: Pensiun, kehilangan teman-teman, atau perubahan status sosial dapat mempengaruhi kesejahteraan emosional.

Faktor Kesehatan:

  • Masalah kesehatan fisik: Penyakit kronis, nyeri kronis, atau gangguan kesehatan fisik lainnya dapat berkontribusi terhadap timbulnya depresi pada lansia.
  • Gangguan kesehatan mental lainnya: Adanya gangguan kecemasan atau gangguan mental lainnya dapat meningkatkan risiko depresi.

Faktor Kognitif:

Pikiran negatif atau pola berpikir distorsi: Pola berpikir negatif atau distorsi kognitif dapat memainkan peran dalam perkembangan dan pemeliharaan depresi.

Faktor Obat-obatan:

Efek samping obat: Beberapa obat, terutama yang digunakan untuk mengobati penyakit kronis, dapat memiliki efek samping yang memengaruhi suasana hati.

Faktor Hormonal:

Perubahan hormonal: Perubahan hormonal yang terkait dengan penuaan atau kondisi kesehatan tertentu dapat berkontribusi terhadap depresi pada lansia.

Faktor Lingkungan:

Kondisi lingkungan: Kondisi lingkungan yang tidak mendukung, seperti kekurangan cahaya matahari atau polusi udara, dapat memengaruhi kesejahteraan emosional.

       Mencegah depresi sedang pada lansia melibatkan pendekatan holistik yang mencakup aspek fisik, mental, dan sosial. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk membantu mencegah depresi pada lansia:

Jaga Kesehatan Fisik:

  • Lakukan olahraga secara teratur. Aktivitas fisik dapat membantu meningkatkan suasana hati dan mengurangi risiko depresi.
  • Pertahankan pola makan sehat dengan memperhatikan nutrisi yang tepat.
  • Pastikan tidur yang cukup dan berkualitas.

Jaga Kesehatan Mental:

  • Terlibat dalam aktivitas yang menyenangkan dan memenuhi, seperti hobi, seni, atau kegiatan sosial.
  • Pelajari teknik relaksasi, meditasi, atau mindfulness untuk mengelola stres.
  • Tetap aktif secara mental dengan mengejar kegiatan kognitif, seperti membaca, menulis, atau memecahkan teka-teki.

Bangun dan Pertahankan Hubungan Sosial:

  • Pertahankan hubungan sosial yang sehat dengan teman, keluarga, dan paguyuban (komunitas).
  • Hindari isolasi sosial dan cari dukungan dari orang-orang terdekat.
  • Terlibat dalam kegiatan sosial atau klub untuk menjaga koneksi sosial.

Atasi Perubahan Hidup dengan Bijak:

  • Hadapi perubahan hidup dengan sikap positif. Pensiun atau perubahan status sosial lainnya dapat menantang, tetapi bisa dihadapi dengan fleksibilitas dan adaptabilitas.
  • Temukan makna dan tujuan dalam kehidupan sehari-hari.

Lakukan Pemeriksaan Kesehatan Rutin:

  • Rutin menjalani pemeriksaan kesehatan untuk mendeteksi dan mengatasi masalah kesehatan fisik atau mental secara dini.
  • Pastikan bahwa pengobatan untuk kondisi kesehatan kronis diikuti dengan konsisten.

Hindari Penggunaan Zat Berbahaya:

  • Batasi konsumsi alkohol dan hindari penggunaan obat-obatan terlarang.
  • Konsultasikan dengan profesional kesehatan mengenai penggunaan obat-obatan yang mungkin berpotensi memengaruhi suasana hati.

Ikuti Program Pencegahan yang Direkomendasikan:

  • Beberapa program kesehatan masyarakat atau layanan sosial mungkin menawarkan dukungan atau intervensi khusus untuk mencegah depresi pada lansia.
  • Dukung program-program ini dan manfaatkan sumber daya yang tersedia di komunitas.

Berpartisipasi dalam Kegiatan Kesehatan Mental:

  • Menghadiri kelompok dukungan atau kelas kesehatan mental dapat memberikan dukungan dan informasi tambahan.
  • Terlibat dalam program-program kesehatan mental yang mungkin ditawarkan di komunitas lokal.

       Mengobati depresi ringan pada lansia melibatkan pendekatan yang komprehensif, yang mungkin mencakup terapi psikologis, perubahan gaya hidup, dukungan sosial, dan dalam beberapa kasus, pengobatan dengan obat-obatan. Penting untuk dicatat bahwa perawatan untuk depresi harus disesuaikan dengan kebutuhan individu, dan sebaiknya dikonsultasikan dengan profesional kesehatan mental. 

Beberapa strategi yang umumnya digunakan dalam pengobatan depresi ringan pada lansia:

Terapi Psikologis:

  • Terapi kognitif perilaku (CBT): Terapi ini membantu individu mengubah pola pikir negatif dan perilaku yang mungkin berkontribusi pada depresi.
  • Terapi interpersonal (IPT): Fokus terapi ini adalah pada hubungan sosial dan cara berkomunikasi dengan orang lain, yang dapat membantu mengatasi faktor kontributor sosial depresi.

Olahraga dan Aktivitas Fisik:

  • Aktivitas fisik teratur dapat meningkatkan kadar endorfin (zat kimia otak yang memengaruhi suasana hati) dan memiliki dampak positif pada kesejahteraan mental.
  • Berjalan kaki, berenang, atau latihan ringan lainnya dapat membantu mengurangi gejala depresi.

Perubahan Gaya Hidup:

  • Pastikan pola makan sehat dengan asupan nutrisi yang mencukupi.
  • Jaga pola tidur yang teratur dan berkualitas.
  • Hindari konsumsi alkohol secara berlebihan dan hentikan penggunaan tembakau.

Pola makan sehat dengan asupan nutrisi yang cukup.
(Sumber: foto canva.com )

Dukungan Sosial:

  • Mempertahankan hubungan sosial yang sehat dan mendapatkan dukungan dari teman, keluarga, atau kelompok dukungan dapat membantu mengatasi depresi.
  • Terlibat dalam kegiatan sosial dan kelompok komunitas.

Pengelolaan Stres:

  • Pelajari teknik pengelolaan stres, seperti meditasi, relaksasi otot, atau mindfulness.
  • Atur prioritas dan hadapi tugas-tugas yang menuntut secara bertahap.

Konseling atau Psikoterapi:

Konseling atau terapi individu dapat memberikan wadah untuk berbicara tentang perasaan dan masalah dengan seorang profesional yang terlatih.

Obat-Obatan:

Dalam beberapa kasus, dokter mungkin meresepkan obat antidepresan untuk membantu mengatasi gejala depresi. Pilihan obat dan dosisnya akan disesuaikan dengan kondisi kesehatan individu.

Konsultasi dengan Profesional Kesehatan Mental:

Konsultasikan dengan profesional kesehatan mental, seperti psikiater atau psikolog, untuk mendapatkan evaluasi menyeluruh dan rencana perawatan yang sesuai.

Setiap individu berbeda, dan perawatan yang efektif dapat bervariasi. Jangan ragu untuk mencari bantuan profesional jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami depresi ringan. Penerimaan dan pemulihan dapat dimulai dengan langkah-langkah kecil dan dukungan yang tepat.



Sumber:

https://www.healthdirect.gov.au/depression-in-older-people 

https://www.nia.nih.gov/health/mental-and-emotional-health/depression-and-older-adults

https://www.webmd.com/depression/depression-elderly

https://www.rcpsych.ac.uk/mental-health/mental-illnesses-and-mental-health-problems/depression-in-older-adults

https://www3.ha.org.hk/cph/imh/mhi/article_02_02_03.asp

https://www.cdc.gov/aging/depression/index.html