Sunday, 3 March 2024

Obat-obatan Jadi Penyebab Masalah Kesehatan Lansia.

        Populasi global lansia multimorbid terus bertambah. Multimorbiditas adalah penyebab utama polifarmasi yang kompleks, yang pada gilirannya merupakan faktor risiko utama untuk peresepan yang tidak tepat serta reaksi dan kejadian obat yang merugikan. 

Kesalahan pengobatan dapat mengakibatkan cedera parah atau kematian pasien, dan hal ini dapat dicegah. Meskipun sebagian besar kesalahan kecil, spektrumnya sangat luas, dan beberapa di antaranya berakibat fatal. Kesalahan pengobatan (medication error) didefinisikan sebagai setiap peristiwa yang dapat dicegah yang dapat menyebabkan atau menyebabkan penggunaan obat yang tidak tepat atau membahayakan pasien ketika obat tersebut berada dalam kendali profesional layanan kesehatan, pasien, atau konsumen.

Kesalahan pengobatan dapat mengakibatkan cedera parah atau kematian pasien.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Pasien lansia yang memiliki masalah klinis kompleks dan menjalani banyak pengobatan, sangat rentan terhadap kesalahan pengobatan. Meskipun mereka mungkin benar-benar membutuhkan lebih banyak obat namun mereka sering kali menjadi korban dari 'peresepan kaskade', memiliki peningkatan risiko interaksi obat-obat dan obat-penyakit, dan sering menderita penggunaan obat-obatan yang tidak tepat. ].

Kesalahan dalam pengelolaan obat dapat menjadi penyebab masalah kesehatan pada lansia karena lansia sering kali memiliki karakteristik dan kondisi kesehatan tertentu yang membuat mereka lebih rentan terhadap efek samping obat. 

Beberapa penyebab masalah kesehatan yang mungkin timbul pada lansia terkait dengan obat-obatan:

Penyakit Kronis: 
Lansia cenderung menderita penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung yang membutuhkan penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu yang panjang. Kesalahan dalam dosis atau penggunaan obat-obatan ini dapat mempengaruhi kesehatan secara keseluruhan.

Penurunan Fungsi Ginjal dan Hati: 
Fungsi ginjal dan hati cenderung menurun seiring bertambahnya usia, sehingga kemampuan tubuh untuk mengeluarkan obat dari sistem tubuh juga menurun. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan risiko efek samping obat yang merugikan.

Kemampuan ginjal menurun seiring bertambah usia.
(Sumber: foto canva.com)
Penurunan Fungsi Kognitif: 
Lansia yang mengalami penurunan fungsi kognitif atau gangguan seperti demensia mungkin kesulitan memahami instruksi penggunaan obat atau mengikuti jadwal pengobatan yang tepat.

Interaksi Obat: 
Lansia sering mengonsumsi beberapa jenis obat sekaligus untuk mengelola beberapa kondisi kesehatan. Interaksi antar obat-obatan ini dapat meningkatkan risiko efek samping atau mengurangi efektivitas pengobatan.

Alergi atau Sensitivitas: 
Lansia juga bisa memiliki alergi atau sensitivitas terhadap beberapa jenis obat yang dapat menyebabkan reaksi alergi atau efek samping yang serius.

Penyimpanan Obat yang Tidak Tepat: 
Lansia mungkin memiliki kesulitan dalam menyimpan obat dengan benar, sehingga obat-obatan dapat menjadi terkontaminasi atau kehilangan efektivitasnya.

Penurunan Fungsi Penglihatan dan Pendengaran: 
Penurunan fungsi penglihatan dan pendengaran pada lansia dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk membaca instruksi penggunaan obat atau mendengar informasi yang disampaikan oleh petugas kesehatan.

Muncul Gejala baru: 
Gejala baru apa pun, seperti pusing atau mual, bisa jadi merupakan efek samping atau reaksi pengobatan. Dokter utama Anda harus mengetahui semua obat yang diminum, termasuk obat baru.  Penting untuk selalu memberikan informasi kepada dokter daftar obat-obatan yang sedang digunakan, termasuk siapa yang meresepkan obat tersebut, untuk menghindari obat-obatan saling merugikan.

Masalah mobilitas: 
Pusing dan sakit kepala ringan adalah efek samping umum dari banyak obat termasuk obat tekanan darah tinggi. Efek samping tersebut dapat memperburuk kemampuan berjalan pada orang yang mengalami kesulitan berjalan karena radang sendi atau masalah lainnya. Amankan rumah dari terjatuh dengan melepas atau mengamankan permadani yang longgar dan bahaya tersandung lainnya.

Lansia banyak yang mengalami kesulitan berjalan.
(Sumber: foto canva.com)
Perubahan cara berpikir, penalaran atau ketajaman mental: 
Ada banyak kemungkinan penyebab kelupaan dan kebingungan. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah masalah pengobatan, termasuk pengobatan berlebihan. Minta dokter untuk menilai sepenuhnya perubahan kognitif atau mental. Obat-obatan bisa jadi penyebabnya.

Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari: 
Potensi efek samping pengobatan apa pun dapat mempersulit perawatan diri bagi orang dewasa yang menua, mulai dari mandi dan menggunakan toilet hingga makan dan berpakaian. Itu sebabnya, jika tidak diperiksa oleh dokter, beberapa efek samping pengobatan bisa menimbulkan masalah serius yang membuat Anda lebih sulit tinggal di rumah. 

Kesulitan tidur: 
Beberapa obat resep, termasuk antidepresan, dapat menyebabkan insomnia dan kebutuhan akan obat tidur. Bicarakan dengan dokter tentang cara untuk membantu menghindari efek samping semacam ini.

Perubahan nafsu makan: 
Beberapa obat berdampak pada nafsu makan , baik menurunkan nafsu makan atau, seperti yang umumnya terjadi ketika mengonsumsi obat steroid, meningkatkan rasa lapar. Jika lansia mengalami masalah nafsu makan, tanyakan kepada dokter tentang penjadwalan pertemuan dengan ahli gizi.

Perubahan kesejahteraan secara keseluruhan: 
Obat-obatan yang tidak diminum dengan benar dapat mempengaruhi kesejahteraan seseorang. Atur agar obat-obatan ditinjau setidaknya setiap tahun atau setiap kali ada perubahan dalam resep.

        Kesalahan pengelolaan obat pada lansia dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang bervariasi tergantung pada jenis kesalahan yang terjadi. 

Beberapa contoh penyakit atau masalah kesehatan yang dapat timbul dari kesalahan pengelolaan obat pada lansia:

Efek Samping Obat: 
Lansia cenderung lebih rentan terhadap efek samping obat karena tubuh mereka mungkin lebih sensitif terhadap zat-zat kimia dalam obat. Efek samping seperti mual, pusing, kebingungan, gangguan kognitif, gangguan keseimbangan, atau reaksi alergi dapat muncul sebagai hasil dari kesalahan dosis atau interaksi obat.

Efek samping obat seperti mual,pusing, kebingungan.
(Sumber: foto canva.com)

Kerusakan Organ: 
Penggunaan obat yang tidak sesuai dosis atau obat yang berpotensi berbahaya bagi fungsi ginjal atau hati dapat menyebabkan kerusakan organ. Lansia, yang sering kali memiliki fungsi ginjal dan hati yang menurun, lebih rentan terhadap kerusakan organ tersebut.

Overdosis atau Keracunan: 
Kesalahan dalam pengelolaan dosis obat dapat menyebabkan overdosis pada lansia, yang dapat mengakibatkan keracunan obat dan berbagai masalah kesehatan serius, bahkan kematian.

Reaksi Hipersensitivitas: 
Lansia juga bisa mengalami reaksi hipersensitivitas terhadap obat-obatan tertentu, yang dapat menghasilkan ruam kulit, gatal-gatal, pembengkakan, atau reaksi alergi serius lainnya.

Gangguan Kognitif atau Mental: 
Kesalahan dalam pengelolaan obat, terutama yang memengaruhi sistem saraf pusat, dapat menyebabkan gangguan kognitif atau mental pada lansia, seperti kebingungan, kehilangan memori, depresi, atau gangguan kejiwaan lainnya.

Penurunan Kualitas Hidup: 
Kesalahan dalam pengelolaan obat dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup pada lansia, baik secara fisik maupun psikologis, karena efek samping yang mengganggu atau komplikasi kesehatan yang timbul.

Peningkatan Risiko Cedera atau Kecelakaan: 
Efek samping obat tertentu, seperti pusing atau gangguan keseimbangan, dapat meningkatkan risiko jatuh dan cedera pada lansia, terutama jika mereka mengonsumsi obat-obatan yang memengaruhi sistem saraf pusat.

Peningkatan risiko jatuh karena efek samping obat pada lansia.
(Sumber: foto canva.com)
Penting untuk memastikan bahwa lansia menerima perawatan yang tepat dari penyedia layanan kesehatan yang terlatih dan bahwa mereka dan keluarga mereka memahami instruksi penggunaan obat dengan benar. Kesalahan pengelolaan obat dapat berdampak serius pada kesehatan lansia, oleh karena itu upaya pencegahan dan pemantauan yang baik sangat penting.

       Interaksi obat adalah ketika dua atau lebih obat yang dikonsumsi bersama-sama mempengaruhi cara obat-obatan tersebut bekerja di dalam tubuh. Interaksi obat pada lansia bisa memiliki dampak yang lebih serius daripada pada kelompok usia lainnya karena lansia sering mengonsumsi beberapa jenis obat untuk mengelola kondisi kesehatan yang kompleks.

Beberapa dampak dari interaksi obat pada lansia meliputi:

Efek Samping yang Lebih Parah: 
Interaksi obat dapat meningkatkan risiko efek samping obat secara keseluruhan. Lansia cenderung lebih rentan terhadap efek samping obat karena perubahan fisiologis dalam tubuh mereka seiring bertambahnya usia.

Penurunan Efektivitas Pengobatan: 
Interaksi obat dapat mengurangi efektivitas satu atau beberapa obat yang dikonsumsi. Hal ini bisa mengurangi efektivitas pengobatan untuk kondisi kesehatan tertentu atau menyebabkan kondisi kesehatan yang ada menjadi lebih sulit dikontrol.

Resiko Kejadian Reaksi Alergi: 
Interaksi obat dapat meningkatkan risiko terjadinya reaksi alergi pada lansia, terutama jika mereka memiliki riwayat alergi terhadap salah satu obat yang digunakan.

Gangguan Fungsi Organ: 
Interaksi obat dapat menyebabkan gangguan fungsi organ tertentu, terutama hati dan ginjal. Lansia sering kali memiliki fungsi organ yang menurun seiring bertambahnya usia, sehingga lebih rentan terhadap efek negatif dari interaksi obat.

Kemungkinan Overdosis atau Toksisitas: 
Interaksi obat juga bisa menyebabkan peningkatan risiko overdosis atau toksisitas obat karena pengaruh gabungan obat-obatan yang saling memperkuat efeknya.

Gangguan Kognitif atau Mental: 
Beberapa interaksi obat dapat memengaruhi sistem saraf pusat dan menyebabkan gangguan kognitif atau mental pada lansia, seperti kebingungan, kehilangan memori, atau depresi.

Penurunan Kualitas Hidup: 
Interaksi obat dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup pada lansia karena efek samping yang mengganggu atau komplikasi kesehatan yang timbul.

Oleh karena itu, penting bagi lansia dan penyedia layanan kesehatan untuk memantau interaksi obat dengan cermat dan memastikan bahwa obat-obatan yang diresepkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan individu serta meminimalkan risiko interaksi obat yang merugikan.

       Mencegah kesalahan obat dan interaksi obat pada lansia memerlukan perhatian khusus dan kerja sama antara lansia, penyedia layanan kesehatan, dan keluarga atau penjaga. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah kesalahan obat dan interaksi obat pada lansia:

Komunikasi Terbuka dengan Dokter: 
Penting bagi lansia untuk berkomunikasi secara terbuka dengan dokter mereka tentang semua obat yang mereka konsumsi, termasuk obat resep, obat non-resep, dan suplemen. Dokter harus mengetahui riwayat kesehatan lengkap pasien, termasuk alergi, kondisi kesehatan yang sedang diobati, dan obat-obatan yang telah digunakan sebelumnya.

Daftar Obat yang Lengkap: 
Lansia harus memiliki daftar obat yang lengkap, termasuk nama obat, dosis, frekuensi konsumsi, dan tujuan penggunaan. Daftar ini harus diperbarui secara teratur dan dibawa setiap kali berkonsultasi dengan dokter atau apoteker.

Konsultasi dengan Apoteker: 
Apoteker adalah sumber informasi yang berharga tentang interaksi obat dan efek samping potensial. Lansia harus berkonsultasi dengan apoteker mereka untuk memastikan bahwa obat-obatan yang mereka konsumsi aman untuk dikonsumsi bersama-sama dan untuk memahami instruksi penggunaan obat dengan benar.

Pemantauan Teratur: 
Lansia harus dipantau secara teratur oleh dokter mereka untuk memantau respons terhadap pengobatan dan memeriksa kemungkinan interaksi obat. Pemantauan ini juga dapat membantu dalam menyesuaikan dosis obat jika diperlukan.

Hindari Penggunaan Obat Non-Resep yang Tidak Perlu:
Lansia harus menghindari penggunaan obat non-resep tanpa konsultasi dokter atau apoteker. Beberapa obat non-resep dapat berinteraksi dengan obat resep atau kondisi kesehatan tertentu.

Jaga Ketersediaan Informasi: 
Pastikan informasi tentang obat-obatan disimpan dengan baik dan mudah diakses, baik oleh lansia sendiri maupun oleh keluarga atau penjaga jika diperlukan.

Edukasi dan Pemahaman: 
Lansia dan keluarga atau penjaga mereka harus mendapatkan edukasi yang memadai tentang obat-obatan yang dikonsumsi, termasuk instruksi penggunaan obat, efek samping yang mungkin terjadi, dan tanda-tanda interaksi obat yang perlu diperhatikan.

Pemantauan Efek Samping: 
Lansia harus waspada terhadap gejala atau efek samping yang muncul setelah memulai penggunaan obat baru. Jika terjadi efek samping yang tidak diharapkan, segera konsultasikan dengan dokter atau apoteker.

Dengan memperhatikan langkah-langkah ini dan berkomunikasi dengan penyedia layanan kesehatan secara teratur, lansia dapat membantu mencegah kesalahan obat dan interaksi obat yang dapat membahayakan kesehatan mereka.





Sumber:

https://www.homeinstead.com/care-resources/health-conditions/10-signs-medications-could-be-to-blame/

https://www.mayoclinicproceedings.org/article/S0025-6196(14)00567-9/fulltext 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2723202/

https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/17512433.2019.1615442

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4922820/

https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S1551741121001145



Saturday, 2 March 2024

Strategi Mereduksi Kecemasan pada lansia

      Merasa cemas atau gugup adalah emosi yang umum terjadi pada orang-orang dari segala usia dan merupakan reaksi normal terhadap stres. Merasa cemas dapat membantu kita menangani masalah dan situasi aneh, bahkan menghindari bahaya. Merasa cemas terhadap penyakit, interaksi sosial baru, dan kejadian menakutkan adalah hal yang wajar. Namun bila seseorang sering merasa cemas dan kecemasannya sangat berlebihan serta memengaruhi tugas sehari-hari, kehidupan sosial, dan hubungan, hal itu mungkin merupakan suatu penyakit.

Lansia dapat mereduksi kecemasan dengan aktivitas fisik.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Mereduksi kecemasan pada lansia merujuk pada upaya untuk mengurangi atau mengendalikan tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yang berusia lanjut. Ini melibatkan penerapan strategi dan intervensi yang bertujuan untuk mengurangi intensitas dan frekuensi perasaan kecemasan, serta meningkatkan kesejahteraan emosional dan psikologis lansia tersebut.

Tujuan dari mereduksi kecemasan pada lansia adalah untuk membantu mereka merasa lebih tenang, stabil, dan mampu menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari dengan lebih baik. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai metode, termasuk teknik relaksasi, aktivitas fisik teratur, terapi psikologis, dukungan sosial, dan pengelolaan stres.

Mereduksi kecemasan pada lansia juga dapat melibatkan pendekatan holistik yang mempertimbangkan aspek-aspek fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan dalam kehidupan mereka. Dengan demikian, upaya mereduksi kecemasan pada lansia sering melibatkan kerja sama antara individu, keluarga, tenaga kesehatan, dan profesional kesehatan mental untuk mencapai hasil yang optimal dalam meningkatkan kesejahteraan mental dan emosional lansia tersebut.

Kecemasan pada lansia merujuk pada kondisi ketika seseorang yang berusia lanjut mengalami perasaan khawatir, gelisah, atau ketidaknyamanan yang berlebihan terhadap situasi atau peristiwa tertentu. Kecemasan pada lansia dapat muncul sebagai respons terhadap perubahan fisik, psikologis, atau lingkungan yang terjadi seiring bertambahnya usia.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kecemasan pada lansia meliputi:

Penurunan kesehatan fisik: 
Penurunan kesehatan fisik, seperti gangguan kesehatan kronis atau penurunan mobilitas, dapat menyebabkan kekhawatiran terhadap kesehatan dan kemandirian mereka.

Penurunan kesehatan fisik menyebabkan kekhawatiran.
(Sumber: foto canva.com)

Penurunan kesehatan mental:
Lansia sering mengalami penurunan kesehatan mental, seperti gangguan kecemasan, depresi, atau gangguan kognitif, yang dapat meningkatkan tingkat kecemasan.

Perubahan sosial dan lingkungan: 
Perubahan signifikan dalam kehidupan sosial, seperti kehilangan pasangan hidup, pensiun, atau perubahan tempat tinggal, dapat menyebabkan perasaan cemas dan tidak nyaman.

Isolasi sosial:
Lansia yang mengalami isolasi sosial atau kurangnya dukungan sosial cenderung memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi.

Kecemasan pada lansia merupakan hal yang penting untuk diperhatikan karena dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Penanganan kecemasan pada lansia biasanya melibatkan pendekatan holistik yang mencakup dukungan psikososial, intervensi kognitif-perilaku, terapi obat-obatan jika diperlukan, dan dukungan keluarga atau masyarakat.

Beberapa ciri yang dapat menandakan bahwa seorang lansia mengalami kecemasan:

Perubahan perilaku: 
Mereka mungkin menunjukkan perubahan drastis dalam perilaku mereka, seperti menjadi lebih gelisah, mudah tersinggung, atau sulit tidur.

Ketakutan yang berlebihan: 
Lansia yang mengalami kecemasan mungkin memiliki ketakutan yang tidak proporsional terhadap situasi tertentu atau membesar-besarkan risiko potensial.

Gejala fisik: 
Kecemasan pada lansia juga dapat menimbulkan gejala fisik seperti denyut jantung yang cepat, napas pendek, gemetar, berkeringat berlebihan, atau masalah pencernaan.

Kecemasan menimbulkan gejala fisik, seperti jantung berdebar.
(Sumber: foto canva.com)

Kesulitan berkonsentrasi:
Kecemasan dapat membuat lansia sulit untuk berkonsentrasi atau memusatkan perhatian pada tugas-tugas sehari-hari.

Kekhawatiran yang berlebihan tentang kesehatan:
Mereka mungkin cenderung khawatir berlebihan tentang kesehatan mereka sendiri atau kondisi fisik tertentu yang mungkin tidak berdasar.

Perasaan tidak nyaman dalam situasi sosial: 
Lansia dengan kecemasan mungkin merasa tidak nyaman atau khawatir dalam situasi sosial atau interaksi sosial dengan orang lain.

Gangguan tidur: 
Kesulitan tidur atau gangguan tidur lainnya, seperti insomnia, seringkali terkait dengan kecemasan pada lansia.

Ketergantungan pada orang lain:
Mereka mungkin menjadi lebih tergantung pada orang lain untuk pengambilan keputusan atau untuk mengatasi kecemasan mereka.

Jika seorang lansia mengalami beberapa dari ciri-ciri ini secara konsisten dan ini mengganggu kehidupan sehari-harinya, penting untuk mencari bantuan medis atau dukungan psikososial untuk menangani kecemasan mereka.

Beberapa strategi yang dapat membantu mereduksi kecemasan pada lansia:

Teknik Relaksasi:
Latihan teknik relaksasi seperti pernapasan dalam, meditasi, yoga, atau senam tai chi dapat membantu menenangkan pikiran dan tubuh, serta mengurangi tingkat kecemasan. Bernapas dalam-dalam adalah cara yang bagus untuk mengatasi gejala fisiologis kecemasan. Saat bernapas dalam-dalam, Anda mendapatkan lebih banyak karbon dioksida dalam darah, yang dapat menenangkan bagian otak yang bertanggung jawab atas kecemasan. Pernapasan dalam juga mengaktifkan sistem saraf parasimpatis, yang membantu beristirahat dan rileks.

Aktivitas Fisik Teratur:
Melakukan aktivitas fisik secara teratur, sesuai dengan kemampuan fisik masing-masing, dapat membantu mengurangi tingkat kecemasan dengan meningkatkan produksi endorfin, hormon yang dapat meningkatkan suasana hati. Para lansia sering kali kurang berolahraga, namun aktivitas fisik adalah salah satu cara terbaik untuk meningkatkan kesehatan mental. Beberapa bentuk olahraga terbaik untuk orang lanjut usia:
  • Jalan kaki atau hiking
  • Kursus yoga
  • Berenang atau aerobik air
  • Tarian
  • Latihan berat badan
Renang adalah olahraga terbaik mengatasi kecemasan.
(Sumber: foto canva.com)

Aktivitas Sosial: 
Menjaga koneksi sosial dengan teman, keluarga, atau kelompok dukungan dapat memberikan dukungan emosional yang penting dan mengurangi perasaan isolasi sosial yang dapat memicu kecemasan. Banyak lansia yang mengalami kesepian, terutama jika mobilitas mereka terbatas dan tidak bisa sering bersosialisasi. Membantu para lansia mengatasi isolasi sosial dapat menjadi cara terbaik untuk meredakan kecemasan dan tantangan kesehatan mental lainnya. Keluarga adalah sumber dukungan sosial yang besar. Kunjungan rutin dengan saudara, anak, cucu, atau anggota keluarga lainnya dapat mengalihkan perhatian dari pikiran-pikiran yang membuat stres dan meningkatkan suasana hati.

Menghindari Stimulan Kecemasan:
Mengurangi atau menghindari konsumsi kafein, alkohol, atau nikotin, karena substansi-substansi tersebut dapat meningkatkan tingkat kecemasan.

Menjaga Pola Tidur yang Teratur: 
Pola tidur yang teratur dan berkualitas penting untuk kesehatan mental dan emosional. Membuat rutinitas tidur yang nyaman dan menjaga lingkungan tidur yang tenang dan gelap dapat membantu mereduksi kecemasan.

Membatasi Pemberitaan Negatif: 
Terlalu banyak menonton atau membaca berita yang negatif dan menakutkan dapat meningkatkan tingkat kecemasan. Membatasi paparan terhadap berita-berita tersebut dapat membantu menjaga kesejahteraan mental.

Berbagi dan Mendiskusikan Perasaan: 
Berbicara dengan seseorang yang dipercaya tentang perasaan dan kekhawatiran dapat membantu meringankan beban kecemasan. Hal ini bisa dilakukan dengan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan mental atau terapis.

Terapi Psikologis:
Terapi kognitif-perilaku (CBT) atau terapi lainnya dengan profesional kesehatan mental dapat membantu lansia untuk mengidentifikasi dan mengatasi pikiran-pikiran negatif atau pola pikiran yang memicu kecemasan.

Perubahan Pola Makan:
Nutrisi yang tepat sangat penting untuk kesehatan mental dan fisik Anda. Makanan memberi bahan bakar pada otak, jadi mendapatkan keseimbangan protein, lemak sehat, dan karbohidrat yang tepat akan membantu Anda mengelola pikiran cemas. Pastikan mengonsumsi beragam makanan sehat setiap kali makan, dan nikmati camilan favorit secukupnya.

Pertimbangkan Obat-obatan:
Dalam beberapa kasus, dokter mungkin meresepkan obat-obatan untuk mengatasi kecemasan yang parah. Namun, ini harus dilakukan di bawah pengawasan dokter dan hanya sebagai bagian dari rencana perawatan yang lebih luas.

Setiap individu memiliki preferensi dan kebutuhan yang unik, jadi penting untuk menemukan strategi yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing lansia. Dukungan dari keluarga, teman, dan profesional kesehatan mental juga sangat penting dalam mengatasi kecemasan pada lansia.
 

Sumber:








Aneurisma, Melemah atau Menggembung Dinding Pembuluh Darah.

       Aneurisma adalah area yang menggembung dan melemah pada dinding pembuluh darah yang mengakibatkan pelebaran atau penggelembungan abnormal yang melebihi 50% diameter (lebar) normal pembuluh darah. Aneurisma dapat terjadi pada pembuluh darah mana pun, namun paling sering terlihat pada arteri dibandingkan vena.

Aneurisma mungkin terletak di banyak area tubuh, seperti pembuluh darah otak ( cerebral aneurysm ), aorta (arteri terbesar di tubuh), leher, usus, ginjal, limpa, dan pembuluh darah. di kaki (aneurisma iliaka, femoralis, dan poplitea). Lokasi aneurisma yang paling umum adalah aorta, yang membawa darah beroksigen dari jantung ke tubuh. Aorta toraks adalah segmen pendek aorta di rongga dada. Aorta perut adalah bagian aorta yang melewati perut. Aneurisma dapat ditandai berdasarkan lokasi, bentuk, dan penyebabnya.

Penuaan alami menyebabkan perubahan elastisitas pembuluh darah.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

 Aneurisma pada lansia merupakan kondisi di mana terjadi pelebaran atau pembengkakan pada dinding arteri, terutama arteri yang besar seperti arteri aorta. Aneurisma pada lansia umumnya disebabkan oleh degenerasi alami pembuluh darah seiring dengan proses penuaan tubuh.

Arteri adalah sejenis pembuluh darah yang membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh. Ketika arteri melebar, dindingnya menjadi lebih lemah. Hal ini dapat menyebabkan robekan atau pecahnya arteri. Ini disebut aneurisma yang pecah. Ketika aneurisma terjadi, orang mengalami pendarahan hebat (perdarahan), stroke, atau kematian.

Ciri-ciri lansia yang mungkin mengalami aneurisma dapat bervariasi tergantung pada lokasi dan ukuran aneurisma, serta apakah aneurisma tersebut telah pecah atau belum. 

Beberapa ciri yang mungkin terkait dengan aneurisma pada lansia adalah sebagai berikut:

Nyeri atau ketidaknyamanan: 
Lansia yang mengalami aneurisma yang belum pecah mungkin merasakan nyeri atau ketidaknyamanan di daerah di mana aneurisma terjadi. Ini bisa berupa nyeri perut atau punggung jika aneurisma terjadi di aorta abdominalis, atau sakit kepala jika aneurisma terjadi di otak.

Pembengkakan: 
Aneurisma yang besar atau yang terletak dekat dengan permukaan tubuh dapat menimbulkan pembengkakan yang terlihat atau teraba.

Aneurisma yang besar dapat menimbulkan pembengkakan.
(Sumber: foto canva.com)
Gejala tekanan darah tinggi: 
Aneurisma yang terjadi karena hipertensi dapat menyebabkan gejala tekanan darah tinggi seperti sakit kepala, pusing, atau penglihatan kabur.

Pecahnya Aneurisma: 
Lansia yang mengalami aneurisma yang pecah mungkin mengalami gejala darurat medis, termasuk nyeri hebat tiba-tiba di daerah aneurisma, pingsan, pucat, nadi cepat, tekanan darah rendah, mual, muntah, dan gejala perdarahan internal lainnya.

Perubahan kesadaran atau fungsi neurologis: 
Aneurisma yang pecah di otak dapat menyebabkan perubahan tiba-tiba dalam kesadaran, kesulitan berbicara atau memahami, kelemahan atau mati rasa pada satu sisi tubuh, atau gejala neurologis lainnya.

Denyut pembuluh darah: 
Dalam beberapa kasus, terutama ketika aneurisma terletak dekat dengan permukaan tubuh, denyut pembuluh darah yang abnormal atau menonjol dapat terlihat atau teraba.

💬Gejala-gejala di atas tidak spesifik hanya untuk aneurisma, dan bisa juga disebabkan oleh kondisi medis lainnya.

Beberapa faktor yang umumnya diketahui dapat meningkatkan risiko terjadinya aneurisma pada populasi lansia antara lain:

Penuaan: 
Proses penuaan alami tubuh dapat menyebabkan perubahan struktural dan elastisitas pembuluh darah, yang meningkatkan risiko terjadinya aneurisma.

Hipertensi (tekanan darah tinggi):
Tekanan darah yang tinggi secara kronis dapat merusak dinding arteri dan meningkatkan risiko terjadinya aneurisma.

Tensi darah yang tinggi dapat merusak dapat merusak didnding arteri.
(Sumber : foto canva.com)
Aterosklerosis:
Penumpukan plak di dalam arteri, yang merupakan karakteristik dari kondisi aterosklerosis, dapat merusak dinding arteri dan meningkatkan risiko terjadinya aneurisma.

Riwayat keluarga:
Adanya riwayat aneurisma dalam keluarga dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami aneurisma, menunjukkan adanya faktor genetik yang berperan.

Merokok: 
Merokok dapat merusak dinding arteri dan meningkatkan risiko terjadinya aneurisma, termasuk pada populasi lansia.

Alkohol:
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah dan merusak dinding arteri, yang dapat meningkatkan risiko aneurisma.

Obesitas:
Obesitas dapat menyebabkan tekanan darah tinggi dan meningkatkan risiko terjadinya aneurisma.

Penyakit pembuluh darah lainnya: 
Kondisi medis seperti arteritis (peradangan pembuluh darah), sindrom Marfan (gangguan genetik yang memengaruhi jaringan ikat), atau penyakit pembuluh darah lainnya juga dapat meningkatkan risiko terjadinya aneurisma pada lansia.

💬Adanya kombinasi dari beberapa faktor di atas atau faktor lainnya dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami aneurisma pada masa tua.

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko terjadinya aneurisma pada lansia:

Kontrol tekanan darah: 
Karena hipertensi adalah faktor risiko utama untuk aneurisma, penting untuk memantau dan mengendalikan tekanan darah secara teratur dengan menjalani gaya hidup sehat dan, jika diperlukan, dengan penggunaan obat-obatan yang diresepkan oleh dokter.

Berhenti merokok: 
Merokok merusak dinding arteri dan meningkatkan risiko terjadinya aneurisma. Berhenti merokok dapat membantu mengurangi risiko aneurisma dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.

Pola makan sehat: 
Mengonsumsi makanan yang rendah lemak jenuh, kolesterol, dan garam dapat membantu menjaga kesehatan pembuluh darah. Diet yang kaya akan buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, dan protein sehat seperti ikan dapat mendukung kesehatan jantung dan pembuluh darah.

Berolahraga secara teratur: 
Aktivitas fisik yang teratur dapat membantu menjaga berat badan yang sehat, mengendalikan tekanan darah, dan meningkatkan kesehatan pembuluh darah. Konsultasikan dengan dokter sebelum memulai program latihan baru, terutama jika memiliki kondisi kesehatan yang mendasari.

Pengelolaan stres: 
Stres yang kronis dapat meningkatkan tekanan darah dan memengaruhi kesehatan pembuluh darah. Menemukan cara-cara untuk mengelola stres seperti meditasi, yoga, atau kegiatan yang menenangkan lainnya dapat membantu menjaga kesehatan pembuluh darah.

Pemantauan kesehatan secara teratur: 
Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dengan dokter dapat membantu dalam mendeteksi dan mengelola faktor risiko yang terkait dengan aneurisma atau kondisi kesehatan lainnya.

Hindari konsumsi alkohol yang berlebihan:
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah dan merusak pembuluh darah. Mengonsumsi alkohol dalam batas yang moderat atau menghindari alkohol secara total dapat membantu menjaga kesehatan pembuluh darah.

Genetika dan riwayat keluarga: 
Jika ada riwayat keluarga aneurisma atau kondisi kesehatan lain yang berhubungan dengan aneurisma, penting untuk berkonsultasi dengan dokter untuk evaluasi dan pengelolaan risiko yang sesuai.

Menjaga berat badan yang sehat:
Obesitas dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi dan penyakit pembuluh darah lainnya, sehingga menjaga berat badan yang sehat melalui pola makan sehat dan aktivitas fisik penting untuk mencegah aneurisma.

         Pengobatan aneurisma pada lansia tergantung pada beberapa faktor, termasuk lokasi, ukuran, jenis aneurisma, serta kondisi kesehatan secara keseluruhan. Pengobatan dapat mencakup tindakan medis atau pembedahan, tergantung pada kondisi spesifik setiap individu. 

Beberapa opsi pengobatan yang mungkin dipertimbangkan:

Pemantauan aktif: 
Untuk aneurisma kecil yang tidak menimbulkan gejala dan tidak mengancam jiwa, dokter mungkin merekomendasikan pemantauan aktif melalui pemeriksaan berkala dengan pencitraan medis seperti USG, CT scan, atau MRI untuk memantau ukuran dan perkembangan aneurisma.

Obat-obatan: 
Dokter dapat meresepkan obat-obatan untuk mengendalikan faktor risiko yang berhubungan dengan aneurisma, seperti obat antihipertensi untuk mengontrol tekanan darah tinggi, atau statin untuk mengendalikan kadar kolesterol.

Prosedur endovaskular: 
Prosedur endovaskular, seperti embolisasi dengan koil atau stent, dapat dilakukan untuk mengobati aneurisma dengan cara memasukkan kateter ke dalam arteri melalui sayatan kecil di kulit dan mengirimkan bahan embolisasi ke dalam aneurisma untuk menutupnya.

Bedah terbuka: 
Bedah terbuka dilakukan untuk mengobati aneurisma yang lebih besar atau yang terletak di lokasi yang sulit dijangkau secara endovaskular. Prosedur ini melibatkan pembukaan dinding arteri melalui sayatan besar di kulit untuk mengakses aneurisma dan memperbaiki atau menggantikan bagian arteri yang rusak.

Prosedur hybrid: 
Prosedur hybrid menggabungkan teknik endovaskular dan bedah terbuka untuk mengobati aneurisma yang kompleks. Ini melibatkan kombinasi sayatan kecil di kulit untuk mengakses arteri dan tindakan endovaskular dengan tindakan bedah terbuka untuk memperbaiki atau menggantikan bagian arteri yang rusak.

Pengobatan aneurisma pada lansia harus disesuaikan dengan kondisi spesifik setiap individu dan ditentukan oleh tim perawatan medis yang terdiri dari dokter spesialis bedah vaskular, neurologi, atau kardiologi bersama dengan faktor-faktor lain seperti kondisi kesehatan secara keseluruhan dan preferensi pasien. Penting untuk berkonsultasi dengan profesional medis untuk evaluasi dan rekomendasi pengobatan yang tepat.




Sumber:

https://bmcneurol.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12883-022-02786- 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8530485/

https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0963689718823517

https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S1878875019325343

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/brain-aneurysm/symptoms-causes/syc-20361483

https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/16800-brain-aneurysm