Tuesday, 5 March 2024

Kebosanan Eksistensial pada Lansia, Kurangnya Arti Hidup.

        Novelis Amerika Philip Roth menulis bahwa “usia tua bukanlah sebuah pertempuran, usia tua adalah pembantaian”. Jika kita hidup cukup lama, kita bisa kehilangan identitas, kemampuan fisik, pasangan, teman, dan karier.

Bagi sebagian orang, hal ini menimbulkan perasaan yang mengakar bahwa kehidupan telah kehilangan maknanya, dan bahwa alat yang kita perlukan untuk membangun kembali tujuan hidup tidak dapat diperbaiki lagi.

Lansia harus aktif dalam pekerjaan sukareala agar tidak terjadi kebosanan eksistensial.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Fenomena di mana seseorang merasa bosan hidup karena mereka merasa telah hidup terlalu lama atau kehilangan tujuan dalam hidupnya dapat disebut dengan istilah "kebosanan eksistensial" atau "kehampaan eksistensial". Ini sering terjadi pada lansia, terutama pada mereka yang mengalami perubahan besar dalam kehidupan mereka.

Kebosanan eksistensial adalah istilah psikologis yang menggambarkan perasaan kekosongan, kurangnya arti hidup, atau kurangnya minat dalam kehidupan yang dialami oleh seseorang. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perasaan kehilangan identitas atau peran yang sebelumnya mereka miliki, perasaan tidak berdaya atau tidak berharga, atau ketidakmampuan untuk menemukan tujuan atau makna dalam hidup mereka.

Beberapa alasan mengapa ada lansia yang merasa bosan hidup karena hidup terlalu lama, mungkin termasuk:

Kehilangan Pasangan Hidup: 
Kehilangan pasangan hidup bisa menjadi pukulan emosional yang besar bagi seseorang, dan bisa menyebabkan perasaan kesepian, kekosongan, atau kurangnya motivasi dalam hidup.

Pensiun: 
Pensiun dari pekerjaan yang memberi arti atau struktur dalam hidup mereka dapat membuat seseorang merasa kehilangan tujuan atau identitas mereka.

Kesehatan Fisik dan Mental:
Penurunan kesehatan fisik atau mental dapat menghambat kemampuan seseorang untuk menikmati aktivitas atau hubungan sosial, menyebabkan perasaan kebosanan atau kekosongan.

Kehilangan Kemandirian: 
Kehilangan kemandirian fisik atau mental juga dapat membuat seseorang merasa terjebak atau tidak memiliki kendali dalam hidup mereka sendiri.

Kurangnya Aktivitas Sosial atau Hobi:
Kurangnya aktivitas sosial atau hobi yang memenuhi dapat menyebabkan perasaan kebosanan atau kehilangan minat dalam hidup.

Kondisi Lingkungan yang Tidak Mendukung:
Lingkungan yang kurang mendukung atau tidak merangsang secara mental juga dapat menyebabkan perasaan kebosanan atau kehilangan minat.

Lingkungan kurang mendukung lansia untuk interaksi sosial.
(Sumber: foto canva.com)

       Ciri-ciri lansia yang mungkin terkena kebosanan eksistensial bisa bervariasi dari satu individu ke individu lainnya, tetapi beberapa ciri umum yang mungkin terlihat adalah:

Kurangnya minat atau semangat dalam aktivitas sehari-hari: 
Lansia yang mengalami kebosanan eksistensial mungkin kehilangan minat atau semangat dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang sebelumnya mereka nikmati.

Perasaan kekosongan atau hampa:
Mereka mungkin merasa kekosongan dalam hidup mereka, merasa seperti mereka tidak memiliki tujuan atau arti dalam kehidupan mereka.

Perasaan kehilangan identitas atau peran: 
Lansia yang terkena kebosanan eksistensial mungkin merasa kehilangan identitas atau peran yang mereka miliki sebelumnya, seperti peran profesional atau peran dalam keluarga.

Kurangnya motivasi atau tujuan dalam hidup:
Mereka mungkin kehilangan motivasi untuk mencapai tujuan atau melakukan hal-hal yang mereka anggap penting dalam hidup mereka.

Perasaan kesepian atau isolasi:
Lansia dengan kebosanan eksistensial mungkin merasa terisolasi sosial atau kesepian karena kurangnya koneksi emosional atau hubungan sosial yang memenuhi.

Perubahan dalam pola tidur atau nafsu makan: 
Kebosanan eksistensial dapat memengaruhi pola tidur atau nafsu makan seseorang, yang bisa menjadi terlalu banyak atau terlalu sedikit.

Merasa tidak berdaya atau tidak berharga: 
Mereka mungkin merasa tidak berdaya atau tidak berharga dalam mencapai sesuatu dalam hidup mereka.

Merasa tidak berdaya atau berharga.
(Sumber: foto canva.com)
Kurangnya minat dalam menjalin hubungan baru atau mengeksplorasi kegiatan baru: 
Lansia yang terkena kebosanan eksistensial mungkin enggan untuk menjalin hubungan baru atau mencoba hal-hal baru karena kurangnya minat atau semangat.

💬 Gejala-gejala ini tidak selalu menunjukkan kebosanan eksistensial secara langsung, dan bisa juga menjadi tanda dari kondisi kesehatan mental lainnya.  

       Mengatasi kebosanan eksistensial pada lansia melibatkan berbagai strategi yang bertujuan untuk mengembalikan rasa makna, minat, dan tujuan dalam hidup mereka. 

Berikut adalah beberapa strategi yang dapat membantu:

Temukan Hobi atau Kegiatan Baru:
Mendorong lansia untuk menemukan hobi atau kegiatan baru yang menarik bagi mereka dapat membantu mengisi waktu mereka dengan aktivitas yang memenuhi dan memberikan rasa pencapaian. Ini bisa termasuk bergabung dengan klub atau komunitas yang memiliki minat yang sama.

Terlibat dalam Aktivitas Sosial: 
Mendorong keterlibatan sosial dapat membantu mengurangi perasaan kesepian dan isolasi sosial. Lansia dapat terlibat dalam kegiatan komunitas, bergabung dengan kelompok dukungan, atau menjalin hubungan dengan orang-orang sebaya.

Menetapkan Tujuan atau Proyek: 
Membantu lansia menetapkan tujuan atau proyek baru dalam hidup mereka dapat memberikan fokus dan motivasi yang diperlukan. Ini bisa termasuk tujuan pendidikan, keterlibatan dalam pekerjaan sukarela, atau mengejar impian yang belum tercapai.

Jaga Kesehatan Mental dan Emosional:
Mendorong lansia untuk merawat kesehatan mental dan emosional mereka adalah langkah penting. Ini bisa mencakup berbicara dengan seorang konselor atau terapis, berpartisipasi dalam program pelatihan keterampilan kehidupan, atau mempelajari teknik relaksasi dan meditasi.

Mempertahankan Keterlibatan Sosial: 
Menjaga keterlibatan sosial yang ada atau membangun kembali hubungan dengan teman-teman lama dan keluarga dapat membantu mengurangi perasaan isolasi dan meningkatkan kesejahteraan emosional.

Pertimbangkan Pekerjaan Sukarela: 
Terlibat dalam pekerjaan sukarela atau membantu komunitas lokal dapat memberikan rasa pencapaian dan memberikan struktur dalam kehidupan sehari-hari.

Tetap Aktif dan Terlibat: 
Tetap aktif secara fisik dan mental dengan menjaga rutinitas harian yang sehat, seperti berolahraga teratur, menjaga diet seimbang, dan berpartisipasi dalam aktivitas kognitif seperti teka-teki atau permainan otak, dapat membantu menjaga kesehatan mental dan emosional.

Lansia tetap aktif dan terlibat dalam kegiatan rutin.
(Sumber: foto canva.com)

Pertimbangkan Konseling atau Terapi: 
Jika kebosanan eksistensial menyebabkan perasaan yang sangat kuat atau mempengaruhi kesejahteraan secara signifikan, pertimbangkan untuk mencari bantuan dari seorang profesional kesehatan mental atau terapis.

Setiap individu mungkin merespons berbeda terhadap strategi-strategi ini, jadi penting untuk menyesuaikan pendekatan sesuai dengan kebutuhan dan preferensi lansia tersebut. Dukungan dari keluarga, teman, dan profesional kesehatan juga penting dalam membantu lansia mengatasi kebosanan eksistensial.


Sumber:

https://www.nytimes.com/2006/05/07/books/review/07gord.html

https://medic.upm.edu.my/upload/dokumen/2023010917140219_0088.pdf

https://bmcgeriatr.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12877-017-0533-1

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5990949/



Monday, 4 March 2024

Skala Depresi Geriatri, Kapan Lansia Membutuhkan.

         Skala Depresi Geriatri adalah alat penilaian yang digunakan untuk mengukur tingkat depresi pada populasi geriatri atau orang lanjut usia. Skala ini dirancang khusus untuk menilai gejala-gejala depresi yang mungkin muncul pada orang lanjut usia, mengingat adanya perubahan fisiologis dan psikologis yang terjadi seiring dengan proses penuaan.

Terdapat beberapa jenis Skala Depresi Geriatri yang umum digunakan, salah satunya adalah Geriatric Depression Scale (GDS). Skala ini terdiri dari serangkaian pertanyaan yang dirancang untuk mengevaluasi perasaan dan perilaku yang berkaitan dengan depresi pada orang lanjut usia.

Skala Depresi Geriatri (GDS) mengevaluasi perasaan dan perilaku.
(Sumber: foto pens 49 ceria) 

GDS, adalah alat skrining yang dirancang khusus untuk menilai depresi pada orang dewasa lanjut usia . Dikembangkan oleh Yesavage dkk. pada tahun 1982, GDS bertujuan untuk menyediakan cara yang andal dan efisien untuk mendeteksi gejala depresi pada lansia.  

Awalnya, GDS terdiri dari 30 pertanyaan ya/tidak, dengan fokus pada berbagai gejala yang berhubungan dengan depresi. Seiring waktu, versi skala yang lebih pendek, seperti GDS-15 dan GDS-5, dikembangkan untuk menyederhanakan proses penilaian sekaligus menjaga akurasi diagnostik.

Tujuan dari Skala Depresi Geriatri adalah untuk membantu dalam mendeteksi dan mengukur tingkat depresi pada populasi geriatri, sehingga dapat memberikan intervensi atau perawatan yang sesuai. Skala ini membantu tenaga kesehatan untuk memahami dan mengelola depresi pada orang lanjut usia, yang dapat berdampak pada kualitas hidup dan kesejahteraan mereka.

       Geriatric Depression Scale (GDS) atau Skala Depresi Geriatri digunakan untuk mengevaluasi tingkat depresi pada orang lanjut usia. 

Beberapa ciri lansia yang mungkin memerlukan penilaian menggunakan GDS:

Perubahan Perilaku: 
Lansia yang mengalami perubahan drastis dalam perilaku mereka, seperti menjadi lebih terisolasi, cenderung menarik diri dari interaksi sosial, atau menunjukkan kecenderungan untuk menghindari aktivitas yang sebelumnya mereka nikmati.

Perubahan perilaku, lansia menarik diri dari interaksi sosial.
(Sumber: foto canva.com)

Perubahan Mood:
Mereka yang sering merasa sedih, kehilangan minat dalam kegiatan sehari-hari, atau menunjukkan penurunan mood yang signifikan secara konsisten.

Gangguan Tidur: 
Kesulitan tidur, seperti sulit tidur, bangun terlalu awal, atau tidur terlalu banyak, bisa menjadi tanda depresi pada lansia.

Perubahan Fisik: 
Depresi pada lansia juga dapat menyebabkan gejala fisik, seperti penurunan berat badan yang tidak diinginkan, kelelahan yang terus-menerus, atau masalah kesehatan lainnya yang tidak dapat dijelaskan dengan faktor medis lainnya.

Perubahan Kognitif: 
Depresi pada lansia juga dapat mempengaruhi fungsi kognitif mereka, seperti kesulitan konsentrasi, penurunan daya ingat, atau penurunan kemampuan untuk membuat keputusan.

Rasa Putus Asa atau Kehilangan Harapan:
Lansia yang merasa putus asa, tidak berdaya, atau kehilangan harapan untuk masa depan juga bisa menjadi ciri-ciri depresi.

Perubahan Pola Makan: 
Perubahan dalam pola makan, seperti kehilangan nafsu makan atau meningkatnya konsumsi makanan sebagai respons terhadap emosi, dapat menjadi tanda depresi pada lansia.

Keluhan Fisik yang Persisten:
Lansia yang mengeluh tentang nyeri tubuh yang tidak dijelaskan dengan penyebab medis yang jelas atau gejala fisik lainnya yang persisten, meskipun telah mendapatkan perawatan medis, bisa menjadi tanda depresi.

💬 Tidak semua orang lanjut usia yang mengalami salah satu atau beberapa ciri di atas pasti mengalami depresi. 

       Lansia dapat menggunakan Geriatric Depression Scale (GDS) dengan bantuan orang lain atau secara mandiri, tergantung pada kemampuan kognitif dan fisik mereka. 

Beberapa langkah yang dapat membantu lansia dalam menggunakan GDS:

Bimbingan dari Tenaga Kesehatan: 
Jika memungkinkan, lansia dapat meminta bimbingan dari tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, atau tenaga medis lainnya dalam mengisi formulir GDS. Petugas kesehatan akan membantu menjelaskan pertanyaan dan memberikan arahan tentang cara menjawabnya.

Lansia dapat minta bantuan tenaga medis untuk mengisi formulir.
(Sumber: foto canva.com)
Bantuan dari Anggota Keluarga atau Penjaga:
Lansia juga dapat meminta bantuan dari anggota keluarga, teman, atau penjaga mereka dalam mengisi formulir GDS. Mereka dapat membantu dengan membacakan pertanyaan dan mencatat jawaban yang diberikan oleh lansia.

Pengisian Mandiri dengan Petunjuk: 
Lansia yang memiliki kemampuan kognitif yang cukup dapat mencoba mengisi formulir GDS sendiri dengan petunjuk yang disediakan. Petunjuk ini biasanya terdapat di bagian atas formulir dan memberikan arahan tentang cara menjawab setiap pertanyaan.

Penggunaan Versi Simplified GDS:
Terdapat versi Simplified GDS yang dirancang khusus untuk lansia yang mungkin mengalami kesulitan dalam membaca atau memahami pertanyaan pada formulir standar. Versi ini menggunakan pertanyaan yang lebih sederhana dan bahasa yang lebih mudah dipahami.

Komitmen untuk Jujur: 
Lansia perlu diingatkan untuk menjawab pertanyaan dengan jujur dan seobjektif mungkin. Ini membantu dalam mendapatkan hasil yang akurat dan membantu petugas kesehatan dalam menentukan tingkat depresi dan langkah-langkah yang tepat untuk mengelola kondisi tersebut.

Konsultasi dengan Profesional Kesehatan:
Setelah mengisi formulir GDS, penting bagi lansia untuk berbicara dengan profesional kesehatan mereka tentang hasilnya. Dokter atau tenaga kesehatan lainnya dapat memberikan interpretasi dan saran mengenai langkah selanjutnya yang perlu diambil berdasarkan skor GDS.

Dengan bantuan dari orang lain atau secara mandiri dengan petunjuk yang tepat, lansia dapat menggunakan Geriatric Depression Scale sebagai alat untuk mengevaluasi tingkat depresi mereka dan mendapatkan perawatan atau intervensi yang sesuai jika diperlukan.

Formulir GDS tersedia dalam tiga bentuk:
  • GDS bentuk panjang (GDS-30) yang terdiri dari 30 soal
  • Bentuk pendek (GDS-15), yang terdiri dari 15 pertanyaan
  • Versi empat dan lima item, yang keakuratannya tidak dapat disimpulkan.

Pertanyaan pada Skala

Pilih jawaban terbaik sesuai perasaan Anda selama seminggu terakhir:

1. Apakah pada dasarnya Anda puas dengan hidup Anda? YA TIDAK
2. Apakah Anda banyak meninggalkan aktivitas dan minat Anda? YA TIDAK
3. Apakah Anda merasa hidup Anda hampa? YA TIDAK
4. Apakah anda sering merasa bosan? YA TIDAK
5. Apakah Anda selalu bersemangat? YA TIDAK
6. Apakah Anda takut terjadi sesuatu yang buruk pada diri Anda? YA TIDAK
7. Apakah Anda selalu merasa bahagia? YA TIDAK
8. Apakah Anda sering merasa tidak berdaya? YA TIDAK
9. Apakah Anda lebih suka berdiam diri di rumah dibandingkan keluar rumah dan melakukan hal baru? YA TIDAK
10. Apakah Anda merasa mempunyai lebih banyak masalah ingatan dibandingkan kebanyakan orang? YA TIDAK
11. Menurut Anda, apakah hidup sekarang menyenangkan? YA TIDAK
12. Apakah Anda merasa tidak berharga dengan keadaan Anda sekarang? YA TIDAK
13. Apakah Anda merasa penuh energi? YA TIDAK
14. Apakah Anda merasa situasi Anda tidak ada harapan? YA TIDAK
15. Apakah menurut Anda kebanyakan orang lebih baik keadaannya dibandingkan Anda? YA TIDAK   

Mencetak skor
Setiap jawaban yang menunjukkan depresi mendapat skor satu poin. Misalnya, pada pertanyaan di atas, satu poin akan diberikan jika orang tersebut menjawab “tidak” untuk pertanyaan pertama dan “ya” untuk pertanyaan kedua. Jawaban yang mengindikasikan depresi biasanya digarisbawahi atau dicetak tebal untuk menunjukkan respons yang diberi poin. Skor untuk GDS-15 berkisar dari 0 hingga 15: Semakin tinggi skornya, kemungkinan depresinya semakin parah.

GDS -15 diberi skor sebagai berikut:

>5 Poin   : menunjukkan depresi dan harus diikuti dengan penilaian komprehensif
≥10 Poin : hampir selalu menunjukkan depresi
<5 Poin   : depresi tidak mungkin terjadi

Hasil akhir dari penggunaan Geriatric Depression Scale (GDS) adalah skor total yang mencerminkan tingkat depresi seseorang. Skor ini dapat membantu dalam menentukan apakah seseorang mengalami depresi, seberapa parah gejalanya, dan langkah apa yang mungkin perlu diambil untuk mengelola kondisi tersebut. 

Beberapa manfaat dari penggunaan GDS antara lain:

Deteksi Dini Depresi:
GDS membantu mendeteksi dini gejala depresi pada orang lanjut usia. Ini penting karena depresi pada lansia sering kali tidak terdiagnosis dan tidak terkelola dengan baik.

Gda membantu deteksi dini gejala stres.
(Sumber: foto canva.com)

Penilaian yang Objektif: 
GDS memberikan penilaian objektif terhadap tingkat depresi seseorang berdasarkan respons terhadap serangkaian pertanyaan standar. Hal ini membantu profesional kesehatan dalam mengevaluasi kondisi pasien secara lebih terperinci.

Perencanaan Perawatan yang Tepat:
Berdasarkan skor GDS, profesional kesehatan dapat merencanakan perawatan yang tepat sesuai dengan tingkat keparahan depresi pasien. Ini dapat mencakup terapi kognitif perilaku, terapi obat, atau intervensi lainnya.

Pemantauan Perkembangan: 
GDS juga dapat digunakan sebagai alat pemantauan untuk menilai perkembangan pasien selama periode pengobatan atau intervensi. Dengan memantau skor GDS dari waktu ke waktu, profesional kesehatan dapat mengetahui apakah perawatan yang diberikan efektif atau perlu disesuaikan.

Peningkatan Kualitas Hidup: 
Dengan mengidentifikasi dan mengelola depresi secara efektif, GDS dapat membantu meningkatkan kualitas hidup orang lanjut usia. Mengurangi gejala depresi dapat membantu meningkatkan fungsi kognitif, fisik, dan emosional mereka.

Pengambilan Keputusan yang Lebih Baik: 
Hasil dari GDS dapat membantu orang lanjut usia dan keluarga mereka dalam mengambil keputusan yang lebih baik terkait perawatan dan manajemen kondisi depresi.

Dengan demikian, hasil akhir dari penggunaan GDS adalah memberikan informasi yang berharga kepada profesional kesehatan dan individu yang dinilai, sehingga dapat meningkatkan pemahaman, deteksi, dan pengelolaan depresi pada orang lanjut usia.


Sumber:

https://bluemoonseniorcounseling.com/how-the-geriatric-depression-scale-helps-seniors/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8257896/

https://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/geriatric-depression-scale 

https://journals.lww.com/md-journal/fulltext/2021/07020/gds_score_as_screening_tool_to_assess_the_risk_of.11.aspx

https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0046958020971184

https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/13607863.2012.758231

https://www.apa.org/pi/about/publications/caregivers/practice-settings/assessment/tools/geriatric-depression

https://typeset.io/questions/how-does-the-5-item-yesavage-geriatric-depression-scale-4auml3dpmt

https://www.verywellmind.com/geriatric-depression-scale-98621

Sunday, 3 March 2024

Obat-obatan Jadi Penyebab Masalah Kesehatan Lansia.

        Populasi global lansia multimorbid terus bertambah. Multimorbiditas adalah penyebab utama polifarmasi yang kompleks, yang pada gilirannya merupakan faktor risiko utama untuk peresepan yang tidak tepat serta reaksi dan kejadian obat yang merugikan. 

Kesalahan pengobatan dapat mengakibatkan cedera parah atau kematian pasien, dan hal ini dapat dicegah. Meskipun sebagian besar kesalahan kecil, spektrumnya sangat luas, dan beberapa di antaranya berakibat fatal. Kesalahan pengobatan (medication error) didefinisikan sebagai setiap peristiwa yang dapat dicegah yang dapat menyebabkan atau menyebabkan penggunaan obat yang tidak tepat atau membahayakan pasien ketika obat tersebut berada dalam kendali profesional layanan kesehatan, pasien, atau konsumen.

Kesalahan pengobatan dapat mengakibatkan cedera parah atau kematian pasien.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Pasien lansia yang memiliki masalah klinis kompleks dan menjalani banyak pengobatan, sangat rentan terhadap kesalahan pengobatan. Meskipun mereka mungkin benar-benar membutuhkan lebih banyak obat namun mereka sering kali menjadi korban dari 'peresepan kaskade', memiliki peningkatan risiko interaksi obat-obat dan obat-penyakit, dan sering menderita penggunaan obat-obatan yang tidak tepat. ].

Kesalahan dalam pengelolaan obat dapat menjadi penyebab masalah kesehatan pada lansia karena lansia sering kali memiliki karakteristik dan kondisi kesehatan tertentu yang membuat mereka lebih rentan terhadap efek samping obat. 

Beberapa penyebab masalah kesehatan yang mungkin timbul pada lansia terkait dengan obat-obatan:

Penyakit Kronis: 
Lansia cenderung menderita penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung yang membutuhkan penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu yang panjang. Kesalahan dalam dosis atau penggunaan obat-obatan ini dapat mempengaruhi kesehatan secara keseluruhan.

Penurunan Fungsi Ginjal dan Hati: 
Fungsi ginjal dan hati cenderung menurun seiring bertambahnya usia, sehingga kemampuan tubuh untuk mengeluarkan obat dari sistem tubuh juga menurun. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan risiko efek samping obat yang merugikan.

Kemampuan ginjal menurun seiring bertambah usia.
(Sumber: foto canva.com)
Penurunan Fungsi Kognitif: 
Lansia yang mengalami penurunan fungsi kognitif atau gangguan seperti demensia mungkin kesulitan memahami instruksi penggunaan obat atau mengikuti jadwal pengobatan yang tepat.

Interaksi Obat: 
Lansia sering mengonsumsi beberapa jenis obat sekaligus untuk mengelola beberapa kondisi kesehatan. Interaksi antar obat-obatan ini dapat meningkatkan risiko efek samping atau mengurangi efektivitas pengobatan.

Alergi atau Sensitivitas: 
Lansia juga bisa memiliki alergi atau sensitivitas terhadap beberapa jenis obat yang dapat menyebabkan reaksi alergi atau efek samping yang serius.

Penyimpanan Obat yang Tidak Tepat: 
Lansia mungkin memiliki kesulitan dalam menyimpan obat dengan benar, sehingga obat-obatan dapat menjadi terkontaminasi atau kehilangan efektivitasnya.

Penurunan Fungsi Penglihatan dan Pendengaran: 
Penurunan fungsi penglihatan dan pendengaran pada lansia dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk membaca instruksi penggunaan obat atau mendengar informasi yang disampaikan oleh petugas kesehatan.

Muncul Gejala baru: 
Gejala baru apa pun, seperti pusing atau mual, bisa jadi merupakan efek samping atau reaksi pengobatan. Dokter utama Anda harus mengetahui semua obat yang diminum, termasuk obat baru.  Penting untuk selalu memberikan informasi kepada dokter daftar obat-obatan yang sedang digunakan, termasuk siapa yang meresepkan obat tersebut, untuk menghindari obat-obatan saling merugikan.

Masalah mobilitas: 
Pusing dan sakit kepala ringan adalah efek samping umum dari banyak obat termasuk obat tekanan darah tinggi. Efek samping tersebut dapat memperburuk kemampuan berjalan pada orang yang mengalami kesulitan berjalan karena radang sendi atau masalah lainnya. Amankan rumah dari terjatuh dengan melepas atau mengamankan permadani yang longgar dan bahaya tersandung lainnya.

Lansia banyak yang mengalami kesulitan berjalan.
(Sumber: foto canva.com)
Perubahan cara berpikir, penalaran atau ketajaman mental: 
Ada banyak kemungkinan penyebab kelupaan dan kebingungan. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah masalah pengobatan, termasuk pengobatan berlebihan. Minta dokter untuk menilai sepenuhnya perubahan kognitif atau mental. Obat-obatan bisa jadi penyebabnya.

Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari: 
Potensi efek samping pengobatan apa pun dapat mempersulit perawatan diri bagi orang dewasa yang menua, mulai dari mandi dan menggunakan toilet hingga makan dan berpakaian. Itu sebabnya, jika tidak diperiksa oleh dokter, beberapa efek samping pengobatan bisa menimbulkan masalah serius yang membuat Anda lebih sulit tinggal di rumah. 

Kesulitan tidur: 
Beberapa obat resep, termasuk antidepresan, dapat menyebabkan insomnia dan kebutuhan akan obat tidur. Bicarakan dengan dokter tentang cara untuk membantu menghindari efek samping semacam ini.

Perubahan nafsu makan: 
Beberapa obat berdampak pada nafsu makan , baik menurunkan nafsu makan atau, seperti yang umumnya terjadi ketika mengonsumsi obat steroid, meningkatkan rasa lapar. Jika lansia mengalami masalah nafsu makan, tanyakan kepada dokter tentang penjadwalan pertemuan dengan ahli gizi.

Perubahan kesejahteraan secara keseluruhan: 
Obat-obatan yang tidak diminum dengan benar dapat mempengaruhi kesejahteraan seseorang. Atur agar obat-obatan ditinjau setidaknya setiap tahun atau setiap kali ada perubahan dalam resep.

        Kesalahan pengelolaan obat pada lansia dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang bervariasi tergantung pada jenis kesalahan yang terjadi. 

Beberapa contoh penyakit atau masalah kesehatan yang dapat timbul dari kesalahan pengelolaan obat pada lansia:

Efek Samping Obat: 
Lansia cenderung lebih rentan terhadap efek samping obat karena tubuh mereka mungkin lebih sensitif terhadap zat-zat kimia dalam obat. Efek samping seperti mual, pusing, kebingungan, gangguan kognitif, gangguan keseimbangan, atau reaksi alergi dapat muncul sebagai hasil dari kesalahan dosis atau interaksi obat.

Efek samping obat seperti mual,pusing, kebingungan.
(Sumber: foto canva.com)

Kerusakan Organ: 
Penggunaan obat yang tidak sesuai dosis atau obat yang berpotensi berbahaya bagi fungsi ginjal atau hati dapat menyebabkan kerusakan organ. Lansia, yang sering kali memiliki fungsi ginjal dan hati yang menurun, lebih rentan terhadap kerusakan organ tersebut.

Overdosis atau Keracunan: 
Kesalahan dalam pengelolaan dosis obat dapat menyebabkan overdosis pada lansia, yang dapat mengakibatkan keracunan obat dan berbagai masalah kesehatan serius, bahkan kematian.

Reaksi Hipersensitivitas: 
Lansia juga bisa mengalami reaksi hipersensitivitas terhadap obat-obatan tertentu, yang dapat menghasilkan ruam kulit, gatal-gatal, pembengkakan, atau reaksi alergi serius lainnya.

Gangguan Kognitif atau Mental: 
Kesalahan dalam pengelolaan obat, terutama yang memengaruhi sistem saraf pusat, dapat menyebabkan gangguan kognitif atau mental pada lansia, seperti kebingungan, kehilangan memori, depresi, atau gangguan kejiwaan lainnya.

Penurunan Kualitas Hidup: 
Kesalahan dalam pengelolaan obat dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup pada lansia, baik secara fisik maupun psikologis, karena efek samping yang mengganggu atau komplikasi kesehatan yang timbul.

Peningkatan Risiko Cedera atau Kecelakaan: 
Efek samping obat tertentu, seperti pusing atau gangguan keseimbangan, dapat meningkatkan risiko jatuh dan cedera pada lansia, terutama jika mereka mengonsumsi obat-obatan yang memengaruhi sistem saraf pusat.

Peningkatan risiko jatuh karena efek samping obat pada lansia.
(Sumber: foto canva.com)
Penting untuk memastikan bahwa lansia menerima perawatan yang tepat dari penyedia layanan kesehatan yang terlatih dan bahwa mereka dan keluarga mereka memahami instruksi penggunaan obat dengan benar. Kesalahan pengelolaan obat dapat berdampak serius pada kesehatan lansia, oleh karena itu upaya pencegahan dan pemantauan yang baik sangat penting.

       Interaksi obat adalah ketika dua atau lebih obat yang dikonsumsi bersama-sama mempengaruhi cara obat-obatan tersebut bekerja di dalam tubuh. Interaksi obat pada lansia bisa memiliki dampak yang lebih serius daripada pada kelompok usia lainnya karena lansia sering mengonsumsi beberapa jenis obat untuk mengelola kondisi kesehatan yang kompleks.

Beberapa dampak dari interaksi obat pada lansia meliputi:

Efek Samping yang Lebih Parah: 
Interaksi obat dapat meningkatkan risiko efek samping obat secara keseluruhan. Lansia cenderung lebih rentan terhadap efek samping obat karena perubahan fisiologis dalam tubuh mereka seiring bertambahnya usia.

Penurunan Efektivitas Pengobatan: 
Interaksi obat dapat mengurangi efektivitas satu atau beberapa obat yang dikonsumsi. Hal ini bisa mengurangi efektivitas pengobatan untuk kondisi kesehatan tertentu atau menyebabkan kondisi kesehatan yang ada menjadi lebih sulit dikontrol.

Resiko Kejadian Reaksi Alergi: 
Interaksi obat dapat meningkatkan risiko terjadinya reaksi alergi pada lansia, terutama jika mereka memiliki riwayat alergi terhadap salah satu obat yang digunakan.

Gangguan Fungsi Organ: 
Interaksi obat dapat menyebabkan gangguan fungsi organ tertentu, terutama hati dan ginjal. Lansia sering kali memiliki fungsi organ yang menurun seiring bertambahnya usia, sehingga lebih rentan terhadap efek negatif dari interaksi obat.

Kemungkinan Overdosis atau Toksisitas: 
Interaksi obat juga bisa menyebabkan peningkatan risiko overdosis atau toksisitas obat karena pengaruh gabungan obat-obatan yang saling memperkuat efeknya.

Gangguan Kognitif atau Mental: 
Beberapa interaksi obat dapat memengaruhi sistem saraf pusat dan menyebabkan gangguan kognitif atau mental pada lansia, seperti kebingungan, kehilangan memori, atau depresi.

Penurunan Kualitas Hidup: 
Interaksi obat dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup pada lansia karena efek samping yang mengganggu atau komplikasi kesehatan yang timbul.

Oleh karena itu, penting bagi lansia dan penyedia layanan kesehatan untuk memantau interaksi obat dengan cermat dan memastikan bahwa obat-obatan yang diresepkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan individu serta meminimalkan risiko interaksi obat yang merugikan.

       Mencegah kesalahan obat dan interaksi obat pada lansia memerlukan perhatian khusus dan kerja sama antara lansia, penyedia layanan kesehatan, dan keluarga atau penjaga. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah kesalahan obat dan interaksi obat pada lansia:

Komunikasi Terbuka dengan Dokter: 
Penting bagi lansia untuk berkomunikasi secara terbuka dengan dokter mereka tentang semua obat yang mereka konsumsi, termasuk obat resep, obat non-resep, dan suplemen. Dokter harus mengetahui riwayat kesehatan lengkap pasien, termasuk alergi, kondisi kesehatan yang sedang diobati, dan obat-obatan yang telah digunakan sebelumnya.

Daftar Obat yang Lengkap: 
Lansia harus memiliki daftar obat yang lengkap, termasuk nama obat, dosis, frekuensi konsumsi, dan tujuan penggunaan. Daftar ini harus diperbarui secara teratur dan dibawa setiap kali berkonsultasi dengan dokter atau apoteker.

Konsultasi dengan Apoteker: 
Apoteker adalah sumber informasi yang berharga tentang interaksi obat dan efek samping potensial. Lansia harus berkonsultasi dengan apoteker mereka untuk memastikan bahwa obat-obatan yang mereka konsumsi aman untuk dikonsumsi bersama-sama dan untuk memahami instruksi penggunaan obat dengan benar.

Pemantauan Teratur: 
Lansia harus dipantau secara teratur oleh dokter mereka untuk memantau respons terhadap pengobatan dan memeriksa kemungkinan interaksi obat. Pemantauan ini juga dapat membantu dalam menyesuaikan dosis obat jika diperlukan.

Hindari Penggunaan Obat Non-Resep yang Tidak Perlu:
Lansia harus menghindari penggunaan obat non-resep tanpa konsultasi dokter atau apoteker. Beberapa obat non-resep dapat berinteraksi dengan obat resep atau kondisi kesehatan tertentu.

Jaga Ketersediaan Informasi: 
Pastikan informasi tentang obat-obatan disimpan dengan baik dan mudah diakses, baik oleh lansia sendiri maupun oleh keluarga atau penjaga jika diperlukan.

Edukasi dan Pemahaman: 
Lansia dan keluarga atau penjaga mereka harus mendapatkan edukasi yang memadai tentang obat-obatan yang dikonsumsi, termasuk instruksi penggunaan obat, efek samping yang mungkin terjadi, dan tanda-tanda interaksi obat yang perlu diperhatikan.

Pemantauan Efek Samping: 
Lansia harus waspada terhadap gejala atau efek samping yang muncul setelah memulai penggunaan obat baru. Jika terjadi efek samping yang tidak diharapkan, segera konsultasikan dengan dokter atau apoteker.

Dengan memperhatikan langkah-langkah ini dan berkomunikasi dengan penyedia layanan kesehatan secara teratur, lansia dapat membantu mencegah kesalahan obat dan interaksi obat yang dapat membahayakan kesehatan mereka.





Sumber:

https://www.homeinstead.com/care-resources/health-conditions/10-signs-medications-could-be-to-blame/

https://www.mayoclinicproceedings.org/article/S0025-6196(14)00567-9/fulltext 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2723202/

https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/17512433.2019.1615442

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4922820/

https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S1551741121001145