Sunday, 19 May 2024

Cara lansia Menyampaikan Keluhan Penyakit kepada Dokter.

           Keluhan penyakit kepada dokter adalah deskripsi atau penjelasan yang diberikan oleh pasien kepada dokter mengenai gejala atau kondisi kesehatan yang sedang dialami. Keluhan ini bisa berupa rasa sakit, ketidaknyamanan, atau perubahan fisik atau fungsional lainnya yang dirasakan oleh pasien.

Tujuan dari menyampaikan keluhan penyakit kepada dokter adalah agar dokter dapat memahami kondisi kesehatan pasien secara lebih baik dan memberikan diagnosis yang akurat serta perawatan yang tepat. Dengan mendengarkan keluhan pasien, dokter dapat mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk melakukan evaluasi klinis dan membuat rencana pengobatan yang sesuai.

Penyampaian keluhan penyakit pada dokter sangat penting.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Istilah medis yang merujuk pada keluhan pasien kepada dokter adalah "anamnesis" atau "riwayat penyakit". Ini mengacu pada proses di mana dokter mengumpulkan informasi mengenai gejala yang dirasakan oleh pasien, riwayat medis, riwayat penyakit keluarga, dan faktor-faktor lain yang berkaitan dengan kondisi kesehatan pasien.

Selama anamnesis, dokter akan bertanya kepada pasien tentang gejala yang mereka rasakan, seperti rasa sakit, ketidaknyamanan, atau perubahan fisik lainnya. Dokter juga akan mencari informasi mengenai kapan gejala tersebut muncul, seberapa sering terjadi, faktor-faktor yang memperburuk atau memperbaiki gejala, serta riwayat medis pasien termasuk riwayat penyakit dalam keluarga dan pengobatan yang pernah dijalani.

Informasi yang dikumpulkan selama anamnesis sangat penting dalam membantu dokter membuat diagnosis yang akurat dan merencanakan perawatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasien. Oleh karena itu, proses anamnesis merupakan salah satu langkah awal yang penting dalam setiap konsultasi medis.

       Menyampaikan keluhan sakit pada dokter dengan jelas dan terperinci sangat penting agar dokter dapat memberikan diagnosis yang tepat dan perawatan yang sesuai. 

Berikut adalah beberapa langkah yang bisa  lansia ikuti:

Persiapkan diri:
Sebelum bertemu dengan dokter, pikirkan dengan seksama tentang keluhan Anda. Catat gejala-gejala yang Anda rasakan, kapan gejala tersebut muncul, dan apakah ada faktor-faktor tertentu yang memperburuk atau memperbaiki kondisi Anda.

Jangan menyembunyikan informasi:
Berikan dokter informasi yang jujur dan lengkap mengenai riwayat kesehatan Anda, termasuk kondisi medis sebelumnya, riwayat penyakit dalam keluarga, alergi obat, serta pengobatan atau suplemen apa pun yang Anda konsumsi.

Gunakan bahasa yang tepat: 
Jelaskan keluhan Anda dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh dokter. Hindari menggunakan istilah medis yang kompleks jika Anda tidak yakin tentang maknanya.

Sampaikan urutan kejadian: 
Ceritakan kepada dokter tentang kronologi gejala Anda. Mulai dari kapan Anda pertama kali merasakan gejala hingga gejala tersebut berkembang atau memburuk dari waktu ke waktu.

Jawab pertanyaan dokter: 
Dokter mungkin akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tambahan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang kondisi Anda. Jawablah pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan jujur dan sebaik mungkin.

Jangan ragu untuk bertanya: 
Jika ada hal-hal yang tidak Anda mengerti atau Anda ingin mendapatkan penjelasan lebih lanjut tentang kondisi Anda, jangan ragu untuk bertanya kepada dokter. Dokter akan senang menjelaskan lebih lanjut dan memberikan informasi yang Anda perlukan.

Tetap tenang dan sabar: 
Menghadapi masalah kesehatan bisa membuat stres, tetapi usahakan untuk tetap tenang dan sabar selama konsultasi dengan dokter. Ini akan membantu Anda dalam menyampaikan keluhan Anda dengan lebih efektif.

Lansia harus tenang menghadapi masalah kesehatan.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, Anda dapat menyampaikan keluhan sakit Anda dengan lebih efektif kepada dokter dan memperoleh perawatan yang sesuai.       

Beberapa Kendala Mengapa Lansia Menyesatkan Dokternya

Takut:
Salah satu alasan orang-orang tua kita mengadakan pertunjukan seperti itu kepada para profesional medis adalah karena mereka takut. Mereka tidak ingin menghadapi kenyataan pemeriksaan yang buruk atau diagnosis baru karena berbagai alasan. Mendengar bahwa seseorang mengidap penyakit jantung, kanker, penyakit Parkinson atau beberapa bentuk demensia sudah cukup menyedihkan. 

Malu:
Rasa takut akan rasa malu juga merupakan motivator yang kuat. Penelitian telah menunjukkan bahwa orang-orang dari segala usia ragu untuk membagikan rincian lengkap yang relevan dengan kesehatan mereka kepada dokter karena takut dihakimi dan/atau dipermalukan. 

Penyangkalan:
Penyangkalan adalah alat alami dan ampuh bagi manusia. Hal ini sering kali membantu kita melewati situasi sulit sampai kita dapat secara emosional mengatasi suatu masalah dan mengatasinya. Dalam kasus orang yang sudah lanjut usia, ketika mereka pulang dari kunjungan dokter tanpa perkembangan besar apa pun, mereka berhasil menghindari bahaya.

Demensia dan Waktu Pertunjukan:
Menopang rasa takut dan penyangkalan, demensia dapat mempersulit janji temu dengan dokter, membuat keluarga yang merawatnya benar-benar bingung dan frustrasi. Para lansia yang menderita demensia stadium awal dan menengah kadang-kadang menggunakan seluruh energi mereka dan sisa kemampuan mereka untuk menunjukkan kinerja yang cukup meyakinkan bahwa mereka sepenuhnya waspada dan sadar. Fenomena ini biasa disebut dengan “waktu pertunjukan”. 

       Lansia sering kali memiliki tantangan tersendiri dalam menyampaikan keluhan penyakit kepada dokter. 

Beberapa kiat berikut dapat membantu mereka dalam proses tersebut:

Berikan waktu yang cukup: 
Lansia mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk menyampaikan keluhan mereka. Berikan kesempatan bagi mereka untuk berbicara tanpa terburu-buru atau menginterrupsi.

Berikan dukungan:
Banyak lansia mungkin merasa cemas atau tidak nyaman saat berbicara dengan dokter. Berikan dukungan emosional dan jangan ragu untuk menawarkan bantuan jika mereka kesulitan dalam menyampaikan keluhan mereka.

Gunakan bahasa yang sederhana: 
Hindari menggunakan istilah medis yang rumit dan gunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh lansia. Berbicara dengan lambat dan jelas juga dapat membantu mereka dalam memahami apa yang Anda sampaikan.

Ajukan pertanyaan terbuka: 
Buat suasana yang terbuka dan ramah sehingga lansia merasa nyaman untuk berbicara tentang keluhan mereka. Ajukan pertanyaan terbuka yang memungkinkan mereka untuk menceritakan pengalaman mereka dengan lebih rinci.

Libatkan keluarga atau pendamping: 
Jika memungkinkan, mintalah keluarga atau pendamping lansia untuk ikut dalam konsultasi medis. Mereka dapat membantu dalam menyampaikan informasi tambahan atau memberikan dukungan tambahan kepada lansia.

Gunakan alat bantu komunikasi: 
Jika lansia memiliki kesulitan dalam berbicara atau mendengar, pertimbangkan untuk menggunakan alat bantu komunikasi seperti tulisan atau gambar untuk membantu mereka menyampaikan keluhan mereka dengan lebih jelas.

Dengarkan dengan empati: 
Dengarkan keluhan lansia dengan penuh perhatian dan empati. Tunjukkan bahwa Anda peduli dengan kekhawatiran dan masalah kesehatan mereka.

Dengan memberikan dukungan dan memperhatikan kebutuhan komunikasi khusus lansia, Anda dapat membantu mereka dalam menyampaikan keluhan penyakit kepada dokter dengan lebih efektif.





Sumber:











Friday, 17 May 2024

Kuman Penyebab Keracunan Makanan pada Lansia.

       Seiring bertambahnya usia, sistem kekebalan dan organ tubuh mereka tidak mampu mengenali dan membersihkan tubuh dari kuman berbahaya, termasuk kuman penyebab keracunan makanan. Banyak orang lanjut usia juga hidup dengan kondisi kronis, seperti diabetes dan kanker, dan mengonsumsi obat yang dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh. Selain itu, asam lambung juga menurun seiring bertambahnya usia, dan asam lambung berperan penting dalam membunuh kuman dan mengurangi risiko penyakit.  

Kuman penyebab keracunan makanan rentan terhadap lansia.
(Sumber: foto LPC-Lansia

Listeria pada lansia mengacu pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri Listeria monocytogenes, yang dapat menjadi serius terutama bagi kelompok rentan seperti orang lanjut usia. Listeria monocytogenes adalah bakteri yang ditemukan dalam tanah, air, dan beberapa makanan. Infeksi oleh bakteri ini disebut listeriosis.

        Listeria monocytogenes, bakteri penyebab infeksi listeriosis, dapat ditemukan di berbagai sumber makanan dan lingkungan. 

Beberapa sumber utama infeksi Listeria:

Produk Susu yang Tidak Dipasteurisasi: 
Susu mentah dan produk olahan susu yang tidak dipasteurisasi, seperti keju lunak (misalnya keju feta, brie, camembert), es krim, dan yogurt, merupakan sumber umum Listeria.

Daging Olahan dan Siap Saji: 
Daging olahan seperti sosis, hot dog, pâté, dan daging deli (daging yang dipotong tipis dan biasanya dimakan dalam sandwich) sering kali menjadi sumber kontaminasi. Makanan ini bisa terkontaminasi selama proses produksi atau penyimpanan.

Makanan Laut yang Siap Saji: 
Ikan asap, seperti salmon asap, serta makanan laut lainnya yang siap saji juga bisa menjadi sumber Listeria.

Sayuran dan Buah-buahan Mentah: 
Sayuran yang tidak dicuci dengan benar atau yang tumbuh di tanah yang terkontaminasi dapat membawa Listeria. Buah-buahan yang telah dikupas dan dipotong sebelumnya dan disimpan dalam kondisi yang tidak higienis juga berisiko.

Makanan yang Didinginkan atau Dibekukan: 
Listeria dapat bertahan dan bahkan tumbuh pada suhu lemari es. Makanan yang disimpan dalam waktu lama, terutama makanan siap saji, salad, dan produk daging, dapat menjadi sumber infeksi.

Lingkungan Produksi Makanan: 
Bakteri Listeria dapat bertahan di lingkungan produksi makanan, seperti di mesin pemotong daging atau peralatan lain yang tidak dibersihkan dengan benar. Kontaminasi silang bisa terjadi selama produksi dan pengemasan makanan.

Air dan Tanah: 
Listeria dapat ditemukan di air dan tanah yang terkontaminasi. Tanaman yang tumbuh di tanah tersebut atau yang disiram dengan air yang terkontaminasi bisa menjadi sumber infeksi.

Salah satu gejala listeria adalah demam.
(Sumber: foto LPC- Lansia)

       Gejala infeksi Listeria (listeriosis) pada lansia dapat bervariasi dari ringan hingga berat dan sering kali lebih parah dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih muda. 

Beberapa gejala utama infeksi listeria yang mungkin muncul pada lansia:

Demam: 
Demam tinggi adalah gejala umum infeksi Listeria. Pada lansia, demam mungkin disertai dengan menggigil.

Nyeri Otot: 
Infeksi sering menyebabkan nyeri otot yang signifikan.

Gejala Gastrointestinal:
Mual, muntah, dan diare bisa terjadi, terutama jika infeksi berasal dari makanan yang terkontaminasi.

Sakit Kepala: 
Sakit kepala bisa menjadi tanda awal infeksi, terutama jika Listeria telah menyebar ke sistem saraf pusat.

Leher Kaku:
Leher kaku merupakan gejala serius yang menunjukkan kemungkinan meningitis (infeksi pada selaput otak).

Kebingungan atau Perubahan Mental: 
Lansia dengan listeriosis mungkin mengalami kebingungan, disorientasi, atau perubahan kesadaran. Ini bisa menjadi tanda bahwa infeksi telah mempengaruhi sistem saraf pusat.

Kehilangan Keseimbangan dan Koordinasi: 
Kesulitan berjalan, kehilangan keseimbangan, atau koordinasi yang buruk dapat terjadi jika infeksi mempengaruhi otak atau saraf.

Kejang: 
Dalam kasus yang parah, infeksi Listeria dapat menyebabkan kejang.

Gejala-gejala ini biasanya berkembang beberapa hari hingga beberapa minggu setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi. Karena gejala listeriosis pada lansia bisa sangat mirip dengan penyakit lain, diagnosis yang cepat dan tepat sangat penting.  

       Lansia memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena infeksi Listeria (listeriosis) karena berbagai faktor. 

Beberapa faktor risiko utama infeksi listeria pada lansia:

Sistem Kekebalan Tubuh yang Lemah: 
Seiring bertambahnya usia, sistem kekebalan tubuh menjadi kurang efektif dalam melawan infeksi. Lansia lebih rentan terhadap berbagai infeksi, termasuk listeriosis.

Penyakit Kronis: 
Penyakit kronis seperti diabetes, penyakit ginjal, penyakit hati, dan penyakit jantung dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko infeksi Listeria.

Penggunaan Obat-obatan Tertentu: 
Obat-obatan yang menekan sistem kekebalan tubuh, seperti kortikosteroid, kemoterapi, atau obat imunosupresan lainnya, dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.

Nutrisi yang Buruk:
Pola makan yang buruk atau malnutrisi dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat lansia lebih rentan terhadap infeksi.

Kondisi Lingkungan dan Kebersihan:
Tinggal di lingkungan dengan sanitasi yang buruk atau kebersihan makanan yang tidak memadai dapat meningkatkan risiko terpapar Listeria.

Konsumsi Makanan Berisiko Tinggi: 
Mengonsumsi makanan yang berisiko tinggi terkontaminasi Listeria, seperti produk susu yang tidak dipasteurisasi, daging olahan, dan makanan laut yang siap saji, dapat meningkatkan risiko infeksi pada lansia.

Prosedur Medis dan Hospitalisasi: 
Lansia yang sering menjalani prosedur medis atau yang sering dirawat di rumah sakit mungkin lebih berisiko terkena infeksi karena lingkungan rumah sakit dapat menjadi sumber patogen.

Penurunan Fungsi Fisik dan Mobilitas: 
Penurunan fungsi fisik dan mobilitas dapat mempersulit lansia untuk mempraktikkan kebersihan pribadi dan kebersihan makanan yang baik, meningkatkan risiko infeksi.

Dengan memahami faktor risiko ini, pencegahan dan pengelolaan risiko infeksi Listeria pada lansia dapat lebih efektif.  

        Pencegahan infeksi Listeria pada lansia melibatkan berbagai langkah untuk mengurangi risiko terpapar bakteri Listeria monocytogenes. 

Bebeberapa tindakan pencegahan yang bisa diambil:

Praktik Kebersihan Makanan yang Baik
Cuci Tangan dan Peralatan:
  • Cuci tangan dengan sabun dan air hangat sebelum dan sesudah menangani makanan.
  • Cuci peralatan, talenan, dan permukaan dapur dengan air panas dan sabun setelah digunakan untuk memotong atau menyiapkan makanan mentah.
Cuci Buah dan Sayuran:
  • Bilas buah dan sayuran segar di bawah air mengalir sebelum dikonsumsi, meskipun kulitnya tidak dimakan.
Penanganan dan Penyimpanan Makanan

Hindari Produk Susu yang Tidak Dipasteurisasi:
  • Konsumsi hanya produk susu yang dipasteurisasi, termasuk susu, keju, yogurt, dan es krim.
Masak Makanan dengan Benar:
  • Pastikan daging, unggas, dan makanan laut dimasak hingga suhu internal yang aman (daging sapi, babi, domba: 63°C, unggas: 74°C, ikan: 63°C).
Hindari Makanan Berisiko Tinggi:
  • Batasi atau hindari makanan siap saji seperti hot dog, daging deli, dan makanan laut asap yang tidak dimasak ulang hingga panas sebelum dikonsumsi.
Simpan Makanan dengan Benar:
  • Simpan makanan dalam lemari es pada suhu di bawah 4°C dan freezer pada suhu di bawah -18°C.
  • Simpan makanan siap saji dan sisa makanan di dalam wadah tertutup di dalam lemari es.
Pengawasan dan Kebersihan Lingkungan

Bersihkan Lemari Es Secara Rutin:
  • Bersihkan lemari es dan freezer secara rutin untuk menghindari penumpukan bakteri.
Hindari Kontaminasi Silang:
  • Gunakan talenan terpisah untuk makanan mentah dan matang.
  • Hindari kontak antara makanan mentah dan makanan siap saji.
Perhatian Khusus bagi Lansia dengan Risiko Tinggi
Pengawasan Medis:
  • Lansia dengan penyakit kronis atau yang menggunakan obat imunosupresan harus lebih waspada terhadap gejala infeksi dan segera berkonsultasi dengan dokter jika ada tanda-tanda yang mencurigakan.
Informasi dan Edukasi:
  • Edukasi lansia dan pengasuhnya tentang risiko dan langkah pencegahan infeksi Listeria, termasuk mengenali makanan berisiko tinggi dan cara memasak serta menyimpan makanan dengan aman.
Dengan mengikuti langkah-langkah pencegahan ini, risiko infeksi Listeria pada lansia dapat dikurangi secara signifikan. Pencegahan yang efektif melibatkan kombinasi antara kebersihan, penyimpanan yang tepat, dan pengawasan medis yang baik.





Sumber:















Sumber:

https://www.cdc.gov/listeria/risk-groups/elderly.html



Wednesday, 15 May 2024

Makanan yang Langsung Menimbulkan Sakit pada Lansia.

        Istilah medis yang umum digunakan untuk makanan yang menimbulkan rasa sakit pada lansia adalah "trigger food" atau "makanan pemicu". Ini merujuk pada jenis makanan yang dapat memicu atau memperburuk gejala sakit atau kondisi kesehatan tertentu pada lansia.

Pada kasus tertentu, makanan pemicu dapat menjadi penyebab langsung dari keluhan sakit yang dialami oleh lansia. Misalnya, makanan pedas dapat memperburuk gejala gastritis atau refluks asam, sementara makanan tinggi gula dapat meningkatkan risiko komplikasi diabetes.
Lansia harus waspada dengan makanan pemicu penyakit.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
Dalam praktik medis, identifikasi makanan pemicu dan penghindarannya sering merupakan bagian dari manajemen kondisi kesehatan tertentu, seperti pengaturan diet bagi lansia dengan masalah pencernaan atau penyakit tertentu. Identifikasi makanan pemicu ini biasanya dilakukan melalui pencatatan makanan dan gejala yang terjadi setelah mengonsumsi makanan tertentu, serta pemantauan dan konsultasi dengan dokter atau ahli gizi.

        Beberapa makanan tertentu mungkin dapat menyebabkan keluhan sakit pada lansia, terutama jika mereka memiliki kondisi medis tertentu atau sensitivitas terhadap beberapa jenis makanan. 

Beberapa contoh makanan yang dapat menimbulkan keluhan sakit pada sebagian lansia:

Makanan Pedas: 
Makanan pedas dapat menyebabkan iritasi pada lambung dan saluran pencernaan, yang dapat menyebabkan gejala seperti mulas atau gastritis pada beberapa lansia.

Makanan Asam: 
Makanan yang tinggi asam, seperti jeruk, tomat, atau makanan berbumbu asam, mungkin dapat memicu refluks asam atau meningkatkan gejala iritasi lambung pada lansia yang memiliki masalah pencernaan.

Makanan Tinggi Lemak: 
Konsumsi makanan tinggi lemak, terutama yang mengandung lemak jenuh dan trans, dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan menyebabkan peningkatan kolesterol darah pada lansia.

Makanan Tinggi Garam:
Konsumsi makanan tinggi garam dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah pada lansia yang menderita hipertensi atau penyakit jantung.

Makanan Tinggi Gula: 
Konsumsi makanan tinggi gula, terutama gula tambahan yang terdapat dalam minuman manis atau makanan olahan, dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2 pada lansia.

Makanan tinggi gula dapat meningkatkan risiko diabetes tipe2.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
Makanan Pengiritasi: 
Beberapa lansia mungkin memiliki sensitivitas terhadap makanan tertentu, seperti gluten (dalam gandum), susu, telur, atau kacang-kacangan, yang dapat menyebabkan reaksi alergi atau intoleransi makanan.

Makanan yang Rendah Serat: 
Kurangnya serat dalam makanan dapat menyebabkan masalah pencernaan seperti sembelit pada lansia.

Reaksi terhadap makanan dapat bervariasi antara individu. Jika seorang lansia mengalami keluhan sakit setelah mengonsumsi makanan tertentu, penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi untuk evaluasi lebih lanjut dan penyesuaian diet yang sesuai.

Beberapa langkah membantu lansia menghindari makanan yang bisa langsung menimbulkan penyakit :

Memahami Kondisi Kesehatan:

Konsultasi dengan Dokter: Lansia harus berkonsultasi dengan dokter untuk memahami kondisi kesehatan mereka, termasuk alergi makanan, diabetes, hipertensi, atau kondisi lainnya.

Diet Khusus: Dokter atau ahli gizi dapat memberikan rekomendasi diet khusus yang sesuai dengan kondisi kesehatan lansia.

Menghindari Makanan yang Berisiko:

Makanan Olahan: Hindari makanan olahan yang tinggi garam, gula, dan lemak jenuh karena bisa memperburuk kondisi seperti hipertensi dan diabetes.

Makanan Mentah atau Kurang Matang: Hindari konsumsi daging, ikan, telur, dan produk susu yang mentah atau kurang matang untuk mencegah keracunan makanan.

Alergen Umum: Jika memiliki alergi makanan, pastikan untuk menghindari makanan yang bisa memicu reaksi alergi.

Memilih Makanan Sehat:

Sayur dan Buah Segar: Konsumsi sayur dan buah segar yang kaya akan vitamin, mineral, dan serat.

Protein Sehat: Pilih sumber protein sehat seperti ikan, ayam tanpa kulit, kacang-kacangan, dan produk susu rendah lemak.

Karbohidrat Kompleks: Pilih karbohidrat kompleks seperti biji-bijian utuh, quinoa, dan beras merah.

Memperhatikan Kebersihan Makanan:

Cuci Tangan: Selalu cuci tangan sebelum menyiapkan atau mengonsumsi makanan.

Cuci Makanan: Cuci buah dan sayuran sebelum dikonsumsi untuk menghilangkan pestisida dan kotoran.

Penyimpanan yang Tepat: Simpan makanan pada suhu yang tepat untuk mencegah pertumbuhan bakteri.

Membaca Label Makanan:

Periksa Kandungan: Baca label makanan untuk menghindari bahan-bahan yang tidak diinginkan seperti gula berlebih, garam, atau lemak jenuh.

Tanggal Kedaluwarsa: Pastikan makanan yang dikonsumsi belum melewati tanggal kedaluwarsa.

Membuat Pilihan Cerdas di Luar Rumah:

Restoran yang Tepercaya: Pilih restoran yang menjaga kebersihan dan memiliki reputasi baik.

Pilih Menu Sehat: Pilih menu yang lebih sehat seperti salad tanpa dressing berat, sup bening, dan daging panggang daripada gorengan.

Mengatur Pola Makan:

Makan Teratur: Makan dalam porsi kecil dan sering untuk menjaga kadar gula darah stabil.

Hindari Makan Berlebihan: Makan dalam porsi yang wajar untuk menghindari tekanan berlebihan pada sistem pencernaan.

Dengan mengikuti langkah-langkah ini, lansia dapat mengurangi risiko penyakit yang disebabkan oleh makanan dan menjaga kesehatan secara keseluruhan.




Sumber: