Wednesday, 22 May 2024

Kesenjangan Empati pada lansia

      Dalam konteks klinis, penilaian terhadap empati biasanya dilakukan sebagai bagian dari evaluasi psikologis atau psikiatris yang lebih luas, dan bisa melibatkan berbagai alat ukur dan tes diagnostik untuk memahami sejauh mana seseorang mengalami defisit empati dan bagaimana hal itu mempengaruhi kehidupan mereka sehari-hari.

Kesenjangan empati pada lansia dapat mempengaruhi hidup.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Meskipun tidak ada istilah medis yang sangat spesifik yang secara eksklusif merujuk pada "kesenjangan empati," istilah-istilah seperti "Empathy Deficit Disorder," "alexithymia," dan berbagai gangguan kepribadian yang terkait dengan kurangnya empati dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi ini dalam konteks medis dan psikologis.

Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dari sudut pandang mereka. 

Ini melibatkan dua komponen utama:

Komponen Kognitif:
Ini adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami perasaan serta pikiran orang lain. Seseorang dengan empati kognitif dapat melihat situasi dari perspektif orang lain dan memahami apa yang mungkin mereka rasakan atau pikirkan.

Komponen Emosional: 
Ini adalah kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Seseorang dengan empati emosional secara emosional merasakan perasaan orang lain, seolah-olah mereka merasakannya sendiri.

       Empati pada penuaan adalah kapasitas kunci karena mempengaruhi kualitas hubungan orang dewasa yang lebih tua dan berkurangnya tingkat rasa kesepian dikaitkan dengan semakin besarnya rasa kesepian. Banyak orang lanjut usia juga mendapati diri mereka berperan sebagai pengasuh bagi orang yang dicintai, dan dengan demikian empati sangat penting bagi keberhasilan hubungan pengasuh-pasien. 

Empati memainkan peran penting dalam hubungan sosial dan interaksi sehari-hari karena membantu menciptakan rasa koneksi dan pemahaman antar individu. 

Beberapa poin penting mengenai empati adalah:

Membangun Hubungan:
Empati membantu memperkuat hubungan interpersonal dengan memungkinkan orang untuk merespons secara lebih efektif terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain.

Empati memperkuat hubungan interpersonal.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
Mengurangi Konflik: 
Dengan memahami perspektif orang lain, empati dapat membantu mengurangi konflik dan meningkatkan kerja sama.

Mendorong Tindakan Pro sosial: 
Orang yang memiliki tingkat empati tinggi cenderung lebih berkeinginan untuk membantu orang lain dan terlibat dalam perilaku pro sosial.

Empati bukan hanya tentang memahami kesedihan atau penderitaan orang lain, tetapi juga tentang merayakan kebahagiaan dan kesuksesan mereka. Ini adalah keterampilan penting yang dapat ditingkatkan melalui latihan dan kesadaran diri.

       Kesenjangan empati merujuk pada fenomena di mana terdapat perbedaan atau ketidaksesuaian dalam kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memahami dan merasakan perasaan atau perspektif orang lain. Kesenjangan ini dapat terjadi karena berbagai alasan, termasuk perbedaan sosial, budaya, ekonomi, atau pengalaman pribadi. Kesenjangan empati pada lansia bisa terjadi, tetapi tidak selalu demikian untuk setiap individu. 

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesenjangan empati pada lansia meliputi:

Perubahan Kognitif: 
Penurunan fungsi kognitif, seperti dalam kasus demensia atau penyakit Alzheimer, dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain.

Pengalaman Hidup:
Lansia mungkin memiliki pengalaman hidup yang berbeda dibandingkan dengan generasi yang lebih muda, yang bisa mempengaruhi perspektif mereka dan kemampuan untuk berempati.

Isolasi Sosial: 
Lansia yang mengalami isolasi sosial mungkin mengalami penurunan kemampuan untuk berempati karena kurangnya interaksi sosial yang berarti.

Beberapa Faktor untuk Mengurangi Kesenjangan Empati pada Lansia

Aktivitas Sosial dan Interaksi:

Partisipasi dalam Kelompok Sosial:
Lansia yang terlibat dalam kegiatan sosial, komunitas, atau klub dapat mempertahankan dan meningkatkan kemampuan empati mereka.

Relasi Antar Generasi: 
Interaksi dengan anggota keluarga yang lebih muda atau program inter generasi dapat membantu menjaga keterampilan empati tetap tajam.

Stimulasi Kognitif:

Aktivitas Mental: 
Melakukan aktivitas yang merangsang kognitif seperti membaca, teka-teki silang, atau bermain permainan strategi dapat membantu mempertahankan fungsi otak.

Pendidikan Berkelanjutan:
Mengikuti kursus atau kelas untuk mempelajari hal-hal baru dapat membantu menjaga keterampilan kognitif dan empati tetap aktif.

Kesehatan Mental dan Emosional:

Terapi dan Konseling: 
Mengikuti terapi psikologis atau konseling dapat membantu lansia mengatasi masalah emosional dan meningkatkan kemampuan empati.

Latihan Mindfulness dan Meditasi: 
Teknik-teknik ini dapat membantu meningkatkan kesadaran diri dan empati dengan melatih fokus dan pengendalian emosi.

Kesehatan Fisik:

Olahraga Teratur: 
Aktivitas fisik yang teratur dapat meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, yang pada gilirannya dapat mendukung fungsi kognitif dan emosional.

Nutrisi yang Baik: 
Pola makan yang seimbang dan bergizi dapat membantu menjaga kesehatan otak dan fungsi kognitif.

Secara keseluruhan, kesenjangan empati dapat menghambat hubungan interpersonal dan kerja sama sosial, karena kemampuan untuk memahami dan merespons perasaan orang lain adalah kunci dalam membangun hubungan yang sehat dan efektif.


Sumber:







Sunday, 19 May 2024

Cara lansia Menyampaikan Keluhan Penyakit kepada Dokter.

           Keluhan penyakit kepada dokter adalah deskripsi atau penjelasan yang diberikan oleh pasien kepada dokter mengenai gejala atau kondisi kesehatan yang sedang dialami. Keluhan ini bisa berupa rasa sakit, ketidaknyamanan, atau perubahan fisik atau fungsional lainnya yang dirasakan oleh pasien.

Tujuan dari menyampaikan keluhan penyakit kepada dokter adalah agar dokter dapat memahami kondisi kesehatan pasien secara lebih baik dan memberikan diagnosis yang akurat serta perawatan yang tepat. Dengan mendengarkan keluhan pasien, dokter dapat mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk melakukan evaluasi klinis dan membuat rencana pengobatan yang sesuai.

Penyampaian keluhan penyakit pada dokter sangat penting.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Istilah medis yang merujuk pada keluhan pasien kepada dokter adalah "anamnesis" atau "riwayat penyakit". Ini mengacu pada proses di mana dokter mengumpulkan informasi mengenai gejala yang dirasakan oleh pasien, riwayat medis, riwayat penyakit keluarga, dan faktor-faktor lain yang berkaitan dengan kondisi kesehatan pasien.

Selama anamnesis, dokter akan bertanya kepada pasien tentang gejala yang mereka rasakan, seperti rasa sakit, ketidaknyamanan, atau perubahan fisik lainnya. Dokter juga akan mencari informasi mengenai kapan gejala tersebut muncul, seberapa sering terjadi, faktor-faktor yang memperburuk atau memperbaiki gejala, serta riwayat medis pasien termasuk riwayat penyakit dalam keluarga dan pengobatan yang pernah dijalani.

Informasi yang dikumpulkan selama anamnesis sangat penting dalam membantu dokter membuat diagnosis yang akurat dan merencanakan perawatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasien. Oleh karena itu, proses anamnesis merupakan salah satu langkah awal yang penting dalam setiap konsultasi medis.

       Menyampaikan keluhan sakit pada dokter dengan jelas dan terperinci sangat penting agar dokter dapat memberikan diagnosis yang tepat dan perawatan yang sesuai. 

Berikut adalah beberapa langkah yang bisa  lansia ikuti:

Persiapkan diri:
Sebelum bertemu dengan dokter, pikirkan dengan seksama tentang keluhan Anda. Catat gejala-gejala yang Anda rasakan, kapan gejala tersebut muncul, dan apakah ada faktor-faktor tertentu yang memperburuk atau memperbaiki kondisi Anda.

Jangan menyembunyikan informasi:
Berikan dokter informasi yang jujur dan lengkap mengenai riwayat kesehatan Anda, termasuk kondisi medis sebelumnya, riwayat penyakit dalam keluarga, alergi obat, serta pengobatan atau suplemen apa pun yang Anda konsumsi.

Gunakan bahasa yang tepat: 
Jelaskan keluhan Anda dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh dokter. Hindari menggunakan istilah medis yang kompleks jika Anda tidak yakin tentang maknanya.

Sampaikan urutan kejadian: 
Ceritakan kepada dokter tentang kronologi gejala Anda. Mulai dari kapan Anda pertama kali merasakan gejala hingga gejala tersebut berkembang atau memburuk dari waktu ke waktu.

Jawab pertanyaan dokter: 
Dokter mungkin akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tambahan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang kondisi Anda. Jawablah pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan jujur dan sebaik mungkin.

Jangan ragu untuk bertanya: 
Jika ada hal-hal yang tidak Anda mengerti atau Anda ingin mendapatkan penjelasan lebih lanjut tentang kondisi Anda, jangan ragu untuk bertanya kepada dokter. Dokter akan senang menjelaskan lebih lanjut dan memberikan informasi yang Anda perlukan.

Tetap tenang dan sabar: 
Menghadapi masalah kesehatan bisa membuat stres, tetapi usahakan untuk tetap tenang dan sabar selama konsultasi dengan dokter. Ini akan membantu Anda dalam menyampaikan keluhan Anda dengan lebih efektif.

Lansia harus tenang menghadapi masalah kesehatan.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, Anda dapat menyampaikan keluhan sakit Anda dengan lebih efektif kepada dokter dan memperoleh perawatan yang sesuai.       

Beberapa Kendala Mengapa Lansia Menyesatkan Dokternya

Takut:
Salah satu alasan orang-orang tua kita mengadakan pertunjukan seperti itu kepada para profesional medis adalah karena mereka takut. Mereka tidak ingin menghadapi kenyataan pemeriksaan yang buruk atau diagnosis baru karena berbagai alasan. Mendengar bahwa seseorang mengidap penyakit jantung, kanker, penyakit Parkinson atau beberapa bentuk demensia sudah cukup menyedihkan. 

Malu:
Rasa takut akan rasa malu juga merupakan motivator yang kuat. Penelitian telah menunjukkan bahwa orang-orang dari segala usia ragu untuk membagikan rincian lengkap yang relevan dengan kesehatan mereka kepada dokter karena takut dihakimi dan/atau dipermalukan. 

Penyangkalan:
Penyangkalan adalah alat alami dan ampuh bagi manusia. Hal ini sering kali membantu kita melewati situasi sulit sampai kita dapat secara emosional mengatasi suatu masalah dan mengatasinya. Dalam kasus orang yang sudah lanjut usia, ketika mereka pulang dari kunjungan dokter tanpa perkembangan besar apa pun, mereka berhasil menghindari bahaya.

Demensia dan Waktu Pertunjukan:
Menopang rasa takut dan penyangkalan, demensia dapat mempersulit janji temu dengan dokter, membuat keluarga yang merawatnya benar-benar bingung dan frustrasi. Para lansia yang menderita demensia stadium awal dan menengah kadang-kadang menggunakan seluruh energi mereka dan sisa kemampuan mereka untuk menunjukkan kinerja yang cukup meyakinkan bahwa mereka sepenuhnya waspada dan sadar. Fenomena ini biasa disebut dengan “waktu pertunjukan”. 

       Lansia sering kali memiliki tantangan tersendiri dalam menyampaikan keluhan penyakit kepada dokter. 

Beberapa kiat berikut dapat membantu mereka dalam proses tersebut:

Berikan waktu yang cukup: 
Lansia mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk menyampaikan keluhan mereka. Berikan kesempatan bagi mereka untuk berbicara tanpa terburu-buru atau menginterrupsi.

Berikan dukungan:
Banyak lansia mungkin merasa cemas atau tidak nyaman saat berbicara dengan dokter. Berikan dukungan emosional dan jangan ragu untuk menawarkan bantuan jika mereka kesulitan dalam menyampaikan keluhan mereka.

Gunakan bahasa yang sederhana: 
Hindari menggunakan istilah medis yang rumit dan gunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh lansia. Berbicara dengan lambat dan jelas juga dapat membantu mereka dalam memahami apa yang Anda sampaikan.

Ajukan pertanyaan terbuka: 
Buat suasana yang terbuka dan ramah sehingga lansia merasa nyaman untuk berbicara tentang keluhan mereka. Ajukan pertanyaan terbuka yang memungkinkan mereka untuk menceritakan pengalaman mereka dengan lebih rinci.

Libatkan keluarga atau pendamping: 
Jika memungkinkan, mintalah keluarga atau pendamping lansia untuk ikut dalam konsultasi medis. Mereka dapat membantu dalam menyampaikan informasi tambahan atau memberikan dukungan tambahan kepada lansia.

Gunakan alat bantu komunikasi: 
Jika lansia memiliki kesulitan dalam berbicara atau mendengar, pertimbangkan untuk menggunakan alat bantu komunikasi seperti tulisan atau gambar untuk membantu mereka menyampaikan keluhan mereka dengan lebih jelas.

Dengarkan dengan empati: 
Dengarkan keluhan lansia dengan penuh perhatian dan empati. Tunjukkan bahwa Anda peduli dengan kekhawatiran dan masalah kesehatan mereka.

Dengan memberikan dukungan dan memperhatikan kebutuhan komunikasi khusus lansia, Anda dapat membantu mereka dalam menyampaikan keluhan penyakit kepada dokter dengan lebih efektif.





Sumber:











Friday, 17 May 2024

Kuman Penyebab Keracunan Makanan pada Lansia.

       Seiring bertambahnya usia, sistem kekebalan dan organ tubuh mereka tidak mampu mengenali dan membersihkan tubuh dari kuman berbahaya, termasuk kuman penyebab keracunan makanan. Banyak orang lanjut usia juga hidup dengan kondisi kronis, seperti diabetes dan kanker, dan mengonsumsi obat yang dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh. Selain itu, asam lambung juga menurun seiring bertambahnya usia, dan asam lambung berperan penting dalam membunuh kuman dan mengurangi risiko penyakit.  

Kuman penyebab keracunan makanan rentan terhadap lansia.
(Sumber: foto LPC-Lansia

Listeria pada lansia mengacu pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri Listeria monocytogenes, yang dapat menjadi serius terutama bagi kelompok rentan seperti orang lanjut usia. Listeria monocytogenes adalah bakteri yang ditemukan dalam tanah, air, dan beberapa makanan. Infeksi oleh bakteri ini disebut listeriosis.

        Listeria monocytogenes, bakteri penyebab infeksi listeriosis, dapat ditemukan di berbagai sumber makanan dan lingkungan. 

Beberapa sumber utama infeksi Listeria:

Produk Susu yang Tidak Dipasteurisasi: 
Susu mentah dan produk olahan susu yang tidak dipasteurisasi, seperti keju lunak (misalnya keju feta, brie, camembert), es krim, dan yogurt, merupakan sumber umum Listeria.

Daging Olahan dan Siap Saji: 
Daging olahan seperti sosis, hot dog, pâté, dan daging deli (daging yang dipotong tipis dan biasanya dimakan dalam sandwich) sering kali menjadi sumber kontaminasi. Makanan ini bisa terkontaminasi selama proses produksi atau penyimpanan.

Makanan Laut yang Siap Saji: 
Ikan asap, seperti salmon asap, serta makanan laut lainnya yang siap saji juga bisa menjadi sumber Listeria.

Sayuran dan Buah-buahan Mentah: 
Sayuran yang tidak dicuci dengan benar atau yang tumbuh di tanah yang terkontaminasi dapat membawa Listeria. Buah-buahan yang telah dikupas dan dipotong sebelumnya dan disimpan dalam kondisi yang tidak higienis juga berisiko.

Makanan yang Didinginkan atau Dibekukan: 
Listeria dapat bertahan dan bahkan tumbuh pada suhu lemari es. Makanan yang disimpan dalam waktu lama, terutama makanan siap saji, salad, dan produk daging, dapat menjadi sumber infeksi.

Lingkungan Produksi Makanan: 
Bakteri Listeria dapat bertahan di lingkungan produksi makanan, seperti di mesin pemotong daging atau peralatan lain yang tidak dibersihkan dengan benar. Kontaminasi silang bisa terjadi selama produksi dan pengemasan makanan.

Air dan Tanah: 
Listeria dapat ditemukan di air dan tanah yang terkontaminasi. Tanaman yang tumbuh di tanah tersebut atau yang disiram dengan air yang terkontaminasi bisa menjadi sumber infeksi.

Salah satu gejala listeria adalah demam.
(Sumber: foto LPC- Lansia)

       Gejala infeksi Listeria (listeriosis) pada lansia dapat bervariasi dari ringan hingga berat dan sering kali lebih parah dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih muda. 

Beberapa gejala utama infeksi listeria yang mungkin muncul pada lansia:

Demam: 
Demam tinggi adalah gejala umum infeksi Listeria. Pada lansia, demam mungkin disertai dengan menggigil.

Nyeri Otot: 
Infeksi sering menyebabkan nyeri otot yang signifikan.

Gejala Gastrointestinal:
Mual, muntah, dan diare bisa terjadi, terutama jika infeksi berasal dari makanan yang terkontaminasi.

Sakit Kepala: 
Sakit kepala bisa menjadi tanda awal infeksi, terutama jika Listeria telah menyebar ke sistem saraf pusat.

Leher Kaku:
Leher kaku merupakan gejala serius yang menunjukkan kemungkinan meningitis (infeksi pada selaput otak).

Kebingungan atau Perubahan Mental: 
Lansia dengan listeriosis mungkin mengalami kebingungan, disorientasi, atau perubahan kesadaran. Ini bisa menjadi tanda bahwa infeksi telah mempengaruhi sistem saraf pusat.

Kehilangan Keseimbangan dan Koordinasi: 
Kesulitan berjalan, kehilangan keseimbangan, atau koordinasi yang buruk dapat terjadi jika infeksi mempengaruhi otak atau saraf.

Kejang: 
Dalam kasus yang parah, infeksi Listeria dapat menyebabkan kejang.

Gejala-gejala ini biasanya berkembang beberapa hari hingga beberapa minggu setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi. Karena gejala listeriosis pada lansia bisa sangat mirip dengan penyakit lain, diagnosis yang cepat dan tepat sangat penting.  

       Lansia memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena infeksi Listeria (listeriosis) karena berbagai faktor. 

Beberapa faktor risiko utama infeksi listeria pada lansia:

Sistem Kekebalan Tubuh yang Lemah: 
Seiring bertambahnya usia, sistem kekebalan tubuh menjadi kurang efektif dalam melawan infeksi. Lansia lebih rentan terhadap berbagai infeksi, termasuk listeriosis.

Penyakit Kronis: 
Penyakit kronis seperti diabetes, penyakit ginjal, penyakit hati, dan penyakit jantung dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko infeksi Listeria.

Penggunaan Obat-obatan Tertentu: 
Obat-obatan yang menekan sistem kekebalan tubuh, seperti kortikosteroid, kemoterapi, atau obat imunosupresan lainnya, dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.

Nutrisi yang Buruk:
Pola makan yang buruk atau malnutrisi dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat lansia lebih rentan terhadap infeksi.

Kondisi Lingkungan dan Kebersihan:
Tinggal di lingkungan dengan sanitasi yang buruk atau kebersihan makanan yang tidak memadai dapat meningkatkan risiko terpapar Listeria.

Konsumsi Makanan Berisiko Tinggi: 
Mengonsumsi makanan yang berisiko tinggi terkontaminasi Listeria, seperti produk susu yang tidak dipasteurisasi, daging olahan, dan makanan laut yang siap saji, dapat meningkatkan risiko infeksi pada lansia.

Prosedur Medis dan Hospitalisasi: 
Lansia yang sering menjalani prosedur medis atau yang sering dirawat di rumah sakit mungkin lebih berisiko terkena infeksi karena lingkungan rumah sakit dapat menjadi sumber patogen.

Penurunan Fungsi Fisik dan Mobilitas: 
Penurunan fungsi fisik dan mobilitas dapat mempersulit lansia untuk mempraktikkan kebersihan pribadi dan kebersihan makanan yang baik, meningkatkan risiko infeksi.

Dengan memahami faktor risiko ini, pencegahan dan pengelolaan risiko infeksi Listeria pada lansia dapat lebih efektif.  

        Pencegahan infeksi Listeria pada lansia melibatkan berbagai langkah untuk mengurangi risiko terpapar bakteri Listeria monocytogenes. 

Bebeberapa tindakan pencegahan yang bisa diambil:

Praktik Kebersihan Makanan yang Baik
Cuci Tangan dan Peralatan:
  • Cuci tangan dengan sabun dan air hangat sebelum dan sesudah menangani makanan.
  • Cuci peralatan, talenan, dan permukaan dapur dengan air panas dan sabun setelah digunakan untuk memotong atau menyiapkan makanan mentah.
Cuci Buah dan Sayuran:
  • Bilas buah dan sayuran segar di bawah air mengalir sebelum dikonsumsi, meskipun kulitnya tidak dimakan.
Penanganan dan Penyimpanan Makanan

Hindari Produk Susu yang Tidak Dipasteurisasi:
  • Konsumsi hanya produk susu yang dipasteurisasi, termasuk susu, keju, yogurt, dan es krim.
Masak Makanan dengan Benar:
  • Pastikan daging, unggas, dan makanan laut dimasak hingga suhu internal yang aman (daging sapi, babi, domba: 63°C, unggas: 74°C, ikan: 63°C).
Hindari Makanan Berisiko Tinggi:
  • Batasi atau hindari makanan siap saji seperti hot dog, daging deli, dan makanan laut asap yang tidak dimasak ulang hingga panas sebelum dikonsumsi.
Simpan Makanan dengan Benar:
  • Simpan makanan dalam lemari es pada suhu di bawah 4°C dan freezer pada suhu di bawah -18°C.
  • Simpan makanan siap saji dan sisa makanan di dalam wadah tertutup di dalam lemari es.
Pengawasan dan Kebersihan Lingkungan

Bersihkan Lemari Es Secara Rutin:
  • Bersihkan lemari es dan freezer secara rutin untuk menghindari penumpukan bakteri.
Hindari Kontaminasi Silang:
  • Gunakan talenan terpisah untuk makanan mentah dan matang.
  • Hindari kontak antara makanan mentah dan makanan siap saji.
Perhatian Khusus bagi Lansia dengan Risiko Tinggi
Pengawasan Medis:
  • Lansia dengan penyakit kronis atau yang menggunakan obat imunosupresan harus lebih waspada terhadap gejala infeksi dan segera berkonsultasi dengan dokter jika ada tanda-tanda yang mencurigakan.
Informasi dan Edukasi:
  • Edukasi lansia dan pengasuhnya tentang risiko dan langkah pencegahan infeksi Listeria, termasuk mengenali makanan berisiko tinggi dan cara memasak serta menyimpan makanan dengan aman.
Dengan mengikuti langkah-langkah pencegahan ini, risiko infeksi Listeria pada lansia dapat dikurangi secara signifikan. Pencegahan yang efektif melibatkan kombinasi antara kebersihan, penyimpanan yang tepat, dan pengawasan medis yang baik.





Sumber:















Sumber:

https://www.cdc.gov/listeria/risk-groups/elderly.html