Thursday, 23 May 2024

Bias Kognitif pada lansia

        Bias kognitif adalah pola penyimpangan sistematis dari pemikiran logis atau rasional yang mempengaruhi cara individu memproses informasi dan membuat keputusan. Bias kognitif terjadi karena otak kita menggunakan heuristik atau jalan pintas mental yang bisa menyebabkan penilaian yang tidak akurat.
       Bias kognitif pada lansia dapat dipengaruhi oleh perubahan dalam fungsi kognitif yang terjadi seiring penuaan. Beberapa jenis bias kognitif mungkin lebih menonjol atau lebih sering terjadi pada lansia karena faktor-faktor seperti penurunan memori, perubahan dalam kecepatan pemrosesan informasi, dan pengalaman hidup yang panjang. 

Pendidikan tentang bias kognitif mempengaruhi pengambilan keputusan.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)
Beberapa bias kognitif yang mungkin sering terjadi pada lansia:

Bias Kognitif Umum pada Lansia

Bias Konfirmasi (Confirmation Bias):
Lansia mungkin lebih cenderung mencari dan mengingat informasi yang mendukung keyakinan dan pengalaman hidup mereka, sambil mengabaikan informasi yang bertentangan. Ini bisa terjadi karena keyakinan yang telah lama terbentuk menjadi lebih sulit diubah.

Bias Keterjangkauan (Availability Heuristic):
Pengalaman hidup yang lebih panjang dapat membuat beberapa peristiwa atau informasi lebih mudah diingat dan dianggap lebih penting atau lebih sering terjadi daripada yang sebenarnya. Misalnya, pengalaman negatif di masa lalu mungkin lebih mudah diingat dan dianggap lebih umum.

Bias Negativitas (Negativity Bias):
Lansia mungkin lebih cenderung mengingat dan memberikan bobot lebih pada pengalaman negatif daripada pengalaman positif, terutama jika mereka telah mengalami banyak kehilangan atau kesulitan selama hidup mereka.

Bias Atribusi (Attribution Bias):
Lansia mungkin lebih cenderung mengaitkan perilaku orang lain dengan sifat atau karakteristik pribadi daripada situasi eksternal. Misalnya, mereka mungkin lebih cepat menyalahkan perilaku buruk pada kepribadian seseorang daripada mempertimbangkan faktor situasional.

Bias Status Quo (Status Quo Bias):
Lansia mungkin lebih cenderung memilih untuk mempertahankan keadaan saat ini dan menghindari perubahan. Ini bisa disebabkan oleh keinginan untuk menghindari risiko dan kenyamanan dalam rutinitas yang sudah dikenal.

Efek Dunning-Kruger (Dunning-Kruger Effect):
Beberapa lansia mungkin melebih-lebihkan kemampuan mereka dalam beberapa bidang karena kurangnya kesadaran akan penurunan kemampuan kognitif yang mungkin terjadi seiring bertambahnya usia.

Bias Kepastian (Certainty Bias):
Lansia mungkin lebih cenderung mencari kepastian dan menghindari ambiguitas, karena ketidakpastian dapat menyebabkan kecemasan yang lebih besar dibandingkan dengan individu yang lebih muda.

Beberapa Faktor untuk Mengurangi Bias Kognitif pada Lansia

Stimulasi Kognitif: 
Keterlibatan dalam aktivitas yang merangsang secara mental seperti membaca, belajar hal baru, bermain permainan strategi, atau teka-teki silang dapat membantu mengurangi dampak bias kognitif dengan mempertahankan fungsi kognitif yang sehat.

Belajar hal baru mengurangi bias kognitif.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Interaksi Sosial: 
Aktivitas sosial yang bermakna dan hubungan interpersonal dapat membantu mengurangi bias kognitif dengan memperluas perspektif dan memberikan kesempatan untuk diskusi dan refleksi.

Kesehatan Mental dan Emosional:
Lansia yang menjaga kesehatan mental mereka melalui aktivitas fisik, diet seimbang, meditasi, atau terapi mungkin memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mengatasi bias kognitif.

Kesadaran dan Pendidikan: 
Kesadaran akan bias kognitif dan pendidikan tentang cara kerjanya dapat membantu lansia mengidentifikasi dan mengurangi dampak bias ini dalam kehidupan sehari-hari.

Secara keseluruhan, meskipun lansia mungkin lebih rentan terhadap bias kognitif tertentu, banyak faktor yang dapat membantu mengurangi dampaknya dan mendukung pengambilan keputusan yang lebih rasional dan objektif.

       Mengurangi bias kognitif pada lansia dapat dicapai melalui berbagai strategi yang melibatkan peningkatan kesadaran, stimulasi kognitif, dan interaksi sosial. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi bias kognitif pada lansia:

Stimulasi Kognitif
  • Aktivitas Mental: Mengikutsertakan lansia dalam aktivitas yang merangsang mental seperti teka-teki silang, sudoku, permainan strategi, atau pembelajaran bahasa baru dapat membantu menjaga ketajaman kognitif.
  • Pembelajaran Berkelanjutan: Mendorong lansia untuk terus belajar hal-hal baru melalui kursus online, seminar, atau hobi baru dapat membantu memperluas pengetahuan dan perspektif mereka.

Interaksi Sosial
  • Aktivitas Sosial: Mendorong partisipasi dalam kelompok sosial, klub, atau kegiatan komunitas dapat membantu lansia tetap terlibat dan menerima berbagai perspektif.
  • Relasi Antar Generasi: Mempromosikan interaksi dengan anggota keluarga yang lebih muda atau program inter generasi dapat membantu memperluas pandangan dan mengurangi stereotip serta prasangka.

3. Kesadaran dan Pendidikan
  • Pendidikan tentang Bias Kognitif: Mengedukasi lansia tentang apa itu bias kognitif dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi pemikiran dan keputusan mereka. Menyediakan materi edukatif yang mudah dipahami mengenai berbagai jenis bias kognitif dan contoh-contohnya.
  • Latihan Refleksi: Mendorong lansia untuk merefleksikan pemikiran dan keputusan mereka, serta mempertimbangkan alternatif atau perspektif lain. Teknik ini dapat membantu mengurangi dampak bias kognitif.
Kesehatan Mental dan Emosional
  • Terapi dan Konseling: Menyediakan akses ke terapi psikologis atau konseling untuk membantu lansia mengatasi masalah emosional dan meningkatkan kesejahteraan mental mereka.
  • Latihan Mindfulness dan Meditasi: Mengajarkan teknik mindfulness dan meditasi dapat membantu meningkatkan kesadaran diri dan pengendalian emosi, yang pada gilirannya dapat mengurangi bias kognitif.
Kesehatan Fisik
  • Olahraga Teratur: Aktivitas fisik yang teratur seperti berjalan, yoga, atau senam lansia dapat meningkatkan kesehatan fisik dan kognitif, serta memperbaiki mood dan energi.
  • Nutrisi yang Seimbang: Pola makan yang sehat dan seimbang, kaya akan nutrisi yang mendukung kesehatan otak seperti omega-3, antioksidan, dan vitamin B dapat membantu menjaga fungsi kognitif.
Teknologi dan Alat Bantu
  • Aplikasi dan Program Pelatihan Kognitif: Menggunakan aplikasi atau program komputer yang dirancang untuk melatih fungsi kognitif dan mengurangi bias melalui latihan-latihan yang terstruktur.
  • Penggunaan Teknologi untuk Sosialisasi: Mendorong penggunaan teknologi seperti video call atau media sosial untuk tetap terhubung dengan keluarga dan teman, yang dapat membantu mengurangi isolasi sosial.
Lingkungan yang Mendukung
  • Menciptakan Lingkungan yang Stimulatif: Lingkungan yang penuh dengan rangsangan kognitif seperti buku, permainan, dan diskusi intelektual dapat membantu lansia tetap aktif secara mental.
  • Dukungan dari Keluarga dan Pengasuh: Memberikan dukungan dan dorongan dari keluarga dan pengasuh untuk terus terlibat dalam aktivitas yang merangsang dan interaktif.
 
Mengurangi bias kognitif pada lansia memerlukan pendekatan yang komprehensif yang mencakup stimulasi kognitif, interaksi sosial, edukasi tentang bias kognitif, serta dukungan kesehatan fisik dan mental. Dengan mengadopsi strategi-strategi ini, lansia dapat meningkatkan ketajaman kognitif mereka, membuat keputusan yang lebih baik, dan menjaga kualitas hidup yang lebih tinggi.




Sumber:




 


Wednesday, 22 May 2024

Kesenjangan Empati pada lansia

      Dalam konteks klinis, penilaian terhadap empati biasanya dilakukan sebagai bagian dari evaluasi psikologis atau psikiatris yang lebih luas, dan bisa melibatkan berbagai alat ukur dan tes diagnostik untuk memahami sejauh mana seseorang mengalami defisit empati dan bagaimana hal itu mempengaruhi kehidupan mereka sehari-hari.

Kesenjangan empati pada lansia dapat mempengaruhi hidup.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Meskipun tidak ada istilah medis yang sangat spesifik yang secara eksklusif merujuk pada "kesenjangan empati," istilah-istilah seperti "Empathy Deficit Disorder," "alexithymia," dan berbagai gangguan kepribadian yang terkait dengan kurangnya empati dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi ini dalam konteks medis dan psikologis.

Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dari sudut pandang mereka. 

Ini melibatkan dua komponen utama:

Komponen Kognitif:
Ini adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami perasaan serta pikiran orang lain. Seseorang dengan empati kognitif dapat melihat situasi dari perspektif orang lain dan memahami apa yang mungkin mereka rasakan atau pikirkan.

Komponen Emosional: 
Ini adalah kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Seseorang dengan empati emosional secara emosional merasakan perasaan orang lain, seolah-olah mereka merasakannya sendiri.

       Empati pada penuaan adalah kapasitas kunci karena mempengaruhi kualitas hubungan orang dewasa yang lebih tua dan berkurangnya tingkat rasa kesepian dikaitkan dengan semakin besarnya rasa kesepian. Banyak orang lanjut usia juga mendapati diri mereka berperan sebagai pengasuh bagi orang yang dicintai, dan dengan demikian empati sangat penting bagi keberhasilan hubungan pengasuh-pasien. 

Empati memainkan peran penting dalam hubungan sosial dan interaksi sehari-hari karena membantu menciptakan rasa koneksi dan pemahaman antar individu. 

Beberapa poin penting mengenai empati adalah:

Membangun Hubungan:
Empati membantu memperkuat hubungan interpersonal dengan memungkinkan orang untuk merespons secara lebih efektif terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain.

Empati memperkuat hubungan interpersonal.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
Mengurangi Konflik: 
Dengan memahami perspektif orang lain, empati dapat membantu mengurangi konflik dan meningkatkan kerja sama.

Mendorong Tindakan Pro sosial: 
Orang yang memiliki tingkat empati tinggi cenderung lebih berkeinginan untuk membantu orang lain dan terlibat dalam perilaku pro sosial.

Empati bukan hanya tentang memahami kesedihan atau penderitaan orang lain, tetapi juga tentang merayakan kebahagiaan dan kesuksesan mereka. Ini adalah keterampilan penting yang dapat ditingkatkan melalui latihan dan kesadaran diri.

       Kesenjangan empati merujuk pada fenomena di mana terdapat perbedaan atau ketidaksesuaian dalam kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memahami dan merasakan perasaan atau perspektif orang lain. Kesenjangan ini dapat terjadi karena berbagai alasan, termasuk perbedaan sosial, budaya, ekonomi, atau pengalaman pribadi. Kesenjangan empati pada lansia bisa terjadi, tetapi tidak selalu demikian untuk setiap individu. 

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesenjangan empati pada lansia meliputi:

Perubahan Kognitif: 
Penurunan fungsi kognitif, seperti dalam kasus demensia atau penyakit Alzheimer, dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain.

Pengalaman Hidup:
Lansia mungkin memiliki pengalaman hidup yang berbeda dibandingkan dengan generasi yang lebih muda, yang bisa mempengaruhi perspektif mereka dan kemampuan untuk berempati.

Isolasi Sosial: 
Lansia yang mengalami isolasi sosial mungkin mengalami penurunan kemampuan untuk berempati karena kurangnya interaksi sosial yang berarti.

Beberapa Faktor untuk Mengurangi Kesenjangan Empati pada Lansia

Aktivitas Sosial dan Interaksi:

Partisipasi dalam Kelompok Sosial:
Lansia yang terlibat dalam kegiatan sosial, komunitas, atau klub dapat mempertahankan dan meningkatkan kemampuan empati mereka.

Relasi Antar Generasi: 
Interaksi dengan anggota keluarga yang lebih muda atau program inter generasi dapat membantu menjaga keterampilan empati tetap tajam.

Stimulasi Kognitif:

Aktivitas Mental: 
Melakukan aktivitas yang merangsang kognitif seperti membaca, teka-teki silang, atau bermain permainan strategi dapat membantu mempertahankan fungsi otak.

Pendidikan Berkelanjutan:
Mengikuti kursus atau kelas untuk mempelajari hal-hal baru dapat membantu menjaga keterampilan kognitif dan empati tetap aktif.

Kesehatan Mental dan Emosional:

Terapi dan Konseling: 
Mengikuti terapi psikologis atau konseling dapat membantu lansia mengatasi masalah emosional dan meningkatkan kemampuan empati.

Latihan Mindfulness dan Meditasi: 
Teknik-teknik ini dapat membantu meningkatkan kesadaran diri dan empati dengan melatih fokus dan pengendalian emosi.

Kesehatan Fisik:

Olahraga Teratur: 
Aktivitas fisik yang teratur dapat meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, yang pada gilirannya dapat mendukung fungsi kognitif dan emosional.

Nutrisi yang Baik: 
Pola makan yang seimbang dan bergizi dapat membantu menjaga kesehatan otak dan fungsi kognitif.

Secara keseluruhan, kesenjangan empati dapat menghambat hubungan interpersonal dan kerja sama sosial, karena kemampuan untuk memahami dan merespons perasaan orang lain adalah kunci dalam membangun hubungan yang sehat dan efektif.


Sumber:







Sunday, 19 May 2024

Cara lansia Menyampaikan Keluhan Penyakit kepada Dokter.

           Keluhan penyakit kepada dokter adalah deskripsi atau penjelasan yang diberikan oleh pasien kepada dokter mengenai gejala atau kondisi kesehatan yang sedang dialami. Keluhan ini bisa berupa rasa sakit, ketidaknyamanan, atau perubahan fisik atau fungsional lainnya yang dirasakan oleh pasien.

Tujuan dari menyampaikan keluhan penyakit kepada dokter adalah agar dokter dapat memahami kondisi kesehatan pasien secara lebih baik dan memberikan diagnosis yang akurat serta perawatan yang tepat. Dengan mendengarkan keluhan pasien, dokter dapat mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk melakukan evaluasi klinis dan membuat rencana pengobatan yang sesuai.

Penyampaian keluhan penyakit pada dokter sangat penting.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Istilah medis yang merujuk pada keluhan pasien kepada dokter adalah "anamnesis" atau "riwayat penyakit". Ini mengacu pada proses di mana dokter mengumpulkan informasi mengenai gejala yang dirasakan oleh pasien, riwayat medis, riwayat penyakit keluarga, dan faktor-faktor lain yang berkaitan dengan kondisi kesehatan pasien.

Selama anamnesis, dokter akan bertanya kepada pasien tentang gejala yang mereka rasakan, seperti rasa sakit, ketidaknyamanan, atau perubahan fisik lainnya. Dokter juga akan mencari informasi mengenai kapan gejala tersebut muncul, seberapa sering terjadi, faktor-faktor yang memperburuk atau memperbaiki gejala, serta riwayat medis pasien termasuk riwayat penyakit dalam keluarga dan pengobatan yang pernah dijalani.

Informasi yang dikumpulkan selama anamnesis sangat penting dalam membantu dokter membuat diagnosis yang akurat dan merencanakan perawatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasien. Oleh karena itu, proses anamnesis merupakan salah satu langkah awal yang penting dalam setiap konsultasi medis.

       Menyampaikan keluhan sakit pada dokter dengan jelas dan terperinci sangat penting agar dokter dapat memberikan diagnosis yang tepat dan perawatan yang sesuai. 

Berikut adalah beberapa langkah yang bisa  lansia ikuti:

Persiapkan diri:
Sebelum bertemu dengan dokter, pikirkan dengan seksama tentang keluhan Anda. Catat gejala-gejala yang Anda rasakan, kapan gejala tersebut muncul, dan apakah ada faktor-faktor tertentu yang memperburuk atau memperbaiki kondisi Anda.

Jangan menyembunyikan informasi:
Berikan dokter informasi yang jujur dan lengkap mengenai riwayat kesehatan Anda, termasuk kondisi medis sebelumnya, riwayat penyakit dalam keluarga, alergi obat, serta pengobatan atau suplemen apa pun yang Anda konsumsi.

Gunakan bahasa yang tepat: 
Jelaskan keluhan Anda dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh dokter. Hindari menggunakan istilah medis yang kompleks jika Anda tidak yakin tentang maknanya.

Sampaikan urutan kejadian: 
Ceritakan kepada dokter tentang kronologi gejala Anda. Mulai dari kapan Anda pertama kali merasakan gejala hingga gejala tersebut berkembang atau memburuk dari waktu ke waktu.

Jawab pertanyaan dokter: 
Dokter mungkin akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tambahan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang kondisi Anda. Jawablah pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan jujur dan sebaik mungkin.

Jangan ragu untuk bertanya: 
Jika ada hal-hal yang tidak Anda mengerti atau Anda ingin mendapatkan penjelasan lebih lanjut tentang kondisi Anda, jangan ragu untuk bertanya kepada dokter. Dokter akan senang menjelaskan lebih lanjut dan memberikan informasi yang Anda perlukan.

Tetap tenang dan sabar: 
Menghadapi masalah kesehatan bisa membuat stres, tetapi usahakan untuk tetap tenang dan sabar selama konsultasi dengan dokter. Ini akan membantu Anda dalam menyampaikan keluhan Anda dengan lebih efektif.

Lansia harus tenang menghadapi masalah kesehatan.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, Anda dapat menyampaikan keluhan sakit Anda dengan lebih efektif kepada dokter dan memperoleh perawatan yang sesuai.       

Beberapa Kendala Mengapa Lansia Menyesatkan Dokternya

Takut:
Salah satu alasan orang-orang tua kita mengadakan pertunjukan seperti itu kepada para profesional medis adalah karena mereka takut. Mereka tidak ingin menghadapi kenyataan pemeriksaan yang buruk atau diagnosis baru karena berbagai alasan. Mendengar bahwa seseorang mengidap penyakit jantung, kanker, penyakit Parkinson atau beberapa bentuk demensia sudah cukup menyedihkan. 

Malu:
Rasa takut akan rasa malu juga merupakan motivator yang kuat. Penelitian telah menunjukkan bahwa orang-orang dari segala usia ragu untuk membagikan rincian lengkap yang relevan dengan kesehatan mereka kepada dokter karena takut dihakimi dan/atau dipermalukan. 

Penyangkalan:
Penyangkalan adalah alat alami dan ampuh bagi manusia. Hal ini sering kali membantu kita melewati situasi sulit sampai kita dapat secara emosional mengatasi suatu masalah dan mengatasinya. Dalam kasus orang yang sudah lanjut usia, ketika mereka pulang dari kunjungan dokter tanpa perkembangan besar apa pun, mereka berhasil menghindari bahaya.

Demensia dan Waktu Pertunjukan:
Menopang rasa takut dan penyangkalan, demensia dapat mempersulit janji temu dengan dokter, membuat keluarga yang merawatnya benar-benar bingung dan frustrasi. Para lansia yang menderita demensia stadium awal dan menengah kadang-kadang menggunakan seluruh energi mereka dan sisa kemampuan mereka untuk menunjukkan kinerja yang cukup meyakinkan bahwa mereka sepenuhnya waspada dan sadar. Fenomena ini biasa disebut dengan “waktu pertunjukan”. 

       Lansia sering kali memiliki tantangan tersendiri dalam menyampaikan keluhan penyakit kepada dokter. 

Beberapa kiat berikut dapat membantu mereka dalam proses tersebut:

Berikan waktu yang cukup: 
Lansia mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk menyampaikan keluhan mereka. Berikan kesempatan bagi mereka untuk berbicara tanpa terburu-buru atau menginterrupsi.

Berikan dukungan:
Banyak lansia mungkin merasa cemas atau tidak nyaman saat berbicara dengan dokter. Berikan dukungan emosional dan jangan ragu untuk menawarkan bantuan jika mereka kesulitan dalam menyampaikan keluhan mereka.

Gunakan bahasa yang sederhana: 
Hindari menggunakan istilah medis yang rumit dan gunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh lansia. Berbicara dengan lambat dan jelas juga dapat membantu mereka dalam memahami apa yang Anda sampaikan.

Ajukan pertanyaan terbuka: 
Buat suasana yang terbuka dan ramah sehingga lansia merasa nyaman untuk berbicara tentang keluhan mereka. Ajukan pertanyaan terbuka yang memungkinkan mereka untuk menceritakan pengalaman mereka dengan lebih rinci.

Libatkan keluarga atau pendamping: 
Jika memungkinkan, mintalah keluarga atau pendamping lansia untuk ikut dalam konsultasi medis. Mereka dapat membantu dalam menyampaikan informasi tambahan atau memberikan dukungan tambahan kepada lansia.

Gunakan alat bantu komunikasi: 
Jika lansia memiliki kesulitan dalam berbicara atau mendengar, pertimbangkan untuk menggunakan alat bantu komunikasi seperti tulisan atau gambar untuk membantu mereka menyampaikan keluhan mereka dengan lebih jelas.

Dengarkan dengan empati: 
Dengarkan keluhan lansia dengan penuh perhatian dan empati. Tunjukkan bahwa Anda peduli dengan kekhawatiran dan masalah kesehatan mereka.

Dengan memberikan dukungan dan memperhatikan kebutuhan komunikasi khusus lansia, Anda dapat membantu mereka dalam menyampaikan keluhan penyakit kepada dokter dengan lebih efektif.





Sumber: