Saturday, 29 June 2024

Rahasia Panjang Umur: Pentingnya Serat Makanan untuk Kesehatan Lansia

        Serat pada makanan adalah bagian dari tumbuhan yang tidak bisa dicerna atau diserap oleh sistem pencernaan manusia. Meskipun tubuh tidak mencerna serat, serat tetap memiliki peran penting dalam kesehatan. 

Serat makanan dibagi menjadi dua jenis utama:

Serat Larut (Soluble Fiber):
  • Larut dalam air dan membentuk gel kental di dalam usus.
  • Dapat membantu menurunkan kadar kolesterol darah dan mengontrol kadar gula darah.
  • Sumber serat larut termasuk oat, kacang-kacangan, buah-buahan (seperti apel dan jeruk), dan sayuran tertentu.
Serat Tidak Larut (Insoluble Fiber):
  • Tidak larut dalam air dan menambah massa pada tinja.
  • Membantu memperlancar pergerakan usus dan mencegah sembelit.
  • Sumber serat tidak larut termasuk gandum utuh, dedak, sayuran, dan kacang-kacangan.
Lansia memerlukan banyak makanan mengandung serat.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
Manfaat utama dari serat dalam makanan meliputi:

Meningkatkan kesehatan pencernaan: Serat membantu memperlancar pergerakan usus, mencegah sembelit, dan menjaga kesehatan usus secara keseluruhan.

Mengontrol kadar gula darah: Serat larut membantu memperlambat penyerapan gula, yang dapat membantu mengontrol kadar gula darah.

Menurunkan kadar kolesterol: Serat larut dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dengan mengikat kolesterol dalam usus dan mengeluarkannya dari tubuh.

Membantu mengontrol berat badan: Makanan berserat tinggi cenderung membuat Anda merasa kenyang lebih lama, yang dapat membantu mengurangi asupan kalori dan membantu dalam pengelolaan berat badan.

Mengonsumsi berbagai jenis makanan yang kaya serat, seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan, sangat dianjurkan untuk menjaga kesehatan secara keseluruhan.

Beberapa buah yang kaya akan serat dan sangat baik untuk dikonsumsi:
  • Apel: Mengandung sekitar 4 gram serat per buah sedang.
  • Pisang: Mengandung sekitar 3 gram serat per buah sedang.
  • Pir: Mengandung sekitar 5.5 gram serat per buah sedang.
  • Raspberry: Mengandung sekitar 8 gram serat per cangkir.
  • Blackberry: Mengandung sekitar 8 gram serat per cangkir.
  • Jeruk: Mengandung sekitar 3 gram serat per buah sedang.
  • Kiwi: Mengandung sekitar 2 gram serat per buah sedang.
  • Mangga: Mengandung sekitar 5 gram serat per buah sedang.
  • Alpukat: Mengandung sekitar 10 gram serat per buah sedang (alpukat adalah buah, meskipun sering dianggap sebagai sayuran).
  • Buah Ara (Fig): Mengandung sekitar 7 gram serat per 100 gram.
  • Pomegranate: Mengandung sekitar 7 gram serat per buah.
  • Pepaya: Mengandung sekitar 3 gram serat per cangkir.
  • Anggur: Mengandung sekitar 1 gram serat per cangkir (walaupun lebih rendah dibandingkan dengan buah lainnya, anggur tetap menyediakan serat).
  • Plum: Mengandung sekitar 3 gram serat per buah sedang.
Mengonsumsi buah-buahan ini secara teratur dapat membantu memenuhi kebutuhan serat harian dan mendukung kesehatan pencernaan.
        
Memakan buah-buahan adalah sumber serat harian.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
         Selain buah-buahan, banyak makanan lain yang kaya akan serat dan sangat baik untuk dikonsumsi. 
Beberapa sumber serat selain buah-buahan, antara lain  :

Sayuran
  • Brokoli: Mengandung sekitar 5 gram serat per cangkir.
  • Wortel: Mengandung sekitar 3.6 gram serat per cangkir.
  • Bayam: Mengandung sekitar 4 gram serat per cangkir.
  • Kubis: Mengandung sekitar 2.5 gram serat per cangkir.
  • Kentang (dengan kulit): Mengandung sekitar 4 gram serat per kentang ukuran sedang.
Legum dan Kacang-kacangan
  • Kacang hitam: Mengandung sekitar 15 gram serat per cangkir.
  • Kacang merah: Mengandung sekitar 13 gram serat per cangkir.
  • Lentil: Mengandung sekitar 15.6 gram serat per cangkir.
  • Kacang polong: Mengandung sekitar 16 gram serat per cangkir.
  • Buncis (chickpeas): Mengandung sekitar 12.5 gram serat per cangkir.
Biji-bijian Utuh
  • Oat: Mengandung sekitar 4 gram serat per cangkir.
  • Quinoa: Mengandung sekitar 5 gram serat per cangkir.
  • Beras coklat: Mengandung sekitar 3.5 gram serat per cangkir.
  • Barley: Mengandung sekitar 6 gram serat per cangkir.
Kacang-kacangan dan Biji-bijian
  • Almond: Mengandung sekitar 3.5 gram serat per ons (sekitar 23 almond).
  • Biji chia: Mengandung sekitar 10 gram serat per ons (sekitar 2 sendok makan).
  • Biji rami (flaxseeds): Mengandung sekitar 8 gram serat per cangkir.
  • Biji bunga matahari: Mengandung sekitar 3 gram serat per ons.
Produk Olahan Tertentu
  • Roti gandum utuh: Mengandung sekitar 2-3 gram serat per irisan.
  • Pasta gandum utuh: Mengandung sekitar 6 gram serat per cangkir.
  • Mengonsumsi berbagai jenis makanan ini secara teratur dapat membantu memenuhi kebutuhan serat harian Anda, mendukung kesehatan pencernaan, serta memberikan manfaat kesehatan lainnya.
Kekurangan serat dalam diet dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan dan meningkatkan risiko beberapa penyakit. 

Beberapa penyakit dan kondisi yang bisa disebabkan oleh kurangnya asupan serat:

Sembelit (Konstipasi):
Serat membantu memperlancar pergerakan usus dan mencegah sembelit. Kekurangan serat dapat membuat tinja menjadi keras dan sulit untuk dikeluarkan, yang menyebabkan sembelit.

Penyakit Divertikular:
Kekurangan serat dapat menyebabkan divertikulosis, yaitu kondisi di mana terbentuk kantung-kantung kecil (divertikula) di dinding usus besar. Divertikulosis dapat berkembang menjadi divertikulitis jika kantung-kantung ini meradang atau terinfeksi.

Hemoroid (Wasir):
Sembelit yang kronis akibat kurang serat dapat menyebabkan wasir, yaitu pembengkakan dan peradangan pada pembuluh darah di sekitar anus dan rektum.

Sindrom Iritasi Usus (Irritable Bowel Syndrome/IBS):
Kekurangan serat dapat memperburuk gejala IBS, termasuk sembelit, diare, dan kram perut.

Penyakit Jantung:
Diet rendah serat, terutama serat larut, dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol LDL (kolesterol jahat), yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung.

Diabetes Tipe 2:
Serat membantu mengontrol kadar gula darah. Diet rendah serat dapat menyebabkan fluktuasi kadar gula darah yang lebih besar dan meningkatkan risiko pengembangan diabetes tipe 2.

Kanker Kolorektal:
Beberapa studi menunjukkan bahwa diet rendah serat dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal, karena serat membantu menjaga kesehatan usus besar dan mempercepat pengeluaran zat-zat karsinogen dari saluran pencernaan.

Obesitas:
Serat membantu merasa kenyang lebih lama dan mengontrol asupan kalori. Kekurangan serat dapat menyebabkan peningkatan nafsu makan dan konsumsi makanan berlebih, yang dapat menyebabkan obesitas.

Untuk mencegah masalah-masalah ini, penting untuk mengonsumsi cukup serat setiap hari. Asupan serat yang dianjurkan adalah sekitar 25 gram per hari untuk wanita dan 38 gram per hari untuk pria. Mengonsumsi berbagai buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, kacang-kacangan, dan biji-bijian dapat membantu memenuhi kebutuhan serat harian ini.

       Penelitian menunjukkan bahwa serat makanan dapat memiliki berbagai manfaat kesehatan yang berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup dan potensi untuk memperpanjang umur. 

Beberapa alasan mengapa serat makanan dianggap dapat membantu memperpanjang umur:

Kesehatan Jantung:
Serat, terutama serat larut, dapat membantu menurunkan kadar kolesterol LDL (kolesterol jahat) dalam darah, yang mengurangi risiko penyakit jantung dan stroke.

Pengaturan Gula Darah:
Serat membantu mengatur kadar gula darah dengan memperlambat penyerapan gula. Ini penting untuk pencegahan dan pengelolaan diabetes tipe 2.

Kesehatan Pencernaan:
Serat membantu memperlancar pergerakan usus dan mencegah sembelit, divertikulosis, dan wasir. Ini juga dapat mengurangi risiko kanker kolorektal.

Kontrol Berat Badan:
Makanan berserat tinggi membuat Anda merasa kenyang lebih lama, membantu mengontrol nafsu makan dan asupan kalori, yang dapat membantu mencegah obesitas dan penyakit terkait.

Mengurangi Peradangan:
Diet tinggi serat telah dikaitkan dengan penurunan peradangan dalam tubuh, yang berkontribusi pada pencegahan penyakit kronis.

Mikrobioma Usus:
Serat berfungsi sebagai prebiotik yang mendukung pertumbuhan bakteri baik dalam usus. Mikrobioma usus yang sehat terkait dengan banyak aspek kesehatan, termasuk fungsi kekebalan dan kesehatan mental.

Studi epidemiologis menunjukkan bahwa individu yang mengonsumsi diet tinggi serat cenderung memiliki risiko lebih rendah untuk berbagai penyakit kronis dan secara umum memiliki umur yang lebih panjang dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi sedikit serat. Namun, penting untuk dicatat bahwa memperpanjang umur tidak hanya bergantung pada asupan serat saja, tetapi juga pada keseluruhan pola makan dan gaya hidup sehat, termasuk aktivitas fisik, tidak merokok, dan manajemen stres.

Mengintegrasikan serat dalam diet harian melalui konsumsi buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan adalah langkah penting menuju gaya hidup sehat yang dapat berkontribusi pada umur panjang dan kualitas hidup yang lebih baik.


Sumber:

https://acl.gov/sites/default/files/nutrition/Nutrition-Needs_Fiber_FINAL-2.19-FINAL_508.pdf

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10220584/

https://www.webmd.com/healthy-aging/increased-fiber-important-older-adults

https://bmcgeriatr.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12877-023-04352-9

https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/healthyliving/fibre-in-food



Friday, 28 June 2024

Reminiscence di Usia Senja: Manfaat Emosional dan Tantangan Psikologis

        Reminiscence adalah ingatan aktif atau pasif dari masa lalu. Hal ini telah diteliti dan dibahas sejak pertengahan tahun 1900-an dan digambarkan sebagai proses perkembangan alami. Efek menguntungkan dari penggunaan reminiscence sebagai pengobatan terapeutik mendukung pentingnya hal ini bagi kesejahteraan di akhir kehidupan. 

Meskipun ini merupakan proses alami dan dapat digunakan dalam pengobatan dan perbaikan tekanan pada orang lanjut usia, tidaklah bijaksana untuk berasumsi bahwa mengenang adalah proses sederhana atau perilaku yang sangat sehat. Bentuk kenangan yang disfungsional dapat berkontribusi pada pengalaman suasana hati yang tertekan di usia lanjut. Misalnya, kecenderungan untuk merenung adalah salah satu mekanisme yang dapat mengganggu proses ingatan alami ini dan menyebabkan hasil yang maladaptif. 

Reminiscence adalah  menjaga identitas dan harga diri lansia.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
Reminiscence atau nostalgia pada lansia merujuk pada proses mengingat kembali pengalaman dan kenangan masa lalu. Ini adalah aktivitas mental di mana individu menghidupkan kembali peristiwa, situasi, dan emosi yang pernah dialami. 

Reminiscence pada lansia memiliki beberapa tujuan dan manfaat, antara lain:

Menjaga Identitas dan  Harga Diri: Mengingat kembali masa lalu membantu lansia mempertahankan  harga diri dan identitas mereka. Hal ini penting dalam menjaga integritas psikologis dan perasaan kontinuitas diri.

Kesejahteraan Emosional: Aktivitas ini dapat meningkatkan kesejahteraan emosional dengan menghadirkan kembali kenangan yang menyenangkan, mengurangi perasaan kesepian, dan memberikan rasa pencapaian dan makna hidup.

Stimulasi Kognitif: Reminiscence dapat merangsang fungsi kognitif seperti memori, perhatian, dan kemampuan verbal, yang dapat membantu memperlambat penurunan kognitif terkait usia.

Penyelesaian Konflik Internal: Proses ini memungkinkan lansia untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik atau perasaan yang belum terselesaikan dari masa lalu, yang dapat mengurangi stres dan kecemasan.

Interaksi Sosial: Berbagi cerita dan kenangan dengan orang lain, baik dengan keluarga, teman, atau kelompok pendukung, dapat memperkuat ikatan sosial dan meningkatkan rasa keterhubungan.

       Dalam praktik terapeutik, reminiscence sering digunakan sebagai bagian dari terapi reminiscence, di mana terapis mendorong klien lansia untuk menceritakan dan mengeksplorasi pengalaman masa lalu mereka. Terapi ini dapat dilakukan secara individual maupun dalam kelompok, dan sering kali melibatkan penggunaan foto, musik, atau objek lain yang memicu kenangan tertentu.

Secara keseluruhan, reminiscence pada lansia bukan hanya sekadar mengingat masa lalu, tetapi juga merupakan alat yang berharga untuk meningkatkan kesejahteraan mental, emosional, dan sosial mereka.

       Meskipun reminiscence atau nostalgia pada lansia memiliki banyak manfaat, ada beberapa efek negatif yang mungkin timbul. Efek negatif ini biasanya terkait dengan bagaimana individu memproses dan menginterpretasikan kenangan mereka. 

Beberapa efek negatif yang mungkin terjadi antara lain:

Menghidupkan Kenangan Buruk: Bagi beberapa lansia, mengingat kembali masa lalu bisa memicu kenangan yang traumatis atau menyedihkan. Ini dapat menyebabkan stres emosional, kecemasan, dan depresi.

Rasa Penyesalan dan Kesedihan: Mengingat kesempatan yang terlewatkan, keputusan yang salah, atau kegagalan masa lalu dapat menimbulkan perasaan penyesalan dan kesedihan yang mendalam. Hal ini dapat mengganggu kesejahteraan emosional dan psikologis.

Mengurangi Kepuasan Hidup Saat Ini: Terlalu banyak fokus pada masa lalu bisa membuat lansia kurang menghargai dan menikmati kehidupan mereka saat ini. Mereka mungkin merasa bahwa masa lalu lebih baik dibandingkan dengan keadaan mereka sekarang, yang bisa mengurangi kepuasan hidup.

Perasaan Kehilangan dan Nostalgia yang Berlebihan: Reminiscence dapat memperkuat perasaan kehilangan, terutama jika lansia mengingat orang-orang tercinta yang telah meninggal atau masa-masa yang tidak dapat diulang. Perasaan nostalgia yang berlebihan bisa menyebabkan melankolia dan perasaan keterasingan dari masa kini.

Keterasingan Sosial: Jika lansia terlalu terfokus pada kenangan masa lalu dan tidak terlibat dalam aktivitas sosial saat ini, mereka mungkin menjadi terisolasi secara sosial. Keterasingan sosial dapat memperburuk masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan.

Distorsi Memori: Ada kemungkinan bahwa kenangan yang diingat tidak sepenuhnya akurat dan mungkin terdistorsi oleh persepsi dan interpretasi saat ini. Hal ini dapat menyebabkan pandangan yang tidak realistis atau idealisasi masa lalu, yang bisa mengganggu penyesuaian diri dengan kenyataan saat ini.

Untuk mengurangi efek negatif ini, penting bagi individu dan penyedia layanan kesehatan untuk mengelola proses reminiscence dengan hati-hati. Pendekatan yang seimbang, yang menggabungkan kenangan positif dan strategi untuk mengatasi kenangan negatif, dapat membantu lansia mendapatkan manfaat maksimal dari aktivitas ini tanpa mengalami efek samping yang merugikan.

Reminiscence pada lansia dapat berakibat baik atau buruk.
(Sumber: foto LPC-lansia)

       Untuk memanfaatkan reminiscence agar memberikan dampak positif bagi lansia, penting untuk menggunakan pendekatan yang terstruktur dan terarah. 

Beberapa strategi yang dapat diterapkan:

1. Terapi Reminiscence Terstruktur
  • Kelompok Terapi: Membentuk kelompok kecil lansia yang dapat berbagi cerita dan pengalaman mereka di bawah bimbingan seorang fasilitator. Ini menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung untuk berbagi kenangan.
  • Individual Therapy: Terapi reminiscence satu-satu dengan seorang terapis, memungkinkan pendekatan yang lebih personal dan fokus pada kebutuhan individu.
2. Menggunakan Stimuli yang Memicu Kenangan Positif
  • Foto dan Album Keluarga: Melihat foto-foto lama dapat membantu memicu kenangan positif dan cerita menarik dari masa lalu.
  • Musik: Musik dari era tertentu sering kali membawa kembali kenangan yang kuat dan bisa digunakan sebagai alat untuk memicu reminiscence.
  • Objek-Objek Nostalgia: Barang-barang lama seperti pakaian, buku, atau mainan bisa memicu kenangan masa kecil dan memberikan rasa nyaman.
3. Fokus pada Kenangan Positif dan Pencapaian
  • Cerita Sukses: Mengajak lansia untuk menceritakan kisah sukses dan pencapaian mereka. Hal ini dapat meningkatkan rasa harga diri dan kepuasan hidup.
  • Kenangan Bahagia: Memfokuskan pada kenangan yang menyenangkan seperti liburan, perayaan, dan momen spesial dalam hidup mereka.
4. Membuat Buku Kenangan atau Memoar
  • Penulisan Memoar: Mendorong lansia untuk menulis kenangan mereka dalam bentuk buku atau memoar. Ini tidak hanya membantu mereka mengingat masa lalu tetapi juga memberikan sesuatu yang bisa diwariskan kepada generasi berikutnya.
  • Album Kenangan: Membuat album atau scrapbook yang berisi foto dan cerita dari berbagai tahap kehidupan mereka.
5. Melibatkan Keluarga dan Teman
  • Sesi Reminiscence Keluarga: Mengadakan sesi berbagi kenangan bersama keluarga. Ini tidak hanya memperkuat hubungan keluarga tetapi juga memberikan dukungan emosional.
  • Kunjungan dan Percakapan: Mendorong keluarga dan teman untuk sering mengunjungi dan berbicara tentang masa lalu bersama lansia.
6. Integrasi dalam Kegiatan Sehari-Hari
  • Aktivitas Harian: Mengintegrasikan reminiscence dalam aktivitas sehari-hari, seperti memasak makanan favorit dari masa lalu atau menonton film klasik.
  • Program di Pusat Lansia: Mengadakan program reminiscence di pusat kegiatan lansia atau panti jompo sebagai bagian dari rutinitas mereka.
7. Pendekatan yang Sensitif dan Empatik
  • Pendekatan Empatik: Menggunakan pendekatan yang penuh empati dan mendengarkan dengan seksama ketika lansia berbagi kenangan mereka.
  • Menghindari Kenangan Traumatis: Dengan hati-hati menghindari topik yang mungkin memicu kenangan traumatis atau menyedihkan. Fokuskan pada kenangan positif dan memberikan dukungan emosional bila diperlukan.
Dengan pendekatan yang terstruktur dan sensitif, reminiscence dapat menjadi alat yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan emosional, sosial, dan kognitif lansia, serta membantu mereka merasa lebih terhubung dengan masa lalu mereka dan orang-orang di sekitar mereka.

        Reminiscence, atau terapi reminiscence, tidak selalu menyembuhkan penyakit mental secara langsung, tetapi bisa menjadi alat yang efektif dalam manajemen dan perawatan berbagai kondisi kesehatan mental, terutama pada lansia. 

Beberapa kondisi mental di mana terapi reminiscence dapat memberikan manfaat yang signifikan:

1. Depresi
  • Mengurangi Gejala Depresi: Mengingat kembali kenangan positif dapat meningkatkan suasana hati dan mengurangi gejala depresi pada lansia. Berbagi cerita masa lalu yang menyenangkan dapat memberikan perasaan pencapaian dan kebahagiaan.
  • Meningkatkan Harga Diri: Mengingat pencapaian dan pengalaman positif dapat meningkatkan rasa harga diri dan nilai diri.
2. Kecemasan
  • Mengurangi Kecemasan: Berbicara tentang masa lalu dalam lingkungan yang aman dapat membantu mengurangi kecemasan dengan memberikan rasa kenyamanan dan stabilitas.
  • Teknik Relaksasi: Reminiscence dapat berfungsi sebagai teknik relaksasi, membantu individu merasa lebih tenang dan terpusat.
3. Demensia dan Alzheimer
  • Meningkatkan Fungsi Kognitif: Terapi reminiscence dapat membantu merangsang ingatan dan memperlambat penurunan kognitif pada penderita demensia dan Alzheimer. Aktivitas ini membantu menjaga kemampuan verbal dan memori jangka panjang.
  • Mengurangi Agitasi dan Perilaku Bermasalah: Berfokus pada kenangan positif dapat mengurangi perilaku agresif atau agitasi yang sering terjadi pada pasien demensia.
4. Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)
  • Proses Terapi yang Aman: Dalam beberapa kasus, reminiscence dapat digunakan sebagai bagian dari terapi untuk PTSD, membantu individu mengingat kembali peristiwa masa lalu dalam lingkungan yang terkontrol dan mendukung. Namun, ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari pemicu trauma.
  • Menciptakan Narasi yang Positif: Membantu individu menciptakan narasi yang lebih positif dan koheren tentang masa lalu mereka, yang dapat mengurangi dampak trauma.
5. Kesepian dan Isolasi Sosial
  • Meningkatkan Interaksi Sosial: Berbagi kenangan dengan orang lain dapat mengurangi perasaan kesepian dan isolasi sosial. Ini juga memperkuat ikatan dengan keluarga, teman, dan kelompok sebaya.
  • Memperkuat Hubungan: Menghidupkan kembali kenangan bersama orang lain dapat memperkuat hubungan sosial dan memberikan rasa keterhubungan.
6. Gangguan Stres dan Trauma
  • Mengatasi Perasaan Tertekan: Mengingat dan membicarakan peristiwa masa lalu dalam setting terapeutik dapat membantu mengurangi perasaan tertekan dan memperbaiki kesejahteraan emosional.
  • Penyelesaian Konflik Emosional: Membantu individu menyelesaikan konflik emosional yang belum terselesaikan dari masa lalu mereka.
Pendekatan Terapeutik
Untuk memaksimalkan manfaat reminiscence dalam pengobatan berbagai kondisi mental, penting untuk dilakukan dengan pendekatan yang tepat:
  • Pendampingan Profesional: Terapis atau profesional kesehatan mental dapat memandu proses ini untuk memastikan bahwa reminiscence dilakukan dengan cara yang aman dan mendukung.
  • Lingkungan yang Aman dan Mendukung: Melakukan reminiscence dalam lingkungan yang mendukung dan empatik untuk mendorong berbagi yang jujur dan terbuka.
  • Fokus pada Kenangan Positif: Meskipun penting untuk mengakui seluruh spektrum pengalaman hidup, fokus utama harus pada kenangan positif untuk meningkatkan kesejahteraan emosional.
Secara keseluruhan, meskipun terapi reminiscence mungkin tidak menyembuhkan penyakit mental, namun dapat menjadi bagian penting dari pendekatan holistik untuk meningkatkan kesejahteraan emosional, kognitif, dan sosial pada lansia.





Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5549128/

https://bethesdahealth.org/blog/2021/10/20/benefits-of-nostalgia-and-reminiscing-for-seniors 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4359728/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10332080/

https://bmcgeriatr.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12877-023-03967-2


Tuesday, 25 June 2024

Realitas Pahit: Bagaimana Hoax Mengancam Kesejahteraan Lansia

        Berita hoax adalah informasi atau berita palsu yang disebarkan dengan maksud untuk menipu atau memanipulasi pendapat publik. Hoax sering kali dibuat dengan tujuan tertentu, seperti mempengaruhi opini politik, menciptakan ketakutan, atau mendapatkan keuntungan finansial.

Beberapa karakteristik umum dari berita hoax:

Informasi Tidak Benar: Berita hoax sering kali berisi informasi yang tidak berdasar atau dibuat-buat secara sengaja tanpa bukti atau fakta yang valid.
Lansia yang kritis selalu memverifikasi berita.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
Tujuan Manipulasi: Hoax dapat dibuat untuk memanipulasi opini publik, menyebarkan kebencian, atau menciptakan ketakutan yang tidak berdasar.

Sensasional: Hoax sering kali memiliki judul atau klaim yang sensasional dan menarik perhatian, yang dirancang untuk menyebar dengan cepat di media sosial atau platform online lainnya.

Sumber yang Tidak Jelas atau Tidak Terpercaya: Seringkali, berita hoax berasal dari sumber yang tidak jelas atau tidak terpercaya, seperti situs web palsu, akun media sosial palsu, atau orang yang tidak berwenang.

Membuat Konflik atau Kecemasan: Hoax dapat menyebabkan kepanikan, konflik sosial, atau kekhawatiran yang tidak perlu di masyarakat.

Kurangnya Verifikasi: Hoax jarang memiliki verifikasi atau validasi informasi dari sumber yang dapat dipercaya.

Dalam era digital saat ini, berita hoax dapat dengan mudah menyebar luas dan memiliki dampak yang signifikan terhadap masyarakat.
       
       Kelompok lansia dari generasi baby boomers mungkin lebih rentan terhadap berita atau gambar hoax karena beberapa alasan berikut:

Kesenjangan Digital:
Baby boomers tumbuh di era sebelum internet dan teknologi digital menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Banyak dari mereka mungkin tidak memiliki keterampilan digital yang sama dengan generasi yang lebih muda, yang membuat mereka lebih sulit untuk membedakan antara informasi yang sah dan hoax di internet.

Kurangnya Pendidikan Media Digital:
Banyak baby boomers tidak menerima pendidikan formal tentang literasi media digital, sehingga mereka mungkin kurang terlatih dalam mengenali tanda-tanda berita palsu atau manipulasi gambar. Generasi yang lebih muda cenderung lebih terlatih dalam menilai kredibilitas sumber informasi secara kritis.

Kepercayaan yang Tinggi pada Sumber Tradisional:
Generasi baby boomers tumbuh dalam lingkungan di mana media tradisional seperti surat kabar, radio, dan televisi umumnya dianggap dapat dipercaya. Ketika mereka mengakses informasi dari internet atau media sosial, mereka mungkin cenderung memberikan tingkat kepercayaan yang sama tanpa menyadari bahwa sumber tersebut bisa tidak dapat diandalkan.

Algoritma Media Sosial:
Media sosial menggunakan algoritma yang sering menampilkan konten yang sejalan dengan keyakinan dan minat pengguna. Hal ini bisa membuat baby boomers terjebak dalam "filter bubble" atau "echo chamber," di mana mereka hanya terpapar pada informasi yang memperkuat keyakinan mereka, termasuk hoax.
Lansia yang teliti tidak mudah dimanipulasi.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
Isolasi Sosial dan Emosional:
Lansia, termasuk baby boomers, mungkin mengalami isolasi sosial lebih besar dibandingkan generasi muda. Rasa kesepian dan kebutuhan akan koneksi sosial bisa membuat mereka lebih rentan terhadap konten yang emosional atau sensasional, termasuk hoax, karena konten tersebut sering kali dirancang untuk menarik perhatian dan emosi.

Keinginan untuk Menyebarkan Informasi:
Lansia mungkin memiliki dorongan untuk berbagi informasi yang mereka anggap penting atau bermanfaat kepada keluarga dan teman. Tanpa keterampilan verifikasi yang memadai, mereka bisa dengan mudah menyebarkan hoax yang mereka anggap benar.

Teknik Manipulasi Hoax:
Pembuat hoax sering kali menggunakan teknik yang sangat efektif dalam manipulasi psikologis, seperti memainkan emosi (ketakutan, kemarahan, simpati), menggunakan gambar yang mencolok, atau membuat klaim yang luar biasa. Baby boomers, seperti orang lain, bisa terpengaruh oleh teknik-teknik ini, terutama jika mereka tidak waspada terhadapnya.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya peningkatan literasi media digital di kalangan lansia, termasuk pendidikan tentang cara memverifikasi informasi dan mengenali tanda-tanda hoax. Program-program komunitas, dukungan dari keluarga, dan panduan yang jelas dapat membantu lansia mengembangkan keterampilan kritis yang diperlukan untuk bernavigasi di dunia digital dengan lebih aman dan efektif.

Lansia yang terpapar berita hoax mungkin menunjukkan beberapa ciri :

Sering Membagikan Informasi yang Tidak Terverifikasi:
Mereka mungkin sering membagikan artikel, gambar, atau video yang belum diverifikasi kebenarannya, terutama melalui media sosial atau pesan grup.

Keyakinan Kuat pada Informasi Sensasional:
Lansia yang terpapar hoax cenderung memiliki keyakinan yang kuat terhadap informasi yang sensasional atau luar biasa, meskipun tidak memiliki dasar fakta yang kuat.

Reaksi Emosional yang Kuat:
Mereka mungkin menunjukkan reaksi emosional yang kuat terhadap berita tertentu, seperti ketakutan, kemarahan, atau kecemasan, yang sering kali merupakan tujuan dari berita hoax.

Keengganan untuk Menerima Klarifikasi:
Mereka mungkin menunjukkan keengganan untuk menerima klarifikasi atau bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka, sering kali karena berita hoax sudah menguatkan bias atau pandangan mereka.

Penggunaan Sumber Informasi yang Tidak Terpercaya:
Lansia yang terpapar hoax sering kali merujuk pada sumber informasi yang tidak dapat dipercaya atau tidak dikenal, dan kurang memiliki kebiasaan untuk memeriksa kredibilitas sumber tersebut.

Menyebarkan Informasi Melalui Pesan Berantai:
Mereka mungkin sering menyebarkan informasi melalui pesan berantai di platform seperti WhatsApp atau email, yang merupakan saluran umum bagi penyebaran hoax.

Kurangnya Skeptisisme:
Mereka mungkin menunjukkan kurangnya skeptisisme terhadap informasi yang mereka terima, terutama jika informasi tersebut datang dari teman, keluarga, atau kelompok sosial yang mereka percayai.

Menolak Sumber Informasi Mainstream:
Lansia yang terpapar hoax mungkin menunjukkan ketidakpercayaan terhadap sumber informasi mainstream seperti media arus utama, pemerintah, atau institusi resmi.

Kecenderungan untuk Mempercayai Teori Konspirasi:
Mereka mungkin lebih cenderung mempercayai teori konspirasi yang sering kali merupakan bagian dari berita hoax, dan dapat menyebarkan teori-teori tersebut sebagai kebenaran.

Perubahan Perilaku atau Pandangan yang Mendadak:
Mereka mungkin menunjukkan perubahan pandangan atau perilaku yang mendadak dan ekstrem yang tidak sesuai dengan kepribadian atau pemikiran mereka sebelumnya.

Beberapa Dampak kesehatan bagi lansia yang terpapar berita hoax bisa sangat beragam dan serius :

Kesehatan Mental:
  • Ketakutan dan Kecemasan: Berita hoax yang menyebarkan informasi menakutkan atau memicu kecemasan bisa menyebabkan stres berlebihan pada lansia.
  • Depresi: Konten yang negatif atau membingungkan dari berita hoax dapat mempengaruhi suasana hati dan menyebabkan depresi.
  • Ketidakpastian dan Kebingungan: Lansia mungkin kesulitan memilah informasi yang valid dari hoax, yang dapat meningkatkan rasa ketidakpastian dan kebingungan mereka.
Kesehatan Fisik:
  • Gangguan Tidur: Stres dan kecemasan yang diinduksi oleh berita hoax dapat mengganggu pola tidur lansia.
  • Penurunan Kesehatan Umum: Stres kronis yang disebabkan oleh ketakutan akan berita hoax dapat berkontribusi terhadap penurunan kesehatan fisik secara keseluruhan.
Hubungan Sosial:
  • Isolasi Sosial: Kecenderungan untuk percaya pada berita hoax tertentu bisa membuat lansia merasa terisolasi atau terasing dari kelompok sosialnya.
  • Konflik Interpersonal: Percaya pada hoax tertentu dapat menyebabkan konflik dalam hubungan dengan teman, keluarga, atau anggota komunitas lainnya.
Kesehatan Kognitif:
  • Peningkatan Risiko Penurunan Kognitif: Pengalaman stres yang berlebihan atau kecemasan terkait berita hoax dapat berkontribusi pada penurunan kesehatan kognitif, meskipun tidak langsung terkait, namun dapat dalam beberapa tahun menjadi sebuahMasalah
       Menghindari paparan berita hoax pada lansia memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan. 

Beberapa langkah  menghindari berita hoax :

1. Edukasi Literasi Digital

Pelatihan dan Workshop:
  • Mengadakan pelatihan atau workshop yang fokus pada literasi digital dan cara memverifikasi informasi. Bisa dilakukan oleh komunitas, organisasi non-profit, atau instansi pemerintah.
Sumber Daya Online:
  • Membuat dan menyebarkan panduan sederhana tentang cara mengenali berita hoax, yang mencakup tips seperti memeriksa URL, mencari sumber asli, dan waspada terhadap judul sensasional.
2. Dukungan dari Keluarga

Komunikasi Terbuka:
  • Anggota keluarga dapat berperan aktif dengan berbicara secara terbuka tentang pentingnya memverifikasi informasi sebelum membagikannya. Menyediakan waktu untuk berdiskusi dan menjawab pertanyaan mereka mengenai informasi yang mereka temukan.
Membantu Verifikasi:
  • Membantu lansia dalam memverifikasi berita dengan menunjukkan cara menggunakan situs pengecek fakta seperti Snopes, Hoax-Slayer, atau Turn Back Hoax.
3. Penggunaan Teknologi yang Aman

Instalasi Aplikasi yang Terpercaya:
  • Mengatur perangkat digital lansia untuk menggunakan aplikasi berita dari sumber yang tepercaya dan mengurangi akses ke situs yang tidak terpercaya.
Pengaturan Privasi:
  • Mengatur pengaturan privasi di media sosial untuk membatasi paparan terhadap iklan dan konten yang tidak tepercaya.
4. Membangun Kesadaran Kritis

Ajarkan Skeptisisme Sehat:
  • Mengajarkan mereka untuk selalu skeptis terhadap informasi yang terlalu bagus untuk menjadi kenyataan atau sangat negatif, dan mengajarkan pentingnya mencari beberapa sumber informasi yang tepercaya.
Latih Mengenali Pola Hoax:
  • Ajarkan mereka mengenali pola umum dalam hoax seperti judul yang sensasional, klaim tanpa sumber, dan penggunaan gambar atau video yang mengharukan.
5. Peran Media dan Komunitas

Program Radio atau TV Edukasi:
  • Program radio atau TV khusus untuk lansia yang membahas literasi digital dan cara mengenali berita hoax.
Komunitas Dukungan:
  • Membentuk kelompok komunitas yang dapat berdiskusi dan saling membantu memverifikasi informasi.
6. Aplikasi dan Alat Verifikasi

Penggunaan Aplikasi Pengecek Fakta:
  • Mengajarkan dan membantu mereka menggunakan aplikasi atau ekstensi browser yang dapat membantu memverifikasi fakta, seperti NewsGuard atau Factmata.
7. Kampanye Kesadaran

Kampanye Publik:
  • Kampanye kesadaran publik yang luas mengenai bahaya berita hoax dan pentingnya verifikasi, yang ditargetkan untuk lansia melalui media yang mereka akses secara rutin.
Material Edukatif:
  • Menyediakan material edukatif seperti brosur atau video pendek yang dapat dibagikan di pusat-pusat komunitas lansia, rumah ibadah, atau fasilitas kesehatan.
Dengan pendekatan yang beragam dan terus-menerus, lansia dapat dibekali dengan pengetahuan dan alat yang diperlukan untuk menghindari berita hoax dan menjadi konsumen informasi yang lebih kritis.





Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7505057/

https://news.ufl.edu/2022/05/aging-adults-fake-news/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10956171/

https://www.abc.net.au/news/science/2019-01-25/older-people-share-more-social-media-fake-news-2016-election/10746348

https://scholarhub.ui.ac.id/cgi/viewcontent.cgi?article=1309&context=hubsasia