Friday 31 May 2024

Menjelajahi Dekade: Perbedaan Signifikan di Usia 60, 70, 80, dan 90

       Beberapa orang berhasil mencapai usia 90 tahun tanpa mengalami penurunan kognitif yang serius.  Sementara sekitar sepertiga orang berusia 85 tahun ke atas mungkin terkena penyakit Alzheimer atau bentuk demensia lainnya. Beberapa obat atau kondisi kesehatan lainnya juga dapat memengaruhi cara  berpikir.

Perbedaan antara orang yang berusia 60, 70, 80, dan 90 tahun dapat bervariasi secara signifikan tergantung pada faktor individu seperti kesehatan fisik, mental, genetik, gaya hidup, dan lingkungan. Namun, secara umum, ada beberapa perbedaan yang bermakna dalam hal kesehatan, kemampuan fisik, kognitif, dan sosial pada kelompok usia tersebut:

Lansia memiliki perbedaan yang bermakna.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)
Usia 60-an:

Kesehatan Fisik: 
Banyak orang di usia ini masih cukup aktif dan sehat. Namun, mulai muncul masalah kesehatan seperti hipertensi, diabetes, atau arthritis.

Kemampuan Kognitif: 
Biasanya masih baik, meskipun mungkin mulai ada penurunan kecil dalam memori atau kecepatan pemrosesan informasi.

Sosial: 
Banyak yang masih bekerja atau baru saja pensiun. Kehidupan sosial sering tetap aktif dengan kegiatan komunitas dan keluarga.

Usia 70-an:

Kesehatan Fisik:
Risiko penyakit kronis meningkat, dan mobilitas mungkin mulai menurun. Beberapa mungkin memerlukan bantuan untuk aktivitas sehari-hari.

Kemampuan Kognitif: 
Penurunan kognitif mungkin lebih nyata, terutama dalam hal memori jangka pendek dan multitasking.

Sosial: 
Kehidupan sosial dapat mulai menyempit karena pensiun, kehilangan teman sebaya, atau keterbatasan mobilitas.

Gaya hidup lansia dapat berpengaruh terhadap kesehatan.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
Usia 80-an:

Kesehatan Fisik:
Banyak yang mengalami keterbatasan fisik yang signifikan dan mungkin memerlukan perawatan jangka panjang atau bantuan rutin.

Kemampuan Kognitif: 
Penurunan kognitif bisa lebih jelas, dengan peningkatan risiko demensia atau gangguan kognitif ringan.

Sosial:
Jaringan sosial cenderung lebih kecil. Kehilangan pasangan atau teman sebaya dapat menyebabkan kesepian, tetapi keluarga sering menjadi sumber dukungan utama.

Usia 90-an:

Kesehatan Fisik: 
Kesehatan fisik biasanya sangat rapuh, dengan kemungkinan besar mengalami berbagai kondisi kronis dan penurunan mobilitas yang signifikan.

Kemampuan Kognitif: 
Risiko demensia sangat meningkat. Banyak yang mengalami penurunan signifikan dalam kemampuan kognitif.

Sosial:
Kehidupan sosial sangat terbatas, sering kali terbatas pada interaksi dengan keluarga dekat atau pengasuh. Kesepian bisa menjadi masalah besar, tetapi ada juga yang masih menikmati kegiatan sosial yang sesuai dengan kondisi mereka.

Perbedaan ini bersifat umum dan tidak berlaku untuk semua orang. Banyak faktor, termasuk genetik, gaya hidup (seperti diet dan olahraga), akses ke layanan kesehatan, dan dukungan sosial, dapat sangat mempengaruhi bagaimana seseorang menua dan menghadapi perubahan yang datang dengan bertambahnya usia.

       Menghadapi perbedaan yang signifikan pada usia 60, 70, 80, dan 90 tahun memerlukan pendekatan yang adaptif dan penuh empati.

Berberapa strategi yang dapat membantu dalam menghadapi perubahan fisik, kognitif, dan sosial yang datang dengan bertambahnya usia:

Usia 60-an
  • Menjaga Kesehatan Fisik: Rutin berolahraga, menjaga pola makan seimbang, dan melakukan pemeriksaan kesehatan berkala.
  • Aktivitas Sosial dan Mental: Tetap aktif dalam komunitas, mengejar hobi baru, dan terus belajar untuk menjaga kesehatan kognitif.
  • Perencanaan Keuangan: Mulai mempersiapkan perencanaan pensiun dan mengelola keuangan untuk masa depan.
  • Pemeriksaan Medis Rutin: Pemeriksaan rutin untuk mendeteksi dini masalah kesehatan.

Usia 70-an
  • Menjaga Mobilitas dan Kesehatan: Terus berolahraga sesuai kemampuan dan fokus pada latihan yang meningkatkan keseimbangan dan fleksibilitas.
  • Kesehatan Mental: Aktif terlibat dalam kegiatan sosial, mengikuti kelas atau kelompok yang merangsang pikiran.
  • Dukungan Sosial: Memperkuat jaringan dukungan sosial dengan teman dan keluarga.
  • Adaptasi Rumah: Menyesuaikan rumah untuk memastikan keamanan dan kemudahan akses, seperti menambahkan pegangan tangan di kamar mandi.

Usia 80-an
  • Perawatan Kesehatan yang Lebih Intensif: Fokus pada pengelolaan kondisi kronis dan menjaga rutinitas medis yang lebih intensif.
  • Bantuan Sehari-hari: Mempertimbangkan bantuan dari pengasuh atau anggota keluarga untuk kegiatan sehari-hari.
  • Kesehatan Emosional: Mengatasi perasaan kesepian dan menjaga koneksi sosial dengan keluarga dan teman.
  • Kegiatan Terstruktur: Terlibat dalam kegiatan yang terstruktur seperti kelas seni, musik, atau kelompok dukungan.

Usia 90-an
  • Perawatan Kesehatan yang Holistik: Fokus pada perawatan yang holistik, termasuk perawatan paliatif jika diperlukan.
  • Keamanan dan Kenyamanan: Memastikan lingkungan yang aman dan nyaman, serta mudah diakses.
  • Dukungan Emosional: Memberikan dukungan emosional yang kuat, baik dari keluarga maupun profesional.
  • Merayakan Kehidupan: Mencari cara untuk merayakan pencapaian dan kenangan hidup, serta mempertahankan kualitas hidup yang baik.

Beberapa kiat Umum untuk Semua Usia
  • Pendidikan dan Informasi: Terus belajar tentang penuaan sehat dan cara-cara untuk menghadapi perubahan yang datang.
  • Komunikasi Terbuka: Menjaga komunikasi terbuka dengan keluarga dan tenaga medis mengenai kebutuhan dan keinginan.
  • Gaya Hidup Sehat: Menjaga gaya hidup sehat dengan diet seimbang, olahraga teratur, dan tidur yang cukup.
  • Adaptasi Psikologis: Menerima perubahan yang datang dengan penuaan dan mencari dukungan profesional jika diperlukan.
Setiap individu berbeda, jadi penting untuk menyesuaikan pendekatan berdasarkan kebutuhan dan kondisi pribadi. Fleksibilitas, pemahaman, dan dukungan dari keluarga serta komunitas sangat penting dalam menghadapi perubahan ini.

Dekade Spesifik

Usia 60-an: Fokus pada deteksi dini penyakit kronis dan pencegahan. Banyak orang mulai mengalami perubahan ringan dalam mobilitas dan kognisi.

Usia 70-an: Peningkatan risiko penyakit kronis dan kondisi geriatri seperti osteoporosis, artritis, dan hipertensi. Penurunan kognitif ringan mungkin mulai muncul.

Usia 80-an: Penurunan fungsional dan kognitif lebih jelas. Meningkatnya kebutuhan akan bantuan dalam aktivitas sehari-hari dan peningkatan prevalensi sindrom geriatri.

Usia 90-an: Frailty (kelemahan) dan penurunan fungsional yang signifikan. Tingginya prevalensi demensia dan penurunan kesehatan secara umum. Fokus pada perawatan paliatif dan kualitas hidup.




Sumber:






Dukungan di Setiap Langkah: Manfaat Tongkat untuk Lansia

          Orang dewasa di atas usia 65 tahun dengan gangguan keseimbangan memiliki risiko jatuh sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami gangguan keseimbangan. Karena gangguan keseimbangan lebih banyak terjadi pada orang lanjut usia dibandingkan orang dewasa muda, maka penting untuk menangani gangguan keseimbangan pada orang lanjut usia untuk mencegah jatuh dan penurunan aktivitas hidup sehari-hari yang diakibatkannya.

Pada kondisi tertentu lansia memerlukan tongkat untuk mencegah jatuh.
(Sumber: foto paguyuban 209)
Tongkat untuk lansia adalah alat bantu jalan yang terdiri dari batang panjang, biasanya terbuat dari bahan seperti kayu, aluminium, atau baja, yang dilengkapi dengan pegangan di bagian atas dan sering kali memiliki ujung karet di bagian bawah untuk mencegah tergelincir.  Dalam konteks medis, tongkat untuk membantu berjalan sering disebut dengan istilah "alat bantu jalan" atau "cane" dalam bahasa Inggris. 

Beberapa Fungsi tongkat:

Menjaga Keseimbangan: Membantu lansia menjaga keseimbangan saat berjalan, terutama jika mereka merasa goyah atau tidak stabil.

Mengurangi Beban pada Kaki atau Sendi: Membantu mengurangi beban pada kaki atau sendi yang sakit atau lemah, seperti pada kasus arthritis atau cedera.

Meningkatkan Mobilitas: Memungkinkan lansia untuk bergerak lebih bebas dan mandiri, meningkatkan mobilitas dan kualitas hidup mereka.

Mencegah Jatuh: Mengurangi risiko jatuh dengan memberikan dukungan tambahan saat berjalan.
Pemulihan dari Cedera: Membantu proses pemulihan bagi lansia yang sedang dalam masa rehabilitasi setelah cedera atau operasi.

Jenis-Jenis Tongkat untuk Lansia

Tongkat Tunggal (Single-Point Cane):

Deskripsi: Tongkat dengan satu ujung yang bersentuhan dengan tanah. Biasanya ringan dan mudah digunakan.
Kegunaan: Ideal untuk keseimbangan ringan hingga sedang dan dukungan tambahan saat berjalan.

Tongkat single digunakan untuk keseimbangan ringan hingga sedang.
(Sumber: canva.com)
Tongkat Empat Kaki (Quad Cane):

Deskripsi: Tongkat dengan empat kaki di bagian bawah untuk stabilitas tambahan.
Kegunaan: Memberikan stabilitas lebih dibandingkan tongkat tunggal, cocok untuk lansia dengan masalah keseimbangan yang lebih serius.

Tongkat Lipat (Folding Cane):

Deskripsi: Tongkat yang dapat dilipat untuk kemudahan penyimpanan dan transportasi.
Kegunaan: Praktis untuk lansia yang sering bepergian.

Tongkat dengan Kursi (Seat Cane):

Deskripsi: Tongkat yang dilengkapi dengan kursi lipat sehingga pengguna dapat beristirahat kapan saja.
Kegunaan: Ideal untuk lansia yang mungkin membutuhkan istirahat sesekali saat berjalan.

       Lansia mungkin perlu menggunakan tongkat dalam berbagai situasi untuk meningkatkan keseimbangan dan keamanan mereka. Berikut adalah beberapa kondisi dan waktu yang tepat bagi lansia untuk mulai menggunakan tongkat:

Kapan Lansia Memerlukan Tongkat

Masalah Keseimbangan:
Lansia yang sering merasa tidak seimbang atau goyah saat berjalan dapat menggunakan tongkat untuk membantu menjaga stabilitas dan mencegah jatuh.

Kelemahan Otot:
Lansia yang mengalami kelemahan otot, terutama di kaki atau pinggul, mungkin memerlukan dukungan tambahan dari tongkat.

Nyeri atau Kekakuan Sendi:
Kondisi seperti arthritis atau nyeri sendi lainnya dapat membuat berjalan menjadi menyakitkan dan sulit. Tongkat dapat mengurangi beban pada sendi yang sakit.

Pemulihan Pasca Cedera:
Lansia yang sedang dalam pemulihan dari cedera, seperti patah tulang atau operasi pinggul atau lutut, sering disarankan untuk menggunakan tongkat untuk mendukung proses penyembuhan.

Gangguan Neurologis:
Kondisi seperti penyakit Parkinson, multiple sclerosis, atau stroke dapat mempengaruhi kemampuan berjalan dan keseimbangan, sehingga penggunaan tongkat bisa sangat membantu.

Penurunan Penglihatan:
Lansia dengan gangguan penglihatan mungkin merasa lebih aman berjalan dengan tongkat untuk merasakan permukaan jalan dan menghindari rintangan.

Tanda-tanda Lansia Perlu Mulai Menggunakan Tongkat

Sering Jatuh atau Hampir Jatuh:
Jika lansia sering mengalami jatuh atau hampir jatuh, tongkat bisa membantu memberikan dukungan tambahan.

Kesulitan Bangun dari Duduk atau Berdiri:
Kesulitan berdiri atau bangun dari kursi tanpa bantuan bisa menjadi tanda bahwa dukungan tambahan diperlukan.

Ketakutan Berjalan Tanpa Dukungan:
Rasa takut atau cemas saat berjalan tanpa dukungan bisa mengindikasikan perlunya alat bantu jalan seperti tongkat.

Nyeri yang Meningkat saat Berjalan:
Jika berjalan tanpa dukungan menyebabkan peningkatan nyeri, tongkat bisa membantu mengurangi beban pada area yang nyeri.

Cara Memilih dan Menggunakan Tongkat yang Tepat

Pemilihan Tongkat:

Ketinggian yang Tepat: Pastikan tongkat memiliki ketinggian yang sesuai. Umumnya, pegangan tongkat harus sejajar dengan pergelangan tangan saat lengan digantung lurus di samping tubuh.

Jenis Pegangan: Pilih pegangan yang nyaman dan sesuai dengan ukuran tangan.

Material dan Berat: Tongkat harus cukup ringan untuk digunakan dengan mudah tetapi cukup kuat untuk memberikan dukungan yang diperlukan.

Menggunakan Tongkat dengan Benar:
  • Posisi: Tongkat biasanya digunakan di tangan yang berlawanan dengan kaki yang lebih lemah atau sakit.
  • Langkah: Saat melangkah, tongkat dan kaki yang lebih lemah harus bergerak bersama-sama ke depan, diikuti oleh kaki yang lebih kuat.
Pelatihan:
  • Lansia mungkin perlu belajar cara menggunakan tongkat dengan benar melalui bimbingan dari fisioterapis atau profesional kesehatan lainnya untuk memastikan keamanan dan efektivitas.
Tongkat bisa sangat membantu bagi lansia yang mengalami masalah keseimbangan, kelemahan otot, nyeri sendi, atau dalam proses pemulihan pasca cedera. Pemilihan dan penggunaan tongkat yang tepat dapat membantu lansia tetap aktif dan independen, serta mengurangi risiko jatuh dan cedera. 



Sumber:





Thursday 30 May 2024

Masa Tua yang Beracun: Mengungkap Kedengkian di Usia Senja.

        Seorang lansia seharusnya tidak dengki karena perasaan tersebut tidak hanya merusak hubungan sosial dan keluarga, tetapi juga berdampak negatif pada kesejahteraan emosional dan kesehatan mental mereka sendiri.

Menyadari bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidup yang unik dengan tantangan dan keberhasilan masing-masing dapat membantu mengurangi perasaan iri hati. Menghargai dan menghormati perbedaan ini dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan suportif.

Dalam budaya Yunani kuno, anggur asam simbol kedengkian.
(Sumber: foto LLC)

Menerima diri sendiri dan situasi hidup dengan lapang dada membantu lansia merasa lebih damai dan puas. Fokus pada hal-hal yang mereka miliki dan merayakan pencapaian hidup mereka sendiri dapat mengurangi perasaan dengki dan meningkatkan kesejahteraan emosional.

Dengki adalah perasaan iri atau cemburu terhadap keberhasilan, kebahagiaan, atau prestasi seseorang lain, yang sering kali diiringi oleh keinginan untuk menurunkan atau merugikan orang tersebut. Dengki sering kali muncul karena perasaan tidak puas terhadap posisi atau keadaan diri sendiri, serta kurangnya kemampuan untuk menghargai atau bersukacita atas keberhasilan orang lain. Dengki bisa menjadi perilaku yang merugikan baik bagi individu yang merasakannya maupun bagi orang yang menjadi targetnya.

Beberapa ciri orang yang cenderung dengki :

Rasa Tidak Puas: 
Orang yang dengki cenderung merasa tidak puas dengan kehidupan atau pencapaian mereka sendiri, dan merasa bahwa orang lain lebih beruntung atau sukses.

Perbandingan Terus Menerus: 
Mereka cenderung membandingkan diri mereka sendiri dengan orang lain secara terus-menerus, terutama dalam hal prestasi, keberuntungan, atau aspek-aspek kehidupan lainnya.

Kesulitan dalam Merasa Senang Untuk Orang Lain:
Orang yang dengki mungkin kesulitan untuk merasa senang atau memberi pujian kepada orang lain atas keberhasilan atau kebahagiaan mereka.

Perasaan Inferior: 
Mereka mungkin merasa inferior atau rendah diri ketika melihat prestasi atau kebahagiaan orang lain, dan merasa bahwa mereka tidak mampu mencapai hal yang sama.

Perilaku Sabotase: 
Orang yang dengki mungkin cenderung melakukan perilaku sabotase terhadap orang lain untuk mengurangi kesuksesan atau kebahagiaan mereka.

Rasa Kehilangan Diri: 
Mereka mungkin mengalami rasa kehilangan identitas atau nilai diri mereka ketika merasa terancam oleh keberhasilan atau kebahagiaan orang lain.

Kesulitan dalam Menerima Kritik: 
Orang yang dengki mungkin sulit menerima kritik atau saran dari orang lain karena merasa terancam oleh potensi kelebihan atau keunggulan mereka.

Perilaku Pasif-Agresif: 
Mereka mungkin mengekspresikan dengkinya melalui perilaku pasif-agresif, seperti gosip, penghindaran, atau manipulasi.

Kesulitan dalam Hubungan Sosial: 
Orang yang dengki mungkin mengalami kesulitan dalam mempertahankan hubungan sosial yang sehat karena sikap mereka yang cenderung iri dan tidak mendukung.

Kecenderungan Menyalahkan Orang Lain: 
Mereka mungkin cenderung menyalahkan orang lain atas kegagalan atau ketidakpuasan mereka sendiri, dan sulit untuk mengambil tanggung jawab atas situasi mereka sendiri.

Buah ackee dari Jamaika semakin tua semakin beracun.
(Sumber: foto detik food)

Sebagian besar orang mungkin mengalami rasa iri atau dengki pada satu titik dalam hidup mereka, tetapi itu tidak selalu menandakan kecenderungan dengki secara permanen.

       Dengki pada lansia, seperti pada kelompok usia lainnya, bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor. 

Beberapa faktor penyebabnya mungkin termasuk:

Penurunan Kesehatan dan Kemampuan Fisik:
Lansia sering mengalami penurunan kesehatan dan kemampuan fisik, yang dapat menyebabkan perasaan kurang berdaya atau tidak mampu dibandingkan dengan orang lain sebaya yang masih lebih aktif.

Kehilangan Peran dan Identitas:
Pensiun atau kehilangan peran sosial tertentu, seperti peran sebagai pekerja, orangtua, atau pasangan hidup, dapat menyebabkan perasaan kehilangan identitas atau kurangnya pengakuan dari orang lain, yang mungkin menimbulkan rasa dengki.

Isolasi Sosial: 
Lansia sering menghadapi risiko isolasi sosial yang lebih tinggi, terutama jika mereka tinggal sendiri atau kehilangan banyak teman atau anggota keluarga. Kurangnya interaksi sosial dapat meningkatkan risiko perasaan dengki terhadap orang lain yang terlihat memiliki hubungan sosial yang lebih kuat atau lebih banyak dukungan.

Keterbatasan Finansial: 
Lansia yang memiliki keterbatasan finansial atau terbatas dalam hal sumber daya keuangan mungkin merasa iri terhadap orang lain yang memiliki kemampuan finansial yang lebih baik.

Perasaan Terabaikan atau Tidak Diakui: 
Lansia yang merasa diabaikan atau tidak diakui oleh keluarga, teman, atau masyarakat umumnya mungkin merasa dengki terhadap orang lain yang mendapatkan lebih banyak perhatian atau dukungan.

Perasaan Kehilangan dan Trauma: 
Lansia yang mengalami kehilangan orang yang dicintai, baik melalui kematian atau perpisahan, atau yang memiliki riwayat trauma emosional atau fisik, mungkin mengalami perasaan dengki terhadap orang lain yang tampaknya memiliki kehidupan yang lebih stabil atau bahagia.

Perubahan dalam Persepsi Diri: 
Perubahan dalam persepsi diri karena proses penuaan, seperti penurunan harga diri atau harga diri yang lebih rendah, dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap perasaan dengki.

Gangguan Mental: 
Gangguan mental seperti depresi atau kecemasan juga dapat berperan dalam memicu atau memperkuat perasaan dengki pada lansia.

Faktor-faktor ini dapat berinteraksi dan saling mempengaruhi, dan pengalaman dengki pada lansia sering kali kompleks dan unik untuk setiap individu. Penting bagi lansia dan mereka yang peduli untuk memahami dan mengakui faktor-faktor ini dalam mengatasi dan menangani perasaan dengki dengan bijaksana.

       Dengki sendiri bukan penyakit, tetapi perasaan yang dapat berdampak negatif pada kesejahteraan mental dan fisik seseorang. Namun, perasaan dengki yang berlebihan dan tidak terkendali pada lansia dapat meningkatkan risiko untuk berbagai masalah kesehatan. 

Beberapa dampak negatif dari perasaan dengki yang berlebihan pada lansia dapat meliputi:

Masalah Kesehatan Mental: 
Perasaan dengki yang terus-menerus dan tidak terkendali dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi pada lansia.

Peningkatan Risiko Penyakit Jantung: 
Stres kronis yang disebabkan oleh perasaan dengki yang berlebihan dapat meningkatkan risiko penyakit jantung pada lansia.

Penurunan Kesehatan Fisik: 
Perasaan dengki yang berlebihan dapat mengganggu tidur, menurunkan energi, dan menurunkan motivasi untuk menjaga kesehatan fisik, yang pada gilirannya dapat menyebabkan penurunan kesehatan fisik secara keseluruhan.

Penurunan Kualitas Hidup: 
Perasaan dengki yang berlebihan dapat mengganggu hubungan sosial dan interaksi sosial lansia, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup.

Penurunan Kesejahteraan Emosional:
Perasaan dengki yang berlebihan dapat mengganggu kesejahteraan emosional lansia, menyebabkan perasaan sedih, frustrasi, atau perasaan tidak berdaya.

Peningkatan Risiko Penyakit Kronis Lainnya: 
Stres kronis yang disebabkan oleh perasaan dengki yang berlebihan dapat meningkatkan risiko untuk berbagai penyakit kronis lainnya, seperti diabetes, penyakit autoimun, dan gangguan pencernaan.

Isolasi Sosial: 
Perasaan dengki yang berlebihan dapat mengarah pada isolasi sosial, ketidaknyamanan dalam berinteraksi dengan orang lain, dan penarikan diri dari kehidupan sosial, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesepian dan isolasi.

Dengan demikian, seseorang yang mengalami perasaan dengki yang berlebihan pada usia lanjut memerlukan dukungan emosional dan mungkin juga perawatan medis atau psikologis untuk mengatasi perasaan tersebut dan mencegah dampak negatifnya pada kesejahteraan lansia.

        Mencegah perasaan dengki pada lansia melibatkan pendekatan yang holistik dan beragam untuk mempromosikan kesejahteraan emosional dan sosial mereka.

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah dengki pada lansia:

Penguatan Diri: 
Bantu lansia untuk membangun harga diri dan kepercayaan diri mereka. Berikan penghargaan atas prestasi dan kontribusi mereka, serta dorong mereka untuk tetap aktif dan merasa berguna.

Pertahankan Kesehatan Fisik dan Mental: 
Dorong lansia untuk menjaga kesehatan fisik dan mental mereka dengan rutin berolahraga, menjaga pola makan sehat, tidur yang cukup, dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial dan kegiatan yang menarik minat mereka.

Dukungan Sosial: 
Bantu lansia untuk memperluas dan memelihara jaringan sosial yang positif dan mendukung. Ini bisa meliputi tetap terhubung dengan keluarga dan teman, berpartisipasi dalam klub atau organisasi, atau bergabung dengan kelompok dukungan.

Edukasi tentang Penuaan dan Kehidupan Lanjut Usia: 
Edukasi tentang proses penuaan dan tantangan yang terkait dengan usia tua dapat membantu lansia untuk memahami dan merespons perubahan dengan lebih baik, serta mengurangi perasaan dengki terhadap orang lain.

Mengatasi Keterbatasan Finansial:
Bantu lansia untuk mengelola keuangan mereka dengan baik, mencari sumber daya yang tersedia, dan menjaga kemandirian finansial sebisa mungkin.

Bimbingan Psikologis atau Konseling: 
Jika perasaan dengki terus-menerus atau memengaruhi kesejahteraan mereka, pertimbangkan untuk mendapatkan bantuan dari profesional kesehatan mental, seperti psikolog atau konselor.

Promosi Kesehatan Mental: 
Sosialisasi program-program atau kegiatan yang mempromosikan kesehatan mental, seperti meditasi, yoga, atau terapi seni, yang dapat membantu lansia mengelola stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional mereka.

Membangun Solidaritas dan Kepedulian: 
Membantu lansia untuk mengembangkan sikap positif terhadap keberhasilan atau kebahagiaan orang lain, dan mempromosikan budaya saling peduli dan berbagi dalam komunitas mereka.

Mencegah perasaan dengki pada lansia melibatkan kerja sama antara lansia itu sendiri, keluarga, komunitas, dan para profesional kesehatan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan mempromosikan kesejahteraan emosional mereka.

       Penting untuk dicatat bahwa dengki, terutama jika mencapai tingkat yang merugikan kesejahteraan lansia, bisa menjadi tantangan yang kompleks dan memerlukan pendekatan yang bijaksana. Mengatasi perasaan dengki pada lansia melibatkan beberapa langkah yang dapat membantu mereka mengelola emosi dan meningkatkan kesejahteraan mental mereka.

Beberapa strategi yang dapat membantu mengatasi dengki :

Terapi Psikologis atau Konseling: 
Mengajak lansia untuk berbicara dengan seorang profesional kesehatan mental, seperti seorang psikolog atau konselor, dapat membantu mereka mengidentifikasi dan memahami akar penyebab perasaan dengki. Terapi ini juga dapat memberikan strategi untuk mengelola emosi dan membangun kesehatan mental yang lebih baik.

Pendidikan dan Informasi: 
Edukasi tentang penuaan dan perubahan yang terjadi pada tahap ini dalam kehidupan dapat membantu lansia memahami bahwa perasaan dengki mungkin merupakan bagian normal dari proses ini. Memberikan informasi tentang cara mengatasi perasaan tersebut bisa membantu mengurangi tingkat kecemasan.

Latihan Keberterimaan (Acceptance and Commitment Therapy/ACT):
Pendekatan ini melibatkan menerima perasaan dan pikiran yang tidak menyenangkan tanpa harus mengubahnya. Melalui ACT, lansia dapat memahami bahwa perasaan dengki adalah bagian dari pengalaman manusia dan memilih untuk tetap berkomitmen pada nilai-nilai dan tujuan positif mereka.

Peningkatan Dukungan Sosial: 
Mendorong lansia untuk membangun dan memelihara hubungan sosial yang positif dapat membantu mereka merasa lebih terhubung dan didukung. Dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas dapat membantu mengurangi perasaan dengki.

Latihan Pikiran Positif: 
Mendorong lansia untuk mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif mereka menjadi pola pikir yang lebih positif dan realistis dapat membantu mengurangi perasaan dengki.

Aktivitas Kesejahteraan: 
Mendorong lansia untuk terlibat dalam aktivitas yang meningkatkan kesejahteraan emosional, seperti olahraga ringan, seni, musik, atau meditasi, dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan mood.

Perhatian pada Peran Positif: 
Membantu lansia untuk menemukan atau mempertahankan peran positif dalam keluarga, masyarakat, atau komunitas mereka dapat memberikan rasa makna dan kepuasan, mengurangi perasaan dengki.

Mengatasi Keterbatasan Finansial: 
Jika keterbatasan finansial menjadi penyebab dengki, membantu lansia untuk mengelola keuangan mereka dan mencari sumber daya yang mungkin dapat membantu dapat menjadi langkah yang efektif.

Langkah-langkah ini sebaiknya dilakukan dengan perhatian terhadap kebutuhan dan preferensi individu lansia. Konsultasikan dengan profesional kesehatan mental atau dokter untuk memilih pendekatan terbaik sesuai dengan kondisi dan kebutuhan spesifik mereka.



Sumber: