Friday, 8 September 2023

Lansia Buat Kesal atau Buat Kesal Lansia, Hati -Hati.

      Seiring bertambahnya usia, orang lanjut usia lebih sering mengalami jenis stres tertentu seperti kematian dan masalah kesehatan dibandingkan orang yang lebih muda. Stres ini membuat lansia mudah kesal. Tambah lagi dengan kerumitan yang juga memicu kesal bagi orang yang sangat tua dan sangat terkait dengan gejala depresi. 

Kesal adalah perasaan yang umumnya merujuk pada perasaan frustrasi, ketidakpuasan, atau ketidaknyamanan ringan yang disebabkan oleh situasi atau peristiwa tertentu. Ini adalah bentuk emosi yang lebih ringan daripada marah, tetapi masih menggambarkan ketidakpuasan atau ketidaknyamanan terhadap sesuatu yang terjadi.

Lansia mudah kesal bila ada ketidaknyamanan.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Orang mungkin merasa kesal ketika menghadapi hal-hal seperti:

  • Tantangan kecil sehari-hari, seperti mengalami kemacetan lalu lintas atau antrian panjang di toko.
  • Peristiwa kecil yang tidak sesuai dengan harapan, seperti pesanan makanan yang salah di restoran.
  • Gangguan dalam rutinitas harian, seperti masalah teknis dengan perangkat elektronik.
  • Keterlambatan atau ketidaktepatan dari orang lain yang memengaruhi jadwal atau rencana.

       Kesal adalah emosi yang normal dan manusiawi, dan sebagian besar orang mengalami perasaan ini dari waktu ke waktu. Ini adalah reaksi alami terhadap ketidaknyamanan atau ketidakpuasan dalam kehidupan sehari-hari. 

Penting untuk mengelola kesal dengan sehat dan produktif untuk menghindari penumpukan stres dan dampak negatif pada kesejahteraan mental dan fisik. Ini bisa melibatkan teknik relaksasi, berbicara dengan orang yang terkait dengan situasi tersebut, atau mencari cara untuk menyelesaikan masalah yang mungkin muncul.

Jika perasaan kesal atau frustrasi menjadi terus-menerus, berat, atau berdampak pada kesejahteraan mental seseorang, maka istilah medis yang mungkin digunakan adalah "distress psikologis" atau "gangguan suasana hati," tergantung pada karakteristik gejala yang dialami individu. 

Jenis stres tertentu sering buat lansia kesal.
(Sumber: foto canva.com)

Distress psikologis adalah istilah yang digunakan dalam konteks kesehatan mental untuk menggambarkan ketidaknyamanan atau penderitaan psikologis yang dialami seseorang,  dengan berbagai gejala dan pengalaman emosional yang dapat mencakup perasaan seperti kecemasan, depresi, ketidakbahagiaan, kebingungan, kemarahan, dan perasaan tidak mampu mengatasi stres atau tekanan hidup. Lansia, seperti individu pada segala usia, dapat merasa kesal atau frustrasi karena berbagai alasan.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan atau memperburuk perasaan kesal pada lansia meliputi:

💊 Masalah Kesehatan: 

Lansia sering menghadapi masalah kesehatan fisik yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan frustrasi. Rasa sakit kronis, mobilitas terbatas, atau gangguan kesehatan lainnya dapat memicu perasaan kesal.

💊 Keterbatasan Fisik:

Perubahan dalam fisik mereka, seperti penurunan daya penglihatan, pendengaran, atau mobilitas, dapat menyebabkan kesal. Keterbatasan ini bisa memengaruhi kemampuan mereka untuk melakukan tugas-tugas sehari-hari.

💊 Isolasi Sosial: 

Lansia yang mengalami isolasi sosial atau merasa kesepian mungkin merasa kesal karena kurangnya interaksi sosial atau kurangnya dukungan dari teman dan keluarga.

💊 Perubahan Lingkungan: 

Perubahan dalam lingkungan, seperti pindah ke tempat tinggal yang berbeda, bisa menjadi sumber frustrasi bagi lansia. Mereka mungkin merasa tidak nyaman atau kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

Perubahan lingkungan membuat lansia frustrasi dan kesal.
(Sumber: foto canva,com)

💊 Perubahan dalam Peran dan Identitas:

Lansia mungkin mengalami perubahan dalam peran dan identitas mereka seiring penuaan, seperti pensiun atau kehilangan peran sebagai penyandang gawai. Perubahan ini dapat memicu perasaan kesal atau kebingungan.

💊 Masalah Keuangan:

Masalah keuangan, seperti kesulitan dalam mengelola keuangan pensiun atau peningkatan biaya perawatan medis, dapat menyebabkan kesal.

💊 Efek Samping Obat: 

Beberapa obat yang sering digunakan oleh lansia untuk mengelola kondisi medis tertentu dapat memiliki efek samping yang memengaruhi suasana hati dan emosi mereka.

💊 Kehilangan Teman atau Keluarga: 

Kehilangan teman atau anggota keluarga yang dekat dapat sangat menyakitkan dan memicu perasaan kesal atau kesedihan.

💊  Ketidaknyamanan dalam Berkomunikasi:

Kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain, baik karena masalah pendengaran atau gangguan kognitif, dapat menimbulkan frustrasi.

Ciri-ciri kesal pada lansia bisa bervariasi dari satu individu ke individu lainnya, tetapi ada beberapa tanda umum yang dapat menunjukkan perasaan kesal atau frustrasi pada populasi lansia. 

Beberapa ciri kesal pada lansia meliputi:

😌 Perubahan Mood: 

Lansia yang merasa kesal dapat mengalami perubahan mood yang tajam. Mereka mungkin tiba-tiba menjadi lebih iritabel atau marah.

😌 Komunikasi yang Tidak Sabar: 

Mereka dapat menunjukkan ketidakkesabaran dalam berkomunikasi dengan orang lain, seperti berbicara dengan nada yang tajam atau menjawab dengan singkat.

Komunikasi yang tidak sabar dengan menjawab singkat.
(Sumber: foto canva.com)

😌 Kemarahan yang Terlihat: 

Beberapa lansia mungkin mengekspresikan kemarahan mereka melalui ekspresi wajah yang marah, bahasa tubuh yang tegang, atau suara yang keras.

😌 Retraksi Sosial: 

Mereka dapat mulai menghindari interaksi sosial atau menarik diri dari kegiatan yang biasanya mereka nikmati.

😌 Gangguan Tidur:

Perasaan kesal dapat memengaruhi tidur lansia. Mereka mungkin mengalami kesulitan tidur, bangun di malam hari, atau merasa lelah saat bangun tidur.

😌 Ketidakpuasan dengan Perubahan: 

Lansia mungkin merasa kesal terhadap perubahan dalam hidup mereka, seperti masalah kesehatan baru, penurunan mobilitas, atau perubahan dalam rutinitas.

😌 Perubahan dalam Kebiasaan Makan:

Beberapa lansia mungkin mengalami perubahan dalam kebiasaan makan, seperti kehilangan nafsu makan atau kelebihan makan sebagai respons terhadap perasaan kesal.

😌 Keterbatasan Fisik: 

Jika mereka mengalami masalah kesehatan fisik atau mobilitas yang membatasi aktivitas sehari-hari, perasaan kesal dapat meningkat.

😌 Kemarahan terhadap Ketergantungan:

Lansia yang merasa kesal karena perasaan ketergantungan pada orang lain atau kehilangan kemandirian mereka dapat mengekspresikan kemarahan.

😌 Ketidakmampuan Mengatasi Stres: 

Kesulitan dalam mengatasi situasi stres atau perubahan dalam hidup mereka juga dapat menjadi tanda kesal pada lansia.

       Mengatasi perasaan kesal pada lansia memerlukan pendekatan yang sensitif dan pengertian terhadap perubahan yang terjadi dalam hidup mereka. 

Beberapa langkah yang dapat membantu mengatasi perasaan kesal pada lansia:

👂 Bicara dan Mendengar: 

Cobalah untuk mendengarkan dengan sabar ketika lansia ingin berbicara tentang perasaan mereka. Terkadang, hanya dengan memberi mereka kesempatan untuk berbicara dan merasa didengar dapat membantu mereka merasa lebih baik.

👂 Peka terhadap Perubahan: 

Ketika lansia merasa kesal terhadap perubahan dalam hidup mereka, seperti masalah kesehatan, peran yang berubah, atau lingkungan yang berbeda, cobalah untuk memahami perspektif mereka dan membantu mereka menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.

👂 Aktivitas Fisik: 

Aktivitas fisik yang teratur dapat membantu mengurangi stres dan perasaan kesal. Ajak lansia untuk berolahraga ringan atau melakukan aktivitas fisik yang mereka nikmati, sesuai dengan kemampuan mereka.

👂 Terapi atau Konseling: 

Terapis atau konselor yang berpengalaman dalam merawat lansia dapat membantu mereka mengatasi perasaan kesal dengan berbicara tentang masalah emosional mereka dan memberikan dukungan.

👂 Teknik Relaksasi: 

Mengajarkan teknik-teknik relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga dapat membantu lansia meredakan stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional mereka.

👂 Aktivitas Sosial: 

Dorong lansia untuk tetap terlibat dalam aktivitas sosial dan menjalin hubungan dengan teman-teman atau anggota keluarga. Interaksi sosial yang positif dapat mengurangi perasaan kesal.

Interaksi sosial dapat mengurangi perasaan kesal pada lansia.
(Sumber: foto canva.com)

👂 Perhatikan Kesehatan Fisik: 

Pastikan bahwa lansia mendapatkan perawatan medis yang sesuai dan mengelola kondisi kesehatan mereka. Kadang-kadang, perasaan kesal dapat dipicu atau diperburuk oleh masalah kesehatan fisik.

👂 Pemecahan Masalah: 

Bantu lansia untuk mengidentifikasi masalah yang mungkin menyebabkan perasaan kesal dan mencari solusi atau cara mengatasi masalah tersebut.

👂 Bantuan Profesional: 

Jika perasaan kesal berkepanjangan atau parah dan memengaruhi kualitas hidup mereka, pertimbangkan untuk mencari bantuan dari seorang profesional kesehatan mental atau psikolog yang berpengalaman dalam merawat lansia.

👂 Dukungan Keluarga dan Teman: 

Keluarga dan teman-teman memiliki peran penting dalam memberikan dukungan emosional kepada lansia. Jangan ragu untuk menawarkan dukungan, mendengarkan mereka, dan memahami perasaan mereka.

       Mengatasi perasaan kesal pada lansia mungkin memerlukan waktu, dan pendekatan yang efektif dapat berbeda-beda untuk setiap individu. Yang penting adalah menunjukkan pengertian, kesabaran, dan dukungan yang konsisten untuk membantu lansia mengatasi perasaan mereka dengan lebih baik.





Sumber:

https://www.agingcare.com/articles/how-to-handle-an-elderly-parents-bad-behavior-138673.htm

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6572214/

https://www.homecareassistanceoakville.ca/what-makes-older-adults-erupt-in-anger/

https://www.homecareassistancedesmoines.com/whats-making-my-elderly-parent-angry/

https://www.agingcare.com/articles/elderly-temper-tantrums-156852.htm


Trauma Masa Lalu Yang luput Penanganan, Phobia Lansia.

      Phobia masa kanak-kanak paling sering terjadi antara usia 5 dan 9 tahun, dan cenderung berlangsung dalam waktu singkat. Kebanyakan fobia yang bertahan lama dimulai pada usia lanjut, terutama pada orang berusia 20-an. Phobia pada orang dewasa cenderung berlangsung selama bertahun-tahun, dan kecil kemungkinannya untuk hilang dengan sendirinya, kecuali jika diobati.

Phobia adalah istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan ketakutan atau kecemasan yang sangat intens dan tidak wajar terhadap objek, situasi, atau hal tertentu. Ketakutan ini melebihi reaksi yang normal terhadap objek atau situasi tersebut dan sering kali dapat menyebabkan kecemasan yang parah serta mengganggu kualitas hidup seseorang.

Phobia pada orang dewasa cenderung selama bertahun- tahun
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Phobia bisa terjadi terhadap berbagai objek atau situasi yang berbeda, dan setiap phobia biasanya memiliki nama khusus yang menggambarkan apa yang menjadi objek ketakutan tersebut. 

Beberapa contoh phobia yang umum mencakup arachnophobia (ketakutan terhadap laba-laba), acrophobia (ketakutan terhadap ketinggian), claustrophobia (ketakutan terhadap tempat-tempat sempit), dan agoraphobia (ketakutan terhadap situasi di mana seseorang merasa sulit untuk melarikan diri atau mendapatkan bantuan).

Arachnophobia ketakutan terhadap laba-laba.
(Sumber: foto canva.com)

Ada phobia aneh, contoh pogonophobia ( ketakutan terhadap jenggot atau kumis),  ablutophobia ( ketakutan terhadap air atau mandi), linonophobia (ketakutan terhadap benang).

Phobia  sangat mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang karena bisa menghambat mereka dalam menjalani aktivitas yang biasa dan merasa sangat stres atau cemas ketika mereka terpapar dengan objek atau situasi yang menjadi fobia mereka.

Phobia dapat tetap ada sepanjang hidup seseorang, termasuk saat mencapai usia lanjut (lansia). Sejumlah faktor, termasuk pengalaman seumur hidup dan bagaimana seseorang mengelola phobia mereka, dapat mempengaruhi apakah phobia tersebut tetap ada atau berkurang seiring bertambahnya usia. Penyebab phobia tidak selalu jelas dan bisa bervariasi dari satu individu ke individu lainnya.

Beberapa faktor yang dapat berperan dalam pengembangan phobia meliputi:

👤 Pengalaman Traumatik: 

Pengalaman traumatis dalam masa lalu yang terkait dengan objek atau situasi tertentu dapat menjadi pemicu phobia. Misalnya, jika seseorang pernah mengalami serangan ular yang traumatis sebagai anak, mereka mungkin mengembangkan ophidiophobia (ketakutan terhadap ular) di kemudian hari.

Pengalaman trauma masa  lalu pemicu phobia.
(Sumber: foto canva.com)

👤 Faktor Genetik dan Keturunan:

Penelitian menunjukkan bahwa ada faktor genetik yang dapat memengaruhi rentan seseorang terhadap phobia. Jika ada riwayat phobia dalam keluarga, seseorang mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan phobia.

👤 Belajar Melalui Model (Modeling): 

Kadang-kadang, seseorang dapat mengembangkan phobia dengan melihat reaksi ketakutan atau kecemasan yang ditunjukkan oleh orang lain. Ini terutama mungkin terjadi pada anak-anak yang mengamati orang dewasa yang takut pada sesuatu.

👤 Kondisi Lingkungan: 

Lingkungan di mana seseorang dibesarkan juga bisa memainkan peran dalam perkembangan phobia. Pengalaman negatif atau tekanan sosial di masa lalu terkait dengan objek atau situasi tertentu dapat mempengaruhi pembentukan phobia.

Lingkungan berperan dalam memicu phobia.
(Sumber: foto canva.com)

👤 Kondisi Neurobiologis:

Beberapa penelitian menunjukkan adanya perubahan dalam otak dan fungsi neurotransmitter pada individu dengan phobia. Ini mungkin memengaruhi bagaimana seseorang merespons situasi atau objek yang menjadi fobia mereka.

👤 Stres dan Kecemasan Kronis:

Stres berkepanjangan atau kecemasan kronis dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengembangkan phobia. Kondisi seperti gangguan kecemasan umum dapat meningkatkan rentan seseorang terhadap phobia.

👤 Kontrol yang Hilang:

Rasa kehilangan kendali dalam situasi tertentu atau kurangnya pemahaman tentang bagaimana mengatasi situasi tertentu dapat menjadi faktor pemicu phobia.

👤 Faktor Kognitif: 

Bagaimana seseorang memproses informasi dan berpikir tentang situasi tertentu juga dapat memengaruhi perkembangan phobia. Misalnya, bila seseorang cenderung berfokus pada aspek-aspek negatif dari suatu situasi atau memiliki pemikiran yang berlebihan tentang risiko, mereka lebih mungkin mengembangkan phobia.

       Phobia adalah masalah kompleks yang melibatkan interaksi antara faktor genetik, lingkungan, psikologis, dan neurobiologis. Tidak semua orang yang menghadapi situasi atau objek yang sama akan mengembangkan phobia.  

Daftar phobia yang sering terjadi:

  • Arachnophobia: Ketakutan terhadap laba-laba.
  • Claustrophobia: Ketakutan terhadap tempat-tempat sempit atau terkurung.
  • Acrophobia: Ketakutan terhadap ketinggian.
  • Agoraphobia: Ketakutan terhadap tempat-tempat atau situasi yang sulit untuk melarikan diri atau mendapatkan bantuan.
  • Katsaridaphobia: Ketakutan terhadap kecoa.
Katsaridaphobia takut terhadap kecoa
(Sumber: foto canva.com)

  • Sosial Phobia (Kecemasan Sosial): Ketakutan berlebihan terhadap situasi sosial atau interaksi dengan orang lain.
  • Ophidiophobia: Ketakutan terhadap ular.

  • Ophidiophobia ketakutan terhadap ular;
    (Sumber: foto canva.com)

  • Aviophobia: Ketakutan terhadap penerbangan atau terbang.
  • Dentophobia: Ketakutan terhadap perawatan gigi atau kunjungan ke dokter gigi.
  • Nyctophobia: Ketakutan terhadap gelap atau kegelapan.
  • Hemophobia: Ketakutan terhadap darah.
  • Claustrophobia: Ketakutan terhadap tempat-tempat yang sempit atau terkurung.
Claustrophobia takut terhadap tempat sempit.
(Sumber: foto canva.com)

  • Trypophobia: Ketakutan terhadap pola-pola kecil atau berlubang.
  • Thanatophobia: Ketakutan terhadap kematian atau proses kematian.
  • Pteromerhanophobia: Ketakutan terhadap terbang.
  • Mysophobia: Ketakutan terhadap kuman atau kekotoran.
  • Astraphobia: Ketakutan terhadap petir dan badai petir.
  • Necrophobia: Ketakutan terhadap mayat atau kematian.
  • Automatonophobia: Ketakutan terhadap boneka, manekin, atau benda-benda manusia tiruan.
  • Cynophobia: Ketakutan terhadap anjing.
  • Entomophobia: Ketakutan terhadap serangga.
  • Aichmophobia: Ketakutan terhadap benda tajam seperti pisau atau jarum.
  • Triskaidekaphobia: Ketakutan terhadap angka 13.
  • Ergophobia: Ketakutan terhadap pekerjaan atau bekerja.
  • Selachophobia: Ketakutan terhadap hiu.
  • Taphophobia: Ketakutan terhadap kuburan atau pemakaman.
  • Pediophobia: Ketakutan terhadap anak kecil atau bayi.
  • Telephonophobia: Ketakutan terhadap telepon atau berbicara di telepon.
  • Anthropophobia: Ketakutan terhadap orang atau masyarakat.
  • Eisoptrophobia: Ketakutan terhadap refleksi dalam cermin.

       Phobia atau ketakutan ekstrem dapat muncul pada lansia seperti pada usia yang lebih muda, dan jenis phobia yang dialami seseorang dapat bervariasi secara signifikan. Ketakutan yang dianggap aneh atau tidak umum pada lansia tidak selalu berbeda dari ketakutan yang mungkin dialami oleh kelompok usia lainnya.

Sifat "aneh" atau "tidak umum" dari phobia sering kali tergantung pada norma sosial dan budaya tertentu. Dalam beberapa budaya atau komunitas, beberapa phobia yang mungkin dianggap aneh atau tidak umum di tempat lain bisa sangat nyata dan signifikan. 

Beberapa contoh phobia yang  dianggap aneh, baik pada lansia maupun pada kelompok usia lain:

  • Nomophobia: Ketakutan terhadap tidak memiliki akses ke telepon seluler atau perangkat elektronik.
  • Geniophobia: Ketakutan terhadap rambut manusia, terutama rambut yang jatuh atau terlepas dari kepala.
  • Aulophobia: Ketakutan terhadap serangan atau bunyi terompet.
  • Allodoxaphobia: Ketakutan terhadap mendengar pendapat orang lain tentang diri sendiri.
  • Xanthophobia: Ketakutan terhadap warna kuning.
  • Ablutophobia: Ketakutan terhadap mandi atau mencuci tubuh.
  • Chorophobia: Ketakutan terhadap menari.
  • Arachibutyrophobia: Ketakutan terhadap mentega kacang menempel di langit-langit mulut.
  • Phobophobia: Ketakutan terhadap ketakutan itu sendiri.
  • Turophobia: Ketakutan terhadap keju.
  • Barophobia: Ketakutan terhadap tekanan gravitasi.
  • Agyrophobia: Ketakutan terhadap menyeberang jalan.
  • Hippopotomonstrosesquipedaliophobia: Ironisnya, ini adalah phobia terhadap kata-kata yang panjang dan sulit dieja.
  • Papaphobia: Ketakutan terhadap Paus atau gereja Katolik.
  • Phagophobia: Ketakutan terhadap menelan makanan.
  • Cacophobia: Ketakutan terhadap kotoran.
  • Pogonophobia: Ketakutan terhadap jenggot atau kumis.

  • Pogonophobia takut terhadap kumis
    (Sumber: foto canva.com)

  • Ablutophobia: Ketakutan terhadap air atau mandi.
  • Linonophobia: Ketakutan terhadap benang.
  • Omphalophobia: Ketakutan terhadap pusar atau bekas luka pusar.

       Mengobati phobia pada lansia memerlukan pendekatan yang penuh perhatian dan berfokus pada kebutuhan unik lansia. 

Beberapa langkah yang dapat membantu mengatasi phobia pada lansia:

😇 Edukasi: 

Edukasi adalah langkah pertama yang penting. Terapis atau profesional kesehatan mental harus menjelaskan phobia kepada lansia, termasuk asal-usulnya dan bagaimana phobia tersebut memengaruhi tubuh dan pikiran mereka. Ini dapat membantu mengurangi rasa malu atau ketidakpercayaan diri yang mungkin dirasakan oleh lansia.

😇 Terapi Kognitif-Perilaku (CBT): 

CBT adalah metode terapi yang sangat efektif untuk mengatasi phobia. Dalam CBT, lansia akan bekerja dengan seorang terapis untuk mengidentifikasi pemikiran negatif dan perilaku yang berkaitan dengan phobia, serta mempraktikkan teknik-teknik untuk mengubah pemikiran dan respons mereka terhadap objek atau situasi yang menjadi fobia. CBT juga dapat membantu lansia mengatasi reaksi fisik seperti keringat berlebihan atau detak jantung yang meningkat saat mereka menghadapi phobia.

😇 Terapi Eksposur: 

Terapi eksposur melibatkan pemaparan bertahap terhadap objek atau situasi yang menjadi fobia. Ini dapat membantu lansia untuk merespons objek atau situasi tersebut dengan lebih baik seiring berjalannya waktu dan mengurangi kecemasan mereka.

😇 Relaksasi dan Teknik Manajemen Stres:

Mengajarkan lansia teknik pernapasan dalam, meditasi, atau relaksasi progresif dapat membantu mereka mengatasi kecemasan saat menghadapi phobia.

😇 Dukungan Sosial: 

Mendapatkan dukungan dari keluarga, teman, atau kelompok dukungan dapat membantu lansia merasa didukung dan tidak sendirian dalam mengatasi phobia. Teman atau keluarga juga dapat membantu dengan latihan eksposur atau memberikan dukungan moral.

😇 Penggunaan Obat:

Dalam beberapa kasus, dokter atau psikiater dapat meresepkan obat untuk membantu mengatasi gejala kecemasan yang terkait dengan phobia. Obat-obatan seperti benzodiazepin atau antidepresan tertentu dapat membantu mengurangi kecemasan, tetapi perlu diresepkan dan dimonitor oleh dokter.

😇 Terapi Kelompok:

Terapi kelompok dapat menjadi pilihan bagi lansia yang merasa nyaman berbicara tentang phobia mereka dengan orang lain yang mengalami masalah serupa. Terapis atau kelompok dukungan dapat memberikan dukungan tambahan dalam mengatasi phobia.

😇 Perawatan Jangka Panjang: 

Perawatan phobia mungkin memerlukan waktu yang beragam tergantung pada tingkat parah phobia dan respons individu terhadap terapi. Oleh karena itu, lansia mungkin perlu melanjutkan perawatan jangka panjang untuk memastikan keberhasilan.

       Mengatasi phobia memerlukan waktu dan kesabaran. Dalam banyak kasus, perawatan yang efektif dapat membantu lansia mengatasi phobia mereka dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami phobia yang mengganggu, sebaiknya mencari bantuan profesional dari seorang terapis atau dokter yang berpengalaman dalam pengelolaan kecemasan dan phobia.




Sumber:

https://www.health.harvard.edu/a_to_z/phobia-a-to-z

https://www.verywellmind.com/list-of-phobias-2795453

https://en.wikipedia.org/wiki/Phobia

https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/phobias

https://www.mind.org.uk/information-support/types-of-mental-health-problems/phobias/about-phobias/

Thursday, 7 September 2023

Setelah Covid -19, Lansia Kena Anosmia dan Hyposmia

      Sebuah penelitian menunjukkan, kehilangan indra penciuman kemungkinan menjadi pertanda penularan Covid-19 yang lebih meyakinkan dibandingkan batuk dan demam, karena kehilangan penciuman tanpa hidung tersumbat atau berair.  Kemungkinan terjadi karena virus telah menyerang sel-sel yang berada di bagian belakang hidung, tenggorokan dan lidah. Ini berbeda dari pengalaman mereka yang terkena flu biasa, ketika perubahan indra penciuman dan rasa, terjadi karena saluran pernapasan tersumbat.

Penyakit penciuman yang paling umum diderita oleh lansia adalah anosmia (kehilangan kemampuan mencium bau sepenuhnya) dan hyposmia (penurunan kemampuan mencium bau). Ini adalah gangguan penciuman yang sering terjadi seiring bertambahnya usia, meskipun tidak semua lansia mengalaminya.

Penyakit gangguan penciuman pada lansia adalah anosmia.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Mencium bau adalah salah satu kemampuan penciuman manusia dan hewan. Penciuman adalah salah satu indra yang memungkinkan kita mendeteksi dan mengidentifikasi berbagai aroma dan bau di sekitar kita. 

Penciuman adalah indra untuk mendeteksi aroma.
(Sumber: foto canva.com)

Cara kita mencium bau melibatkan beberapa langkah dasar:

 ðŸ‘ƒ Perubahan di Lingkungan: 

Terlebih dahulu, ada zat-zat kimia yang menguap dari objek atau substansi tertentu ke udara. Ini bisa menjadi zat yang menghasilkan bau seperti makanan, bunga, atau benda-benda lainnya.

👃 Inhalasi:

Ketika Anda menghirup udara, partikel-partikel zat kimia ini masuk ke dalam hidung Anda bersama dengan udara.

👃 Proses Penciuman: 

Di dalam hidung, ada jaringan yang disebut epitel olfaktori yang terletak di dalam rongga hidung. Jaringan ini berisi sel-sel penciuman yang memiliki reseptor bau. Ketika zat kimia mencapai sel-sel ini, mereka berinteraksi dengan reseptor dan mengirimkan sinyal ke otak melalui saraf olfaktori.

👃 Pengolahan di Otak: 

Otak Anda memproses sinyal dari sel-sel penciuman dan mengidentifikasi bau yang terdeteksi. Ini memungkinkan Anda mengenali bau makanan yang sedang dimasak, bunga yang sedang mekar, atau bau lainnya.

Setiap orang memiliki ambang batas yang berbeda dalam mendeteksi dan mengidentifikasi bau. Beberapa orang memiliki penciuman yang lebih sensitif daripada yang lain, sementara yang lain mungkin mengalami penurunan fungsi penciuman karena berbagai alasan seperti penyakit atau penuaan. Penciuman adalah indra yang penting dalam pengalaman manusia karena dapat mempengaruhi rasa makanan, pengenalan lingkungan, dan respons emosional terhadap berbagai aroma.

Beberapa penyakit dan kondisi yang dapat mempengaruhi penciuman seseorang, antara lain:

📛 Anosmia: 

Anosmia adalah kondisi di mana seseorang kehilangan kemampuan untuk mencium bau sepenuhnya. Ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk infeksi sinus, cedera kepala, alergi, polip hidung, atau penyakit neurologis seperti penyakit Alzheimer.

📛 Hyposmia:

Hyposmia adalah penurunan kemampuan penciuman sehingga seseorang hanya dapat mencium bau dengan intensitas yang lebih rendah daripada biasanya. Ini bisa menjadi gejala dari kondisi medis seperti penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer, atau cedera kepala.

Penurunan kemampuan penciuman karena cedera kepala/
(Sumber: foto canva.com)

📛 Parosmia:

Parosmia adalah gangguan penciuman di mana seseorang mencium bau yang tidak benar atau bau yang biasanya menyenangkan menjadi tidak enak. Ini bisa terjadi setelah cedera kepala atau infeksi hidung.

📛 Phantosmia:

Phantosmia adalah kondisi di mana seseorang mencium bau yang sebenarnya tidak ada. Ini bisa terjadi dalam berbagai situasi, termasuk migrain, epilepsi, atau gangguan penciuman idiopatik.

📛 Sinusitis: 

Infeksi sinus, atau sinusitis, dapat menyebabkan hidung tersumbat dan menyebabkan penurunan penciuman sementara.

📛 Merokok:

Merokok secara berkepanjangan dapat merusak sel-sel penciuman dalam hidung dan mengganggu kemampuan seseorang untuk mencium bau dengan benar.

📛  Tumor Nasal: 

Tumor di dalam hidung atau di daerah sekitarnya dapat mengganggu penciuman karena tekanan yang mereka hasilkan pada jaringan penciuman.

📛 Penyakit COVID-19: 

Salah satu gejala umum dari infeksi COVID-19 adalah kehilangan atau penurunan kemampuan penciuman (anosmia atau hyposmia). Ini dapat terjadi sebagai gejala tunggal atau bersama dengan gejala lainnya.

Gejala umum Covid-19 kehilangan penciuman.
(Sumber: foto canva.com)

Beberapa alasan mengapa gangguan penciuman dapat lebih umum pada lansia:

👴 Penuaan Alami:

Seiring bertambahnya usia, banyak orang mengalami penurunan alami dalam fungsi penciuman. Sel-sel penciuman di hidung dapat menjadi kurang sensitif seiring berjalannya waktu.

👴 Kondisi Kesehatan: 

Lansia lebih rentan terhadap kondisi kesehatan tertentu yang dapat memengaruhi penciuman, seperti penyakit sinus, alergi, atau penyakit neurologis seperti penyakit Alzheimer atau Parkinson.

👴 Efek Obat-obatan:

Lansia sering kali mengonsumsi lebih banyak obat daripada orang muda, dan beberapa obat dapat memengaruhi penciuman sebagai efek sampingnya.

Beberapa obat dapat memengaruhi penciuman.
(Sumber: canva.com)

👴 Risiko Infeksi: 

Lansia mungkin lebih rentan terhadap infeksi yang dapat memengaruhi penciuman, seperti infeksi sinus atau infeksi pernapasan atas.

👴 Perubahan Hormonal:

Perubahan hormonal yang terjadi seiring penuaan juga dapat memengaruhi penciuman pada beberapa kasus.

       Penurunan penciuman dapat terjadi secara alami seiring bertambahnya usia, penting untuk memahami bahwa gangguan penciuman dapat memiliki dampak signifikan pada kualitas hidup lansia. Misalnya, dapat mempengaruhi selera makan mereka dan kemampuan untuk mendeteksi bau-bau yang berpotensi berbahaya, seperti bau gas bocor atau bau makanan yang telah basi.

Lansia yang terkena masalah penciuman atau gangguan penciuman seperti anosmia (kehilangan kemampuan mencium bau sepenuhnya) atau hyposmia (penurunan kemampuan mencium bau) mungkin mengalami beberapa gejala.

Beberapa gejala gangguan penciumana:

👃 Kehilangan Kemampuan Mencium Bau: 

Gejala utama adalah kehilangan kemampuan untuk mencium bau atau penurunan signifikan dalam kemampuan mencium bau. Seseorang mungkin tidak lagi dapat mendeteksi aroma makanan, bunga, atau bau sehari-hari lainnya.

👃 Perubahan Selera Makan:

Gangguan penciuman dapat menyebabkan perubahan selera makan. Lansia yang tidak dapat mencium bau makanan dengan baik mungkin kehilangan selera makan atau menemukan bahwa makanan yang mereka konsumsi menjadi kurang enak.

👃 Kesulitan Mengidentifikasi Aroma:

Orang yang mengalami gangguan penciuman mungkin kesulitan mengidentifikasi aroma tertentu atau mungkin salah mengenali bau. Misalnya, mereka mungkin merasa bahwa makanan yang seharusnya harum, seperti bunga, malah berbau tidak enak.

👃 Ketidaknyamanan Sosial:

 Gangguan penciuman juga dapat menyebabkan ketidaknyamanan sosial. Seseorang mungkin tidak ingin berpartisipasi dalam aktivitas sosial yang melibatkan makanan atau menghindari makan di luar karena mereka tidak dapat menikmati makanan dengan baik.

👃 Penurunan Kesadaran Akan Bau Berbahaya: 

Kemampuan untuk mendeteksi bau-bau yang berpotensi berbahaya, seperti bau gas bocor atau bau asap, dapat menurun. Ini bisa menjadi masalah keamanan.

👃 Kecemasan atau Depresi: 

Bagi beberapa orang, kehilangan kemampuan mencium bau dan perubahan dalam pengalaman rasa makanan dapat menyebabkan perasaan kecemasan atau depresi.

        Pengobatan gangguan penciuman pada lansia akan bergantung pada penyebab dan jenis gangguan penciuman yang dialami. Di beberapa kasus, pengobatan mungkin memungkinkan untuk memulihkan atau meningkatkan penciuman, sementara di kasus lain, pengobatan lebih berfokus pada mengelola gejalanya. 

Beberapa langkah yang dapat diambil dalam pengobatan gangguan penciuman pada lansia:

📋 Penilaian Medis: 

Langkah pertama adalah berkonsultasi dengan dokter atau profesional kesehatan. Mereka akan melakukan penilaian medis lengkap untuk mengidentifikasi penyebab gangguan penciuman. Penyebab dapat bervariasi dari infeksi hingga kondisi kesehatan kronis seperti alergi atau penyakit neurologis.

📋 Pengobatan Penyebab Dasar: 

Jika gangguan penciuman disebabkan oleh penyakit atau kondisi tertentu, pengobatan akan ditujukan pada penyebab dasarnya. Misalnya, jika infeksi sinus adalah penyebabnya, dokter mungkin meresepkan antibiotik untuk mengobatinya.

📋 Perubahan Obat:

Jika penggunaan obat-obatan merupakan penyebab gangguan penciuman, dokter mungkin akan meninjau atau mengganti obat-obatan tersebut dengan alternatif yang lebih aman atau dengan efek samping yang lebih ringan.

📋 Terapi Pemulihan Penciuman: 

Untuk beberapa kasus, terapi khusus seperti terapi bau atau terapi latihan penciuman dapat membantu memulihkan kemampuan mencium bau. Terapi ini dapat dilakukan di bawah pengawasan profesional kesehatan.

📋 Perubahan Gaya Hidup: 

Menjaga pola makan yang sehat dan menghindari faktor-faktor yang dapat merusak penciuman, seperti merokok, juga dapat membantu. Lansia harus berusaha untuk menjaga kesehatan dan kebersihan hidung mereka.

📋 Dukungan Psikologis: 

Jika gangguan penciuman menyebabkan kecemasan, depresi, atau masalah emosional lainnya, dukungan psikologis atau konseling dapat sangat membantu.

📋 Penggunaan Tambahan: 

Kadang-kadang, lansia dengan gangguan penciuman mungkin perlu menggunakan alat atau teknik tambahan untuk membantu mereka mengidentifikasi bau, seperti label pada makanan atau perangkat elektronik penciuman.

Tidak semua kasus gangguan penciuman dapat diobati sepenuhnya. Dalam beberapa kasus, gangguan penciuman dapat menjadi permanen atau memerlukan pengelolaan jangka panjang. Konsultasikan dengan dokter untuk merinci opsi pengobatan yang paling sesuai





Sumber:

https://www.webmd.com/brain/anosmia-loss-of-smell

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482152/

https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/21859-anosmia-loss-of-sense-of-smell

https://en.wikipedia.org/wiki/Anosmia

https://med.uth.edu/orl/2020/01/09/hyposmia-and-anosmia