Thursday, 1 August 2024

Menghadapi Situasi yang Tidak Menyenangkan di Usia Lanjut

         Apakah Anda mengalami proses penuaan dan mendapati bahwa hal-hal yang dulu Anda nikmati kini mulai terasa tidak menyenangkan? Atau apakah toleransi Anda terhadap hal-hal yang dulu dapat diterima kini berkurang secara signifikan?

Fenomena ini sering kali ditandai dengan meningkatnya rasa frustrasi terhadap situasi atau aktivitas yang sebelumnya tidak mengganggu, atau bahkan yang pernah memberikan kenikmatan. Perubahan persepsi dan reaksi ini adalah bagian alami dari proses tumbuh dewasa dan penuaan.

Banyak hal tidak disukai lansia.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
Beberapa hal yang seringkali tidak disukai oleh lansia:

Kesepian dan Isolasi Sosial:
Lansia sering kali merasa terisolasi dari keluarga dan teman-teman mereka. Penelitian menunjukkan bahwa kesepian dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik lansia.

Kehilangan Kemandirian:
Ketergantungan pada orang lain untuk melakukan kegiatan sehari-hari dapat membuat lansia merasa frustasi dan tidak berdaya. Kehilangan kemampuan untuk mengurus diri sendiri adalah salah satu hal yang paling ditakuti dan dibenci oleh lansia.

Kehilangan Fungsi Fisik dan Kognitif:
Penurunan kemampuan fisik dan kognitif dapat menyebabkan rasa tidak berdaya dan depresi. Lansia sering merasa frustasi karena tidak bisa melakukan aktivitas yang sebelumnya bisa mereka lakukan dengan mudah.

Ketidakpedulian atau Kurangnya Perhatian dari Orang Lain:
Kurangnya perhatian atau pengabaian dari keluarga, teman, atau masyarakat dapat membuat lansia merasa tidak dihargai dan tidak diinginkan. Saat individu memasuki usia senja, mereka sering kali menghadapi berkurangnya rasa hormat dari generasi muda. 

Ketidakhormatan terhadap individu yang lebih tua menjadi semakin membuat frustrasi dan menyakitkan. Orang dewasa yang lebih tua ingin diperlakukan dengan bermartabat, bijaksana, dan diakui atas pengalaman hidup mereka. Mereka menghargai pemahaman antargenerasi dan bercita-cita untuk masyarakat yang menghormati kebijaksanaan dan kontribusi anggotanya yang lebih tua.

Perubahan Lingkungan Hidup:
Pindah ke tempat tinggal yang baru, seperti panti jompo, bisa menjadi pengalaman yang menakutkan dan tidak menyenangkan bagi lansia. Mereka mungkin merasa kehilangan tempat yang mereka anggap rumah.

Stigma dan Diskriminasi Usia:
Lansia sering kali menghadapi diskriminasi berdasarkan usia, yang dapat mempengaruhi harga diri mereka dan membuat mereka merasa tidak dihargai.

Teknologi yang Tidak Dapat Diandalkan:
Meskipun kemajuan teknologi tidak diragukan lagi telah mengubah hidup kita, orang-orang yang lebih tua mungkin merasa frustrasi dengan ketidakandalannya. Laju inovasi teknologi yang cepat dapat membuat sebagian orang merasa kewalahan dan kesulitan untuk mengikutinya. 

Gangguan yang sering terjadi, pembaruan perangkat lunak, dan masalah kompatibilitas dapat menjadi sumber gangguan utama. Kesederhanaan dan keandalan menjadi kualitas yang sangat dihargai dalam teknologi karena orang-orang mencari kemudahan penggunaan dan ketenangan pikiran.

Beberapa faktor utama yang sering menjadi sumber ketidaknyamanan dan kebencian bagi  lansia.

Penyalahgunaan Lansia: 
Salah satu masalah terbesar yang dihadapi lansia adalah penyalahgunaan, baik secara fisik, psikologis, finansial, maupun emosional. WHO melaporkan bahwa sekitar 1 dari 6 orang berusia 60 tahun ke atas mengalami penyalahgunaan dalam setahun terakhir. Penyalahgunaan ini bisa terjadi di komunitas maupun di institusi seperti panti jompo, dengan angka yang sangat mengkhawatirkan​.

Ageisme: 
Lansia sering kali mengalami diskriminasi usia atau ageisme, yang merupakan sikap negatif atau stereotip tentang orang yang lebih tua. Ini mencakup pandangan bahwa orang tua adalah beban atau tidak berguna. Ageisme bisa berdampak signifikan pada kesehatan mental dan kesejahteraan lansia, membuat mereka merasa tidak dihargai atau diabaikan dalam masyarakat​ ​.

Persepsi Sosial Negatif: Masyarakat sering kali memandang penuaan sebagai masa penurunan atau kemunduran, dan lansia sering dianggap sebagai versi lemah dan kurang menarik dari diri mereka yang lebih muda. Stigma ini dapat membuat lansia merasa terisolasi dan kehilangan harga diri mereka​.

Faktor-faktor ini menciptakan lingkungan di mana lansia mungkin merasa tidak dihargai dan terpinggirkan, yang pada akhirnya mempengaruhi kesejahteraan mereka secara keseluruhan. Upaya untuk mengatasi masalah ini melibatkan pendidikan masyarakat tentang nilai dan kontribusi lansia serta mendorong sikap yang lebih inklusif dan hormat terhadap mereka.

        Mengatasi ketidaksukaan pada lansia memerlukan pendekatan yang holistik, melibatkan aspek fisik, mental, dan emosional. 

Beberapa strategi yang dapat membantu:

Memahami Penyebabnya: Identifikasi penyebab ketidaksukaan, apakah terkait perubahan fisik, kesehatan mental, atau lingkungan sosial. Mengetahui penyebabnya adalah langkah pertama dalam mencari solusi.

Menciptakan Lingkungan yang Mendukung: Pastikan lingkungan fisik nyaman dan aman. Penyesuaian kecil seperti pencahayaan yang baik, pengaturan suhu ruangan, dan perabotan yang mudah dijangkau dapat meningkatkan kenyamanan.

Melibatkan dalam Aktivitas Bermakna: Dorong partisipasi dalam aktivitas yang memberikan rasa tujuan dan kepuasan. Ini bisa berupa hobi lama, kegiatan sosial, atau aktivitas fisik yang ringan seperti berjalan kaki.

Menjaga Kesehatan Mental: Dukungan psikologis penting. Terapis atau konselor bisa membantu mengatasi perasaan frustrasi dan kecemasan. Meditasi, latihan pernapasan, dan teknik relaksasi juga bermanfaat.

Menjalin Hubungan Sosial: Rasa kesepian dan isolasi dapat memperburuk ketidaksukaan. Berinteraksi dengan keluarga, teman, atau komunitas dapat memberikan dukungan emosional dan meningkatkan suasana hati.

Mengatur Pola Makan dan Tidur: Pola makan yang sehat dan tidur yang cukup dapat mempengaruhi suasana hati dan energi. Konsumsi makanan bergizi dan cukup tidur sangat penting untuk kesejahteraan keseluruhan.

Mengelola Kesehatan Fisik: Rutin memeriksakan kesehatan dan mengikuti anjuran medis untuk kondisi kronis dapat meningkatkan kualitas hidup. Aktivitas fisik yang sesuai dengan kemampuan juga membantu menjaga kebugaran.

Memberikan Dukungan Emosional: Berbicara dan mendengarkan dengan empati sangat penting. Dukungan dari orang terdekat dapat memberikan rasa aman dan dihargai.

Menghindari Overstimulasi: Batasi paparan terhadap situasi yang dapat menyebabkan stres atau kecemasan. Berikan waktu untuk istirahat dan relaksasi.

Melibatkan Lansia dalam Keputusan: Memberikan peran dalam pengambilan keputusan terkait kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan rasa kontrol dan kepuasan diri.

Dengan pendekatan yang terintegrasi dan penuh perhatian, ketidaksukaan pada lansia dapat dikelola dengan lebih efektif, memungkinkan mereka menikmati masa tua dengan lebih baik.




Sumber:

https://adimesaved.com/things-people-hate-more-the-older-they-get

https://www.agingcare.com/articles/deal-with-too-much-complaining-from-elders-141481.htm

https://www.agingcare.com/articles/how-to-handle-an-elderly-parents-bad-behavior-138673.htm

https://www.justice.gc.ca/eng/rp-pr/cj-jp/fv-vf/crim/sum-som.html?wbdisable=true

https://www.nhs.uk/mental-health/feelings-symptoms-behaviours/feelings-and-symptoms/loneliness-in-older-people/


Tuesday, 30 July 2024

Menunda-nunda Pekerjaan: Memahami dan Mengatasi Prokrastinasi Lansia

      Biasanya, para lansia menunda tugas-tugas seperti memperbarui surat wasiat, menghadiri janji temu medis, atau mengatur bantuan hidup sehari-hari . Setiap tugas ini sangat penting. Mengabaikannya dapat menyebabkan permasalahan di kemudian hari.

Prokrastinasi pada lansia adalah perilaku menunda-nunda pekerjaan atau tugas yang seharusnya dilakukan oleh individu yang sudah berusia lanjut. Meskipun prokrastinasi bisa terjadi pada siapa saja, termasuk pada lansia, ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi perilaku ini pada kelompok usia tersebut.
Menunda-nunda pekerjaan  dapat terjadi pada siapa saja.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
Penyebab Prokrastinasi pada Lansia:

Penurunan Kognitif: Lansia mungkin mengalami penurunan kognitif yang membuat mereka lebih sulit untuk memfokuskan perhatian, merencanakan, atau menyelesaikan tugas.

Kesehatan Fisik: Masalah kesehatan fisik seperti nyeri kronis, kelelahan, atau penyakit lainnya dapat membuat mereka enggan atau menunda-nunda aktivitas tertentu.

Depresi dan Kecemasan: Lansia yang mengalami depresi atau kecemasan mungkin merasa kurang termotivasi untuk menyelesaikan tugas atau merasa cemas tentang kemampuan mereka untuk melakukannya dengan baik.

Kurangnya Rasa Urgensi: Lansia yang sudah pensiun mungkin merasa bahwa mereka memiliki lebih banyak waktu untuk menyelesaikan tugas dan kurang merasakan tekanan untuk segera menyelesaikannya.

Ketergantungan pada Orang Lain: Lansia yang bergantung pada bantuan orang lain untuk menyelesaikan tugas sehari-hari mungkin menunda-nunda karena merasa bahwa tugas tersebut akan dilakukan oleh orang lain.

Dampak Prokrastinasi pada Lansia:

Penurunan Kualitas Hidup: Menunda-nunda tugas penting seperti pengobatan, pemeriksaan kesehatan, atau perawatan diri dapat mengurangi kualitas hidup dan memperburuk kondisi kesehatan.

Stres dan Kecemasan: Prokrastinasi dapat menyebabkan stres dan kecemasan karena tugas yang belum selesai terus membayangi pikiran.

Hubungan Sosial: Menunda-nunda tugas atau janji dapat mempengaruhi hubungan dengan keluarga, teman, atau penyedia layanan kesehatan.

Penurunan Produktivitas: Lansia yang sering menunda-nunda mungkin merasa kurang produktif dan tidak puas dengan pencapaian mereka sehari-hari.

Mengatasi Prokrastinasi pada Lansia:

Buat Jadwal Rutin: Membuat jadwal harian atau mingguan dapat membantu lansia mengatur waktu mereka dengan lebih baik.

Tetapkan Tujuan yang Realistis: Membagi tugas besar menjadi tugas-tugas kecil yang lebih mudah dicapai dapat membantu mengurangi rasa kewalahan.

Bantuan dan Dukungan: Mencari bantuan dari keluarga, teman, atau penyedia layanan kesehatan dapat membantu lansia menyelesaikan tugas yang menantang.

Terapi dan Konseling: Jika prokrastinasi terkait dengan masalah kesehatan mental seperti depresi atau kecemasan, terapi atau konseling dapat sangat bermanfaat.

Aktivitas Fisik dan Mental: Mengikuti aktivitas fisik dan mental yang teratur dapat membantu meningkatkan energi dan motivasi.

       Dengan pendekatan yang tepat, lansia dapat mengurangi perilaku prokrastinasi dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Setiap tugas yang diselesaikan merupakan langkah menuju ketenangan pikiran. Ini bukan hanya tentang tugas itu sendiri, tetapi tentang kualitas hidup dan kemandirian. Jadi, ambillah langkah pertama itu. Jangkau, cari bantuan, dan mulailah mengubah penundaan menjadi tindakan.



Sumber:

https://withalittlehelp.com/overcoming-procrastination-for-seniors 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6039828/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10049005/

https://mural.maynoothuniversity.ie/18495 

https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/13607863.2024.2345781#abstract

Wednesday, 24 July 2024

Penderitaan Tak Berujung: Dampak Penyakit Kronis pada Lansia

        Lansia dengan penyakit kronis sering mengungkapkan perasaan mereka melalui berbagai ucapan yang mencerminkan tantangan fisik dan emosional yang mereka hadapi. 

Beberapa contoh ucapan yang sering diucapkan oleh lansia dengan penyakit kronis:
  • "Setiap hari rasanya sakit."
  • "Sekarang, berjalan sedikit saja membuat saya lelah."
  • "Kegiatan sehari-hari terasa sangat berat sekarang."
  • "Saya sering kali merasa menjadi beban bagi keluarga saya."
  • "Sulit untuk tetap optimis ketika setiap hari rasanya sulit."
Penyakit kronis pada lansia berdampak penderitaan.
(Sumber: foto Dwipatri club)
Beberapa penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan namun dapat bertahan lama pada lansia meliputi:

Diabetes Mellitus Tipe 2: Penyakit ini ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi dan membutuhkan pengelolaan seumur hidup melalui diet, olahraga, dan pengobatan.

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi): Kondisi ini memerlukan pengendalian dengan obat-obatan dan perubahan gaya hidup.

Arthritis (Radang Sendi): Terutama osteoarthritis, penyakit ini menyebabkan nyeri dan kekakuan pada sendi dan tidak dapat disembuhkan, tetapi gejalanya dapat dikelola.

Penyakit Jantung: Termasuk penyakit arteri koroner, yang membutuhkan manajemen seumur hidup melalui obat-obatan, diet, dan olahraga.

Alzheimer dan Demensia: Penyakit neurodegeneratif ini menyebabkan penurunan fungsi kognitif dan tidak ada obatnya, tetapi ada pengobatan yang dapat membantu memperlambat perkembangannya.

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK): Penyakit paru-paru ini menyebabkan kesulitan bernapas dan memerlukan pengelolaan jangka panjang dengan obat-obatan dan terapi oksigen.

Penyakit-penyakit ini memerlukan perawatan dan pengelolaan yang berkelanjutan untuk menjaga kualitas hidup pasien.
       
Harapan Hidup dengan Penyakit Kronis.
       Lama harapan hidup lansia dengan penyakit kronis dapat bervariasi tergantung pada beberapa faktor seperti jenis penyakit, tingkat keparahan, pengelolaan penyakit, gaya hidup, dan kesehatan umum. 

Gambaran umum rata-rata harapan hidup lansia dengan beberapa penyakit kronis tersebut:

1. Diabetes Mellitus Tipe 2
Rata-rata Harapan Hidup: Lansia dengan diabetes tipe 2 bisa hidup bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, dengan pengelolaan yang baik. Namun, diabetes yang tidak terkontrol dapat memperpendek harapan hidup akibat komplikasi seperti penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal.

2. Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)
Rata-rata Harapan Hidup: Lansia dengan hipertensi yang dikelola dengan baik dapat memiliki harapan hidup yang hampir sama dengan mereka yang tanpa hipertensi. Tanpa pengelolaan yang baik, hipertensi dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal yang dapat mempengaruhi harapan hidup.


3. Arthritis (Radang Sendi)
Rata-rata Harapan Hidup: Meskipun arthritis dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan menurunkan kualitas hidup, itu tidak secara langsung mempengaruhi harapan hidup. Namun, penyakit ini dapat menyebabkan keterbatasan mobilitas yang dapat berkontribusi pada masalah kesehatan lainnya.

4. Penyakit Jantung
Rata-rata Harapan Hidup: Harapan hidup bervariasi tergantung pada jenis dan keparahan penyakit jantung. Dengan manajemen yang baik, banyak lansia dapat hidup bertahun-tahun setelah diagnosis. Penyakit jantung yang tidak terkontrol dapat memperpendek harapan hidup.

5. Alzheimer dan Demensia
Rata-rata Harapan Hidup: Harapan hidup setelah diagnosis Alzheimer atau demensia rata-rata sekitar 4-8 tahun, namun beberapa pasien dapat hidup hingga 20 tahun, tergantung pada usia saat diagnosis, tingkat keparahan, dan pengelolaan penyakit.

6. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Rata-rata Harapan Hidup: Harapan hidup bervariasi tergantung pada tingkat keparahan PPOK. Pada tahap ringan, lansia dapat hidup selama bertahun-tahun dengan pengelolaan yang baik. Pada tahap lanjut, harapan hidup bisa lebih pendek, sering kali berkisar antara 5-10 tahun setelah diagnosis.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harapan Hidup

Pengelolaan Penyakit: Kepatuhan terhadap pengobatan, diet, dan rutinitas olahraga sangat penting.
Gaya Hidup: Menghindari merokok, mengonsumsi makanan sehat, dan menjaga berat badan yang sehat.

Dukungan Keluarga dan Sosial: Dukungan dari keluarga dan teman dapat membantu dalam pengelolaan penyakit dan kesejahteraan emosional.

Akses ke Perawatan Kesehatan: Akses ke perawatan medis yang berkualitas dan pemeriksaan rutin dapat mempengaruhi hasil kesehatan.
Setiap individu berbeda, dan beberapa mungkin hidup lebih lama atau lebih pendek dari rata-rata tergantung pada berbagai faktor ini.

Penderitaan Fisik dan Emosional.
       Penyakit kronis pada lansia sering kali menyebabkan penderitaan fisik dan emosional yang signifikan. 

Beberapa penderitaan yang biasanya dialami oleh lansia dengan penyakit-penyakit tersebut:

Diabetes Mellitus Tipe 2:
  • Fisik: Kelelahan, infeksi yang lambat sembuh, neuropati (kerusakan saraf), masalah penglihatan, dan komplikasi seperti penyakit jantung dan gagal ginjal.
  • Emosional: Stres terkait pengelolaan penyakit, kecemasan tentang komplikasi, dan depresi.
Hipertensi:
  • Fisik: Sakit kepala, pusing, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital seperti jantung, otak, dan ginjal.
  • Emosional: Kecemasan tentang tekanan darah tinggi yang bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung.
Arthritis (Radang Sendi):
  • Fisik: Nyeri kronis, kekakuan, dan keterbatasan gerak yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
  • Emosional: Frustrasi, depresi akibat keterbatasan fisik, dan isolasi sosial karena kesulitan beraktivitas.
Penyakit Jantung:
  • Fisik: Nyeri dada (angina), kelelahan, sesak napas, dan risiko serangan jantung atau gagal jantung.
  • Emosional: Ketakutan akan serangan jantung, kecemasan, dan stres.
Alzheimer dan Demensia:
  • Fisik: Penurunan kemampuan fisik seiring perkembangan penyakit.
  • Emosional: Kebingungan, kehilangan ingatan, perubahan perilaku, serta stres dan depresi pada pasien dan keluarganya.
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK):
  • Fisik: Sesak napas, batuk kronis, kelelahan, dan penurunan kapasitas fisik.
  • Emosional: Kecemasan tentang kesulitan bernapas, depresi, dan perasaan tidak berdaya.
Selain penderitaan fisik dan emosional, penyakit-penyakit ini juga dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia secara keseluruhan, termasuk mengurangi kemandirian dan meningkatkan ketergantungan pada orang lain untuk perawatan dan dukungan.

       Mengelola penyakit kronis pada lansia memerlukan pendekatan multidisiplin yang melibatkan perubahan gaya hidup, pengobatan, serta dukungan emosional dan sosial.

Beberapa langkah umum dalam mengelola penyakit-penyakit tersebut:

1. Diabetes Mellitus Tipe 2
  • Diet dan Nutrisi: Mengkonsumsi makanan sehat dengan rendah gula dan karbohidrat, serta meningkatkan asupan serat.
  • Olahraga: Aktivitas fisik yang teratur seperti berjalan kaki atau senam ringan.
  • Obat-obatan: Menggunakan insulin atau obat penurun gula darah sesuai anjuran dokter.
  • Pemeriksaan Rutin: Memantau kadar gula darah secara teratur dan melakukan pemeriksaan kesehatan rutin.
2. Hipertensi
  • Diet dan Nutrisi: Mengurangi asupan garam, lemak jenuh, dan meningkatkan konsumsi buah, sayur, dan biji-bijian.
  • Olahraga: Aktivitas fisik yang teratur seperti berjalan, berenang, atau yoga.
  • Obat-obatan: Mengkonsumsi obat antihipertensi sesuai resep dokter.
  • Pengelolaan Stres: Menggunakan teknik relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, atau terapi.
3. Arthritis
  • Olahraga: Latihan yang tidak memberatkan sendi seperti berenang atau yoga.
  • Terapi Fisik: Terapi untuk meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas.
  • Obat-obatan: Penggunaan obat antiinflamasi dan analgesik untuk mengurangi nyeri dan peradangan.
  • Perangkat Bantuan: Menggunakan alat bantu seperti tongkat atau penyangga lutut.
4. Penyakit Jantung
  • Diet dan Nutrisi: Mengkonsumsi makanan rendah lemak jenuh, kolesterol, dan natrium.
  • Olahraga: Aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi kesehatan, seperti berjalan atau bersepeda.
  • Obat-obatan: Mengkonsumsi obat-obatan yang diresepkan untuk mengelola tekanan darah, kolesterol, dan fungsi jantung.
  • Pengawasan Kesehatan: Pemeriksaan kesehatan secara rutin untuk memantau kondisi jantung.
5. Alzheimer dan Demensia
  • Lingkungan Aman: Menciptakan lingkungan yang aman dan mudah diakses untuk mengurangi risiko cedera.
  • Stimulasi Mental: Melibatkan pasien dalam aktivitas yang merangsang kognitif seperti teka-teki atau permainan memori.
  • Obat-obatan: Menggunakan obat-obatan yang dapat memperlambat perkembangan gejala.
  • Dukungan Emosional: Memberikan dukungan emosional dan menjaga keterlibatan sosial.
6. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
  • Penghindaran Asap Rokok: Menghindari asap rokok dan polutan udara.
  • Terapi Oksigen: Menggunakan terapi oksigen jika diperlukan.
  • Olahraga: Latihan pernapasan dan aktivitas fisik yang sesuai.
  • Obat-obatan: Menggunakan bronkodilator dan obat-obatan lain sesuai resep dokter.
  • Rehabilitasi Paru: Program rehabilitasi untuk meningkatkan kapasitas pernapasan.
7. Dukungan Emosional dan Sosial
  • Konseling dan Terapi: Mendapatkan dukungan dari psikolog atau konselor.
  • Kelompok Dukungan: Bergabung dengan kelompok dukungan untuk berbagi pengalaman dan strategi.
  • Dukungan Keluarga: Keterlibatan keluarga dalam memberikan perawatan dan dukungan emosional.
Dengan pendekatan yang komprehensif, kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis dapat ditingkatkan, dan gejala serta komplikasi penyakit dapat dikelola dengan lebih baik.


Sumber:

https://www.ncoa.org/article/the-top-10-most-common-chronic-conditions-in-older-adults

https://www.qld.gov.au/health/support/end-of-life/care/conditions

https://www.canada.ca/en/public-health/services/publications/diseases-conditions/aging-chronic-diseases-profile-canadian-seniors-report.html

https://www.webmd.com/depression/chronic-illnesses-depression

https://my.clevelandclinic.org/health/articles/9288-chronic-illness-and-depression

https://www.cdc.gov/chronic-disease/living-with/index.html