Friday, 7 February 2025

Hidup Tanpa Beban: Cara Lansia Melawan Pengulangan Pikiran Negatif

       Pengulangan pemikiran negatif adalah pola mental di mana seseorang terus-menerus memikirkan atau membesar-besarkan hal-hal yang dianggap buruk, tidak menyenangkan, atau mengancam. Pola ini sering disebut sebagai ruminasi negatif, yang cenderung berputar tanpa solusi jelas. Jika tidak dikendalikan, hal ini dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik lansia.

Ruminasi negatip sering terjadi pada siapa saja termasuk lansia.
(Sumber: foto Sapto)
Karakteristik Pengulangan Pemikiran Negatif
  1. Berulang dan Tidak Produktif
    Pikiran negatif terus muncul tanpa ada upaya mencari solusi. Misalnya: "Kenapa hidup saya sulit?" atau "Saya pasti akan semakin sakit."

  2. Berfokus pada Hal-hal Negatif
    Lansia cenderung lebih sering mengingat kesalahan, kegagalan, atau masalah dibandingkan melihat sisi positif dari kehidupannya.

  3. Bersifat Pesimis
    Pandangan terhadap masa depan atau situasi saat ini dipenuhi dengan pesimisme.

  4. Menjadi Kebiasaan
    Semakin sering terjadi, semakin sulit untuk menghentikan pola pikir ini, terutama jika sudah berlangsung dalam waktu lama.

Penyebab Pengulangan Pemikiran Negatif pada Lansia

  1. Perubahan Hidup
    Kehilangan pasangan, pensiun, atau penurunan kesehatan sering kali menjadi pemicu pikiran negatif.

  2. Kesepian atau Isolasi Sosial
    Kurangnya interaksi sosial membuat lansia lebih banyak waktu untuk memikirkan hal-hal negatif.

  3. Pengalaman Masa Lalu
    Kenangan buruk atau trauma yang belum terselesaikan bisa terus muncul dalam pikiran.

  4. Gangguan Mental
    Depresi dan kecemasan dapat memperparah ruminasi negatif.

  5. Penurunan Fungsi Kognitif
    Lansia dengan gangguan memori atau demensia lebih sulit mengontrol pikiran negatif mereka.

Dampak Pengulangan Pemikiran Negatif pada Lansia

  1. Kesehatan Mental
    Memicu stres, kecemasan, dan depresi, serta menurunkan rasa percaya diri.

  2. Kesehatan Fisik
    Stres berkepanjangan dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko penyakit seperti hipertensi dan penyakit jantung.

  3. Hubungan Sosial
    Lansia dengan pola pikir negatif cenderung menarik diri dari orang lain, yang semakin memperparah isolasi sosial.

  4. Kualitas Hidup
    Pikiran negatif dapat mengurangi kebahagiaan dan motivasi untuk menjalani hidup dengan lebih bermakna.

Cara Mengatasi Pengulangan Pemikiran Negatif

  1. Meningkatkan Kesadaran Diri
    Bantu lansia mengenali kapan mereka mulai terjebak dalam pikiran negatif.

  2. Alihkan Perhatian
    Dorong mereka untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan, seperti berkebun, membaca, atau berjalan santai.

  3. Latihan Relaksasi
    Teknik seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga dapat membantu menenangkan pikiran.

  4. Dukungan Sosial
    Kehadiran teman, keluarga, atau komunitas dapat membantu mengurangi rasa kesepian.

  5. Terapi Psikologis
    Terapi seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dapat membantu lansia mengubah pola pikir negatif menjadi lebih sehat.

  6. Praktik Rasa Syukur
    Mendorong lansia untuk mencatat hal-hal baik dalam hidup mereka, misalnya melalui jurnal rasa syukur.

Pengulangan pemikiran negatif memang bisa menjadi tantangan bagi lansia, tetapi dengan pendekatan yang tepat—dukungan sosial, teknik relaksasi, dan terapi—mereka dapat mengatasinya. Dengan perhatian dan bimbingan yang baik, lansia dapat menjalani hidup dengan lebih bahagia dan seimbang.



Sumber:

https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7547434 

https://dergipark.org.tr/en/download/article-file/1455835

https://www.dovepress.com/associations-between-repetitive-negative-thinking-and-objective-and-su-peer-reviewed-fulltext-article-NSS

https://www.ucl.ac.uk/news/2020/jun/repetitive-negative-thinking-linked-dementia-risk

https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10928915/

Wednesday, 5 February 2025

Bukan Sekadar Lelah! Hipoglikemia Bisa Bikin Lansia Terjatuh dan Berbahaya

        Hipoglikemia adalah kondisi ketika kadar gula darah (glukosa) dalam tubuh turun di bawah batas normal, biasanya di bawah 70 mg/dL. Glukosa merupakan sumber energi utama bagi tubuh, terutama otak, sehingga jika kadarnya terlalu rendah, berbagai gejala bisa muncul.

Durasi olahraga untuk lansia, 20-30 menit per sesi.
(Sumber: foto Dewkom)

Mengapa Lansia Rentan Mengalami Hipoglikemia?

Seiring bertambahnya usia, tubuh mengalami berbagai perubahan yang memengaruhi metabolisme gula darah. Hal ini membuat lansia lebih rentan terhadap hipoglikemia. Jika tidak ditangani dengan baik, kondisi ini bisa berbahaya dan meningkatkan risiko jatuh serta cedera serius.

Gejala Hipoglikemia pada Lansia

Beberapa tanda umum hipoglikemia yang perlu diwaspadai, antara lain: 

✅ Gemetar atau tubuh lemas
✅ Pusing atau kebingungan
✅ Keringat dingin
✅ Jantung berdebar
✅ Rasa lapar berlebihan
✅ Penglihatan kabur
✅ Kehilangan kesadaran (pada kasus yang parah)

Penyebab Hipoglikemia pada Lansia

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan lansia mengalami hipoglikemia, di antaranya:

1. Penggunaan Obat Diabetes

Lansia yang menggunakan insulin atau obat oral seperti sulfonilurea (misalnya glibenklamid, glimepirid) berisiko lebih tinggi mengalami hipoglikemia, terutama jika dosisnya tidak sesuai atau lupa makan setelah minum obat.

2. Pola Makan Tidak Teratur

Banyak lansia mengalami penurunan nafsu makan, lupa makan, atau memiliki pola makan yang tidak teratur. Hal ini menyebabkan gula darah turun drastis.

3. Gangguan Fungsi Hati dan Ginjal

Hati dan ginjal berperan dalam mengatur kadar gula darah. Jika fungsinya menurun akibat penuaan atau penyakit, tubuh akan kesulitan menjaga kadar gula tetap stabil.

4. Penurunan Cadangan Energi

Seiring bertambahnya usia, lansia mengalami penurunan massa otot dan lemak tubuh yang berfungsi sebagai cadangan energi. Hal ini membuat mereka lebih mudah mengalami hipoglikemia.

5. Gangguan Hormonal

Hormon glukagon dan adrenalin, yang berfungsi menaikkan kadar gula darah, bisa menurun pada lansia. Akibatnya, tubuh lebih sulit mengatasi hipoglikemia.

6. Penyakit Kronis

Penyakit seperti demensia, penyakit jantung, atau kanker dapat mengganggu metabolisme glukosa dan meningkatkan risiko hipoglikemia.

7. Konsumsi Alkohol Berlebihan

Alkohol dapat menghambat produksi glukosa di hati, terutama jika dikonsumsi tanpa makanan yang cukup.

Olahraga dan Hipoglikemia pada Lansia

Olahraga sangat baik untuk kesehatan lansia, tetapi jika tidak dilakukan dengan benar, bisa meningkatkan risiko hipoglikemia. Berikut beberapa alasan mengapa olahraga bisa menyebabkan kadar gula darah turun drastis:

Meningkatkan Penggunaan Glukosa oleh Otot
Saat berolahraga, tubuh menggunakan lebih banyak glukosa untuk energi. Jika tidak ada asupan makanan yang cukup, hipoglikemia bisa terjadi.

Efek Obat Diabetes + Olahraga
Lansia yang menggunakan obat diabetes (seperti insulin atau sulfonilurea) berisiko lebih tinggi mengalami hipoglikemia, terutama jika olahraga dilakukan dalam waktu lama atau intensitas tinggi.

Tidak Makan Sebelum Olahraga
Berolahraga dalam keadaan perut kosong bisa membuat kadar gula darah turun drastis.

Respon Hormonal yang Lebih Lambat
Hormon yang membantu menaikkan gula darah seperti glukagon dan adrenalin mungkin tidak bekerja seefektif pada usia muda, sehingga tubuh lebih sulit menyeimbangkan kadar gula darah setelah olahraga.

Durasi atau Intensitas Olahraga Berlebihan
Olahraga yang terlalu lama atau berat dapat menyebabkan hipoglikemia jika tidak ada asupan energi tambahan selama atau setelah aktivitas.

Cara Mencegah Hipoglikemia Saat Olahraga untuk Lansia

Untuk tetap aktif tanpa risiko hipoglikemia, lansia dapat menerapkan beberapa langkah berikut:

Makan sebelum olahraga – Konsumsi camilan sehat seperti pisang, roti gandum, atau susu rendah lemak sebelum beraktivitas.
Pilih olahraga ringan hingga sedang – Seperti jalan kaki, yoga, atau senam lansia agar kadar gula darah tidak turun drastis.
Periksa kadar gula darah sebelum dan sesudah olahraga, terutama jika memiliki diabetes.
Batasi durasi olahraga – Idealnya 20-30 menit per sesi, tergantung kondisi tubuh.
Selalu bawa camilan manis – Seperti permen atau jus buah, untuk berjaga-jaga jika gejala hipoglikemia muncul.

Jika lansia mengalami keringat dingin, gemetar, pusing, atau lemas saat olahraga, segera hentikan aktivitas dan konsumsi makanan atau m inuman manis. Jika gejala tidak membaik, segera cari bantuan medis. \

Kesimpulan

       Hipoglikemia pada lansia bisa berbahaya jika tidak ditangani dengan baik. Faktor seperti penggunaan obat diabetes, pola makan tidak teratur, gangguan fungsi organ, hingga olahraga yang berlebihan dapat meningkatkan risiko. Oleh karena itu, penting bagi lansia untuk menjaga pola makan, berolahraga dengan aman, dan rutin memantau kadar gula darah agar tetap sehat dan terhindar dari risiko jatuh akibat hipoglikemia.


Sumber: 






Sunday, 2 February 2025

Terima Realitas, Temukan Harmoni: Seni Berpikir Netral di Usia Lanjut

              Kekuatan berpikir netral untuk lansia adalah kemampuan untuk menghadapi situasi hidup secara seimbang, dengan fokus pada fakta dan realitas tanpa terlalu terbawa oleh emosi negatif seperti pesimisme, atau terlalu bergantung pada ekspektasi yang berlebihan. Berpikir netral membantu lansia untuk menerima perubahan dalam hidup, seperti kondisi fisik yang menurun, kehilangan orang terkasih, atau tantangan sosial, dengan cara yang objektif, bijaksana, dan tenang.

Berpikir netral sangat baik untuk kesehatan lansia.
(Sumber: foto Kissumi Dwi)

Elemen Utama dari Kekuatan Berpikir Netral untuk Lansia:

  1. Penerimaan Realitas Hidup
    Lansia sering menghadapi perubahan besar, seperti pensiun, kondisi kesehatan yang menurun, atau perubahan dinamika keluarga. Kekuatan netral membantu mereka menerima kenyataan tersebut tanpa terlalu merasa kecewa atau berharap berlebihan.

    Contoh:
    "Saya tidak sekuat dulu, tapi saya masih bisa menikmati kegiatan yang sesuai dengan kemampuan saya."

  2. Pengendalian Emosi
    Kekuatan netral memungkinkan lansia untuk tidak mudah terbawa oleh perasaan cemas, sedih, atau marah. Ini membantu mereka menjaga ketenangan dalam menghadapi tantangan.

    Contoh:
    "Anak-anak saya sibuk bekerja. Mungkin mereka tidak sering datang, tapi itu bukan karena mereka tidak peduli."

  3. Fokus pada Logika dan Fakta
    Dengan berpikir netral, lansia dapat membuat keputusan yang lebih rasional dan tidak dipengaruhi oleh asumsi negatif atau terlalu optimis.

    Contoh:
    "Saya tidak bisa memaksakan semua orang untuk selalu hadir, tetapi saya bisa mencari komunitas baru untuk bersosialisasi."

Manfaat Kekuatan Berpikir Netral bagi Lansia:

  1. Kesehatan Mental yang Lebih Baik
    Lansia yang berpikir netral cenderung lebih mampu mengelola stres dan terhindar dari perasaan putus asa atau kecemasan yang berlebihan.

  2. Hubungan Sosial yang Seimbang
    Kekuatan netral membantu lansia mengurangi konflik dengan orang-orang di sekitar mereka, karena pola pikir ini mengurangi ekspektasi berlebihan atau prasangka negatif.

  3. Kemandirian dan Kepuasan Hidup
    Lansia dapat tetap merasa bahagia dan produktif karena mereka fokus pada apa yang dapat mereka lakukan daripada apa yang tidak bisa mereka kendalikan.

  4. Kemampuan Beradaptasi
    Lansia yang memiliki kekuatan netral lebih mudah menerima perubahan dalam hidup, seperti keterbatasan fisik atau kehilangan orang terdekat.

Contoh Penerapan Kekuatan Berpik Netral:

  • Ketika Anak Jarang Berkunjung:
    "Mungkin mereka sibuk dengan pekerjaan dan keluarga mereka sendiri. Saya bisa tetap terhubung melalui telepon atau video call."

  • Menghadapi Kondisi Kesehatan:
    "Saya tidak bisa mengubah kondisi saya, tapi saya bisa menjaga diri dengan makan sehat dan olahraga ringan."

Kekuatan berpikir netral adalah pendekatan yang ideal untuk membantu lansia menjalani masa tua dengan damai dan penuh makna. Dengan pola pikir ini, mereka dapat menerima kenyataan hidup tanpa terbebani oleh ekspektasi atau kekhawatiran, sehingga mereka bisa tetap bahagia dan menikmati momen-momen yang ada.




Sumber: