Wednesday, 2 August 2023

Insiden GERD, Menimpa Lansia, Perlu Waspada

        Beberapa lansia senang memakan makanan yang diduga memperparah gejala mulas, seperti makanan pedas, jeruk, saus tomat, dan cuka.  Lebih dari itu, makanan berlemak dan gorengan juga bertahan lebih lama di perut sehingga dapat meningkatkan tekanan lambung dan memaksa membuka otot yang menahan asam lambung keluar dari kerongkongan.      

Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah gangguan pencernaan bagian atas yang paling umum terlihat pada orang tua. Insiden GERD di seluruh dunia meningkat seiring dengan insiden Helicobacter pylorimenurun. Meskipun pasien lanjut usia dengan GERD memiliki gejala yang lebih sedikit, penyakit mereka lebih sering parah.

Lansia terkena GERD berdampak parah (Sumber: foto canva,com)

Lansia paling umum dan banyak dijumpai adalah penyakit refluks gastroesofagus (GERD) dan tukak lambung (peptic ulcers). Dua penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari dan kesejahteraan orang lanjut usia.

GERD berdampak langsung pada kualitas hidup, terutama pada lansia. Penderita GERD melaporkan bahwa kualitas hidup yang dialami menurun daripada individu yang tidak terkena, terutama yang dirasakan mereka dengan GERD pada malam hari. 

Dalam sebuah penelitian, 78% pasien GERD melaporkan gejala nokturnal, yaitu gejala atau kondisi yang muncul atau memburuk selama malam hari dan 63% dari pasien tersebut melaporkan bahwa tidur terpengaruh secara negatif

Berikut adalah penjelasan singkat mengenai GERD dan Tukak lambung :

😈 Penyakit Refluks Gastroesofagus (GERD):

GERD terjadi ketika isi lambung kembali naik ke kerongkongan (esofagus) karena katup antara lambung dan kerongkongan tidak berfungsi dengan baik. Kondisi ini dapat menyebabkan gejala seperti sensasi terbakar di dada (heartburn) yang menjalar ke atas, rasa asam di mulut, mual, dan kadang-kadang disertai muntah. Lansia lebih rentan mengalami GERD karena otot-otot yang mendukung katup antara lambung dan kerongkongan cenderung melemah seiring bertambahnya usia.

😈 Tukak Lambung (Peptic Ulcers):

Tukak lambung adalah luka pada dinding lambung, duodenum (bagian atas usus halus), atau esofagus bagian bawah. Tukak lambung terjadi ketika keseimbangan antara asam lambung dan lapisan pelindung dinding lambung terganggu. Gejala tukak lambung bisa meliputi nyeri perut yang tajam, perut kembung, mual, muntah, dan penurunan nafsu makan. Konsumsi obat anti inflamasi non steroid (NSAID) dan infeksi bakteri Helicobacter pylori adalah beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan tukak lambung pada lansia.

           Perubahan gaya hidup seperti menghindari makanan pedas, berlemak, atau asam, serta mengonsumsi makanan dalam porsi kecil tapi sering, juga dapat membantu mengurangi gejala penyakit lambung pada lansia.

Lansia lebih rentan mengalami penyakit lambung karena beberapa faktor fisik dan gaya hidup yang dapat mempengaruhi keseimbangan lingkungan lambung dan meningkatkan risiko terjadinya gangguan pada saluran cerna. 

Gejala-gejala penyakit GERD meliputi:

😱 Sensasi terbakar di dada: 

Dikenal sebagai heartburn, gejala ini sering muncul di belakang tulang dada dan biasanya terasa seperti perih atau terbakar.

😱 Regurgitasi: 

Ini adalah gejala ketika isi lambung, termasuk asam lambung dan makanan yang belum dicerna, naik kembali ke tenggorokan atau mulut.

Regurgitasi adalah makanan dan asam lambung naik ke mulut
(Sumber: foto canva.com)

😱 Nyeri atau tidak nyaman di dada: 

Nyeri bisa terjadi dan dapat membingungkan dengan nyeri dada yang terkait dengan masalah jantung. Biasanya, nyeri GERD terjadi di bagian tengah dada dan bisa menjalar ke leher atau punggung atas.

😱 Nyeri di bagian atas perut: 

Beberapa orang dengan GERD mungkin mengalami nyeri perut atau sensasi tidak nyaman di daerah perut atas.

😱 Nyeri saat menelan: 

Sensasi seperti ada yang terjebak di tenggorokan atau kesulitan menelan mungkin muncul akibat iritasi pada kerongkongan.

😱 Batuk kronis: 

Batuk tanpa sebab yang jelas, terutama di malam hari atau di pagi hari, bisa menjadi gejala GERD.

😱 Suara serak atau suara berubah: 

Asam lambung yang naik dapat menyebabkan iritasi pada pita suara, menyebabkan suara serak atau berubah.

😱 Sulit tidur: 

Terutama jika gejala GERD memburuk saat berbaring.

😱 Gangguan tidur: 

Penderita GERD sering mengalami gangguan tidur karena tidak nyaman dan gejala yang memburuk pada posisi tidur.

😱 Sulit menelan makanan: 

  • Terutama pada makanan kering atau besar, karena ada rasa terjepit di tenggorokan.
  • Rasa pahit atau asam di mulut: 
  • Akibat dari regurgitasi asam lambung yang masuk kembali ke mulut.

          Gejala-gejala ini mungkin muncul secara terpisah atau bersamaan, dan tingkat parah gejala dapat berbeda antara individu. 

Beberapa gejala penyakit tukak lambung (peptic ulcer), antara lain:

😰 Nyeri perut: 

Nyeri  adalah gejala paling umum dari tukak lambung. Nyeri biasanya terlokalisasi di bagian tengah atau atas perut dan sering kali dirasakan sebagai sensasi terbakar, tajam, atau berdenyut. Rasa sakit dapat bervariasi dari ringan hingga parah.

😰 Perasaan lapar: 

Beberapa orang dengan tukak lambung mungkin merasa lapar lebih cepat setelah makan karena makanan dapat mengurangi rasa sakit untuk sementara waktu.

😰 Mual: 

Gejala ini mungkin terjadi, terutama jika tukak lambung terletak di dekat pylorus (pintu keluar lambung ke usus).

😰 Muntah darah: 

Tukak lambung menyebabkan perdarahan, darah dapat hadir dalam muntahan. Darah muntahan bisa berwarna merah terang atau menyerupai bubuk kopi.

😰 Kembung:

Rasa kembung dan tidak nyaman di perut dapat dialami oleh beberapa penderita.

Rasa kembung dan tidak nyaman di perut dialami
penderita tukak lambung (Sumber: foto canva.com)

😰 Merasa kenyang dengan cepat: 

Makanan dapat membuat perut terasa penuh dengan cepat karena luka pada dinding lambung.

😰 Perubahan nafsu makan: 

Beberapa orang mungkin kehilangan nafsu makan atau merasa kenyang lebih cepat karena gejala tukak lambung.

😰 Berat badan berkurang: 

Jika tukak lambung mengganggu pola makan, seseorang dapat mengalami penurunan berat badan yang tidak disengaja.

😰 Nyeri saat makan: 

Pada beberapa kasus, makanan atau minuman tertentu dapat menyebabkan rasa sakit lebih buruk.

                 💬 Jadi perhatian tidak semua orang dengan tukak lambung akan mengalami gejala. Beberapa tukak lambung dapat menjadi asimptomatik atau memiliki gejala yang sangat ringan

Beberapa alasan mengapa lansia lebih sering mengalami penyakit lambung:

👵 Perubahan Fisiologis: 

Seiring bertambahnya usia, tubuh mengalami perubahan fisiologis, termasuk pada sistem pencernaan. Produksi asam lambung cenderung meningkat pada beberapa orang lansia, yang dapat menyebabkan gejala asam lambung, seperti GERD dan tukak lambung.

👵 Penurunan Elastisitas: 

Struktur tubuh lansia, termasuk otot-otot yang mendukung katup antara lambung dan kerongkongan, cenderung mengalami penurunan elastisitas. Akibatnya, katup tersebut mungkin tidak berfungsi dengan baik, memungkinkan isi lambung naik kembali ke kerongkongan, menyebabkan GERD.

👵 Medication: 

Banyak lansia harus mengonsumsi beberapa jenis obat untuk mengelola kondisi kesehatan tertentu, seperti anti inflamasi non steroid (NSAID) untuk mengurangi nyeri atau aspirin untuk pencegahan penyakit jantung. Penggunaan jangka panjang NSAID dan aspirin dapat merusak lapisan pelindung lambung dan meningkatkan risiko terjadinya tukak lambung.

👵 Infeksi Helicobacter pylori: 

Bakteri Helicobacter pylori merupakan penyebab umum terjadinya tukak lambung. Seiring bertambahnya usia, paparan terhadap bakteri ini menjadi lebih umum, meningkatkan risiko infeksi dan perkembangan tukak lambung.

👵 Pola Makan dan Gaya Hidup: 

Lansia cenderung memiliki pola makan dan gaya hidup tertentu yang dapat berkontribusi pada gangguan lambung. Konsumsi makanan berlemak tinggi, makanan pedas, kafein, alkohol, dan merokok dapat memicu gejala GERD atau memperburuk kondisi tukak lambung.

👵 Gangguan Saluran Cerna: 

Lansia lebih mungkin mengalami gangguan saluran cerna, seperti gastroparesis (pergerakan lambat makanan dari lambung ke usus), yang dapat menyebabkan gejala perut kembung dan nyeri.

             💬 Setiap orang bisa mengalami penyakit lambung, tidak hanya lansia. Namun, dengan meningkatnya usia, perubahan fisik dan gaya hidup yang terjadi pada tubuh dapat meningkatkan risiko terjadinya masalah lambung. 

Beberapa kiat untuk mencegah penyakit lambung pada lansia:

Pola Makan Sehat:

✅ Hindari makanan yang dapat memicu gejala lambung, seperti makanan berlemak tinggi, pedas, kafein, dan asam.

✅ Konsumsi makanan dalam porsi kecil dan sering, daripada makan dalam porsi besar.

✅ Makan secara perlahan dan mengunyah makanan dengan baik untuk membantu proses pencernaan.

Hindari Merokok dan Minuman Beralkohol:

✅ Merokok dan minuman beralkohol dapat meningkatkan produksi asam lambung dan merusak lapisan pelindung dinding lambung, sehingga meningkatkan risiko penyakit lambung.

Kurangi Penggunaan Obat NSAID:

✅ Hindari penggunaan obat anti inflamasi non steroid (NSAID) dalam jangka panjang. Jika obat ini diperlukan untuk mengatasi kondisi kesehatan tertentu, konsultasikan dengan dokter mengenai alternatif yang lebih aman untuk lambung.

Perhatikan Pola Makan:

✅ Hindari makan terlalu larut malam atau menjelang tidur. Lebih baik makan dua hingga tiga jam sebelum tidur.

✅ Tinggalkan kebiasaan mengemil sebelum tidur.

Kelola Stres:

✅ Stres dapat mempengaruhi keseimbangan lingkungan lambung. Cari cara untuk mengelola stres, seperti meditasi, yoga, berjalan-jalan, atau hobi yang menyenangkan.

Lakukan Aktivitas Fisik Secara Teratur:

✅ Aktivitas fisik dapat membantu mengurangi risiko GERD dan masalah lambung lainnya. Cobalah untuk berolahraga secara teratur, seperti berjalan kaki, berenang, atau bersepeda.

Jaga Berat Badan Sehat:

✅ Berat badan berlebih dapat meningkatkan tekanan pada lambung dan memicu gejala penyakit lambung. Jaga berat badan dalam rentang yang sehat dengan pola makan seimbang dan olahraga.

Lakukan Pemeriksaan Kesehatan Rutin:

✅ Rutin melakukan pemeriksaan kesehatan dan berkonsultasi dengan dokter secara teratur untuk mendeteksi masalah lambung atau kondisi kesehatan lainnya lebih awal.

Pertahankan Hidrasi yang Cukup:

✅ Pastikan Anda cukup minum air setiap hari untuk menjaga kelembapan lambung dan mencegah dehidrasi.

          Makanan yang baik untuk mencegah penyakit lambung adalah makanan yang tidak akan meningkatkan produksi asam lambung atau merusak lapisan pelindung dinding lambung. 

Beberapa contoh makanan yang sehat dan bermanfaat untuk mencegah penyakit lambung:

🍇 Sayuran non-asam: 

Sayuran seperti bayam, brokoli, kentang, wortel, labu, dan lobak merupakan sumber serat dan nutrisi penting yang tidak menyebabkan peningkatan asam lambung.

🍇 Buah-buahan rendah asam: 

Buah-buahan seperti apel, pisang, melon, dan pir cenderung rendah asam dan cocok untuk pencernaan.

🍇 Serat: 

Makanan tinggi serat seperti biji-bijian utuh (seperti beras merah, gandum, dan quinoa), oatmeal, dan biji-bijian (seperti kacang polong dan lentil) membantu meningkatkan pencernaan tanpa merangsang produksi asam lambung yang berlebihan.

🍇 Produk Susu Rendah Lemak: 

Susu rendah lemak, yogurt, dan keju cottage dapat menjadi sumber kalsium yang baik tanpa meningkatkan asam lambung.

🍇 Protein Rendah Lemak:

Pilih sumber protein rendah lemak seperti ayam tanpa kulit, ikan, tempe, tahu, dan kacang-kacangan.

🍇 Lemak Sehat:

Hindari makanan berlemak tinggi, tetapi pilih lemak sehat seperti minyak zaitun, minyak kelapa, dan alpukat yang dapat membantu melapisi dinding lambung dan mengurangi iritasi.

🍇 Air Putih: 

Minumlah air putih secukupnya untuk menjaga kelembapan lambung dan membantu proses pencernaan.

🍇 Herbal Tanpa Kafein: 

Teh herbal tanpa kafein seperti chamomile, peppermint, dan jahe bisa membantu meredakan gangguan pencernaan.

🍇 Oatmeal:

Oatmeal merupakan makanan yang menenangkan lambung dan kaya akan serat.

🍇 Jahe: 

Jahe memiliki efek menenangkan pada lambung dan dapat membantu mengurangi peradangan.

         Perlu diingat bahwa setiap orang memiliki toleransi makanan yang berbeda terhadap lambung, jadi penting untuk mengamati reaksi tubuh Anda terhadap makanan tertentu

Mengobati penyakit lambung pada lansia melibatkan pendekatan yang komprehensif dan perawatan yang disesuaikan dengan kondisi kesehatan individu. Pengobatan bertujuan untuk mengurangi gejala, mencegah komplikasi, dan meningkatkan kualitas hidup lansia. 

Beberapa metode umum yang digunakan untuk mengobati penyakit lambung pada lansia:

Obat-Obatan:

Obat antasid: 

  • Digunakan untuk mengurangi rasa terbakar di dada dan gejala GERD lainnya dengan menetralkan asam lambung.
  • Obat penghambat reseptor H2 (H2 blockers):
  • Mengurangi produksi asam lambung dengan menghambat reseptor histamin di dinding lambung.
  • Obat penghambat pompa proton (PPI): 
  • Diketahui efektif dalam menghambat produksi asam lambung secara lebih efektif daripada H2 blockers.
  • Antagonis reseptor muskarinik (prokinetik): 
  • Digunakan untuk meningkatkan pergerakan makanan dari lambung ke usus halus dan mengurangi gejala gastroparesis.

Antibiotik:

Jika infeksi Helicobacter pylori menjadi penyebab tukak lambung, dokter dapat meresepkan antibiotik untuk membasmi bakteri tersebut.

Perubahan Gaya Hidup:

  • Hindari makanan dan minuman yang memicu gejala lambung, seperti makanan berlemak tinggi, pedas, kafein, dan asam.
  • Makan dalam porsi kecil dan sering, dan usahakan untuk tidak makan terlalu larut malam atau menjelang tidur.
  • Hindari merokok dan minuman beralkohol.
  • Kelola stres melalui teknik relaksasi seperti meditasi atau yoga.

Perubahan Pola Makan:

Bila diperlukan, dokter atau ahli gizi dapat membantu merancang rencana makan yang sesuai dengan kondisi kesehatan lansia, terutama jika ada kondisi kesehatan lain yang mempengaruhi sistem pencernaan.

Tindakan Bedah:

Pada beberapa kasus yang lebih parah atau tidak merespons pengobatan, pembedahan mungkin menjadi pilihan untuk mengatasi penyakit lambung, khususnya untuk mengobati tukak lambung yang besar atau komplikasi lainnya.

          Berkonsultasi dengan dokter atau ahli gastroenterologi untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dan perencanaan pengobatan yang sesuai. Setiap kondisi kesehatan dan respons tubuh terhadap pengobatan dapat berbeda, jadi perlu dilakukan pemantauan dan penyesuaian sesuai kebutuhan. Selain itu, lansia yang menerima perawatan untuk penyakit lambung juga harus mengikuti saran dokter dan melakukan kunjungan rutin untuk memantau perkembangan kesehatan mereka.





Sumber:

https://www.ccjm.org/content/ccjom/67/10/755.full.pdf

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3010469/

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/gerd/symptoms-causes/syc-20361940

https://www.webmd.com/heartburn-gerd/reflux-disease-gerd-1

https://www.healthline.com/health/gerd

Tingkat Religiusitas Pada Lansia, Penting Saat Menghadapi Kematian

       Berdasarkan data dari WHO, jumlah dan proporsi penduduk berusia 60 tahun ke atas dalam populasi semakin meningkat. Pada 2019, jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas adalah 1 miliar. Jumlah ini akan meningkat menjadi 1,4 miliar pada tahun 2030 dan 2,1 miliar pada tahun 2050. 

Peningkatan ini terjadi dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan akan semakin cepat dalam beberapa dekade mendatang, terutama di negara-negara berkembang. Populasi penuaan adalah fenomena baru, religiusitas pada individu, menurut bukti merupakan faktor umum yang terkait dengan kesehatan, merupakan salah satu yang sudah berlangsung lama dan meluas ke seluruh penjuru dunia.     

Religiusitas merujuk pada tingkat atau kecenderungan individu atau kelompok dalam melibatkan diri dalam praktik atau keyakinan agama. Secara umum, religiusitas melibatkan hubungan individu dengan kepercayaan, nilai-nilai, praktik ritual, moralitas, dan spiritualitas yang terkait dengan agama tertentu.

Religiusitas merujuk kecenderungan individu dalam
praktik keyakinan agama (Sumber: foto canva.com)

Tingkat religiusitas dapat beragam di antara individu dan kelompok, dari yang sangat religius yang terlibat secara aktif dalam praktik agama, hingga yang kurang religius yang mungkin tidak terlibat secara formal dalam agama tertentu, tetapi masih memiliki keyakinan atau spiritualitas yang kuat.

Keagamaan merujuk pada sistem kepercayaan, keyakinan, ajaran, praktik, dan ritual yang berkaitan dengan agama tertentu. Ini mencakup ajaran dan nilai-nilai agama, kitab suci, tradisi ritual, dan struktur organisasi keagamaan. Keagamaan lebih berfokus pada institusi, dogma, dan tata tertib yang terkait dengan suatu agama.

Perbedaan kunci antara religiusitas dan keagamaan adalah bahwa religiusitas lebih menekankan pada dimensi pribadi dan internal dari keyakinan dan praktik keagamaan seseorang, sementara keagamaan lebih terkait dengan aspek eksternal dan institusional dari agama itu sendiri.

Lanjut usia merupakan tahap akhir dari kehidupan dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindarkan oleh setiap individu. Proses menua adalah proses alami yang dihadapi setiap manusia. 

Pada tahap ini, pada diri manusia secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum (fisik) maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut usia.

Perbedaan antara orang yang memiliki tingkat religiusitas tinggi dan mereka yang tidak memiliki religiusitas atau memiliki tingkat religiusitas rendah pada lansia dapat mencakup beberapa aspek:

🏠  Aktivitas keagamaan: 

Lansia yang religius cenderung lebih aktif dalam praktik keagamaan, seperti menghadiri ibadah secara teratur, berdoa, atau berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan lainnya. Di sisi lain, lansia yang kurang religius mungkin tidak terlibat dalam praktik keagamaan atau mengalami keterlibatan yang lebih rendah.

🏠 Dukungan sosial: 

Lansia yang aktif dalam kehidupan keagamaan mereka sering memiliki dukungan sosial yang lebih kuat dari komunitas keagamaan mereka. Mereka dapat membentuk ikatan sosial yang erat dengan sesama anggota jemaat, dan ini dapat memberikan dukungan emosional dan praktis yang berharga selama masa lanjut usia.

🏠 Koping dan ketenangan batin: 

Koping adalah istilah yang digunakan dalam psikologi untuk menggambarkan upaya individu untuk mengatasi, menghadapi, atau mengurangi stres, tekanan, atau tantangan dalam kehidupan mereka. Ketika seseorang mengalami situasi atau peristiwa yang menimbulkan stres atau tekanan, mereka akan mencari cara-cara untuk mengatasi dan menghadapinya agar bisa berfungsi secara efektif dan adaptif

Religiusitas pada lansia dapat menjadi sarana untuk mengatasi tantangan dan stres dalam hidup.  Keterlibatan dalam keyakinan agama dapat memberikan ketenangan batin, harapan, dan arti dalam situasi-situasi yang sulit atau saat menghadapi penyakit atau kematian.

🏠 Perspektif pada kehidupan dan kematian: 

Religiusitas juga dapat mempengaruhi pandangan seseorang tentang kehidupan dan kematian. Lansia yang religius mungkin memiliki pandangan yang lebih positif tentang kehidupan setelah kematian atau makna hidup yang lebih dalam berdasarkan keyakinan agama mereka.

Lansia religius memiliki pandangan positif tentang
kehidupan setelah kematian (Sumber: foto canva.com)

🏠 Kesehatan mental dan fisik: 

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lansia yang religius cenderung memiliki tingkat kesehatan mental dan fisik yang lebih baik. Keyakinan agama mereka dapat memberikan dukungan psikologis dan memberikan harapan yang dapat membantu mengatasi depresi atau kecemasan.

          💬 Meskipun ada perbedaan dalam tingkat religiusitas, penting untuk diingat bahwa setiap individu adalah unik dan dapat memiliki pengalaman yang berbeda dengan agama atau spiritualitas mereka. 

Religiusitas lebih berarti bagi mereka karena kekhawatiran terhadap kematian, sering di anggap sebagai dorongan utama terhadap komitmen keagamaan. Kekhawatiran akan kematian muncul ketika seseorang telah mendekati usia lanjut

Orang akan berubah menjadi lebih dekat pada agamanya untuk menenangkan diri. Orang lanjut usia merasa agama sangat penting dalam hidupnya sehingga banyak orang lanjut usia yang menjadi pemimpin spiritual di lingkungan masyarakatnya.

Mereka lebih banyak berdoa, membaca buku- buku agama, dan mendengar program - program siaran agama. Perhatian terhadap agama meningkat pada masa lanjut usia, dan hal ini berkaitan dengan kebahagiaan lanjut usia

Religiusitas dapat memenuhi beberapa kebutuhan psikologis yang penting pada lanjut usia, membantu mereka menghadapi kematian, memperoleh dan memelihara rasa berarti dalam hidupnya, serta penerimaan terhadap berbagai kehilangan yang tidak dapat dihindarkan pada masa lanjut usia. Arti dan harapan seseorang sebagai penganut suatu agama, menimbulkan rasa bahagia dan kualitas hidup. 

Religiusitas dapat memberikan manfaat psikologis, antara lain:

  • Sikap positif dan penuh harapan tentang hidup dan penyakit, yang memprediksi hasil kesehatan yang lebih baik dan tingkat kematian yang lebih rendah.
  • Faktor terpenting yang memungkinkan lansia mengatasi masalah kesehatan fisik dan tekanan hidup (misalnya, penurunan sumber daya keuangan, kehilangan pasangan).
  • Lansia yang menggunakan mekanisme koping religius, lebih kecil kemungkinannya untuk mengembangkan depresi dan kecemasan dibandingkan mereka yang tidak
  • Kesejahteraan psikologis yang lebih baik, kepuasan hidup yang lebih besar, dan hubungan sosial yang lebih baik daripada mereka yang tidak mempraktikkan agama.
  • Lansia yang religius juga cenderung pulih dari depresi lebih cepat. Bahkan persepsi kecacatan tampaknya diubah oleh tingkat religiusitas. Misal, wanita tua dengan patah tulang pinggul, yang paling religius memiliki tingkat depresi terendah dan mampu berjalan jauh saat keluar dari rumah sakit dibandingkan mereka yang kurang religius.
  • Religiusitas menawarkan kenyamanan dan kesejahteraan bagi lansia, membantu mengatasi perubahan yang timbul dari proses penuaan
  • Mengingat kebutuhan lansia banyak didukung oleh kerabatnya, peningkatan dukungan sosial dan kepatuhan terhadap keagamaan secara efisien dapat meningkatkan kepuasan hidup mereka. 

Meningkatkan religiusitas pada lansia dapat membantu memberikan dukungan spiritual dan emosional bagi mereka di masa lanjut usia. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan religiusitas pada lansia:

🙏 Mendorong Aktivitas keagamaan: 

Mendorong lansia untuk terlibat dalam praktik keagamaan yang mereka nikmati, seperti menghadiri ibadah secara teratur, berdoa, membaca kitab suci, atau mengikuti kegiatan keagamaan yang lain. Aktivitas ini dapat membantu meningkatkan keterlibatan mereka dalam kehidupan keagamaan.

🙏 Dukungan komunitas: 

Bantu lansia untuk terhubung dengan komunitas keagamaan atau jemaat lokal. Interaksi dengan orang-orang dengan keyakinan serupa dapat memberikan dukungan sosial, membentuk ikatan yang erat, dan menciptakan rasa keterhubungan dalam agama.

🙏 Refleksi spiritual: 

Ajak lansia untuk merenungkan nilai-nilai dan makna yang mereka temukan dalam agama mereka. Hal ini dapat membantu mereka merenungkan arti hidup, memberikan kekuatan di tengah tantangan, dan menemukan kedamaian batin.

🙏 Kegiatan sosial keagamaan: 

Selain beribadah, lansia juga dapat berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan, seperti kelas pelajaran agama, kelompok studi, atau kegiatan sosial lainnya yang diselenggarakan oleh komunitas keagamaan mereka.

Kegiatan sosial keagamaan meningkatkan religiusitas lansia
 (Sumber: foto canva.com)

🙏 Membaca dan belajar tentang agama: 

Ajak lansia untuk membaca dan mempelajari lebih lanjut tentang agama mereka. Pengetahuan yang lebih dalam tentang keyakinan dan praktik keagamaan dapat memperkuat hubungan mereka dengan agama.

🙏 Dukungan keluarga: 

Keluarga juga dapat berperan penting dalam mendorong lansia untuk menjalankan praktik keagamaan mereka. Dukungan dan penghargaan dari keluarga dapat memberikan motivasi yang kuat bagi lansia untuk mempertahankan atau meningkatkan religiusitas mereka.

🙏 Berbicara dengan pemimpin agama:

Bantulah lansia untuk berbicara dengan pemimpin agama mereka jika memerlukan panduan, pertanyaan, atau perhatian spiritual khusus.

           💬 Perlu diingat bahwa religiusitas pada lansia adalah pilihan pribadi. Beberapa orang mungkin lebih terlibat dalam agama mereka saat usia lanjut, sementara yang lain mungkin mengalami perubahan dalam praktik keagamaan mereka. Penting untuk menghormati pilihan individu dan memastikan bahwa lingkungan sosial dan keluarga memberikan dukungan dan penghargaan atas pilihan tersebut.






Sumber:

https://www.msdmanuals.com/professional/geriatrics/social-issues-in-older-adults/religion-and-spirituality-in-older-adults

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2352827316300179

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29791624/

https://www.who.int/health-topics/ageing#tab=tab_1

https://www.psychologytoday.com/us/blog/culture-conscious/201602/why-are-old-people-so-religious




Tuesday, 1 August 2023

15 % Lansia Pada Sembelit, Bikin Sulit Dan Rumit

            Konstipasi adalah gangguan umum pada populasi lansia secara global dan berhubungan dengan komorbiditas dan yang berdampak negatif pada kualitas hidup. Prevalensi konstipasi bervariasi dalam studi yang berbeda, terutama karena tidak seragam kriteria diagnostik. Namun, 15%–30% individu berusia lebih 60 tahun didiagnosis dengan konstipasi.     

Konstipasi (sembelit) atau susah buang air besar kronis terjadi pada lansia. Kondisi ini tak bisa dianggap sepele, karena dapat memengaruhi kualitas hidup lansia. Oleh karena itu, mengetahui penyebab dan cara mengatasi konstipasi pada lansia adalah hal yang penting. 

Susah buang air besar kronis pada lansia 
(Sumber: foto canva.com)

Hal tersebut bertujuan agar lansia bisa memiliki rutinitas buang air besar yang normal. Dengan demikian, mereka dapat menikmati hari-hari tua tanpa adanya gangguan pencernaan. 

Lansia cenderung mengalami gangguan buang air besar karena beberapa faktor yang terkait dengan penuaan dan perubahan fisik yang terjadi pada tubuh mereka. 

Beberapa alasan umum mengapa gangguan buang air besar sering terjadi pada lansia, antara lain:

🏃 Penurunan aktivitas fisik: 

Lansia cenderung menjadi kurang aktif secara fisik, yang dapat memperlambat pergerakan usus dan menyebabkan sembelit. Kurangnya aktivitas fisik juga dapat mengurangi tonus otot perut, termasuk otot-otot yang terlibat dalam proses buang air besar.

🏃 Perubahan pola makan: 

Lansia sering mengalami perubahan pola makan, termasuk diet yang rendah serat dan tidak cukup cairan. Serat makanan membantu meningkatkan volume dan kelembutan tinja, serta merangsang pergerakan usus. Kurangnya serat dan cairan dalam diet dapat menyebabkan sembelit.

🏃 Efek samping obat-obatan: 

Lansia sering mengonsumsi beberapa jenis obat untuk mengelola kondisi kesehatan mereka. Beberapa obat dapat memiliki efek samping yang menyebabkan sembelit atau diare.

Efek samping obat-obatan dapat sebabkan sembelit pada lansia
(Sumber: foto canva.com)

🏃 Penurunan fungsi pencernaan: 

Dengan bertambahnya usia, sistem pencernaan cenderung mengalami perubahan. Produksi enzim pencernaan dan asam lambung dapat berkurang, yang dapat mempengaruhi proses pencernaan makanan dan pencernaan yang tidak adekuat dapat menyebabkan masalah buang air besar.

🏃 Penyakit kronis: 

Lansia sering menderita penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, atau gangguan tiroid. Beberapa kondisi ini dapat mempengaruhi fungsi sistem pencernaan dan menyebabkan perubahan dalam pola buang air besar.

               💭  Untuk mengatasi gangguan buang air besar pada lansia, penting untuk menjaga pola makan yang sehat dengan asupan serat, cukup minum air, dan menjaga tingkat aktivitas fisik yang memadai

Ada beberapa penyakit yang umumnya ditemukan pada lansia dan dapat menyebabkan gangguan buang air besar. Beberapa di antaranya meliputi:

😓 Sembelit (konstipasi): 

Sembelit adalah kondisi di mana seseorang mengalami kesulitan dalam buang air besar atau frekuensi buang air besar yang berkurang. Ini bisa disebabkan oleh faktor-faktor seperti diet rendah serat, kurangnya cairan, kurangnya aktivitas fisik, atau efek samping obat-obatan tertentu yang sering dikonsumsi oleh lansia.

😓 Sindrom usus iritabel (irritable bowel syndrome/IBS): 

IBS adalah gangguan yang mempengaruhi usus besar dan dapat menyebabkan gangguan buang air besar seperti diare, sembelit, atau perubahan pola buang air besar yang tidak teratur. Gejala IBS meliputi nyeri perut, kembung, dan perubahan pola buang air besar yang terkait dengan stres atau pola makan.

😓 Penyakit divertikular: 

Penyakit divertikular terjadi ketika divertikula, yaitu kantung-kantung kecil yang berkembang di dinding usus besar, terinfeksi atau meradang. Ini bisa menyebabkan gejala seperti sembelit, diare, nyeri perut, dan perubahan pola buang air besar pada lansia.

😓 Ensefalopati hepar (hepatic encephalopathy):

Ensefalopati hepar adalah kondisi yang terjadi pada lansia dengan gangguan fungsi hati, seperti sirosis. Kondisi ini dapat menyebabkan perubahan perilaku, perubahan mood, perubahan pola tidur, dan gangguan buang air besar.

😓 Kanker usus besar:

Kanker usus besar merupakan penyakit yang dapat terjadi pada lansia dan menyebabkan perubahan dalam pola buang air besar, seperti diare kronis atau sembelit yang persisten.

😓 Penyakit Parkinson:

Lansia yang menderita penyakit Parkinson sering mengalami gangguan buang air besar. Gangguan pergerakan dan kelemahan otot yang terkait dengan penyakit ini dapat mempengaruhi fungsi usus dan menyebabkan sembelit.

Penyakit Parkinson sering membuat gangguan buang air besar
 (Sumber: foto canva.com)

😓 Gangguan neurologis:

Beberapa gangguan neurologis seperti stroke atau penyakit Alzheimer juga dapat berdampak pada fungsi usus dan menyebabkan gangguan buang air besar pada lansia.

               💬  Penting untuk diingat bahwa jika ada perubahan dalam pola buang air besar atau gejala yang tidak biasa pada lansia, sebaiknya berkonsultasi dengan profesional medis untuk evaluasi dan diagnosis yang tepat.

Beberapa contoh makanan yang tinggi serat dan bisa membantu mencegah sembelit:

🍏 Buah-buahan: 

Buah-buahan seperti apel, pir, jeruk, stroberi, dan buah beri mengandung serat yang tinggi. Serat dalam buah-buahan dapat membantu melunakkan tinja dan mendorong gerakan usus.

🍏 Sayuran: 

Sayuran hijau seperti bayam, brokoli, kubis, wortel, dan kacang polong mengandung serat yang tinggi. Sayuran juga mengandung air, yang dapat membantu mencegah sembelit.

🍏 Biji-bijian dan sereal: 

Biji-bijian utuh seperti gandum, oat, beras merah, dan quinoa mengandung serat yang tinggi. Sereal gandum utuh yang rendah gula juga bisa menjadi pilihan yang baik untuk melancarkan buang air besar.

🍏 Kacang-kacangan: 

Kacang-kacangan seperti almond, kenari, kacang merah, dan kacang hijau mengandung serat dan nutrisi penting lainnya yang bisa membantu melancarkan buang air besar.

🍏 Legum: 

Kacang-kacangan seperti kacang hitam, kacang polong, dan lentil merupakan sumber serat yang baik. Mereka juga mengandung protein nabati yang sehat.

🍏 Air: 

Konsumsi cairan yang cukup sangat penting untuk menjaga kecukupan cairan dalam tubuh dan mencegah sembelit. Pastikan lansia mengonsumsi cukup air sepanjang hari.

               Selain mengonsumsi makanan yang tinggi serat, lansia juga harus memastikan bahwa mereka memiliki gaya hidup aktif secara fisik. Berolahraga secara teratur dapat membantu melancarkan buang air besar dan menjaga kesehatan usus.

Untuk mencegah gangguan buang air besar pada lansia, berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

🍚 Konsumsi makanan tinggi serat: 

Makan makanan tinggi serat seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, dan kacang-kacangan dapat membantu melancarkan buang air besar. Serat membantu meningkatkan volume tinja dan memperbaiki gerakan usus. Pastikan lansia mendapatkan asupan serat yang cukup setiap hari.

🍚 Cukupi kebutuhan cairan: 

Minum cukup air dan cairan lainnya sangat penting untuk menjaga hidrasi yang baik dan mencegah sembelit. Air membantu melunakkan tinja dan memperlancar proses pencernaan. Anjurkan lansia untuk minum air setidaknya 6-8 gelas sehari, kecuali ada pembatasan cairan yang ditentukan oleh dokter.

🍚 Tetap aktif secara fisik: 

Aktivitas fisik yang cukup membantu merangsang pergerakan usus dan mencegah sembelit. Lansia sebaiknya melakukan olahraga ringan seperti berjalan, berenang, atau senam yang disesuaikan dengan kemampuan mereka. Kegiatan sehari-hari seperti membersihkan rumah, berkebun, atau berjalan-jalan juga dapat membantu menjaga fungsi usus yang sehat.

Lansia harus aktif secara fisik untuk mencegah sembelit
(Sumber: foto canva.com)

🍚 Jaga kebiasaan buang air besar yang teratur: 

Mendorong lansia untuk menjaga kebiasaan buang air besar yang teratur dapat membantu mencegah sembelit. Anjurkan mereka untuk menggunakan waktu yang sama setiap hari untuk buang air besar, dan memberikan waktu yang cukup untuk proses tersebut.

🍚 Hindari penundaan buang air besar: 

Lansia sebaiknya menghindari menunda keinginan buang air besar. Ketika merasakan dorongan buang air besar, sebaiknya mereka segera pergi ke toilet untuk menghindari penyerapan kembali air dari tinja yang menyebabkan sembelit.

🍚 Perhatikan efek samping obat-obatan: 

Beberapa obat yang dikonsumsi lansia dapat menyebabkan sembelit sebagai efek samping. Jika ada masalah buang air besar yang muncul setelah memulai penggunaan obat baru, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter untuk mempertimbangkan alternatif atau penyesuaian dosis.

🍚 Hindari konsumsi berlebihan alkohol dan kafein: 

Alkohol dan kafein dapat menyebabkan dehidrasi dan mengganggu fungsi pencernaan. Lansia sebaiknya mengonsumsi alkohol dengan moderat dan membatasi konsumsi kafein.

🍚 Perhatikan kesehatan mental: 

Stres dan kecemasan dapat mempengaruhi fungsi pencernaan. Dukung lansia dalam menjaga kesehatan mental mereka dengan melibatkan mereka dalam aktivitas sosial, menjaga rutinitas tidur yang baik, dan memberikan dukungan emosional.

              💬 Penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki kebutuhan yang unik, terutama pada lansia. Pengobatan gangguan buang air besar pada lansia tergantung pada penyebab dan gejala spesifik yang dialami. 

Beberapa cara umum yang dapat digunakan untuk mengobati gangguan buang air besar pada lansia:

💮 Perubahan pola makan: 

Menyesuaikan pola makan dengan memperbanyak konsumsi makanan tinggi serat seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, dan kacang-kacangan. Serat membantu melunakkan tinja dan memperlancar gerakan usus. Selain itu, lansia juga perlu meningkatkan asupan cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi.

💮 Suplemen serat: 

Jika konsumsi serat dari makanan saja tidak mencukupi, dokter dapat merekomendasikan suplemen serat yang dapat membantu melancarkan buang air besar. Namun, perlu diingat untuk menggunakan suplemen serat sesuai petunjuk dokter.

💮 Obat pencahar: 

Dokter mungkin meresepkan obat pencahar untuk membantu melancarkan buang air besar jika perubahan pola makan dan suplemen serat tidak memberikan hasil yang cukup. Ada berbagai jenis obat pencahar yang tersedia, seperti pencahar serat, pencahar osmotik, pencahar stimulan, dan lain-lain. Penggunaan obat pencahar harus sesuai dengan instruksi dan dosis yang dianjurkan oleh dokter.

💮 Pengelolaan obat-obatan: 

Jika gangguan buang air besar disebabkan oleh efek samping obat-obatan yang sedang dikonsumsi, dokter dapat mempertimbangkan untuk mengubah dosis, mengganti obat dengan yang memiliki efek samping lebih sedikit pada sistem pencernaan, atau memberikan saran lain yang sesuai.

💮 Terapi fisik: 

Terapi fisik atau latihan khusus dapat membantu merangsang gerakan usus dan mencegah sembelit. Ahli terapi fisik dapat memberikan latihan spesifik yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan lansia.

💮 Penanganan kondisi medis yang mendasari:

Jika buang air besar yang tidak normal disebabkan oleh kondisi medis yang mendasari, seperti penyakit divertikular, sindrom usus iritabel, atau penyakit Parkinson, pengobatan akan difokuskan pada penanganan kondisi tersebut. Dokter akan meresepkan perawatan yang sesuai dengan penyakit yang mendasari untuk membantu mengendalikan gejala dan memperbaiki fungsi usus.

Beberapa istilah medis yang terkait dengan gangguan buang air besar adalah sebagai berikut:

🚫 Konstipasi: 

Konstipasi adalah istilah medis untuk sembelit, yaitu kondisi di mana seseorang mengalami kesulitan dalam buang air besar atau frekuensi buang air besar yang berkurang.

🚫 Diare: 

Diare adalah kondisi di mana seseorang mengalami buang air besar dengan tinja yang encer dan sering, biasanya disertai dengan frekuensi buang air besar yang meningkat.

🚫 Sindrome Usus Iritabel (Irritable Bowel Syndrome/IBS): 

IBS adalah gangguan fungsi usus yang ditandai oleh perubahan pola buang air besar, termasuk diare, sembelit, atau kombinasi keduanya. IBS juga dapat disertai dengan gejala lain seperti nyeri perut, kembung, dan perubahan dalam konsistensi tinja.

🚫 Obstruksi usus: 

Obstruksi usus terjadi ketika ada hambatan fisik atau mekanik yang menghalangi pergerakan tinja melalui saluran pencernaan. Hal ini dapat menyebabkan gejala sembelit, mual, muntah, nyeri perut, dan distensi abdomen.

🚫 Inkontinensia feses: 

Inkontinensia feses adalah ketidakmampuan untuk mengontrol keluarnya tinja secara sukarela. Ini bisa melibatkan kehilangan kontrol sepenuhnya atau kehilangan sebagian atas buang air besar.

🚫 Disimpaksi: 

Disimpaksi adalah kondisi di mana tinja keras menumpuk dan mengeras di dalam rektum, menyebabkan sumbatan dan kesulitan dalam buang air besar.

🚫 Hemoroid: 

Hemoroid, juga dikenal sebagai wasir, adalah pembengkakan pembuluh darah di dalam atau sekitar anus atau rektum. Hemoroid dapat menyebabkan gejala seperti perdarahan, rasa gatal, dan tidak nyaman saat buang air besar.

🚫 Prolaps rektum: 

Prolaps rektum terjadi ketika bagian dari dinding usus besar (rektum) melorot atau menonjol keluar dari anus. Hal ini bisa menyebabkan kesulitan dalam buang air besar dan perasaan tidak nyaman.

            💬  Penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau profesional kesehatan terlatih sebelum memulai pengobatan atau perubahan dalam penanganan gangguan buang air besar pada lansia. Mereka dapat melakukan evaluasi yang tepat dan memberikan saran serta perawatan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan individu.

 






Sumber:

https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/constipation#

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/constipation/symptoms-causes/syc-20354253

https://www.nhs.uk/conditions/constipation/

https://www.webmd.com/digestive-disorders/digestive-diseases-constipation

https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/conditionsandtreatments/constipation

https://medlineplus.gov/ency/patientinstructions/000120.htm

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7272371/