Pernahkah Anda memperhatikan bahwa seseorang yang dulunya keras kepala kini menjadi lembut di usia tua? Atau sebaliknya, orang yang dulu periang kini tampak mudah marah dan sensitif? Perubahan semacam ini bukan kebetulan — karena karakter manusia memang bisa berubah seiring bertambahnya usia.
![]() |
| Karakter seorang dapat berubah seiring bertambah usia. (Sumber: foto grup) |
1. Karakter Itu Tidak Kaku
Banyak orang mengira karakter seseorang sudah terbentuk sejak muda dan tidak bisa diubah. Faktanya, karakter adalah hasil dari proses panjang — gabungan antara kepribadian bawaan, pengalaman hidup, dan nilai-nilai moral yang terus berkembang.
Seiring waktu, manusia belajar dari kegagalan, kehilangan, dan kebahagiaan. Dari situlah karakter terbentuk ulang. Itulah sebabnya lansia sering lebih bijak dan sabar dibanding masa mudanya.
2. Ilmu Psikologi Menjelaskan Perubahan Ini
Penelitian jangka panjang seperti Baltimore Longitudinal Study of Aging menemukan bahwa lima dimensi utama kepribadian manusia berubah seiring usia:
| Aspek Kepribadian | Perubahan Umum Saat Menua |
|---|---|
| Kecemasan & Emosi (Neurotisisme) | Berkurang — lansia lebih tenang |
| Sifat Ramah & Pemaaf (Agreeableness) | Meningkat — lebih sabar & toleran |
| Kedisiplinan (Conscientiousness) | Meningkat — lebih berhati-hati & tanggung jawab |
| Keterbukaan (Openness) | Sedikit menurun — lebih menyukai kestabilan |
| Ekstraversi (Keterbukaan sosial) | Cenderung menurun — lebih selektif dalam pergaulan |
Perubahan ini bukan tanda melemah, melainkan bukti bahwa manusia terus berevolusi secara psikologis.
3. Pengalaman Hidup Mengubah Cara Pandang
Lansia telah melalui banyak fase kehidupan: bekerja keras, membesarkan anak, menghadapi kehilangan, dan menikmati masa pensiun. Semua pengalaman itu mengubah cara mereka memandang dunia.
Beberapa faktor yang paling memengaruhi perubahan karakter antara muda dan lansia adalah:
-
Pengalaman kehilangan: mengajarkan arti ketenangan dan penerimaan.
-
Spiritualitas: membuat seseorang lebih reflektif dan damai.
-
Penurunan peran sosial: menggeser fokus dari pencapaian ke hubungan yang bermakna.
-
Perubahan biologis otak: bagian otak pengatur emosi bekerja lebih stabil, membuat lansia tidak mudah meledak-ledak.
4. Tidak Semua Perubahan ke Arah Positif
Meski banyak lansia menjadi lebih lembut dan sabar, ada juga yang berubah sebaliknya. Rasa kesepian, kehilangan harga diri setelah pensiun, atau penyakit kronis dapat membuat sebagian orang lebih mudah tersinggung atau tertutup.
Itulah mengapa dukungan sosial dan kasih sayang keluarga sangat penting. Lansia yang merasa dihargai dan didengar cenderung mempertahankan karakter positifnya.
5. Dari Ambisi ke Kebijaksanaan
Secara umum, pola perubahan karakter bisa digambarkan seperti ini:
| Tahap Usia | Ciri Dominan Karakter |
|---|---|
| Muda (20–40 th) | Penuh ambisi, berani, ingin diakui |
| Dewasa tengah (40–60 th) | Lebih seimbang, mulai reflektif |
| Lansia (>60 th) | Tenang, bijak, mencari makna hidup |
Pada tahap akhir kehidupan, banyak orang lebih fokus pada makna, bukan lagi pada pencapaian. Mereka lebih sering merenung, memaafkan, dan berbagi pengalaman hidup kepada generasi muda.
Kesimpulan: Karakter Lansia Adalah Hasil Dari Kehidupan Itu Sendiri
Karakter seseorang memang bisa berubah — dan usia tua bukan akhir dari perkembangan diri, justru puncak dari perjalanan batin manusia.
Lansia yang bahagia biasanya bukan karena tidak punya masalah, tetapi karena telah belajar berdamai dengan kehidupan.
Artikel lain yang Menarik:
Artikel Inspirasi Lansia:
Sumber:
-
Costa, P. T., & McCrae, R. R. (2006). Personality in adulthood: A five-factor theory perspective.
-
Baltimore Longitudinal Study of Aging (BLSA). National Institute on Aging.
-
Freund, A. M., & Baltes, P. B. (2002). Life-management strategies of selection, optimization, and compensation: Measurement by self-report and construct validity.
-
Carstensen, L. L. (1999). Socioemotional selectivity theory: The social and emotional life of the elderly.

No comments:
Post a Comment