Monday, 14 August 2023

Ada Penyakit "Bersahabat" Dengan Manusia, Ah Masa Sih!

              Orang-orang di seluruh dunia hidup lebih lama. Saat ini kebanyakan orang dapat berharap untuk hidup sampai usia enam puluhan dan seterusnya. Setiap negara di dunia mengalami pertumbuhan baik dalam jumlah maupun proporsi orang lanjut usia dalam populasi. 

Karena rentang hidup rata-rata baru-baru ini meningkat, demikian pula perhatian terhadap kebijakan kesehatan, keinginan untuk hidup tanpa penyakit dan kecacatan, dan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup terkait kesehatan.

Komunitas lansia sepeda ontel berziarah TMP Kali bata
menerapkan gaya hidup sehat. (Sumber: foto pens 49 ceria)

Usia yang lebih tua juga ditandai dengan munculnya beberapa kondisi kesehatan yang kompleks yang biasa disebut sindrom geriatri. Mereka sering merupakan konsekuensi dari berbagai faktor yang mendasari dan termasuk kelemahan, inkontinensia urin, jatuh, delirium, dan tukak tekan.

Dalam konteks lansia, pemahaman masyarakat "penyakit yang bersahabat" mengacu pada penyakit yang umum terjadi pada usia lanjut dan tidak secara langsung mengancam nyawa atau menyebabkan kondisi yang parah. Pemahaman ini mengakui bahwa beberapa penyakit pada lansia mungkin tidak memiliki dampak yang sama beratnya seperti pada populasi yang lebih muda.

Namun, penting untuk diingat bahwa persepsi "bersahabat " adalah istilah yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari atau dalam konteks informal untuk menggambarkan penyakit yang cenderung memiliki dampak yang lebih ringan atau tidak mengancam nyawa, ini tidak berarti bahwa penyakit tersebut tidak memiliki dampak atau tidak perlu diperhatikan. 

Meskipun penyakit tersebut mungkin tidak mengancam nyawa secara langsung, mereka masih dapat menyebabkan tidak nyaman, mengganggu kualitas hidup, dan mempengaruhi kemampuan lansia untuk menjalani kehidupan sehari-hari secara mandiri.

Pemahaman penyakit yang bersahabat dapat mengarah pada upaya untuk mencegah dan mengelola penyakit-penyakit tersebut secara efektif agar lansia tetap nyaman dan dapat menjalani kehidupan yang produktif. Ini melibatkan pengelolaan gejala, pemberian perawatan yang sesuai, dan penyesuaian gaya hidup yang sehat.

Penyakit terkait penuaan (biasanya disebut age-related disease, ARD) adalah penyakit yang paling sering terlihat dengan frekuensi yang meningkat seiring bertambahnya penuaan . Mereka pada dasarnya adalah komplikasi penuaan, dibedakan dari proses penuaan itu sendiri.

Penyakit terkait penuaan frekuensi meningkat seiring bertambah usia
(Sumber: foto canva.com)

Beberapa penyakit yang dapat dianggap "bersahabat" dengan lansia adalah penyakit-penyakit yang umum terjadi pada usia lanjut dan biasanya tidak mengancam nyawa secara langsung. Perlu diingat bahwa respons individu terhadap penyakit dapat bervariasi.

Beberapa contoh penyakit yang sering terlihat pada lansia:

👴 Osteoarthritis:

Osteoarthritis adalah bentuk umum dari arthritis yang terjadi ketika tulang rawan sendi mulai mengalami kerusakan. Prevalensi osteoarthritis tampaknya lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.

Obesitas merupakan faktor risiko osteoarthritis dan seiring bertambahnya usia populasi (dan khususnya seiring bertambahnya usia populasi yang kelebihan berat badan), tingkat artritis pinggul dan lutut yang parah akan meningkat. 

Manajemen nyeri akan terus menjadi masalah klinis dan kebijakan kesehatan yang menjengkelkan karena hampir semua analgesik memiliki risiko yang luar biasa pada orang dewasa yang lebih tua. Ini dapat menyebabkan nyeri, kekakuan, dan pembengkakan sendi. Meskipun osteoarthritis dapat membatasi gerakan dan menyebabkan tidak nyaman, biasanya tidak mengancam jiwa.

👴 Hipertensi (tekanan darah tinggi): 

Hipertensi umum terjadi pada lansia dan dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke. Berhubungan dengan kematian bahkan sampai pada usia lanjut. Namun, dengan pengelolaan yang tepat melalui diet, gaya hidup sehat, dan pengobatan, banyak lansia dapat menjaga tekanan darah mereka dalam kisaran yang aman.

👴 Katarak:

Katarak adalah kekeruhan progresif pada lensa mata, akibat sejumlah faktor, termasuk usia, paparan sinar ultraviolet, merokok, dan diabetes. Ini adalah kondisi mata yang umum terjadi pada lansia di mana lensa mata menjadi keruh, menyebabkan penglihatan kabur atau buram. Namun, katarak dapat diobati melalui operasi pengangkatan katarak yang relatif sederhana.

👴 Gangguan tidur:

Lansia sering mengalami gangguan tidur, seperti insomnia atau sleep apnea. Meskipun gangguan tidur dapat mengganggu kualitas hidup, jarang berbahaya secara langsung.

👴 Demensia ringan:

Tingkat demensia meningkat seiring bertambahnya usia. Tingkat kematian akibat penyakit Alzheimer meningkat sementara tingkat kematian akibat penyakit kardiovaskular menurun. Prevalensi demensia di seluruh dunia dapat meningkat dari 47 juta pada tahun 2015 menjadi 131 juta pada tahun 2050. Meskipun demensia, seperti penyakit Alzheimer, adalah kondisi serius yang mempengaruhi kognisi dan ingatan, dalam tahap awalnya, gejalanya mungkin tidak parah. Lansia dengan demensia ringan masih dapat menjalani kehidupan yang relatif mandiri dan berfungsi dengan baik dalam aktivitas sehari-hari.

         Mencegah penyakit yang bersahabat pada lansia melibatkan serangkaian langkah yang dapat diambil untuk menjaga kesehatan fisik dan mental secara umum. 

Lansia hidup tanpa penyakit dan kecacatan, sindrom geriatri
( Sumber: canva.com)

Beberapa langkah yang dapat membantu mencegah penyakit tersebut:

Gaya Hidup Sehat:

✅ Makanlah makanan seimbang dan bergizi tinggi, termasuk buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan protein sehat.

✅ Hindari makanan yang tinggi lemak jenuh, gula, dan garam berlebih.

✅ Lakukan aktivitas fisik secara teratur, seperti berjalan, bersepeda, atau senam ringan.

✅ Hindari kebiasaan merokok dan batasi konsumsi alkohol.

✅ Jaga berat badan yang sehat sesuai dengan rekomendasi dokter.

Lansia harus menjaga berat badan sesuai rekomendasi dokter
(Sumber: foto canva.com)

✅ Perawatan Medis yang Tepat:

✅ Jalani pemeriksaan kesehatan rutin dan ikuti saran medis yang diberikan oleh dokter.

✅ Minum obat-obatan yang diresepkan sesuai petunjuk dokter.

Vaksinasi: 

Pastikan Anda mendapatkan vaksinasi yang dianjurkan, seperti vaksin flu, vaksin pneumonia, atau vaksin hepatitis, sesuai dengan rekomendasi medis.

Kesehatan Mental dan Emosional:

✅ Pertahankan hubungan sosial yang sehat dan aktif dengan keluarga, teman, dan komunitas.

✅  Latihan relaksasi dan teknik pengelolaan stres, seperti meditasi atau yoga.

✅ Jaga pikiran yang positif dan terlibat dalam kegiatan yang menstimulasi mental, seperti membaca, menulis, atau mempelajari hal baru.

✅ Bila perlu, cari dukungan profesional untuk kesehatan mental dan emosional.

Keamanan dan Pencegahan Cedera:

✅ Ciptakan lingkungan yang aman di rumah, termasuk pemasangan pegangan tangan, penghilangan hambatan, dan penerangan yang memadai.

✅ Kenakan pakaian yang nyaman dan sesuai untuk menghindari jatuh atau cedera.

✅ Gunakan alat bantu jika diperlukan, seperti kacamata, alat bantu dengar, atau tongkat.

Latihan Kognitif:

✅ Latih otak dengan melakukan latihan kognitif, seperti teka-teki, membaca, atau permainan puzzle.

✅ Terlibat dalam aktivitas yang merangsang pikiran, seperti bermain musik, belajar bahasa baru, atau mengikuti kursus.

                  💬  Perlu diingat bahwa tidak semua penyakit dapat dicegah sepenuhnya, tetapi langkah-langkah ini dapat membantu mengurangi risiko penyakit dan meningkatkan kualitas hidup pada lansia. Selalu konsultasikan dengan dokter atau profesional kesehatan untuk rekomendasi yang sesuai dengan kondisi kesehatan individu.







  Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7349344/

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/10-facts-on-ageing-and-health

https://en.wikipedia.org/wiki/Aging-associated_diseases

https://www.verywellhealth.com/age-related-diseases-2223996

https://ncoa.org/article/the-top-10-most-common-chronic-conditions-in-older-adults

Sunday, 13 August 2023

Lansia Curiga Terus, Waspada Terkena Gangguan Paranoid

      Paranoid adalah gangguan mental yang diderita seseorang yang meyakini bahwa orang lain ingin membahayakan dirinya. Dikatakan sebagai bentuk gangguan bila perilaku tersebut sifatnya irasional, menetap, mengganggu, dan membuat stres. Tetapi, perilaku ini tidak disebut paranoid bila kemunculan perilaku tersebut disebabkan oleh skizofrenia, gangguan bipolar, atau gangguan psikotik lainnya (faktor neurologi), atau sebab-sebab yang diakibatkan oleh kondisi medis.  

Gangguan Personalitas Paranoid (Paranoid Personality Disorder atau PPD) adalah jenis gangguan personalitas yang ditandai oleh pola perilaku dan pikiran yang terus-menerus mencurigai, curiga, dan tidak percaya terhadap motif dan niat orang lain

Gangguan ini mungkin juga terlihat pada lansia, meskipun diagnosa dan pengelolaannya bisa lebih kompleks karena perubahan fisik, kognitif, dan sosial yang terjadi seiring bertambahnya usia. Gangguan kepribadian paranoid adalah kondisi mental di mana seseorang memiliki pola ketidakpercayaan dan kecurigaan jangka panjang terhadap orang lain. Orang tersebut tidak memiliki gangguan psikotik yang parah , seperti skizofrenia .

Gangguan personalitas paranoid ditandai pikiran
yang terus menerus mencurigai dan tidak percaya
(Sumber: foto paguyuban pensiun 209)

Jadi paranoid adalah masalah psikologis yang ditandai dengan munculnya rasa curiga dan takut berlebihan. Orang yang paranoid cenderung sulit atau bahkan tidak bisa memercayai orang lain dan memiliki pola pikir yang berbeda dari kebanyakan orang.

Beberapa ciri paranoid pada lansia, antara lain:

😨 Meningkatnya Ketidakpercayaan: 

Lansia dengan gangguan personalitas paranoid mungkin semakin tidak percaya pada orang-orang di sekitarnya, bahkan pada orang-orang yang telah mereka kenal lama. Mereka mungkin melihat motif tersembunyi di balik tindakan baik orang lain.

😨 Merasa Diserang atau Dikhianati: 

Lansia dengan gangguan ini cenderung merasa mereka sedang diserang atau dikhianati oleh orang lain, meskipun tidak ada bukti yang jelas untuk mendukung keyakinan tersebut.

😨 Sulit Memaafkan: 

Mereka cenderung sulit memaafkan kesalahan atau kekhilafan orang lain. Mereka mungkin akan menyimpan dendam dan mempertahankan perasaan negatif terhadap orang yang dianggap telah menyakiti mereka.

Paranoid memunculkan rasa curiga dan takut berlebihan
(Sumber: foto canva.com)

😨 Kewaspadaan Berlebihan: Orang dengan gangguan ini mungkin menjadi sangat waspada terhadap segala hal di sekitarnya, mencari tanda-tanda bahaya atau persekongkolan yang mungkin tidak ada.

😨 Tanggapan Terhadap Kritik: 

Lansia dengan gangguan personalitas paranoid mungkin merespons kritik dengan sangat defensif, bahkan jika kritik tersebut bersifat konstruktif.

😨 Isolasi Sosial: 

Karena kecurigaan dan ketidakpercayaan mereka terhadap orang lain, lansia dengan gangguan ini mungkin cenderung menghindari interaksi sosial yang lebih dalam dan mendalam, sehingga dapat mengakibatkan isolasi.

😨 Stres yang Berlebihan: 

Mereka mungkin mengalami stres yang lebih tinggi akibat ketidakpercayaan dan kecemasan yang berkelanjutan.

Paranoid dapat menimbulkan stres (Sumber: canva.com)

       Penyebab pasti dari Gangguan Personalitas Paranoid (Paranoid Personality Disorder) belum sepenuhnya dipahami, dan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan gangguan ini bersifat kompleks dan sering kali melibatkan kombinasi genetik, lingkungan, dan faktor psikologis.

Beberapa faktor yang dapat berperan dalam perkembangan paranoid personality disorder:

💫 Faktor Genetik: 

Ada bukti bahwa faktor genetik dapat berperan dalam rentang gangguan personalitas paranoid. Orang yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan mental atau gangguan personalitas mungkin memiliki risiko lebih tinggi mengembangkan gangguan ini, tetapi bukan berarti penyebabnya hanya genetik.

💫 Pengalaman Hidup: 

Pengalaman hidup masa lalu, terutama traumatis atau merugikan, dapat mempengaruhi perkembangan pola pemikiran yang curiga dan tidak percaya pada orang lain. Pengalaman pengkhianatan atau pengalaman interpersonal yang buruk dapat memicu perkembangan perilaku paranoid pada lansia.

💫 Perubahan Fisik dan Kognitif: 

Penuaan membawa perubahan fisik dan kognitif yang dapat mempengaruhi cara seseorang memproses informasi dan merespons lingkungan. Perubahan ini dapat berkontribusi pada peningkatan rasa tidak aman, kecemasan, dan curiga.

💫 Isolasi Sosial: 

Lansia sering kali menghadapi risiko isolasi sosial yang lebih besar karena faktor-faktor seperti pensiun, kehilangan teman dan anggota keluarga, serta perubahan dalam mobilitas fisik. Isolasi sosial dapat menghasilkan kecenderungan untuk memperkuat pikiran paranoid, karena kurangnya pengalaman positif dan interaksi sosial yang normal.

💫 Gangguan Kesehatan Mental Lainnya: 

Lansia sering mengalami berbagai masalah kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, atau bahkan gangguan neurodegeneratif seperti demensia. Gangguan-gangguan ini dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku, termasuk memperburuk atau memicu perilaku paranoid.

💫 Stres dan Perubahan Hidup: 

Peristiwa-peristiwa stres, seperti pensiun, kematian pasangan, atau kehilangan rumah, dapat memicu perkembangan atau eksaserbasi (penyebab bermakna) perilaku paranoid pada lansia.

💫 Kehilangan Kontrol: 

Lansia mungkin menghadapi perasaan kehilangan kontrol atas hidup mereka, terutama jika mereka mengalami perubahan fisik atau lingkungan yang signifikan. Ini dapat menyebabkan rasa tidak aman dan kecenderungan untuk memandang lingkungan dengan curiga.

       Lansia dengan Paranoid Personality Disorder (Gangguan Personalitas Paranoid) dapat berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan fisik dan mental tambahan. 

Beberapa kondisi yang dapat menyertai atau berhubungan dengan paranoid pada lansia meliputi:

😰 Depresi: 

Lansia dengan paranoid dapat mengalami depresi. Depresi sering kali dapat memperburuk gejala paranoid dan sebaliknya. Kombinasi antara paranoid dan depresi dapat menghasilkan isolasi sosial yang lebih parah dan perasaan tidak berharga.

😰 Kecemasan: 

Kecemasan adalah masalah umum pada lansia dengan atau tanpa gangguan personalitas. Pada kasus paranoid, kecemasan bisa menjadi lebih intens dan mengganggu kualitas hidup.

😰 Gangguan Neurodegeneratif:

Lansia dengan paranoid personality disorder mungkin juga memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan neurodegeneratif seperti demensia atau penyakit Alzheimer. Ini bisa menyebabkan perubahan perilaku dan kognitif yang lebih serius.

😰 Gangguan Psikotik: 

Meskipun paranoid personality disorder sendiri bukan gangguan psikotik, ada kemungkinan bahwa lansia dengan gangguan ini dapat mengalami episode psikotik, seperti delusi atau halusinasi, terutama dalam situasi yang stres atau saat gejala sedang memburuk.

😰 Gangguan Kecemasan Lainnya: 

Selain kecemasan umum, lansia dengan paranoid personality disorder juga bisa mengalami gangguan kecemasan lainnya seperti gangguan kecemasan sosial atau gangguan panik.

😰 Kehilangan Fungsi Sosial dan Pekerjaan: 

Gejala paranoid personality disorder dapat menyebabkan kesulitan dalam berinteraksi sosial dan mempertahankan pekerjaan. Ini dapat menyebabkan isolasi, perasaan rendah diri, dan masalah finansial.

😰 Gangguan Kesehatan Fisik Umum: 

Kesehatan fisik umum juga bisa terpengaruh oleh gangguan mental. Lansia dengan paranoid personality disorder mungkin kurang mungkin untuk merawat diri sendiri dengan baik, termasuk menjaga diet yang sehat, berolahraga, dan mengelola kondisi medis yang mendasarinya.

       Anda tidak dapat sepenuhnya mencegah Gangguan Personalitas Paranoid (Paranoid Personality Disorder) pada lansia atau siapa pun, ada beberapa langkah yang dapat Anda ambil untuk membantu mengurangi risiko perkembangan gangguan tersebut. Namun, penting untuk diingat bahwa faktor-faktor genetik dan lingkungan yang kompleks dapat memainkan peran dalam perkembangan gangguan personalitas. 

Beberapa langkah yang dapat Anda pertimbangkan untuk mengurangi risiko paranoid:

💪  Pertahankan Kesehatan Mental: 

Penting untuk merawat kesehatan mental dengan baik sepanjang hidup. Lakukan aktivitas yang menyenangkan, berbicara dengan teman dan keluarga, dan cari dukungan profesional jika Anda mengalami tekanan atau perubahan suasana hati yang signifikan.

💪 Jaga Hubungan Sosial: 

Pertahankan hubungan sosial yang positif dan sehat dengan teman, keluarga, dan masyarakat. Isolasi sosial dapat meningkatkan risiko perkembangan pola pikir paranoid.

💪 Kelola Stres: 

Praktikkan teknik relaksasi dan manajemen stres, seperti meditasi, yoga, atau olahraga ringan. Ini dapat membantu mengurangi kecemasan dan ketegangan yang dapat memicu pola pikir paranoid.

💪 Cari Dukungan Emosional: 

Jika Anda mengalami perubahan hidup yang signifikan, seperti pensiun atau kehilangan anggota keluarga, cari dukungan emosional dari teman dan keluarga. Bicarakan perasaan Anda dan bagaimana Anda merasa menghadapinya.

💪 Hindari Penyalahgunaan Zat:

Hindari penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Penyalahgunaan zat dapat mempengaruhi kesehatan mental dan meningkatkan risiko masalah emosional.

💪 Terlibat dalam Kegiatan Positif: 

Terlibat dalam kegiatan yang memberi Anda rasa pencapaian dan kepuasan. Ini dapat membantu menjaga perasaan positif dan mengurangi risiko pikiran paranoid.

💪 Menghadapi Konflik dengan Sehat: 

Belajarlah mengelola konflik dengan cara yang sehat. Belajar untuk mendengarkan, berbicara dengan jujur, dan mencari solusi yang memadai dapat membantu mencegah pembentukan pola pikir paranoid dalam hubungan.

💪 Pentingnya Evaluasi Mental: 

Jika Anda atau orang yang Anda kenal mulai menunjukkan tanda-tanda perubahan perilaku atau pikiran yang kuatir, penting untuk mencari bantuan profesional segera. Pemeriksaan dan penanganan dini dapat membantu mengurangi dampak yang lebih serius.

       Gangguan Personalitas Paranoid (Paranoid Personality Disorder) sulit diobati, terutama pada lansia. Beberapa pendekatan yang dapat membantu mengelola gejala dan meningkatkan kualitas hidup seseorang yang menderita gangguan ini. Penting untuk bekerja sama dengan tim profesional kesehatan mental yang berpengalaman dalam merawat lansia dan gangguan personalitas.

Beberapa pendekatan yang mungkin digunakan mengobati paranoid:

💎 Terapi Psikologis: 

Terapi individu seperti terapi kognitif perilaku (CBT) atau terapi psikodinamik dapat membantu mengidentifikasi dan mengubah pola pikir dan perilaku paranoid yang merugikan. Terapis dapat membantu lansia mengatasi pikiran negatif dan menggantinya dengan cara pandang yang lebih realistis.

💎 Terapi Dukungan Sosial:

Terapi kelompok atau dukungan sosial dapat membantu lansia dengan gangguan personalitas paranoid untuk berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan yang aman dan mendukung. Ini dapat membantu mereka mengembangkan keterampilan sosial yang lebih baik dan mengurangi rasa isolasi.

💎 Obat-obatan: 

Dalam beberapa kasus, obat-obatan seperti antidepresan, antianxiety, atau antipsikotik dapat digunakan untuk mengelola gejala yang terkait dengan paranoid personality disorder. Namun, penggunaan obat-obatan harus diperiksa dan diawasi oleh dokter yang berpengalaman dalam merawat lansia.

💎 Pengelolaan Stres:

Pelajari teknik manajemen stres dan relaksasi seperti meditasi, yoga, atau pernapasan dalam. Ini dapat membantu lansia mengurangi kecemasan dan meningkatkan kesejahteraan psikologis secara keseluruhan.

Lansia dapat melakukan relaksasi seperti meditasi, yoga,
 pernapasan dalam atau shalat dengan khusyu (umat moslem)
(Sumber: foto canva.com) 

💎 Pendidikan Keluarga: 

Melibatkan keluarga atau anggota dekat dalam pengobatan dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih mendukung dan pemahaman yang lebih baik tentang kondisi ini.

💎 Pengelolaan Kesehatan Fisik:

Merawat kesehatan fisik juga penting. Kekurangan tidur, pola makan yang tidak sehat, dan kurangnya aktivitas fisik dapat mempengaruhi kesehatan mental. Memastikan bahwa lansia memiliki pola hidup sehat dapat membantu mengurangi dampak gejala.

💎 Ketekunan dan Kesabaran:

Pengobatan gangguan personalitas paranoid pada lansia mungkin memerlukan waktu yang lama dan kerja keras. Diperlukan ketekunan dan kesabaran dalam menjalani proses perawatan.

       Penting untuk diingat bahwa pengobatan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi individu. Setiap orang merespon pengobatan dengan cara yang berbeda. Jika Anda atau orang yang Anda kenal mengalami gejala paranoid personality disorder, konsultasikan dengan profesional kesehatan mental untuk menentukan pendekatan terbaik yang sesuai.



Sumber:

https://medlineplus.gov/healthtopics.html

https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/9784-paranoid-personality-disorder

https://www.webmd.com/mental-health/paranoid-personality-disorder

https://en.wikipedia.org/wiki/Paranoid_personality_disorder

https://www.merckmanuals.com/professional/psychiatric-disorders/personality-disorders/paranoid-personality-disorder-ppd

Saturday, 12 August 2023

Hati-hati Bipolar Kena Lansia, Gembira- Sedih Silih Berganti

       Bipolar merupakan sebuah istilah yang belakangan ini populer di masyarakat. Sesuai dengan namanya, bi artinya dua dan polar artinya kutub, orang dengan bipolar akan mengalami situasi emosi yang sangat ekstrem, pada kutub mania dan depresi.

Bipolar dikenal sebagai sebuah gangguan psikologis yang berkaitan dengan perubahan suasana hati. Perubahan suasana hati (mood) adalah suatu kondisi di mana seseorang bisa merasa gembira yang ekstrem dan rasa sedih yang ekstrem dalam durasi waktu yang tidak terlalu lama.

Rasa gembira yang ekstrem ini dikenal dengan istilah mania dan rasa sedih yang ekstrem dikenal dengan istilah depresi.   

Gejala gangguan bipolar orang yang lebih muda berbeda dengan
orang yang lebih tua, lansia mengalami sedikit di episode mania
(Sumber: foto paguyuban pensiun 209) 

Gangguan bipolar adalah gangguan kejiwaan yang parah dan kronis yang meliputi keadaan suasana hati yang tinggi dan rendah. Mereka yang menderita gangguan tersebut sering mengalami kecacatan fungsional yang serius, masalah keuangan, meningkatnya pikiran untuk bunuh diri dan penurunan kualitas hidup secara keseluruhan.   

Orang dengan gangguan bipolar memiliki episode:  

✅  Depresi, kondisi merasa sangat rendah dan lesu   

✅  Mania, kondisi merasa sangat tinggi dan terlalu aktif

Bipolar gangguan psikologis berkaitan perubahan mood
(Sumber: foto canva.com)

Istilah medis untuk bipolar pada lansia adalah "Gangguan Bipolar pada Usia Lanjut" atau "Late-Onset Bipolar Disorder". Ini merujuk pada kondisi gangguan bipolar yang muncul pada usia lanjut, penelitian menunjukkan bahwa 10% kasus didiagnosis setelah usia 50 tahun, dan 5% didiagnosis setelah usia 60 . Gangguan bipolar pada usia lanjut memiliki karakteristik dan gejala yang mungkin berbeda dari gangguan bipolar yang muncul pada usia yang lebih muda. 

Kondisi mental di mana seseorang mengalami perubahan suasana hati yang ekstrem, yang meliputi episode mania (periode euforia, peningkatan energi) dan episode depresi (periode kesedihan, kehilangan minat). Gangguan bipolar dapat mempengaruhi orang dari berbagai kelompok usia, termasuk lansia. 

Beberapa karakteristik khusus terkait gangguan bipolar pada lansia:

😇 Gejala yang Berbeda: 

Gejala gangguan bipolar pada lansia dapat berbeda dari gejala yang muncul pada orang yang lebih muda. Lansia mungkin cenderung mengalami lebih sedikit episode mania yang ekstrem, tetapi episode depresi dapat lebih umum. Mereka mungkin juga mengalami gejala campuran, di mana ciri khas episode mania dan depresi terjadi bersamaan.

😇 Diagnosis yang Sulit: 

Diagnosa gangguan bipolar pada lansia bisa menjadi lebih sulit karena beberapa alasan. Gejala-gejala bipolar mungkin disalahartikan sebagai bagian dari proses penuaan atau kondisi medis lainnya. Selain itu, lansia mungkin kurang cenderung untuk melaporkan gejala mania karena perasaan malu atau ketidaktahuan tentang gangguan bipolar.

😇 Komorbiditas: 

Lansia dengan gangguan bipolar memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan kondisi medis dan mental lainnya, seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, dan gangguan kecemasan. Komorbiditas ini dapat mempersulit manajemen gangguan bipolar dan merespons pengobatan.

😇 Respons terhadap Pengobatan: 

Tanggapan lansia terhadap pengobatan bipolar dapat bervariasi. Beberapa obat mungkin memiliki efek samping yang lebih kuat pada tubuh yang lebih tua atau dapat berinteraksi dengan obat-obatan lain yang mungkin sedang dikonsumsi oleh lansia.

😇 Pentingnya Dukungan Sosial: 

Dukungan sosial dari keluarga, teman, dan profesional kesehatan sangat penting dalam manajemen gangguan bipolar pada lansia. Dukungan ini dapat membantu dalam memantau perubahan suasana hati, memastikan pengobatan rutin, dan memberikan pemahaman tentang kondisi tersebut.

       Gejala gangguan bipolar pada lansia dapat bervariasi, tetapi umumnya melibatkan perubahan suasana hati yang ekstrem, yaitu episode mania dan episode depresi. 

Beberapa gejala yang mungkin muncul pada lansia yang mengalami gangguan bipolar:

Episode Mania:

😖 Perasaan Euforia atau Gelisah Berlebihan: 

Lansia dengan gangguan bipolar mungkin mengalami perasaan berlebihan dari kebahagiaan, kepercayaan diri yang berlebihan, atau kegelisahan yang intens.

Perasaan euforia atau berlebihan (Sumber: foto canva.com)

😖 Peningkatan Energi:

Pada episode mania, seseorang mungkin memiliki tingkat energi yang sangat tinggi, bahkan tanpa perlu tidur banyak.

😖 Berbicara Cepat dan Berlebihan:

Orang dengan episode mania mungkin berbicara sangat cepat, melompat-lompat dari satu topik ke topik lain, dan sulit untuk diikuti.

😖 Pengambilan Risiko yang Tidak Biasa: 

Selama episode mania, lansia dapat mengambil keputusan yang berisiko tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang, seperti pengeluaran uang berlebihan atau perilaku seksual yang tidak pantas.

😖 Gangguan Konsentrasi:

Kesulitan memusatkan perhatian dan mempertahankan fokus adalah gejala umum selama episode mania.

Episode Depresi:

😭 Perasaan Sedih yang Mendalam:

Lansia dengan episode depresi mungkin merasa sangat sedih, kosong, atau tidak berdaya. Perasaan ini dapat berlangsung selama periode yang cukup lama.

😭 Kehilangan Minat atau Kenikmatan: 

Gangguan bipolar pada lansia juga dapat menunjukkan kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya dinikmati, bahkan pada hal-hal yang dulu membuat mereka senang.

😭 Perubahan Pola Tidur: 

Gangguan tidur, seperti insomnia (kesulitan tidur) atau hipersomnia (tidur berlebihan), sering terjadi selama episode depresi.

😭 Perubahan Berat Badan: 

Lansia dengan episode depresi mungkin mengalami penurunan berat badan yang tidak disengaja atau peningkatan berat badan signifikan.

Peningkatan berat badan signifikan (Sumber: foto canva.com)

😭 Pengurangan Energi: 

Merasa lelah terus-menerus atau memiliki energi yang rendah adalah gejala umum selama episode depresi.

😭 Pikiran Negatif:

Lansia dengan episode depresi mungkin memiliki pikiran yang sangat negatif tentang diri sendiri, merasa bersalah, atau merasa tidak berharga.

     ðŸ’¬  Penting untuk diingat bahwa gejala gangguan bipolar pada lansia dapat bervariasi dan tidak semua orang akan mengalami semua gejala ini

Penyebab pasti dari gangguan bipolar pada lansia atau pada siapa pun tidak sepenuhnya dipahami. Gangguan bipolar melibatkan interaksi kompleks antara faktor genetik, lingkungan, dan biologis. 

Beberapa faktor yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan gangguan bipolar pada lansia:

💧 Faktor Genetik: 

Riwayat keluarga memiliki peran penting dalam perkembangan gangguan bipolar. Jika ada anggota keluarga yang menderita gangguan bipolar, risiko seseorang untuk mengalami gangguan ini dapat meningkat.

💧 Perubahan Biologis:

 Ada bukti bahwa perubahan biologis dalam otak, seperti ketidakseimbangan kimia otak (neurotransmitter), dapat berperan dalam gangguan bipolar. Perubahan ini dapat memengaruhi regulasi suasana hati dan emosi.

💧 Faktor Lingkungan: 

Lingkungan juga dapat berkontribusi pada perkembangan gangguan bipolar. Trauma masa kecil, stres kronis, dan peristiwa hidup signifikan dapat memicu atau memperburuk gejala gangguan bipolar.

💧 Perubahan Fisiologis terkait Usia: 

Proses penuaan dapat memengaruhi fungsi otak dan kimia otak, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi perkembangan gangguan bipolar pada lansia. Perubahan hormonal dan neurologis yang terjadi seiring bertambahnya usia juga dapat memainkan peran.

💧 Penyakit atau Kondisi Medis:

Beberapa kondisi medis, seperti gangguan tiroid, penyakit kardiovaskular, dan kondisi neurologis, dapat memengaruhi keseimbangan kimia otak dan memicu atau memperburuk gejala gangguan bipolar pada lansia.

💧 Penggunaan Obat-obatan atau Zat Tambahan:

Penggunaan obat-obatan tertentu atau penyalahgunaan zat tambahan juga dapat memicu atau memperburuk gejala gangguan bipolar.

💧 Stres dan Perubahan Hidup: 

Perubahan besar dalam hidup, seperti pensiun, kehilangan orang yang dicintai, atau perubahan status sosial, dapat menyebabkan stres yang berkontribusi pada timbulnya atau memperburuk gejala gangguan bipolar pada lansia.

       ðŸ’­ Penting untuk diingat bahwa gangguan bipolar adalah kondisi yang kompleks dan multi faktorial. Kombinasi dari beberapa faktor tersebut di atas dapat berinteraksi dan memengaruhi perkembangan gangguan bipolar pada lansia.

Pengobatan gangguan bipolar pada lansia melibatkan pendekatan yang komprehensif dan dapat mencakup terapi obat, terapi psikososial, dukungan keluarga, dan manajemen gaya hidup. Penting untuk bekerja sama dengan profesional kesehatan yang berpengalaman dalam merawat lansia dengan gangguan bipolar untuk memastikan rencana perawatan yang efektif dan aman. 

Beberapa komponen umum dalam pengobatan gangguan bipolar pada lansia:

💡 Terapi Obat:

Obat-obatan adalah bagian penting dalam pengobatan gangguan bipolar. Beberapa jenis obat yang mungkin diresepkan termasuk stabilizer suasana hati (seperti litium), obat antipsikotik, dan obat antidepresan. Penting untuk mengawasi efek samping potensial dari obat-obatan ini pada lansia, karena mereka mungkin memiliki sensitivitas yang lebih besar terhadap efek samping tertentu.

💡 Terapi Psikososial: 

Terapi kognitif perilaku (CBT), terapi interpersonal, dan terapi dukungan sosial dapat membantu lansia untuk mengembangkan strategi untuk mengatasi gejala dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Terapi ini dapat membantu dalam mengatasi stres, memahami perubahan dalam suasana hati, dan meningkatkan keterampilan dalam mengelola gejala gangguan bipolar.

💡 Pantauan Medis Rutin:

Lansia dengan gangguan bipolar perlu menjalani pantauan medis secara teratur untuk memantau respons terhadap pengobatan dan memeriksa adanya efek samping. Dokter dapat melakukan penyesuaian dosis atau penggantian obat jika diperlukan.

Lansia dalam pantauan medis dengan rutin
(Sumber: foto canva.com)

💡 Manajemen Gaya Hidup: 

Menjaga gaya hidup yang sehat dapat mendukung pengobatan gangguan bipolar. Ini termasuk tidur yang cukup, pola makan yang seimbang, berolahraga secara teratur, dan menghindari alkohol atau obat-obatan terlarang.

💡 Dukungan Keluarga dan Sosial:

Dukungan dari keluarga, teman, dan kelompok dukungan dapat membantu lansia mengatasi tantangan yang terkait dengan gangguan bipolar. Mereka dapat membantu memantau perubahan suasana hati, mengingatkan untuk minum obat, dan memberikan dukungan emosional.

💡 Edukasi tentang Kondisi: 

Edukasi tentang gangguan bipolar dan pengelolaannya penting untuk lansia dan keluarga mereka. Memahami gejala, pengobatan, dan strategi pencegahan kambuh dapat membantu dalam menghadapi kondisi ini dengan lebih baik.

💡 Penghindaran Stres: 

Mengelola stres dan menghindari situasi atau faktor yang dapat memicu episode mania atau depresi sangat penting. Ini dapat mencakup penghindaran situasi yang memicu, penggunaan teknik relaksasi, dan strategi koping yang positif.

       Penting untuk dicatat bahwa rencana perawatan dapat bervariasi berdasarkan kebutuhan individu. Konsultasikan dengan dokter dan profesional kesehatan mental untuk merancang rencana perawatan yang sesuai dengan kondisi dan keadaan kesehatan lansia tersebut.






Sumber:

https://www.choosingtherapy.com/late-onset-bipolar-disorder/ 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2848458/

https://www.medicalnewstoday.com/articles/late-onset-bipolar-disorder

https://ajp.psychiatryonline.org/doi/10.1176/appi.ajp.163.2.198

https://www.nhs.uk/mental-health/conditions/bipolar-disorder/overview/