Sunday, 19 November 2023

Masa Lalu Kelam, Berdampak Sakit Mental Lansia.

        Peristiwa pada masa kanak-kanak, remaja, dewasa muda, dan dewasa sangat berpengaruh pada masa lanjut usia. Kejadian yang dialami selain tersimpan dalam ingatan juga ada yang menimbulkan penyakit mental. Sakit jiwa yang disebabkan oleh karakteristik masa lalu pada lansia, termasuk dalam berbagai gangguan kesehatan mental, tergantung pada gejala dan dampaknya pada kesejahteraan individu. 

Peristiwa sekarang akan menjadi kenangan saat lansia.
(Sumber: foto pen 49 ceria)

Beberapa kondisi yang mungkin terkait dengan masa lalu lansia, antara lain:

Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD):

PTSD adalah gangguan kesehatan mental yang dapat timbul setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis. Lansia dengan pengalaman traumatis masa lalu mungkin mengalami gejala PTSD seperti flashback, kecemasan, dan perilaku menghindar.

Depresi:

Pengalaman masa lalu yang sulit atau traumatis dapat menyebabkan depresi pada lansia. Gejala depresi meliputi perasaan sedih yang berkepanjangan, kehilangan minat atau kegairahan, dan perubahan pola tidur atau makan.

Pengalaman masa lalu yang sulit menyebabkan depresi.
(Sumber: foto canva.com)

Kecemasan:

Lansia dapat mengalami gangguan kecemasan, seperti gangguan kecemasan umum (GAD) atau gangguan panik, yang mungkin terkait dengan pengalaman masa lalu yang menegangkan.

Gangguan Kepribadian Kompleks PTSD (C-PTSD):

C-PTSD adalah kondisi yang mungkin muncul ketika seseorang mengalami trauma berulang atau trauma kronis, seperti mengungkapkan atau kekerasan dalam hubungan jangka panjang.

Gangguan Adaptasi:

Gangguan adaptasi dapat timbul sebagai respons terhadap stresor atau perubahan hidup, termasuk pengalaman masa lalu. Ini dapat mencakup kesulitan beradaptasi dengan perubahan dan menyesuaikan diri dengan situasi baru.

Gangguan Psikotik :

Beberapa individu yang mengalami trauma parah mungkin mengalami gejala psikotik, seperti halusinasi atau delusi.

Gangguan Kecemasan Akut dan Gangguan Stres :

Gangguan kecemasan akut dan gangguan stres adalah kondisi yang mungkin muncul sebagai respons terhadap peristiwa traumatis atau stresor lainnya.

Gangguan kecemasan akut adalah respon traumatis.
(Sumber: foto canva.com)

💬Setiap individu dapat merespons trauma atau pengalaman sulit dengan cara yang unik, dan sebagian besar kondisi kesehatan mental tidak dapat diidentifikasi dengan tepat melalui satu nama atau sebutan medis tertentu. Diagnosis dan perawatan sebaiknya dilakukan oleh profesional kesehatan mental yang berpengalaman

        Sakit mental yang disebabkan oleh karakteristik masa lalu dapat memiliki berbagai ciri-ciri. Ini mungkin melibatkan pengalaman traumatis atau stres yang terjadi pada masa kecil atau pada tahap kehidupan sebelumnya.

Beberapa ciri yang mungkin muncul, antara lain:

Flashback atau Ingatan Traumatik:

Lansia dapat mengalami flashback atau mengingat traumatik terkait peristiwa traumatis masa lalu, yang dapat menyebabkan kecemasan dan kesulitan mengatasi kejadian tersebut. Trauma adalah setiap pengalaman yang menguasai pikiran, emosi, atau tubuh Anda. Trauma adalah pengalaman yang sangat pribadi. 

Depresi dan Rasa Putus Asa:

Orang dengan karakteristik masa lalu yang sulit dapat mengalami gejala depresi, seperti perasaan sedih yang berkepanjangan, kehilangan minat, atau rasa putus asa. Pengabaian pada masa kanak-kanak adalah ketika orang tua atau pengasuh Anda tidak mampu atau tidak memenuhi kebutuhan fisik atau emosional Anda sebagai seorang anak. Trauma akibat pengabaian masa kanak-kanak dapat berdampak besar pada hubungan Anda sebagai orang dewasa dan mempengaruhi kemampuan Anda mengatur suasana hati dan emosi.

Pengalaman sedih masa kanak-kanak berdampak pada lansia.
(Sumber: foto canva.com)

Ansietas dan Kecemasan:

Pengalaman traumatis dapat menyebabkan tingkat kecemasan yang tinggi, mungkin berupa serangan panik, ketegangan berlebihan, atau kekhawatiran yang berlebihan. 

Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD):

Beberapa lansia dapat mengembangkan PTSD, dengan gejala seperti mimpi buruk, janji untuk menghindari pikiran atau kenangan traumatis, dan hiperaktivasi emosional.

Isolasi Sosial dan Keterbatasan Hubungan:

Kondisi masa lalu yang sulit bisa menyebabkan isolasi sosial atau kesulitan dalam membentuk dan mempertahankan hubungan yang sehat.

Ketidakmampuan Mengatasi Stres:

Mengatasi stres atau mewujudkan mengelola emosi secara efektif dapat menjadi ciri sakit mental akibat karakteristik masa lalu.

Rasa Bersalah atau Malu yang Berlebihan:

Seseorang mungkin merasa bersalah atau malu secara berlebihan terkait peristiwa masa lalu, bahkan jika mereka tidak bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

Gangguan Pengaturan Emosi:

Kekhawatiran dalam mengatur emosi, termasuk peningkatan reaksi emosional atau ketegangan emosional, dapat terjadi sebagai dampak dari karakteristik masa lalu yang sulit.

Ketegangan dampak emosional dari masa lalu yang sulit.
(Sumber: foto canva.com)

Gangguan Makan atau Tidur:

Munculnya perubahan pola makan atau tidur yang signifikan dapat menjadi ciri sakit mental akibat pengalaman traumatis.

Kurangnya Rasa Percaya Diri:

Lansia mungkin memiliki kurangnya rasa percaya diri, harga diri yang rendah , atau kesulitan membentuk pandangan positif tentang diri sendiri.

Kebingungan dalam Konsentrasi dan Pengambilan Keputusan:

Peristiwa traumatis dapat mempengaruhi kognisi, termasuk kesulitan berkonsentrasi, kegalauan, dan kesulitan mengambil keputusan.

 💭Reaksi terhadap karakteristik masa lalu dapat bervariasi antar individu, dan gejala-gejala tersebut dapat muncul dalam berbagai kombinasi. Jika seseorang mengalami ciri-ciri ini, penting untuk mencari dukungan dan perawatan dari profesional kesehatan mental yang berpengalaman.

          Mengobati lansia yang mengalami masalah kesehatan mental karena karakteristik masa lalu melibatkan pendekatan holistik yang mencakup dukungan medis, psikososial, dan lingkungan. 

Beberapa strategi yang dapat membantu pengobatan :

Konsultasi Profesional:

Menghubungi tenaga kesehatan profesional, seperti psikolog, psikiater, atau pekerja sosial, yang memiliki pengalaman dalam merawat lansia dengan masalah kesehatan mental.

Terapi Psikologis:

Terapi psikologis, seperti kognitif perilaku atau terapi interpersonal, dapat membantu lansia mengatasi trauma atau stres masa lalu dan mengembangkan strategi koping yang lebih sehat.

Terapi interpersonal dapat mengembangkan coping yang baik.
(Sumber: foto canva.com)
Obat-obatan:

Dalam beberapa kasus, obat-obatan tertentu, seperti antidepresan atau anksiolitik, mungkin diresepkan oleh dokter untuk membantu mengelola gejala kesehatan mental.

Dukungan Sosial:

Membangun jaringan dukungan sosial yang solid dapat membantu lansia merasa didukung dan terhubung dengan orang lain. Ini bisa melibatkan keluarga, teman-teman, atau kelompok dukungan.

Program Kesehatan Mental untuk Lansia:

Berikut program kesehatan mental yang dirancang khusus untuk lansia, yang mungkin mencakup kegiatan sosial, kelompok terapi, atau pelatihan keterampilan.

Aktivitas Fisik:

Melibatkan lansia dalam aktivitas fisik dapat membantu meningkatkan suasana hati dan kesejahteraan mental. Latihan rutin dapat menjadi bagian penting dari rencana perawatan.

Pemeliharaan Kesehatan Fisik:

Kesehatan fisik yang baik melalui makanan sehat dan tidur yang cukup juga dapat mendukung kesehatan mental.

Pendidikan dan Pemahaman:

Memberikan informasi dan edukasi kepada lansia dan keluarga tentang kondisi kesehatan mental, serta membantu mereka memahami hubungan antara masa lalu dan kondisi saat ini.

Pemeliharaan Kesejahteraan Lingkungan:

Mewujudkan lingkungan yang mendukung dan aman dapat membantu lansia merasa nyaman dan terjaga. Ini melibatkan meminimalkan stres dan menyediakan dukungan yang diperlukan.

Kolaborasi Antar-Profesional:

Kolaborasi antara profesional kesehatan berbagai disiplin ilmu dapat memberikan perawatan yang terintegrasi dan komprehensif.

Penting untuk mencari bantuan profesional secepat mungkin dan memperhatikan kebutuhan unik lansia. Pendekatan perawatan yang holistik dan fokus pada individu dapat membantu meningkatkan kesejahteraan mental dan kualitas hidup mereka.



Sumber:

https://www.nimh.nih.gov/health/topics/coping-with-traumatic-events 

https://www.healthline.com/health/traumatic-events

https://www.mind.org.uk/information-support/types-of-mental-health-problems/trauma/about-trauma/

https://medlineplus.gov/ency/patientinstructions/000588.htm

Saturday, 18 November 2023

Pikiran Yang Bermasalah, Tubuh Jadi Korban.

         Gangguan psikosomatis adalah kondisi psikologis yang dapat menimbulkan gejala fisik tanpa penjelasan medis. Mereka dapat mempengaruhi hampir seluruh bagian tubuh. Orang dengan gangguan psikosomatis sering kali mencari bantuan medis, namun menjadi frustrasi ketika mereka tidak menerima diagnosis.

Psikosomatik merujuk pada hubungan antara pikiran (psiko) dan tubuh (somatik). Gangguan psikosomatik mengacu pada kondisi kesehatan fisik yang dapat dipengaruhi atau disebabkan oleh faktor psikologis atau emosional. Dalam hal ini, “psiko” Merujuk pada aspek-aspek mental atau emosional, sedangkan “somatik” Merujuk pada tubuh atau gejala fisik.

Menikmati keindahan alam memberikan kepuasan emosional.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Gangguan psikosomatik dapat berupa manifestasi fisik dari stres, kecemasan, atau masalah emosional lainnya. Beberapa contohnya termasuk sakit kepala tension-type yang dapat dipicu oleh stres, gangguan pencernaan yang mungkin terkait dengan kecemasan, atau gejala fisik lainnya yang memiliki dasar psikologis.

       Penyakit psikosomatik pada lansia Merujuk pada kondisi kesehatan fisik yang dapat dipengaruhi atau diperburuk oleh faktor psikologis atau emosional. 

Beberapa penyakit psikosomatik yang mungkin muncul pada lansia:

Sakit Kepala Tipe Spanning (Sakit Kepala Tipe Ketegangan): 

Kondisi ini dapat dikaitkan dengan stres atau kecemasan pada lansia.

Sakit Punggung: 

Stres atau ketegangan emosional dapat menyebabkan ketegangan otot dan meningkatkan risiko sakit punggung.

Ketegangan emosional meningkatkan risiko sakit pinggang.
(Sumber: foto canva.com)

Sindrom Irritasi Usus (Irritable Bowel Syndrome, IBS): 

Faktor psikologis seperti stres dapat meringankan gejala IBS pada lansia.

Gangguan Tidur: 

Kecemasan atau depresi dapat berkontribusi pada masalah tidur seperti insomnia pada lansia.

Sakit Jantung: 

Faktor psikologis seperti stres dapat mempengaruhi kesehatan jantung pada lansia.

Eksim dan Psoriasis: 

Kondisi kulit ini bisa menjadi lebih buruk karena stres atau tekanan emosional.

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi): 

Stres kronis dapat berperan dalam pengembangan atau pemberdayaan hipertensi lansia pada.

Gangguan Pencernaan : 

Gangguan pencernaan seperti maag atau tukak lambung dapat berhubungan dengan stres atau kecemasan.

Sistem Kekebalan Tubuh yang Melemah: 

Stres kronis dapat mengancam sistem kekebalan tubuh, meningkatkan risiko infeksi atau penyakit lain pada lansia.

Sakit Sendi: 

Kondisi seperti arthritis pada lansia dapat menjadi lebih menyakitkan atau memburuk karena faktor stres atau emosional.

Kondisi pengiriman yang sakit semakin menyakitkan dengan emosional.
(Sumber: foto canva.com)

       Pencegahan sakit psikosomatik pada lansia melibatkan pendekatan holistik yang memperhatikan kesehatan fisik dan mental mereka. 

Beberapa langkah yang dapat dilakukan mencegah sakit psikosomatik pada lansia:

Mempertahankan Gaya Hidup Sehat:

  • Mendorong gaya hidup sehat dengan pola makan yang seimbang dan nutrisi yang cukup.
  • Aktivitas fisik yang teratur dapat membantu mengurangi stres dan memperbaiki kesehatan fisik secara umum.

Atasi Stres:

  • Ajarkan teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, atau pernapasan dalam untuk membantu mengurangi tingkat stres.
  • Identifikasi pemicu stres dan cari cara efektif untuk mengatasinya.

Sosialisasi dan Dukungan Emosional:

  • Dukungan sosial dan interaksi sosial dapat membantu mengurangi isolasi dan meningkatkan kesejahteraan emosional.
  • Terlibat dalam kegiatan sosial, seperti klub atau kelompok tertentu, dapat meningkatkan rasa keterlibatan dan kebahagiaan.

Mengelola Konflik dan Perubahan Hidup:

  • Membantu lansia untuk mengatasi konflik interpersonal dengan berkomunikasi secara terbuka dan memahami perspektif orang lain.
  • Dukung mereka dalam menghadapi perubahan hidup, seperti pensiun atau kehilangan orang yang dicintai.

Pentingnya Hobi dan Kreativitas:

  • Ajak lansia untuk mengejar hobi atau aktivitas kreatif yang mereka nikmati, karena hal ini dapat memberikan kepuasan emosional dan mental.

Aktivitas kreatif memberikan kepuasan emosional.
(Sumber: foto canva.com)

Pemantauan Kesehatan Rutin:

  • Lakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur untuk mendeteksi masalah kesehatan secara dini dan menghindari tekanan stres yang dapat mempengaruhi kesehatan.

Perawatan Kesehatan Mental:

  • Jangan meningkatkan kesehatan mental. Konsultasi dengan profesional kesehatan mental seperti psikolog atau psikiater dapat membantu dalam mengatasi masalah emosional.

Edukasi tentang Kesehatan dan Penyakit:

  • Memberikan informasi kepada lansia tentang kesehatan fisik dan mental, termasuk cara mengelola kondisi kesehatan tertentu.

Hindari Penyalahgunaan Zat:

  • Lansia harus diinformasikan tentang bahaya keracunan zat seperti alkohol atau obat-obatan tertentu yang dapat membantu kondisi kesehatan.

Konsultasi dengan Profesional Kesehatan:

  • Jika lansia mengalami gejala fisik atau emosional yang mengganggu, penting untuk segera berkonsultasi dengan profesional kesehatan.

Pencegahan penyakit psikosomatik pada lansia meliputi perhatian terhadap aspek fisik dan mental, serta upaya untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesejahteraan mereka secara menyeluruh.

       Perawatan untuk sakit psikosomatik pada lansia melibatkan pendekatan holistik yang mencakup aspek kesehatan fisik dan mental mereka. 

Beberapa strategi yang dapat membantu mengobati atau mengelola sakit psikosomatik pada lansia:

Konsultasi dengan Profesional Kesehatan:

Penting untuk mencari bantuan dari dokter atau profesional kesehatan untuk mendapatkan diagnosis yang akurat dan perawatan yang sesuai.

Terapi Psikologis:

Terapi kognitif perilaku (CBT) atau terapi lainnya dapat membantu lansia mengidentifikasi dan mengubah pola pikir atau perilaku yang mungkin berkontribusi pada sakit psikosomatik.

Terapi Kognitif dan Perilaku:

Terapi ini dapat membantu mengelola stres, kecemasan, atau depresi yang dapat meringankan gejala fisik.

Relaksasi dan Teknik Manajemen Stres:

Mengajarkan teknik relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, atau biofeedback untuk membantu lansia mengelola tingkat stres.

Lakukan relaksasi untuk mengelola stres.
(Sumber: foto canva.com)

Aktivitas Fisik:

Program latihan fisik yang sesuai dengan kondisi kesehatan lansia dapat membantu meredakan ketegangan otot dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.

Pijat atau Terapi Manual:

Terapi fisik seperti pijat atau manipulasi jaringan lunak dapat membantu meredakan ketegangan fisik dan meningkatkan kesejahteraan.

Obat-obatan:

Dalam beberapa kasus, dokter dapat meresepkan obat untuk mengelola gejala fisik atau psikologis yang terkait dengan sakit psikosomatik. Ini dapat termasuk obat pereda nyeri atau obat antidepresan.

Dukungan Konseling:

Memperoleh dukungan sosial dan berbicara dengan konselor atau kelompok dukungan dapat membantu lansia mengatasi masalah emosional atau psikologis yang mungkin mempengaruhi kesehatan fisik mereka.

Pendidikan Kesehatan:

Memberikan edukasi kepada lansia tentang hubungan antara pikiran dan tubuh, serta pentingnya menjaga kesehatan fisik dan mental.

Perubahan Gaya Hidup:

Mengganti atau mengubah aspek-aspek tertentu dari gaya hidup, seperti pola makan, aktivitas fisik, atau kebiasaan tidur, dapat membantu meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan.

💬 Setiap individu memiliki respon yang berbeda terhadap perawatan, dan pendekatan yang efektif dapat bervariasi. Konsultasi dengan tim kesehatan yang berpengalaman dapat membantu merancang rencana perawatan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lansia tertentu.




Sumber:

https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/21521-psychosomatic-disorder

https://www.verywellmind.com/depression-can-be-a-real-pain-1065455

https://www.betterhelp.com/advice/therapy/what-are-psychosomatic-symptoms-and-why-are-they-harmful/

https://www.sciencedirect.com/topics/neuroscience/psychosomatic-disorder

Indeks Massa Tubuh, Ukuran Risiko Kematian Pada Lansia

       Menurut WHO, obesitas telah mencapai proporsi epidemi secara global, setidaknya 2,8 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat kelebihan berat badan atau obesitas. Obesitas yang tadinya dikaitkan dengan negara-negara dengan klaim tinggi, kini juga lazim terjadi di negara-negara dengan klaim rendah dan menengah.

Lansia dengan berat badan normal terhindar dari risiko mortalitas.
(Sumber: foto pen 49 ceria)

Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index atau BMI) adalah suatu ukuran yang digunakan untuk menilai proporsi berat badan seseorang terhadap tinggi badannya. BMI dihitung dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Berapa BMI Anda, hitunglah sebelum terlambat dengan risiko kesehatan yang akan menimpa Anda.

Rumusnya adalah:

BMI= Berat Badan (kg) : Tinggi Badan (m) kuadrat

Hasil perhitungan BMI kemudian digunakan untuk menempatkan individu ke dalam kategori berat badan yang berbeda, seperti berikut:

BMI kurang dari 18,5: Kurang berat badan

BMI 18,5–24,9: Berat badan normal

BMI 25–29,9: Kegemukan (kelebihan berat badan)

BMI 30 atau lebih : Obesitas

Pengertian indeks massa tubuh terhadap risiko mortalitas adalah bahwa nilai BMI dapat memberikan petunjuk tentang potensi risiko kesehatan dan mortalitas seseorang. Beberapa temuan penelitian menunjukkan adanya korelasi antara BMI dan risiko kematian, tetapi perlu diingat bahwa BMI bukanlah pengukuran langsung dari lemak tubuh atau distribusinya.

Pemahaman umumnya adalah:

BMT Normal (18,5-24,9):

Orang dengan BMI normal cenderung memiliki risiko kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan orang dengan BMI di luar rentang normal.

BMI Rendah (Kurang dari 18,5):

Orang dengan BMI di bawah normal mungkin memiliki risiko kesehatan yang meningkat, terutama jika disebabkan oleh malnutrisi atau masalah kesehatan tertentu.

BMI Tinggi (25 atau Lebih):

Orang yang masuk dalam kategori overweight (kelebihan berat badan) atau obesitas mungkin memiliki risiko kesehatan yang lebih tinggi, termasuk risiko penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan beberapa jenis kanker. Namun, ada yang memuat dan nuansa tambahan, seperti distribusi lemak tubuh dan faktor-faktor kesehatan lainnya, yang juga perlu dipertimbangkan.

Kelebihan berat badan memiliki risiko yang tinggi.
(Sumber: foto canva.com)

💬 BMI memiliki keterbatasan. Misalnya, BMI tidak membedakan antara lemak tubuh dan otot, sehingga seseorang dengan persentase lemak tubuh yang tinggi tetapi massa otot yang besar mungkin memiliki nilai BMI yang tinggi tetapi tidak mengalami risiko kesehatan yang sebanding.

Selain itu, individu dengan BMI dalam kategori yang sama bisa memiliki profil kesehatan yang berbeda. Oleh karena itu, penting untuk melihat faktor-faktor kesehatan lainnya, seperti aktivitas fisik, pola makan, riwayat kesehatan, dan distribusi lemak tubuh, untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang risiko kesehatan dan mortalitas.

       Indeks Massa Tubuh (BMI) adalah salah satu metode umum yang digunakan untuk menilai berat badan relatif seseorang. Penggunaan BMI pada lansia dapat memiliki beberapa pertimbangan khusus. BMI pada dasarnya menghitung berat badan seseorang relatif terhadap tinggi badan. Rumus BMI adalah berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter).

BMI Sebagai Ukuran Mortalitas

       Meskipun Indeks Massa Tubuh (BMI) dapat memberikan informasi umum tentang status berat badan seseorang, penggunaannya sebagai ukuran tunggal mortalitas atau risiko kematian pada lansia memerlukan pertimbangan lebih lanjut. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa hubungan antara BMI dan mortalitas pada lansia bisa lebih kompleks daripada pada kelompok usia yang lebih muda. 

BMI memiliki hubungan dengan mortalitas.
(Sumber: foto canva.com )

Beberapa pertimbangan terkait penggunaan BMI sebagai ukuran mortalitas lansia pada:

Redistribusi Massa Tubuh: 

Seiring bertambahnya usia, biasanya terjadi redistribusi massa tubuh, di mana massa otot berkurang sementara lemak cenderung meningkat. Hal ini dapat mempengaruhi nilai BMI tanpa perubahan sebenarnya dalam jumlah lemak tubuh. Oleh karena itu, BMI mungkin tidak selalu mencerminkan secara akurat komposisi tubuh seiring bertambahnya usia.

Pentingnya komposisi Tubuh: 

Kesehatan lansia tidak hanya bergantung pada berat badan secara keseluruhan, tetapi juga pada komposisi tubuh, khususnya proporsi lemak tubuh dan otot. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penurunan massa otot, terutama pada otot rangka, dapat berhubungan dengan risiko kematian yang lebih tinggi, bahkan jika BMI dalam kisaran normal.

Kesehatan Lainnya: 

Kondisi kesehatan lainnya, seperti adanya penyakit kronis, tingkat kebugaran fisik, dan kondisi kesehatan mental, juga dapat mempengaruhi hubungan antara BMI dan mortalitas pada lansia. Oleh karena itu, mempertimbangkan faktor-faktor ini penting dalam menilai risiko kematian.

Penyakit kronis yang mempengaruhi mortalitas lansia.
(Sumber: foto canva.com)

Penyakit Terkait Obesitas pada Lansia:

Meskipun BMI mungkin tidak selalu mencerminkan risiko kesehatan secara akurat, obesitas pada lansia dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, diabetes, dan beberapa penyakit kronis lainnya yang dapat berkontribusi pada kematian.

Lingkup Penelitian yang Lebih Luas: 

Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa ukuran antropometri atau indeks lainnya, seperti lingkar pinggang atau rasio pinggang-pinggul, mungkin memberikan informasi yang lebih akurat tentang risiko kematian pada lansia dibandingkan BMI saja.

Meskipun BMI dapat memberikan gambaran umum tentang berat badan dan potensi risiko kematian , penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor lain dan tidak menggunakan BMI sebagai satu-satunya penanda risiko kematian pada lansia. 

         Jika seorang lansia memiliki BMI di luar rentang normal dan perlu mencapai atau mempertahankan BMI dalam rentang normal, perubahan gaya hidup yang sehat dapat membantu. Namun perlu diingat bahwa setiap upaya untuk mengubah berat badan harus dilakukan dengan hati-hati dan dengan pengawasan profesional kesehatan. 

Beberapa langkah yang dapat membantu lansia memenuhi ukuran BMI normal:

Konsultasi dengan Profesional Kesehatan:

Sebelum membuat perubahan signifikan pada pola makan atau aktivitas fisik, penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau profesional kesehatan.Mereka dapat memberikan saran yang sesuai dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan spesifik lansia tersebut.

Konsultasi kesehatan dengan dokter.
(Sumber: foto canva.com)

Perencanaan Makanan Seimbang:

Fokus pada pola makan yang seimbang dan bergizi.Termasuk konsumsi buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, protein sehat, dan lemak sehat. Hindari makanan tinggi lemak jenuh, gula tambahan, dan natrium yang berlebihan.

Porsi Makan yang Terkendali:

Membatasi porsi makan dapat membantu mengontrol asupan kalori. Menjaga kontrol porsi juga dapat membantu mengurangi risiko kelebihan berat badan.

Aktivitas Fisik Rutin:

Menjaga tingkat aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi kesehatan lansia sangatlah penting. Aktivitas fisik seperti jalan kaki, berenang, atau latihan ringan lainnya dapat membantu membakar kalori dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.

Pantau Konsumsi Cairan:

Menanganggapi bahwa lansia tetap terhidrasi dengan baik.Minum air yang cukup dapat membantu mengelola berat badan dan mendukung kesehatan tubuh.

Manajemen Stres:

Stres dapat berkontribusi pada kebiasaan makan yang tidak sehat.Mengelola stres melalui teknik relaksasi seperti meditasi atau yoga dapat membantu menjaga kesehatan mental dan mencegah konsumsi makanan yang berlebihan.

Perhatikan Perubahan Metabolisme:

Menyadari bahwa perubahan metabolisme umumnya terjadi seiring bertambahnya usia.Oleh karena itu, kemungkinan diperlukan penyesuaian pada pola makan dan tingkat aktivitas fisik.

Penting untuk diingat bahwa setiap perubahan pada pola makan atau aktivitas fisik harus dilakukan secara bertahap dan sesuai dengan kondisi kesehatan masing-masing.Penting juga untuk mendapatkan dukungan dan bimbingan dari profesional kesehatan agar perubahan tersebut aman dan efektif.


Sumber:

https://www.nhlbi.nih.gov/health/educational/lose_wt 

https://www.health.harvard.edu/blog/how-useful-is-the-body-mass-index-bmi-201603309339

https://www.who.int/news-room/facts-in-pictures/detail/6-facts-on-obesity

https://www.health.harvard.edu/blog/how-useful-is-the-body-mass-index-bmi-201603309339

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10321632