Wednesday, 17 January 2024

Sindrom Metabolik, Kombinasi Faktor Risiko Penyakit.

         Sindrom metabolik adalah kejadian bersamaan dari faktor risiko metabolik untuk diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular ( obesitas abdominal , hiperglikemia , dislipidemia , dan hipertensi ). Prevalensi sindrom metabolik meningkat seiring bertambahnya usia. 

Sindrom metabolik melibatkan kombinasi beberapa faktor risiko yang sering terjadi bersama-sama pada seseorang. Kriteria untuk mendiagnosis sindrom metabolik dapat bervariasi tergantung pada panduan klinis yang digunakan.

Sindrom metabolik mempengaruh berbagai usia termasuk lansia.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Beberapa ciri yang mungkin muncul pada lansia dengan sindrom metabolik:

Obesitas abdominal: 

Lansia dengan sindrom metabolik mungkin memiliki penumpukan lemak yang lebih besar di area perut. Hal ini dapat diindikasikan dengan lingkar pinggang yang meningkat, disebut juga obesitas perut atau "memiliki bentuk apel". Kelebihan lemak di area perut merupakan faktor risiko penyakit jantung yang lebih besar dibandingkan kelebihan lemak di bagian tubuh lainnya.

Resistensi insulin: 

Lansia dengan sindrom metabolik bisa mengalami resistensi insulin, di mana tubuh tidak merespons insulin dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah.

Hipertensi: 

Kenaikan tekanan darah dapat terjadi pada lansia dengan sindrom metabolik. Jika tekanan darah  meningkat dan tetap tinggi dalam jangka waktu lama, hal ini dapat merusak jantung dan pembuluh darah. Tekanan darah tinggi juga dapat menyebabkan plak, zat lilin, menumpuk di arteri. Plak dapat menyebabkan penyakit jantung dan pembuluh darah seperti serangan jantung atau stroke.

Dislipidemia: 

Gangguan metabolisme lipid, seperti peningkatan trigliserida dan penurunan kadar kolesterol HDL, dapat terjadi pada lansia dengan sindrom metabolik. Trigliserida adalah sejenis lemak yang ditemukan dalam darah. Kadar trigliserida yang tinggi dapat meningkatkan kadar kolesterol LDL , kadang disebut kolesterol jahat. Hal ini meningkatkan risiko penyakit jantung.

Kadar glukosa puasa tinggi: 

Lansia dengan sindrom metabolik mungkin memiliki kadar glukosa darah yang tinggi setelah berpuasa selama 8 jam atau lebih. Hal ini dapat merusak pembuluh darah dan meningkatkan risiko terjadinya pembekuan darah . Penggumpalan darah dapat menyebabkan penyakit jantung dan pembuluh darah.

Lansia memiliki kadar gula tinggi setelah puasa.
(Sumber: foto canva,com)

💬Adanya sindrom metabolik pada lansia dapat menjadi perhatian khusus karena dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2

       Sindrom metabolik disebabkan oleh kombinasi faktor genetik, gaya hidup, dan lingkungan. Beberapa faktor penyebab utama sindrom metabolik melibatkan keadaan yang dapat memengaruhi metabolisme tubuh dan meningkatkan risiko terjadinya kondisi seperti diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular. 

Beberapa faktor penyebab sindrom metabolik:

Genetika: 

Faktor genetika dapat berperan dalam kecenderungan seseorang untuk mengembangkan sindrom metabolik. Ada bukti bahwa kecenderungan genetik dapat mempengaruhi cara tubuh mengelola lemak dan gula darah.

Obesitas: 

Kelebihan berat badan dan obesitas, khususnya penumpukan lemak di area perut (obesitas abdominal), berkontribusi secara signifikan terhadap sindrom metabolik. Lemak yang disimpan di sekitar organ dalam tubuh (lemak viseral) dapat memengaruhi metabolisme dan meningkatkan resistensi insulin.

Kurangnya aktivitas fisik: 

Gaya hidup yang kurang aktif atau kekurangan olahraga dapat menyebabkan peningkatan berat badan, resistensi insulin, dan masalah metabolik lainnya.

Polanya makan yang tidak sehat: 

Konsumsi makanan yang tinggi lemak jenuh, gula tambahan, dan karbohidrat olahan dapat meningkatkan risiko sindrom metabolik. Diet yang kaya serat, buah-buahan, sayuran, dan rendah lemak jenuh cenderung melindungi terhadap sindrom ini.

Makan tidak sehat tinggi lemak jenuh dan gula tambahan.
(Sumber: foto canva.com)

Resistensi insulin: 

Resistensi insulin adalah kondisi di mana sel-sel tubuh tidak merespons insulin dengan efektif. Hal ini menyebabkan peningkatan kadar gula darah, dan akhirnya, diabetes tipe 2.

Hormon dan peradangan: 

Perubahan hormon dan peradangan dalam tubuh juga dapat memainkan peran dalam pengembangan sindrom metabolik. Kondisi seperti resistensi leptin, yang terkait dengan regulasi nafsu makan, juga dapat berkontribusi.

Predisposisi etnis: 

Beberapa kelompok etnis memiliki kecenderungan genetik yang dapat meningkatkan risiko sindrom metabolik. Misalnya, orang-orang keturunan Asia Selatan, Afrika, atau Amerika Latin mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi.

Umur: 

Risiko sindrom metabolik cenderung meningkat seiring bertambahnya usia, terutama jika gaya hidup tidak sehat dipertahankan sepanjang hidup.

💬Kombinasi dari faktor-faktor ini dapat berkontribusi pada terjadinya sindrom metabolik. Penting untuk diingat bahwa sindrom metabolik dapat diubah atau dikelola melalui perubahan gaya hidup sehat, seperti diet seimbang, olahraga teratur, dan menjaga berat badan yang sehat. 

       Mencegah sindrom metabolik melibatkan adopsi gaya hidup sehat yang dapat membantu mengurangi risiko faktor-faktor penyebab sindrom tersebut. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah sindrom metabolik:

Diet Sehat:

  • Konsumsi makanan sehat yang kaya serat, seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, dan kacang-kacangan.
  • Batasi asupan lemak jenuh dan lemak trans.
  • Pilih protein sehat, seperti ikan, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, dan produk susu rendah lemak atau bebas lemak.
  • Hindari konsumsi gula tambahan dan pilih makanan rendah gula.

Olahraga Teratur:

  • Lakukan aktivitas fisik secara teratur. Paling tidak, tujuh setengah jam aktivitas fisik moderat atau empat jam aktivitas fisik intensif per minggu dapat membantu mencegah sindrom metabolik.
  • Termasuk latihan kardiovaskular, latihan kekuatan, dan latihan fleksibilitas dalam rutinitas olahraga.

Pertahankan Berat Badan yang Sehat:

  • Jaga berat badan yang sehat sesuai dengan indeks massa tubuh (BMI) yang dianjurkan.
  • Hindari obesitas abdominal dengan memperhatikan lingkar pinggang yang sehat.

Hindari Kebiasaan Merokok dan Batasi Konsumsi Alkohol:

  • Merokok dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan resistensi insulin. Berhenti merokok dapat memberikan manfaat kesehatan signifikan.
  • Jika mengonsumsi alkohol, lakukan dengan moderat. Batasi jumlah minuman alkohol harian dan hindari minum berlebihan.

Lansia menghindari kebiasaan merokok dan minum alkohol.
(Sumber: foto canva.com)

Perhatikan Tekanan Darah:

  • Monitor tekanan darah secara teratur.
  • Pilih diet rendah garam dan tinggi kalium.
  • Ikuti petunjuk medis jika diberikan obat penurun tekanan darah oleh profesional kesehatan.

Kelola Stres:

Temukan cara efektif untuk mengelola stres, seperti melalui olahraga, meditasi, atau aktivitas relaksasi lainnya.

Periksa Kesehatan Secara Rutin:

  • Lakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk memantau kadar gula darah, kolesterol, dan faktor-faktor risiko lainnya.
  • Konsultasikan dengan profesional kesehatan untuk perencanaan pencegahan yang sesuai.

Pemantauan Reguler:

  • Pemantauan dan manajemen penyakit kronis seperti diabetes tipe 2 jika sudah ada risiko atau gejala.
  • Perubahan gaya hidup yang sehat merupakan kunci untuk mencegah sindrom metabolik. Konsultasikan dengan profesional kesehatan untuk panduan yang lebih spesifik sesuai dengan kebutuhan kesehatan individu Anda.

       Pengobatan sindrom metabolik pada lansia melibatkan pendekatan yang mencakup perubahan gaya hidup, pengobatan, dan manajemen faktor risiko kesehatan. Penting untuk dicatat bahwa pengobatan harus disesuaikan dengan kondisi medis dan kebutuhan individu. 

Beberapa pendekatan umum yang dapat digunakan dalam pengobatan sindrom metabolik pada lansia:

Perubahan Gaya Hidup:

  • Diet Sehat: Menerapkan diet yang sehat, termasuk konsumsi makanan rendah lemak jenuh, rendah gula tambahan, dan tinggi serat. Diet seimbang dan terkendali dapat membantu mengelola kadar gula darah dan kolesterol.
  • Olahraga Teratur: Meningkatkan aktivitas fisik, termasuk latihan kardiovaskular dan latihan kekuatan, dapat membantu mengontrol berat badan, meningkatkan sensitivitas insulin, dan memperbaiki profil lipid.

Obat-obatan:

  • Dokter mungkin meresepkan obat-obatan untuk mengontrol tekanan darah, kadar gula darah, dan profil lipid (kolesterol).
  • Obat anti-diabetes seperti metformin dapat diresepkan untuk mengelola resistensi insulin.
  • Penggunaan statin atau obat-obatan lain dapat direkomendasikan untuk mengendalikan kadar kolesterol.

Manajemen Tekanan Darah:

  • Mengukur dan mengontrol tekanan darah secara teratur.
  • Dokter dapat meresepkan obat antihipertensi untuk menurunkan tekanan darah jika diperlukan.

Manajemen Kadar Gula Darah:

  • Pengukuran dan pengendalian kadar gula darah secara teratur.
  • Jika diabetes tipe 2 hadir, manajemen gula darah yang ketat sangat penting. Ini melibatkan pengukuran glukosa darah, pengelolaan diet, obat-obatan, dan mungkin insulin.

Pengelolaan Kolesterol dan Trigliserida:

  • Pengukuran dan pengelolaan profil lipid secara teratur.
  • Penggunaan statin atau obat lainnya untuk mengontrol kadar kolesterol.

Pantau Kesehatan Jantung:

  • Evaluasi dan manajemen risiko penyakit kardiovaskular.
  • Pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskular seringkali menjadi fokus perawatan bagi orang dengan sindrom metabolik.

Pengelolaan Berat Badan:

  • Jaga berat badan yang sehat sesuai dengan panduan medis.
  • Pemantauan diet dan olahraga untuk menghindari penambahan berat badan yang tidak diinginkan.

Jaga berat badan sesuai panduan kesehatan.
(Sumber: foto canva.com)

Konsultasi dan Edukasi:

  • Konsultasikan dengan profesional kesehatan secara rutin untuk pemantauan kondisi dan penyesuaian rencana pengobatan jika diperlukan.
  • Edukasi pasien dan keluarga tentang pentingnya perubahan gaya hidup dan pengelolaan kondisi medis.

Pengobatan sindrom metabolik pada lansia sering kali bersifat holistik dan memerlukan kerjasama antara pasien, keluarga, dan tim perawatan kesehatan. Pemantauan yang cermat dan konsultasi reguler dengan dokter sangat penting dalam merencanakan dan melaksanakan rencana perawatan yang efektif.




Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7312413/

https://www.nhlbi.nih.gov/health/metabolic-syndrome

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/metabolic-syndrome/symptoms-causes/syc-20351916

https://www.heart.org/en/health-topics/metabolic-syndrome/about-metabolic-syndrome

https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/10783-metabolic-syndrome

https://www.nhs.uk/conditions/metabolic-syndrome/

Monday, 15 January 2024

Lansia Apatis, Apa Penyakit Penyertanya.

        Istilah medis untuk apatis adalah "apatia" atau "abulia". Kedua istilah ini mengacu pada keadaan ketidakberminatan atau kurangnya motivasi untuk berpartisipasi dalam aktivitas, dan keduanya dapat digunakan dalam konteks medis untuk menggambarkan gejala atau kondisi kesehatan tertentu. Abulia sering kali digunakan untuk merujuk pada tingkat keparahan yang lebih ekstrem dari kehilangan motivasi atau inisiatif.

Apatis lansia adalah kehilangan minat terhadap aktivitas.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Apatis, apatia, atau abulia dapat terkait dengan berbagai kondisi medis, termasuk gangguan kesehatan mental seperti depresi atau demensia, serta kondisi neurologis atau penyakit sistemik lainnya. American Psychological Association (APA) mendefinisikan apatis sebagai "kurangnya motivasi atau perilaku yang diarahkan pada tujuan dan ketidakpedulian terhadap lingkungan sekitar. 

Apatis pada lansia merujuk pada keadaan ketidakberminatan atau kehilangan minat terhadap aktivitas, lingkungan sekitar, dan kehidupan secara umum.  Istilah ini digunakan untuk menggambarkan sikap acuh tak acuh atau kurangnya motivasi pada lansia untuk berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari. Apati dapat muncul sebagai reaksi terhadap perubahan fisik, emosional, atau sosial yang terkait dengan penuaan.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan apatis pada lansia meliputi:

Kesehatan Fisik:

Masalah kesehatan fisik seperti penyakit kronis, kelemahan fisik, atau rasa sakit dapat mempengaruhi minat lansia untuk terlibat dalam aktivitas.

Kesehatan Mental: 

Gangguan kesehatan mental, seperti depresi atau demensia, dapat berkontribusi pada munculnya apatis pada lansia.

Isolasi Sosial: 

Rasa kesepian atau isolasi sosial dapat menjadi penyebab apatis karena kurangnya interaksi sosial dapat mengurangi motivasi untuk berpartisipasi dalam kegiatan.

Perubahan Lingkungan: 

Perubahan signifikan dalam lingkungan, seperti pindah ke tempat tinggal yang baru atau kehilangan teman-teman dekat, dapat menjadi faktor penyebab apatis.

Kehilangan Kemandirian: 

Hilangnya kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari juga dapat menyebabkan apatis, terutama jika lansia merasa kehilangan kendali atas hidupnya.

Hilangnya kemandirian dapat mengakibatkan apatis.
(Sumber: foto canva.com)

          Apatis pada lansia dapat ditandai oleh beberapa ciri atau gejala tertentu. Namun, perlu diingat bahwa ciri-ciri ini dapat bervariasi antar individu dan mungkin tidak semuanya muncul pada setiap kasus. 

Beberapa ciri apatis pada lansia meliputi:

Kurangnya Inisiatif: 

Lansia yang mengalami apatis mungkin menunjukkan kurangnya inisiatif atau motivasi untuk memulai atau menyelesaikan tugas-tugas sehari-hari.

Kehilangan Minat: 

Mereka dapat kehilangan minat pada aktivitas atau kegiatan yang sebelumnya mereka nikmati, bahkan hal-hal yang dahulu dianggap penting.

Tingkat Energi Rendah: 

Lansia apatis cenderung memiliki tingkat energi yang rendah dan kelelahan yang berlebihan.

Ketidakpedulian terhadap Penampilan Pribadi: 

Mereka mungkin tidak lagi peduli atau kurang peduli terhadap penampilan pribadi atau kebersihan diri.

Penampilan diri dan kebersihan tidak diperhatikan.
(Sumber: foto canva.com)

Isolasi Sosial: 

Apati dapat menyebabkan isolasi sosial, di mana lansia cenderung menghindari interaksi sosial dan menarik diri dari hubungan dengan orang lain.

Ketidakpedulian terhadap Masalah: 

Lansia yang mengalami apatis mungkin tampak tidak peduli terhadap masalah pribadi atau lingkungan sekitar, bahkan ketika ada masalah yang seharusnya memicu respons emosional.

Kurangnya Ekspresi Emosional: 

Mereka mungkin menunjukkan kurangnya ekspresi emosional atau reaksi yang normal terhadap peristiwa-peristiwa sehari-hari.

Pemulihan yang Lambat dari Perubahan atau Trauma: 

Lansia dengan apatis mungkin kesulitan untuk pulih atau beradaptasi dengan perubahan signifikan dalam hidup atau mengatasi trauma.

        Apatis pada lansia bisa menjadi gejala dari berbagai kondisi atau penyakit, baik yang bersifat fisik maupun mental. 

Beberapa penyakit atau kondisi yang dapat mendasari atau menyebabkan apatis pada lansia meliputi:

Depresi: 

Salah satu penyebab umum apatis pada lansia adalah depresi. Depresi pada lansia sering kali tidak hanya ditandai dengan perasaan sedih, tetapi juga dengan kehilangan minat, energi yang rendah, dan kurangnya motivasi.

Demensia: 

Lansia yang mengalami demensia, seperti Alzheimer, sering mengalami apatis. Gangguan kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari dan memahami lingkungan mereka.

Gangguan Neurologis: 

Beberapa gangguan neurologis, seperti penyakit Parkinson, stroke, atau penyakit Huntington, dapat menyebabkan perubahan perilaku, termasuk apatis.

Penyakit Kardiovaskular: 

Penyakit jantung atau kondisi kardiovaskular lainnya dapat memengaruhi aliran darah ke otak, yang dapat berkontribusi pada munculnya gejala apatis.

Gangguan Tidur: 

Gangguan tidur kronis atau masalah tidur pada lansia dapat memengaruhi mood dan energi, yang kemudian dapat berhubungan dengan apatis.

Gangguan tidur dapat menimbulkan apatis,
(Sumber: foto canva.com)

Gangguan Metabolik: 

Gangguan metabolik, seperti hipotiroidisme, dapat menyebabkan gejala kelelahan dan kurangnya motivasi.

Kehilangan Sensori: 

Penurunan fungsi sensori, seperti penurunan pendengaran atau penglihatan, dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia dan menyebabkan apatis.

Efek Samping Obat: 

Beberapa obat-obatan yang digunakan oleh lansia untuk mengatasi kondisi kesehatan tertentu dapat memiliki efek samping seperti apatis.

💬Apatis bisa bersifat multifaktorial dan sering kali merupakan gejala dari kombinasi berbagai faktor. 

       Mencegah apatis pada lansia melibatkan serangkaian strategi untuk mempromosikan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah atau mengurangi apatis pada lansia:

Aktivitas Fisik Rutin:

  • Mendorong lansia untuk tetap aktif fisik dengan berbagai aktivitas seperti berjalan, berenang, atau senam ringan.
  • Konsultasikan dengan profesional kesehatan untuk menyesuaikan jenis dan tingkat aktivitas sesuai dengan kondisi fisik lansia.

Keterlibatan Sosial:

  • Fasilitasi interaksi sosial dengan mendorong lansia untuk terlibat dalam kegiatan kelompok atau organisasi masyarakat.
  • Jaga agar hubungan dengan teman, keluarga, dan tetangga tetap kuat.

Aktivitas Kognitif:

  • Ajak lansia untuk berpartisipasi dalam kegiatan kognitif, seperti teka-teki, permainan, atau kegiatan lain yang merangsang otak.
  • Pertahankan rutinitas harian yang melibatkan aktivitas intelektual.

Tujuan dan Hobi:

  • Bantu lansia untuk menetapkan tujuan kecil yang dapat dicapai secara bertahap.
  • Dukung pengembangan dan pemeliharaan hobi atau kegiatan yang memberikan kepuasan.

Perawatan Kesehatan yang Baik:

  • Pastikan lansia mendapatkan perawatan kesehatan yang memadai, termasuk pemeriksaan rutin dan manajemen kondisi kesehatan yang mungkin mempengaruhi apatis.
  • Evaluasi efek samping obat dan bicarakan dengan profesional kesehatan jika perlu penyesuaian.

Pertahankan Lingkungan yang Merangsang:

  • Buat lingkungan fisik yang merangsang dan aman dengan penuaan, seperti pencahayaan yang baik dan dekorasi yang nyaman.
  • Pertahankan kebersihan dan ketertiban di sekitar rumah atau tempat tinggal.

Mendorong Kemandirian:

  • Dukung kemandirian sebanyak mungkin dalam aktivitas sehari-hari, tetapi juga bersedia memberikan bantuan saat diperlukan.
  • Berikan pilihan untuk memberikan rasa kontrol dan keputusan.

Pantau Kesehatan Mental:

  • Berbicara secara terbuka tentang kesehatan mental dan memberikan dukungan emosional yang diperlukan.
  • Jika ditemukan tanda-tanda depresi atau kecemasan, segera konsultasikan dengan profesional kesehatan.

Edukasi dan Kesadaran:

  • Edukasikan keluarga dan orang-orang yang merawat mengenai pentingnya pencegahan apatis dan bagaimana mendukung kesejahteraan lansia.
  • Tingkatkan kesadaran akan masalah kesehatan mental dan pentingnya perhatian terhadap aspek psikososial.

💬Melalui kombinasi dari langkah-langkah ini, diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup lansia dan mengurangi risiko terjadinya apatis.

       Pengobatan apatis pada lansia melibatkan pendekatan holistik yang mencakup aspek fisik, mental, dan sosial. Perlu dicatat bahwa strategi pengobatan dapat bervariasi tergantung pada penyebab apatis yang mendasarinya. 

Beberapa pendekatan umum untuk mengobati apatis pada lansia:

Evaluasi Kesehatan:

Lakukan evaluasi menyeluruh oleh profesional kesehatan untuk mengidentifikasi penyebab apatis. Ini dapat mencakup pemeriksaan fisik, tes laboratorium, dan penilaian kesehatan mental.

Manajemen Kesehatan Fisik:

Perawatan kondisi kesehatan fisik yang mendasari, seperti penyakit kardiovaskular, gangguan tidur, atau gangguan metabolik, dapat membantu mengurangi gejala apatis.

Perawatan Kesehatan Mental:

  • Jika apatis disebabkan oleh masalah kesehatan mental, seperti depresi atau kecemasan, perawatan psikoterapi atau konseling dapat diterapkan.
  • Dokter mungkin meresepkan obat-obatan yang sesuai untuk mengatasi gangguan mental tertentu.

Aktivitas Terapeutik:

Terapi okupasi atau terapi aktivitas lainnya dapat membantu lansia untuk menemukan kegiatan yang menarik dan merangsang, sehingga meningkatkan motivasi dan kepuasan.

Stimulasi Kognitif:

Latihan kognitif dan stimulasi mental, seperti teka-teki, permainan otak, atau kursus pembelajaran baru, dapat membantu merangsang otak dan mengurangi apatis.

Aktivitas Fisik Teratur:

Merencanakan dan mendukung program latihan fisik teratur sesuai dengan kemampuan fisik lansia dapat meningkatkan energi dan kesejahteraan secara keseluruhan.

Dukungan Sosial:

  • Melibatkan lansia dalam kegiatan sosial dan mempromosikan hubungan sosial yang positif dapat membantu mengatasi rasa isolasi dan apatis.
  • Terlibat dalam kelompok dukungan atau program komunitas juga bisa memberikan dukungan emosional.

Penyesuaian Obat:

Jika apatis terkait dengan efek samping obat, dokter dapat menilai dan mempertimbangkan untuk menyesuaikan dosis atau mengganti obat tersebut.

Pendekatan Holistik:

Pendekatan holistik melibatkan perhatian terhadap semua aspek kehidupan lansia, termasuk kesehatan fisik, mental, sosial, dan lingkungan sekitar.

Bekerja sama dengan tim kesehatan yang mencakup dokter, terapis, dan ahli kesehatan lainnya untuk mengembangkan rencana perawatan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kesehatan individual,  , dukungan keluarga dan orang-orang yang merawat juga berperan penting dalam membantu lansia mengatasi apatis.




Sumber:

https://www.webmd.com/mental-health/what-is-apathy

https://www.hebrewseniorlife.org/blog/apathy-people-alzheimers-or-dementia

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5592638/

https://my.clevelandclinic.org/health/symptoms/24824-apathy

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3449102/

https://www.nature.com/articles/s41398-022-02292-3

Pruritus, Apakah hanya Digaruk saja.

      Pruritus adalah gejala yang relatif umum yang dapat dialami siapa pun kapan saja dalam hidup mereka dan lebih sering terjadi pada orang lanjut usia. Pruritus pada lansia dapat didefinisikan sebagai pruritus kronis pada seseorang yang berusia di atas 65 tahun.

Pruritus adalah kelainan kulit yang paling umum terjadi pada populasi geriatri. Hal ini didefinisikan sebagai sensasi kulit tidak menyenangkan yang memicu keinginan untuk menggaruk . Gatal akut (berlangsung kurang dari 6 minggu) dapat memberikan fungsi perlindungan, namun gatal kronis (berlangsung lebih dari 6 minggu) sebagian besar merupakan gangguan.

Pruritus banyak dialami oleh lansia.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Istilah medis untuk gatal adalah "pruritus." Pruritus merujuk pada sensasi atau perasaan gatal yang menyebabkan dorongan untuk menggaruk atau menggosok kulit. Pruritus bisa menjadi gejala dari berbagai kondisi dan penyakit.

Gatal adalah sensasi atau perasaan yang mendorong seseorang untuk menggaruk atau meraba-raba suatu bagian tubuh. Ini adalah respons tubuh terhadap rangsangan atau iritasi pada kulit. 

Beberapa rangsangan atau iritasi pada kulit dapat berasal dari berbagai faktor, antara lain:

Keringat: 

Kulit yang lembap atau terpapar keringat dapat menyebabkan gatal.

Alergi: 

Reaksi alergi terhadap bahan tertentu, seperti serbuk sari, bulu binatang, atau makanan, dapat menyebabkan gatal.

Iritasi Kimia:

Paparan kulit terhadap zat kimia tertentu, seperti deterjen atau produk perawatan kulit tertentu, dapat menyebabkan gatal.

Paparan kulit dengan zat kimia tertentu menyebabkan gatal.
(Sumber: canva.com)

Serangga atau Kutu: 

Gigitan serangga atau infestasi oleh kutu juga dapat menyebabkan rasa gatal.

Penyakit Kulit: 

Beberapa kondisi kulit, seperti eksim, psoriasis, atau dermatitis, dapat menyebabkan gatal.

Obat-obatan: 

Beberapa obat dapat memiliki efek samping berupa gatal pada kulit.

Panas atau Panas Dingin: 

Paparan terhadap suhu yang ekstrem, baik panas atau dingin, dapat menyebabkan rasa gatal.

       Gatal pada lansia bisa disebabkan oleh berbagai faktor, dan perlu diidentifikasi penyebabnya untuk dapat memberikan penanganan yang tepat. 

Beberapa penyebab umum gatal pada lansia meliputi:

Kulit Kering: 

Lansia cenderung memiliki kulit yang lebih kering, yang dapat menyebabkan gatal. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor seperti penurunan produksi minyak alami oleh kelenjar sebum.

Alergi: 

Reaksi alergi terhadap makanan, obat-obatan, atau bahan kimia tertentu dapat menyebabkan gatal pada kulit.

Penyakit Kulit: 

Beberapa kondisi kulit tertentu seperti dermatitis, eksim, atau psoriasis dapat menyebabkan gatal pada lansia.

Dermatitis pada lansia menyebabkan gatal.
(Sumber: foto canva.com)

Penurunan Fungsi Ginjal: 

Pada beberapa kasus, gangguan fungsi ginjal dapat menyebabkan penumpukan zat-zat yang menyebabkan gatal pada kulit.

Penyakit Hati: 

Gangguan hati, seperti sirosis, juga dapat berkontribusi pada gejala gatal.

Efek Samping Obat: 

Penggunaan obat-obatan tertentu dapat menyebabkan efek samping berupa gatal pada kulit.

Infeksi Kulit: 

Infeksi kulit, seperti infeksi jamur atau bakteri, dapat menjadi penyebab gatal pada lansia.

       Mencegah gatal pada lansia melibatkan perhatian khusus terhadap perawatan kulit dan faktor-faktor yang dapat menyebabkan iritasi. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah gatal pada lansia:

Pertahankan Kelembapan Kulit:

  • Mandi dengan air hangat (bukan air panas) dan hindari penggunaan sabun keras yang dapat mengeringkan kulit.
  • Gunakan pelembap setelah mandi untuk menjaga kelembapan kulit. Pilih pelembap yang cocok untuk kulit sensitif.

Pilih Pakaian yang Tepat:

Hindari pemakaian pakaian yang terlalu ketat atau terbuat dari bahan yang kasar. Pilih pakaian dari bahan katun yang lembut dan menyerap keringat.

Lansia harus memilih pakaian bahan katun yang lembut.
(Sumber: foto canva.com)

Hindari Faktor Pemicu Alergi:

Identifikasi dan hindari pemicu alergi yang mungkin menyebabkan reaksi gatal. Ini bisa melibatkan makanan, bahan kimia rumah tangga, atau alergen lingkungan.

Perhatikan Kondisi Lingkungan:

  • Jaga kebersihan lingkungan. Hindari debu dan serbuk sari yang dapat menjadi iritan.
  • Gunakan pelembap udara di dalam rumah jika udara cenderung kering, terutama selama musim dingin.

Perhatikan Kesehatan Kulit:

  • Segera obati masalah kulit seperti infeksi jamur atau bakteri.
  • Gunakan tabir surya untuk melindungi kulit dari paparan sinar matahari yang berlebihan.

Hindari Penggunaan Produk Kimia Berlebihan:

Gunakan produk perawatan pribadi yang lembut dan hindari produk yang mengandung bahan kimia yang dapat menyebabkan iritasi.

Perhatikan Reaksi terhadap Obat-obatan:

Jika ada reaksi alergi atau gatal setelah mengonsumsi obat-obatan tertentu, segera berkonsultasi dengan dokter.

Periksakan Kesehatan secara Berkala:

Lakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin untuk mendeteksi masalah kesehatan yang mungkin mempengaruhi kulit.

       Pengobatan gatal pada lansia tergantung pada penyebabnya. Penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau profesional kesehatan untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dan rekomendasi pengobatan yang sesuai. 

Beberapa langkah umum yang dapat diambil untuk mengobati gatal pada lansia:

Pelembap Kulit:

Gunakan pelembap secara teratur untuk menjaga kelembapan kulit dan mencegah kulit kering yang dapat menyebabkan gatal.

Obat Topikal:

  • Dokter mungkin meresepkan krim atau salep topikal yang mengandung kortikosteroid untuk mengurangi peradangan dan gatal.
  • Salep antihistamin juga dapat membantu meredakan gatal, terutama jika gatal disebabkan oleh reaksi alergi.

Antihistamin Oral:

Jika gatal disebabkan oleh alergi, dokter mungkin meresepkan antihistamin oral untuk mengurangi reaksi alergi dan gatal.

Obat Pereda Gatal:

Penggunaan obat pereda gatal, seperti calamine lotion, dapat memberikan bantuan sementara.

Penghindaran Pemicu:

Jika gatal disebabkan oleh pemicu tertentu, seperti makanan atau zat kimia, menghindari pemicu tersebut dapat membantu mengurangi gejala.

Perawatan Khusus untuk Kondisi Kulit:

Jika gatal disebabkan oleh kondisi kulit tertentu seperti eksim atau psoriasis, dokter dapat memberikan perawatan yang sesuai, termasuk penggunaan krim atau salep khusus.

Perawatan untuk Infeksi:

Jika gatal disebabkan oleh infeksi kulit, seperti infeksi jamur atau bakteri, dokter mungkin meresepkan obat antiinfeksi.

Penghindaran Paparan Sinar Matahari Berlebihan:

  • Jika gatal terkait dengan paparan sinar matahari, hindari paparan berlebihan dan gunakan tabir surya.

Setiap kasus gatal pada lansia dapat bervariasi, dan pengobatannya harus disesuaikan dengan penyebab yang mendasarinya. Sebelum menggunakan obat-obatan atau produk perawatan, sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter untuk mendapatkan saran yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan dan riwayat medis lansia tersebut.



Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3351862/#:~:text=Pruritus 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7795219/

https://www.racgp.org.au/afp/2014/october/pruritus-in-the-elderly-a-guide-to-assessment-and

https://karger.com/books/book/chapter-pdf/1982521/000446094.pdf

https://www.ducray.com/en-gb/itching-sensations/senile-pruritus