Sunday, 16 February 2025

Rematik atau Asam Urat? Cek Tandanya Sebelum Terlambat!

       Rematik dan asam urat sering dianggap sama, padahal keduanya adalah kondisi yang berbeda. Meskipun sama-sama menyerang sendi, penyebab dan cara pengobatannya sangat berbeda. 

Lansia seringkali tidak dapat membedakan antara Rematik dan asam urat.
(Sumber: foto Bodreker)
Berikut penjelasannya:

1. Rematik (Rheumatoid Arthritis)

Penyebab:

  • Merupakan penyakit autoimun, di mana sistem kekebalan tubuh justru menyerang sendi sendiri.

  • Faktor genetik, infeksi, dan gaya hidup dapat memicu kondisi ini.

Gejala:

  • Nyeri, bengkak, dan kaku pada sendi, terutama di pagi hari.

  • Menyerang sendi di kedua sisi tubuh secara simetris, seperti tangan dan lutut.

  • Jika tidak ditangani, bisa menyebabkan kelainan bentuk sendi.

Pengobatan:

  • Obat antiinflamasi (NSAID), kortikosteroid, dan obat imunosupresan untuk mengendalikan peradangan.

  • Terapi fisik untuk menjaga fungsi sendi dan mengurangi kekakuan.

  • Pola hidup sehat, seperti olahraga ringan, menghindari stres, dan mengatur pola makan seimbang.

2. Asam Urat (Gout Arthritis)

Penyebab:

  • Kadar asam urat yang tinggi dalam darah menyebabkan pembentukan kristal di sendi.

  • Konsumsi makanan tinggi purin seperti jeroan, seafood, daging merah, dan alkohol.

  • Gangguan ginjal yang menghambat pembuangan asam urat dari tubuh.

Gejala:

  • Nyeri sendi yang datang tiba-tiba, sering kali menyerang jempol kaki, lutut, atau pergelangan tangan.

  • Sendi membengkak, terasa panas, dan berwarna kemerahan.

  • Jika tidak dikontrol, asam urat bisa kambuh berulang kali dan memburuk seiring waktu.

Pengobatan:

  • Obat penurun asam urat seperti allopurinol dan colchicine.

  • Obat antiinflamasi untuk meredakan nyeri saat serangan terjadi.

  • Pola makan sehat dengan mengurangi makanan tinggi purin dan memperbanyak konsumsi air putih.

  • Menjaga berat badan ideal dan melakukan olahraga ringan secara rutin.

Mengapa Lansia Lebih Rentan?

Seiring bertambahnya usia, lansia lebih mudah terkena rematik dan asam urat karena beberapa faktor berikut:

Rematik pada Lansia

Penuaan dan Degenerasi Sendi
Tulang rawan di sendi semakin menipis, sehingga lebih mudah mengalami peradangan.
Sistem Imun yang Melemah
Sistem imun bisa menjadi lebih sensitif atau kurang efektif, sehingga lebih rentan mengalami gangguan autoimun seperti rematik.
Kurangnya Aktivitas Fisik
Sendi yang jarang digerakkan akan menjadi kaku dan kehilangan fleksibilitas.
Faktor Genetik dan Hormon
Lansia, terutama wanita setelah menopause, lebih berisiko karena kadar hormon estrogen yang menurun.

Asam Urat pada Lansia

Penurunan Fungsi Ginjal
Ginjal yang mulai melemah membuat pembuangan asam urat kurang efisien, sehingga lebih mudah menumpuk di sendi.
Pola Makan yang Tidak Seimbang
Konsumsi makanan tinggi purin selama bertahun-tahun bisa meningkatkan risiko asam urat.
Penggunaan Obat-obatan
Beberapa obat seperti diuretik atau obat tekanan darah tinggi bisa memperburuk kondisi asam urat.
Kurang Minum Air
Dehidrasi membuat tubuh sulit mengeluarkan kelebihan asam urat melalui urine.

Cara Mencegah dan Mengatasi pada Lansia

Makan Sehat: Hindari makanan tinggi purin dan perbanyak konsumsi sayur, buah, serta air putih.
Olahraga Ringan: Yoga, jalan kaki, atau berenang dapat menjaga fleksibilitas sendi dan mengurangi risiko nyeri.
Jaga Berat Badan: Obesitas meningkatkan tekanan pada sendi dan produksi asam urat dalam tubuh.
Cek Kesehatan Rutin: Pemeriksaan kadar asam urat dan kesehatan sendi secara berkala dapat membantu pencegahan lebih dini.

Kesimpulan

  • Rematik adalah penyakit autoimun yang menyerang banyak sendi dan bersifat kronis.

  • Asam urat terjadi akibat penumpukan kristal asam urat, lebih sering menyerang satu sendi tertentu.

  • Lansia lebih rentan terhadap kedua kondisi ini, tetapi dengan gaya hidup sehat, risikonya bisa dikurangi.

Jika sering mengalami nyeri sendi, sebaiknya segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis yang tepat. Jangan abaikan kesehatan sendi Anda



Sumber:

https://www.medicalnewstoday.com/articles/323421#symptoms-and-long-term-effects

https://www.healthline.com/health/rheumatoid-arthritis-vs-gout

https://www.webmd.com/arthritis/ra-vs-gout

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/39376825/

https://www.arthritis.org/diseases/more-about/is-it-rheumatoid-arthritis-or-gout



Thursday, 13 February 2025

Rahasia Bahagia Kakek-Nenek dan Cucunya: Pelajaran Berharga tentang Hidup

          Hubungan antara lansia (kakek-nenek) dan cucu bisa menghadapi berbagai tantangan, terutama karena perbedaan generasi, pengalaman, dan cara pandang. 

Bahagia lansia bila dapat berkumpul dengan cucu-cucunya.
(Sumber: foto Dewkom)

Berikut beberapa tantangan yang sering muncul:

  1. Perbedaan Generasi dan Pola Pikir
    Lansia cenderung memiliki nilai-nilai tradisional, sementara cucu lebih mengikuti perkembangan zaman. Hal ini dapat menyebabkan kesalahpahaman atau kesulitan dalam komunikasi.

  2. Kesenjangan Teknologi
    Anak-anak dan remaja saat ini lebih akrab dengan teknologi, sedangkan lansia mungkin merasa tertinggal atau kurang memahami dunia digital. Jika cucu lebih sibuk dengan gadgetnya, interaksi langsung bisa berkurang.

  3. Keterbatasan Fisik Lansia
    Lansia mungkin tidak bisa mengikuti aktivitas cucu yang lebih energik, seperti bermain di luar rumah atau melakukan kegiatan fisik yang berat. Masalah kesehatan juga dapat membatasi waktu dan kualitas interaksi.

  4. Perbedaan Pola Asuh
    Kakek-nenek terkadang memiliki cara mendidik yang berbeda dengan orang tua cucu. Jika mereka terlalu ikut campur dalam pola asuh, konflik dengan orang tua bisa terjadi.

  5. Kurangnya Waktu Bersama
    Kesibukan cucu di sekolah atau aktivitas lainnya membuat waktu bersama dengan kakek-nenek berkurang. Jika tinggal berjauhan, interaksi bisa semakin terbatas.

  6. Kurangnya Topik Pembicaraan yang Menarik
    Lansia mungkin lebih suka membahas masa lalu atau hal-hal serius, sementara cucu lebih tertarik pada hal-hal modern. Jika tidak ada topik yang relevan bagi kedua belah pihak, hubungan bisa terasa hambar.

Cara Membangun Hubungan yang Harmonis dan Bermakna

Meski ada tantangan, hubungan antara kakek-nenek dan cucu bisa menjadi sangat berharga jika dibangun dengan cara yang baik. Berikut beberapa langkah untuk menjaga hubungan yang harmonis:

  1. Bangun Komunikasi yang Hangat

    • Seringlah berbicara dengan cucu, baik secara langsung maupun melalui telepon atau video call jika berjauhan.

    • Dengarkan cerita dan pendapat cucu dengan penuh perhatian.

    • Gunakan bahasa yang mudah dipahami tanpa menggurui.

  2. Habiskan Waktu Bersama

    • Bermain bersama, baik permainan tradisional maupun modern yang sesuai usia.

    • Membacakan cerita atau dongeng sebelum tidur.

    • Berjalan-jalan santai atau berkebun bersama.

  3. Ajarkan Nilai dan Tradisi

    • Bagikan pengalaman hidup dan nilai-nilai keluarga.

    • Perkenalkan budaya dan tradisi keluarga, seperti makanan khas atau adat istiadat tertentu.

    • Ceritakan kisah-kisah inspiratif dari masa lalu.

  4. Beradaptasi dengan Perkembangan Zaman

    • Pelajari sedikit tentang dunia cucu, seperti teknologi dan tren yang sedang populer.

    • Tidak perlu menolak perubahan, tetapi berusaha memahami dunia mereka.

  5. Menjadi Pendukung dan Motivator

    • Beri semangat dan motivasi dalam pendidikan serta kehidupan cucu.

    • Hindari terlalu banyak kritik atau membanding-bandingkan dengan orang lain.

    • Tunjukkan kasih sayang dengan cara yang positif.

  6. Hormati Batasan Orang Tua

    • Hindari terlalu ikut campur dalam pola asuh yang diterapkan orang tua cucu.

    • Beri masukan dengan bijak tanpa membuat orang tua merasa tersinggung.

Dengan cara-cara ini, hubungan antara lansia dan cucu bisa menjadi lebih erat, menyenangkan, dan saling bermanfaat.



Sumber:

https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8834749 

https://foreverfamilies.byu.edu/importance-of-grandparents-to-their-grandchildren

https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0277953622000922

https://seniorsbluebook.com/articles/the-impact-grandchildren-can-have-in-senior-care

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/17379680/

Monday, 10 February 2025

Kenapa Banyak Lansia Merasa Ditinggalkan Setelah Anaknya Berkeluarga?

       Seiring berjalannya waktu, anak-anak yang dulu bergantung sepenuhnya pada orang tua akhirnya tumbuh dewasa dan membangun kehidupan mereka sendiri. Bagi lansia, perubahan ini sering kali menghadirkan berbagai tantangan, baik secara emosional, sosial, maupun finansial. Namun, dengan pemahaman yang bijak, hubungan yang harmonis tetap bisa terjaga.

Tantangan yang Dihadapi Lansia

1. Perubahan Peran dalam Keluarga

Dulu, orang tua adalah pusat kehidupan anak. Namun, setelah anak menikah dan berkeluarga, prioritas mereka berubah. Lansia sering kali merasa kehilangan peran pentingnya dalam keluarga dan tidak lagi dibutuhkan seperti dulu. Perasaan ini bisa menimbulkan kesepian dan rasa kurang dihargai.

Peran orang tua berubah setelah anaknya berkeluarga.
(Sumber: foto file)

2. Kesepian dan Kurangnya Perhatian

Anak yang sibuk dengan kehidupan baru mereka—pasangan, pekerjaan, dan anak-anak—kadang-kadang membuat lansia merasa ditinggalkan. Apalagi jika anak tinggal jauh, komunikasi bisa menjadi semakin jarang. Ketidakhadiran mereka dapat menimbulkan rasa kesepian yang mendalam bagi orang tua.

3. Hubungan dengan Menantu

Tidak semua orang tua memiliki hubungan yang harmonis dengan menantu mereka. Perbedaan pola pikir dan gaya hidup dapat menyebabkan gesekan. Selain itu, beberapa menantu mungkin merasa tidak nyaman jika orang tua terlalu sering ikut campur dalam rumah tangga mereka, yang bisa menimbulkan jarak emosional antara lansia dan anak.

4. Masalah Finansial dan Ketergantungan Ekonomi

Tidak semua lansia memiliki tabungan atau pensiun yang cukup. Beberapa di antaranya bergantung pada anak untuk biaya hidup mereka. Namun, tidak semua anak mampu atau mau menanggung kebutuhan finansial orang tua, yang bisa menjadi sumber konflik dan kekhawatiran.

5. Kesehatan dan Kemandirian yang Menurun

Seiring bertambahnya usia, lansia lebih rentan terhadap penyakit kronis dan membutuhkan lebih banyak perawatan. Beberapa juga mengalami kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari, sementara anak-anak mereka mungkin tidak selalu bisa merawat mereka secara langsung. Topik seperti perawatan lansia dan kemungkinan tinggal di panti jompo pun sering menjadi hal yang sensitif untuk dibicarakan.

Cara Mengatasi Tantangan Ini

1. Menerima Perubahan dengan Bijak

Lansia perlu memahami bahwa anak kini memiliki kehidupan dan tanggung jawab sendiri. Bukan berarti mereka melupakan orang tua, tetapi prioritas mereka berubah. Oleh karena itu, penting untuk bersikap fleksibel dan tidak terlalu menuntut perhatian dari anak.

2. Menjaga Komunikasi yang Sehat

Orang tua bisa tetap berkomunikasi dengan anak tanpa terkesan mengatur atau menuntut. Menggunakan teknologi seperti telepon atau video call bisa membantu menjaga kedekatan meskipun tinggal berjauhan. Selain itu, menjadi pendengar yang baik bagi anak akan memperkuat hubungan tanpa membuat mereka merasa tertekan.

3. Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental

Tetap aktif dalam berbagai kegiatan bisa membantu lansia menjalani hari-hari mereka dengan lebih bermakna. Bergabung dengan komunitas lansia, berkebun, atau melakukan olahraga ringan dapat membantu menjaga kesehatan fisik dan emosional.

4. Menjalin Hubungan Harmonis dengan Keluarga Anak

Alih-alih mengkritik atau mengatur kehidupan anak dan menantu, lebih baik membangun hubungan yang suportif. Menjadi kakek atau nenek yang menyenangkan bagi cucu juga bisa memberikan kebahagiaan tersendiri dan mempererat ikatan keluarga.

5. Menemukan Makna Baru dalam Hidup

Menjalani hidup dengan ikigai—konsep Jepang tentang menemukan tujuan hidup—dapat membantu lansia tetap merasa bermanfaat dan berharga. Ikigai bisa berupa menyalurkan pengalaman kepada generasi muda, membantu komunitas, atau sekadar menikmati hobi yang selama ini tertunda.

        Tantangan yang dihadapi lansia dalam menghadapi anak yang sudah berkeluarga memang kompleks, tetapi dapat dikelola dengan sikap yang bijak. Dengan memahami perubahan peran, menjaga komunikasi, dan tetap aktif secara sosial serta finansial, lansia dapat menjalani kehidupan yang lebih bahagia dan harmonis. 

Kehidupan terus berubah, dan yang terpenting adalah menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut dengan hati yang lapang dan pikiran yang positif.



Sumber:

https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8611109/

https://www.elderly.gov.hk/english/healthy_ageing/healthy_living/adultchildrennchildren.html

https://www.agingcare.com/articles/parents-living-with-adult-children-152285.htm

https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/13229400.2024.2363785

https://arborcounselingcenter.com/aging-parents-and-adult-children-the-challenge-of-changing-roles/