Wednesday, 8 November 2023

Kesurupan, Bentuk Gangguan Mental Yang Kompleks.

        Penyakit ini tampaknya lebih umum terjadi di negara-negara Dunia Kedua dan Ketiga yang kurang terindustrialisasi. Studi mengenai prevalensi gangguan disosiatif di India menunjukkan bahwa prevalensi gangguan trance disosiatif dalam 1 tahun adalah sekitar 3,5%; dari semua rawat inap psikiatris, menjadikannya gangguan mental yang sangat sering terjadi. 

Sindrom trance dan kerasukan sejauh ini merupakan jenis gangguan disosiatif yang paling umum ditemui di seluruh dunia. Di sisi lain, gangguan disosiatif identitas (Dissociative Identity Disorder,DID) yang relatif lebih umum terjadi di AS, hampir tidak pernah terdiagnosis di negara-negara terbelakang.

Dissociative Trance Disorder (DTD) adalah gangguan mental yang terjadi ketika seseorang mengalami pengalaman trance disosiatif, di mana individu tersebut tampak seperti berada dalam keadaan “trance” atau “trance state” yang mendalam. 

Gangguan disosiatif adalah sindrom trance dan kerasukan.
(Sumber: foto canva.com)

Selama trance ini, orang dengan DTD dapat kehilangan kesadaran akan lingkungan sekitar dan mungkin menunjukkan perilaku yang tidak biasa, seperti berbicara dalam bahasa asing atau berperilaku seolah-olah mereka adalah orang lain.

Berbeda dengan anggapan yang ada di masyarakat umum bahwa fenomena kesurupan (Dissociative Trance Disorder/DTD) diyakini sebagai sesuatu yang mistis, dalam dunia kedokteran khususnya bidang kedokteran jiwa dianggap sebagai suatu perubahan psikologis yang ditandai dengan adanya penyimpangan,  gangguan persepsi dan identitas. 

Gangguan ini terkait erat dengan disosiasi konsep, di mana individu mengalami perpecahan antara berbagai aspek dari pengalaman, pikiran, perasaan, atau identitas mereka. DTD adalah salah satu bentuk dari gangguan disosiatif, yang juga mencakup gangguan identitas disosiatif (dahulu dikenal sebagai gangguan identitas ganda) dan amnesia disosiatif.

Meskipun DTD masih menjadi subjek penelitian dan pemahaman yang terus berkembang, gejala umumnya meliputi perasaan kehilangan kendali, hilangnya ingatan akan kejadian selama trance, serta perubahan tajam dalam kesadaran dan identitas sementara. Gejala ini dapat mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang dan menyebabkan kesulitan untuk berfungsi secara normal.

DTD adalah gangguan mental yang kompleks, dan diagnosis serta pengelolaannya sebaiknya dilakukan oleh profesional kesehatan mental yang berpengalaman. 

         Dissociative Trance Disorder (DTD) merupakan gangguan yang dapat mempengaruhi individu dari berbagai kelompok usia, termasuk lansia. 

Beberapa ciri yang mungkin muncul DTD pada lansia antara lain:

👀Perubahan Memori: 

Lansia dengan DTD mungkin mengalami masalah memori, termasuk kesulitan mengingat peristiwa atau pengalaman selama trance. Mereka mungkin juga mengalami amnesia terhadap jangka waktu tertentu.

👀 Perubahan Identitas: 

Dalam identitas atau perasaan diri selama trance dapat menjadi ciri DTD pada lansia Perubahan. Mereka mungkin merasa seolah-olah mereka adalah orang lain atau mengalami perubahan yang mendalam dalam perasaan diri mereka.

👀 Perubahan Perilaku: 

Lansia dengan DTD mungkin menunjukkan perilaku yang tidak biasa atau tidak konsisten dengan kepribadian sehari-hari mereka selama trance. Mereka mungkin berbicara dalam bahasa asing, melakukan gerakan atau tindakan yang tidak biasa, atau mengekspresikan identitas yang berbeda.

Lansia dengan DTD menunjukkan perilaku tidak biasa.
(Sumber: foto canva.com)
👀 Kehilangan Kesadaran :

Selama trance, individu lanjut usia dengan DTD mungkin kehilangan kesadaran akan lingkungan sekitar dan fokus secara intens pada pengalaman trance mereka.

👀 Gangguan Psikologis: 

Gangguan ini sering menyebabkan gangguan psikologis yang signifikan pada individu, termasuk kecemasan, kebingungan, atau depresi.

💬 DTD merupakan gangguan yang jarang terjadi dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk pemahaman yang lebih baik. 

       Penyebab pasti terjadinya Dissociative Trance Disorder (DTD) pada lansia belum sepenuhnya dipahami dan masih menjadi subjek penelitian yang terus berkembang. Gangguan ini adalah salah satu bentuk gangguan disosiatif yang kompleks, dan munculnya DTD dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk yang mungkin berhubungan dengan usia. 

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi munculnya DTD pada lansia adalah:

😰Stres dan Trauma: 

Pengalaman stres berat atau trauma masa lalu dapat menjadi faktor pemicu DTD pada lansia, seperti halnya pada individu dari kelompok usia lainnya. Stres kronis atau perubahan hidup yang signifikan dalam kehidupan lansia dapat meningkatkan risiko DTD.

😰 Proses Penuan: 

Proses penuaan itu sendiri dapat mempengaruhi fungsi kognitif dan emosi seseorang. Perubahan dalam otak dan fungsi kognitif dapat mempengaruhi respon terhadap stres dan pengalaman disosiatif.

😰 Faktor Psikologis:

Faktor-faktor psikologis seperti gangguan kepribadian, depresi, kecemasan, atau gangguan kejiwaan lainnya, yang lebih umum terjadi pada lansia, dapat mempengaruhi risiko terjadinya DTD.

😰 Gangguan kepribadian Disosiatif : 

Lansia yang memiliki riwayat gangguan kepribadian disosiatif atau gangguan disosiatif lainnya mungkin memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami DTD.

Lansia dengan gangguan disosiatif berisiko terhadap DTD.
(Sumber: foto canva.com)

😰 Faktor Lingkungan:

Faktor-faktor lingkungan, seperti dukungan sosial yang kurang, isolasi sosial, atau perubahan signifikan dalam lingkungan hidup, dapat mempengaruhi risiko DTD pada lansia.

        Pencegahan Dissociative Trance Disorder (DTD) pada lansia melibatkan upaya-upaya untuk mengelola faktor risiko dan menjaga kesejahteraan mental mereka. Meskipun DTD merupakan gangguan yang jarang terjadi.

Beberapa langkah dapat membantu mengurangi risiko yang dapat memicu DTD pada lansia:

😎Mempertahankan Kesejahteraan Mental : 

Penting bagi lansia untuk menjaga kesejahteraan mental mereka. Ini mencakup mengidentifikasi dan mengelola gangguan mental yang mungkin ada, seperti depresi, kecemasan, atau gangguan disosiatif lainnya. Konsultasikan dengan profesional kesehatan mental jika diperlukan.

😎 Kelola Stres dan Trauma:

Dukung lansia dalam mengelola stres dan trauma yang mungkin mereka alami. Bantu mereka dalam mengatasi stres dengan strategi seperti berolahraga, olahraga, dan terapi kognitif perilaku.

Membantu lansia mengelola stres.
(Sumber: foto canva.com)

😎 Dukungan Sosial: 

Dukungan sosial yang kuat dapat membantu mencegah DTD. Pastikan lansia memiliki hubungan yang positif dengan keluarga, teman-teman, dan komunitas mereka. Dukung mereka dalam mengatasi perubahan hidup yang signifikan.

😎 Rutinitas dan Kepastian: 

Lansia dapat merasa lebih stabil dan aman dengan adanya rutinitas yang teratur. Membantu mereka menjaga rutinitas sehari-hari yang konsisten dapat membantu mengurangi stres dan kecemasan.

😎 Konsultasi dengan Profesional: 

Jika lansia mengalami gejala mencurigakan atau perubahan perilaku yang signifikan, segera konsultasikan dengan profesional kesehatan mental atau tenaga medis. Diagnosis dan intervensi dini dapat membantu mencegah perkembangan DTD.

😎 Pendidikan dan Kesadaran: 

Pendidikan dan kesadaran tentang DTD, terutama pada kalangan lansia dan mereka yang merawat mereka, dapat membantu mengidentifikasi gejala lebih awal dan mengurangi stigma seputar gangguan ini.

        Pengobatan Dissociative Trance Disorder (DTD) pada lansia melibatkan pendekatan terapi yang dilakukan oleh profesional kesehatan mental yang berpengalaman. Terapi adalah metode utama yang digunakan dalam mengelola DTD. 

Beberapa langkah yang dapat diambil dalam pengobatan DTD pada lansia:

👳 Pengobatan Tradisional :

Tabib tradisional dan dukun sering kali dipekerjakan untuk merawat orang yang menunjukkan tanda-tanda kondisi trance atau kerasukan disosiatif. Menurut penelitian, pengobatan tradisional digunakan oleh 30% pasien untuk mengobati penyakit ini.

👳 Eksorsisme :

Pengusiran setan adalah kegiatan keagamaan atau spiritual di mana seseorang mengusir setan atau makhluk spiritual lainnya dari seseorang atau lokasi yang dikatakan kerasukan. Hal ini dapat dicapai dengan membuat makhluk tersebut bersumpah untuk pergi, menyelesaikan upacara yang rumit, atau memerintahkannya untuk pergi ke atas nama otoritas yang lebih tinggi.

👳Terapi Psikoterapi: 

Terapi psikoterapi adalah pendekatan utama dalam pengobatan DTD. Terapi yang berpengalaman dapat bekerja pada lansia untuk membantu mereka memahami penyebab, gejala, dan pengelolaan DTD. Terapi berbasis disosiasi, seperti terapi disosiatif, dapat menjadi pilihan yang efektif. Terapi ini bertujuan untuk membantu mengatasi gejala disosiatif individu, mengidentifikasi pemicu, dan mengembangkan keterampilan untuk mengelola pengalaman trance.

👳 Terapi Kognitif-Perilaku: 

Terapi kognitif-perilaku dapat membantu lansia mengidentifikasi dan mengubah pola pikir dan perilaku yang mungkin mengaktifkan DTD. Terapis akan membantu mereka mengembangkan strategi pengelolaan stres dan teknik relaksasi.

Terapi kognitif-perilaku mengatasi DTD.
(Sumber: foto canva.com)

👳Terapi Elektrokonvulsif (ECT) :

Terapi ini digunakan untuk mengobati berbagai gangguan mental. Perawatan elektrokonvulsif memerlukan pengiriman gelombang listrik yang diatur secara tepat ke seluruh otak, yang mengubah fungsi otak. Hal ini bermakna untuk meringankan depresi berat dan gejala psikotik. Dalam kasus yang parah, penderita DTD dapat diobati dengan ECT.

👳 Dukungan Sosial: 

Membantu lansia dalam mengelola DTD melalui dukungan sosial yang kuat sangat penting. Keluarga, teman-teman, dan komunitas dapat berperan dalam membantu lansia mengatasi gangguan ini. Mendengarkan, memberikan dukungan emosional, dan menjadi sumber dukungan adalah faktor penting dalam pemulihan.

👳 Obat-obatan : 

Terapi farmakologis mungkin diperlukan dalam beberapa kasus untuk mengatasi gejala terkait DTD, seperti kecemasan atau depresi yang dapat menyertai gangguan ini. Penggunaan obat-obatan harus diiklankan dan disetujui oleh profesional kesehatan yang berkompeten.

👳 Pendidikan dan Kesadaran: 

Pendidikan tentang DTD dapat membantu individu lanjut usia dan keluarga mereka memahami gangguan ini. Mengetahui lebih banyak tentang DTD dapat membantu menghilangkan stigma dan memungkinkan mereka mencari perawatan lebih cepat.

       Pengobatan DTD pada lansia memerlukan kerja sama antara individu yang terkena dampak, keluarga, dan profesional kesehatan mental. Penting untuk memahami bahwa setiap individu dapat merespons terapi dengan cara yang berbeda, dan perawatan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik individu tersebut. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami DTD, segera cari bantuan dari profesional kesehatan mental yang berpengalaman.



Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6876804 

https://mind.help/topic/dissociative-trance-disorder/

https://noetic.org/blog/dissociative-trance-disorder-vs-trance-channeling/

https://www.brainkart.com/article/Dissociative-Trance-Disorder_30482/

















 









No comments:

Post a Comment